Read More >>"> Serpihan Hati (14. BENTUK SEBUAH RUPA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Serpihan Hati
MENU
About Us  

14. BENTUK SEBUAH RUPA

“Ola” itulah nama yang kuberikan kepada pria kasir itu. “ola… I’m falling in love. “ ucapku meremas selimut dan memeluknya. Ola adalah salah satu artis favoritku. Ketika aku sedang mendengarkan lagu itu dan ketika itu pula mataku melihat wajahnya, aku sangat terkesima olehnya ditambah lagi dia membalas tatapanku. Kedipan matanya ketika membalas tatapanku sangatlah pelan dan lembut namun tatapan begitu tajam dan terarah padaku. Saat itu aku baru mengerti ucapan anak ABG yang merasakan hatinya meleleh. Meski aku pernah ABG tapi rasanya dulu tidak ada ungkapan itu hal itu. Dan kini itu semua terbukti. Aku mulai  kepanasan, jantungku berdetak semakin kencang, dan sepertinya aku sesak nafas karena kurang mendapat oksigen.

Aku memeluk dengan sangat erat bantal gulingku yang sudah ku anggap dirinya. Memikirkannya saja membuatku senang dan tidak ingin melakukan apapun, apalagi jika aku harus bertemu dengannya, aku rasa tidak mungkin bisa melepaskan pandanganku darinya. Dan itulah yang ku khawatirkan. Karena hal itu tidak boleh terjadi.

Semenjak saat itu entah disengaja ataupun tidak, rasanya aku ingin terus mampir ke minimarket itu, tidak karena hanya aku ingin sekali mampir ke tempat itu  tapi aku ingin juga membuktikan tentang kebenaran akan diriku tentang dirinya. Untungnya minimarket itu menjual semua jenis makanan atau lainnya yang aku perlukan. Bagaimana kalau itu hanya toko pakaian, barang branded Tak mungkin setiap hari aku terus membeli pakaian hanya untuk bertemu dengannya bisa bangkrut kantongku. Dan yang paling penting itu bukanlah toko khusus pria.

Pernah aku berusaha untuk menghindari minimarket itu tapi kakiku selalu mengarah kesana padahal aku sama sekali tak ingin membeli sesuatu. Dan itulah pasti yang dibicarakan oleh security yang menganggapku sebagai pencuri. Meski aku tidak terima tapi aku tidak bisa menyalahkan mereka karena seperti itulah yang terjadi pada sikapku akhir-akhir ini. Dan aku berharap ayahku tidak berpikiran jika aku sedang jatuh cinta.

Sebenarnya sihir apa yang di pakai pegawai minimarket itu. Aku harus berpura pura berkeliling untuk mencari barang agar bisa melihat keberadaan si ola, rasanya sangat kecewa ketika aku tidak melihatnya namun setelah menemukannya aku ingin menghindar darinya. Terkadang aku mendekatinya dan berpura pura menanyakan dimana letak barang yang sama sekali tidak ingin ku beli atau sudah ku ketahui sebenarnya dimana barang itu berada, tapi itu ku lakukan hanya untuk melihatnya dan melihat nametag yang ada di dadanya tapi ketika matanya melihat kearahku, aku tidak kuasa untuk menatapnya kembali.

Aku tidak ingin jauh darinya tapi aku tidak sanggup didekatnya. Bahkan aku tidak sangggup untuk melihat namanya padahal aku penasaran sekali. Oleh karena itu aku memanggilnya “Ola”. Dan yang paling penting jangan sampai pegawai lain mengetahui isi kepalaku.

Untuk kesekian kalinya aku pergi ke minimarket itu tidak lain untuk memastikan lagi kebenaran hatiku. Aku berharap itu hanyalah sebatas penglihatanku saja jangan sampai aku benar—benar jatuh cinta. Aku bukannya tidak bersyukur telah diberikan waktu dan kesempatan untuk mencintai lagi tapi melihatnya itu rasanya mustahil untuk mendapatkanya, dikarenakan dia memiliki nilai lebih yang melebihiki diriku. Dia masih muda, tampan, dan kurasa apapun yang ada dirinya pasti disukai banyak wanita. Apalagi wanita seumuran belasan tahun pasti dia begitu digilainya. Dilihat dari fisik saja itu tidak hanya bonus tapi anugrah. Bahkan hanya dengan senyumannya saja aku yakin dia memiliki banyak catatan kejahatan, karena jika melihat senyumnya itu bisa membius, membunuh ataupun mati berdiri.

Sejenak aku melupakan ola, aku merasa aneh pada diriku sendiri dan aku tersadar. Aku mulai sadar aku sudah lupa tidak pernah berpikiran seperti ini lagi. apa yang ku katakan dan aku lakukan seperti umur 20an kebawah. Aku bahkan sudah tidak tahu kapan terakhir kalinya aku melakukan hal itu. Aku tertawa sendiri karena itu sunguh memalukan dan menggelikan namun jujur itu cukup menyenangkan karena aku seperti diberi semangat untuk hidup kembali. Yang paling penting aku jangan sampai melakukan hal diluar nalar, aku harus menahan keinginanku untuk mendapat perhatiannya karena tidak mungkin aku untuk memilikinya. Saat ini melihat wajahnya aku sudah sangat bersyukur sekali.

Aku juga merasa kesal karena sepertinya tidak hanya aku yang ingin mencuri perhatiannya, banyak wanita yang lebih muda dariku juga menggodanya. Hanya dengan melihat mereka seketika hatiku menjadi meluap bak gunung merapi, pandanganku gelap, kukuku langsung berubah meruncing dan suasanapun berubah menjadi gelap penuh petir, tapi aku hanya bisa bergentayangan tanpa bisa melakukan apapun itu.

Sama seperti ayahku yang bingung karena sikapku. Aku juga sama bingungnya. Seingatku ketika aku jatuh cinta untuk pertama kalinya pada seseorang, aku tidak seperti ini. Aku masih bisa mengontrol diriku sendiri. Aku masih bisa menahan apa yang kuinginkan bahkan aku biasa saja. Sumpah… aku tidak pernah seperti ini. Ini seperti ketika aku mendapatkan rasa sakit oleh lelaki yang selalu kulihat punggunya itu, perasaannya abadi didalam memori otakku. Sampai aku tidak melakukan apapun hanya berkutat dan berkeliling dalam lingkarannya.

Kini Olaku sedang berganti posisi dengan temannya, ia sedang sibuk membereskan barang yang di pajang untuk di perjualbelikan. Dengan wajah yang tidak berdosa aku berjalan seraya melihat-lihat barang, tetap saja barang yang tidak ingin ku beli dan kulihat tapi demi dia aku rela melihat apapun. Sedikit demi sedikit jarak di antara kita pun hanya beberapa sentimeter saja. Sembari tengok kanan dan tengok kiri aku memperhatikannya dengan lirikan mataku yang runcing seruncing anak panah. Meskipun hanya seperti ini yang kulakukan hatiku merasa senang.

“Maaf mbak?" ucap brondong yang menjadi mangsaku.

Dengan sumeringah dan senyum yang kutahan di wajah aku langsung menjawabnya dengan sopan dan menjaga image-ku, “oh… iya ada apa?”

“Mbak sedang mencari apa?” tanyanya kepadaku.

“Oh aku sedang mencari kau?” aku langsung menutup mulutku dengan  tanganku, “maksudku aku… aku… ingin membeli ini” ucapku asal mengambil barang yang ada di belakangku. Aku menjadi salah tingkah dan tidak sengaja mulutku bicara dengan jujur, mungkin karena aku terlalu gugup dan senang.

“Oh gitu, sedari tadi saya lihat mbak cukup lama disini" dia menganggukan kepala.

“Memangnya aku tidak boleh disini?” tanyaku sengaja agar memperpanjang waktu bertemu dengannya fan pastinya tidak tahu malu

“Oh… bukan seperti itu mbak maksudku” ucapnya gelagapan mungkin tidak enak mendengar ucapanku. “Maaf sebelumnya, saya pikir bisa membantu apa yang mbak inginkan?”

"Oh tidak perlu saya sudah menemukan barang yang saya inginkan, kebetulan ada di sekitar sini barangnya" jawabku sedikit gelagapan menahan pertengkaran antara otak dan hati.

“Maaf mbak, kalau begitu saya permisi mau membereskan barang yang ada dibawah mbak” ujarnya.

Aku baru tahu ternyata dia hanya meminta izin padaku untuk menyelesaikan tugasnya. Aku pikir dia memang sengaja ingin menyapaku meski itu hanya sebatas pelanggan.

"Mbak ingin membeli buat suaminya" ucapnnya membuatku heran dan merasa autaku berubah aneh suram

“Apa… suami?” aku bingung mendengar ucapannya. aku melihat kearah genggaman tanganku dan itu benar membuatku terkejut. Untungnya barang yang ku ambil dengan asal bukan perlengkapan pria yang aneh-aneh. "Tapi... Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu? Memangnya wajahku terlihat seboros itu, memangnya aku sudah terlihat tua! Apakah aku memang terlihat seperti sudah menikah, kulit masih kencang begini juga. Itu seperti tuntutan agar aku harus cepat menikah" Aku bercermin di handphone pintarku karena aku sepertinya telah melewatkan untuk menjadi mamah muda,  hal yang dulu pernah diinginkan olehku tapi sekarang hal itu menjadi mustahil.

Tapi ampun dah aku malu sekali ketika aku melihat kearah barang yang sedari tadi aku putari, padahal aku melihatnya namun aku sama sekali tidak menyadarinya kalau dia juga akan membereskan perlengkapan pria. Seketika aku langsung gagal focus, dengan nyali yang menciut karena tidak kuasa menahan malu, aku langsung keluar dari minimarket itu sebelum mukaku menjadi merah gelap. Aku juga tidak peduli dengan barang yang aku beli, aku bisa berikan ini pada ayahku.

Sempat terlintas dipikiranku untuk menjadi pegawai di minimarket itu agar aku bisa terus bersamanya, tapi bagaimana jadinya kalau aku juga menghadapi pelanggan sepertiku yang tiba-tiba jatuh cinta.

Akhirnya aku kembali merasakan jatuh cinta setiap kali aku mengingat si ola, aku merasa berbunga-bunga dan berdebar debar. Terkadang aku juga memikirkan seolah-olah aku sedang bersamanya yang membuatku tersenyum sendiri, meskipun terlihat seperti orang gila aku tak peduli karena baru kali ini aku merasakan hatiku menjadi sedikit lebih ringan dan berwarna.

5 hari telah berlalu, liburanku batal begitu saja. Aku tidak bisa pergi kemanapun untuk berlibur karena tidak ada teman yang ingin pergi bersamaku. Meski aku tidak bisa merasakan liburan tapi setidaknya anganku lah yang terhibur karena kehadirannya. Ibuku dan ayahku masih saja kebingungan karena aku sering bolak-balik menuju minimarket itu bisa dihitung dalam sehari aku pergi sekitar 5 sampai 6 kali. Dan ibuku marah karena yang ku beli hanya es krim yang mulai menyesakkan kulkas.

“Apa yang sedang kau lakukan Qirani!” ibuku memarahiku dengan mata yang semakin membesar.

“Ayah, ibu marah” ucapku pelan padanya.

“Kamu yang salah juga. Kan ayah jadinya enak tiap hari makan es krim” ucap ayah tidak berdosa.

“Ihhhh…” aku menyunggingkan bibir mendengar ucapan ayah yang tidak enak kudengar.

"Kau itu sudah besar Qirani, untuk apa kau membeli es krim sebanyak itu. Kau hanya membuang makanan dan uang. Es mu mencair dan dibuang begitu saja olehmu!" ibuku semakin marah besar.

"Maaf bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi" ucapku menunduk.

"Maaf... Maaf... Untuk kesalahan yang mana maafmu kali ini? Sudah sering kau meminta maaf tapi kau tidak pernah berubah?" agi lagi aku hanya diam mendengar ocehan ibu.

Ayahku hanya diam seperti biasa ia mengambil koran yang ada disekitarnya. Koran yang sebelumnya pernah ia baca dan ia sengaja melakukan hal itu kembali karena ia tidak ingin mencampuri urusan ibu dan diriku. Setelah usai ibu memarahiku aku menghampiri ayah didekat kolam renang.

“O ya... Kau untuk apa membelikan ayah kaos dalam. Kau meledek ayah?” ucap ayah yang tiba-tiba berubah haluan.

“Maksud ayah meledek” aku menggaruk kepala.

“Kaos dalammu kekecilan untuk ayah, kau sudah tahukan ukuran ayah”

Aku mulai teringat kembali dengan kejadian yang agak sedikit memalukan itu. Oleh karena itu aku berganti membeli es krim daripada harus memutari tempat itu.

“Kau ingin membelikan kaos dalam itu untuk siapa?” tanya ayahku yang tatapannya mulai seperti banteng.

“Ayah, bukan untuk siapa-siapa aku hanya lupa melihat ukurannya saja” ucapku santai mengalihkan pembicaraan.

“Tapi sepertinya untuk Timmo lebih pas”

Aku langsung mengerlingkan mataku melihat kerah ayah yang mulai ku ketahui arah pembicaraan. Aku sangat bersyukur karena aku dan kakakku umurnya cukup lumayan jauh dan kakakkupun sudah memberikan mereka cucu jadi setidaknya mereka tidak terus mengejarku untuk cepat menikah meski aku tidak menampik mereka sering sekali menyindirku akan keberadaaan pangeran berkuda poniku yang nyangkut entah di mana. Eh salah, tapi kunci hatiku yang entah berada dimana. Pangeran banyakpun itu tidak akan mengubah apapun kalau kunci hatiku ini tidak ditemukan. Ayah ini selalu timmo saja yang dibahas, sebentar lagi juga dia akan menikah. "Memangnya ayah mau timmo jadi menantu"

Ayah membalas dengan semyumm lebarnya.

"Dia teman terbaik ayah" ujarku kecut meski dalam hati aku tidak sanggup jika timmo menjadi suamiku pasti aku yang akan ditindas dan timmo bukan menjadi menantu melainkan anaknya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • qarinajussap

    @yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku πŸ˜†... Eaaaaa

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • yurriansan

    Qirani, Qarina? ahh ini cerita tentang kamu kah? agaknya ini sedih2 gtu ya, aku baca. sukses ya..
    mampir juga ke storyku yang baru ya..

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • qarinajussap

    Hahhhh... Masa πŸ˜… sebelumnya aku publish di sweekkk... Mirip banget yaaaaaa πŸ˜„

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
  • renicaryadi

    Kak ceritanya mirip sih hahaha.
    Btw good luck ya. Bahasanya puitis banget. Quote-worthy :)))

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1270      752     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.