Lampu lalu lintas berganti-gantian menunjukan warnanya satu demi satu. Para kendaraan siap beradu saat lampu berganti warna. Asap-asap mulai mengepung seisi kota sehingga mengubah langit menjadi ke abu-abuan akibat asap-asap yang ditimbulkan oleh kendaraan. Dan saat lampu menunjukkan warna merah disitulah saat dimana aku akan bersinar sambil menyanyikan lagu yang biasa ku bawakan bersama dengan adik ku yang cantik. Namaku Rafif aku berumur 10 tahun dan adik ku bernama Layla yang berumur 8 tahun. Kami hanyalah seorang anak-anak yang kurang mampu yang suka bernyanyi untuk mendapatkan uang sehingga dapat membeli sebuah makanan.
Hari ini pendapatan yang kami dapatkan tidak lah terlalu banyak. Kami hanya mendapatkan Rp 53.000 dalam sehari dan itu pun harus dipotong setengah oleh Bang Marik, jadinya kami hanya mendapatkan Rp 26.500 . Memang tidak terlalu banyak tapi setidaknya uang itu bisa kami belikan untuk obat ibu kami. Ibu sudah sakit sejak 5 tahun yang lalu saat aku masih berumur 5 tahun dan Layla berumur 3 tahun. Ayah ku sudah meninggalkan kami sejak aku masih berumur 4 tahun dan Layla 2 tahun. Sejak ayah meninggalkan kami keluarga kami langsung hancur. Semua perabotan rumah diambil karena harus membayar hutang-hutang ayah di masa lalu. Dan setelah satu tahun kepergian ayah, ibu pun jadi jatuh sakit dan sampai sekarang penyakit ibu pun belum sembuh-sembuh. Ibu terkena penyakit Stroke, sehingga seluruh saraf dalam tubuhnya tidak dapat berfungsi dengan baik. Karena uang yang kami punya tidak terlalu banyak akhirnya ibu tidak dapat dirawat lagi dirumah sakit. Saudara-saudara pun juga tidak banyak yang dapat membantu karena biaya rumah sakit yang terlalu mahal. Dan karena itu akhirnya aku hanya bisa membelikan ibu obat herbal yang dijual tetangga kami dengan harga yang murah.
Setelah sudah mengantar Layla ke rumah aku pun segera memanaskan bubur sisa semalam untuk makan malam ibu dan Layla. Setelah sudah menyiapkan makanan aku pun langsung pergi keluar untuk membeli obat ibu.
Saat sudah membeli obat ibu tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. Aku pun akhirnya harus memilih untuk berteduh di sebuah gedung yang tampaknya merupakan gedung baru di tempat ini. Karena di luar sangat lah dingin aku pun akhirnya memilih untuk masuk ke dalam gedung ini . Namun saat pertama kali masuk aku sudah dikejutkan oleh banyaknya buku-buku di gedung ini. Tampaknya ini gedung perpustakaan. Aku sangat terkejut saat melihatnya. Tidak pernah seumur hidupku melihat buku-buku yang sebanyak ini.
“Kamu siapa?” Ucap seseorang.
“Oh maaf pak. Saya tidak ingin mengambil apa-apa kok. Saya cuman ingin berteduh sebentar. Nanti kalau hujannya sudah redaan saya langsung keluar.”
“Memangnya saya ngusir kamu? Saya kan cuman bertanya nama kamu siapa.”
“Oh nama saya Rafif.”
“Baiklah. Rafif kamu mau minum teh?”
“Oh boleh pak.”
“Jadi Rafif, perkenalkan nama saya Pak Tahrir.”
“Oh iya pak Tahrir.”
“Bagaimana menurut mu perpustakaan saya ini?”
“Ini sangatlah besar pak. Saya belum pernah melihat yang sebesar ini.”
“Ah kamu bisa saja Rafif. Oh iya kamu bisa baca ga?”
“Bisa sih tapi masih harus lebih dilatih lagi, karena saya ga tamat SD.”
“Loh, emang kenapa kamu ga meneruskan sekolah kamu?”
“Keluarga saya kena musibah sehingga saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Dan ayah juga meninggalkan keluarga kami dan karena hal itu ibu pun jadi terkena sakit. Dan aku sebagai anak pertama akhirnya mengambil alih ini semua. Aku pun bekerja keras untuk dapat memberi makan ibu dan adikku, serta membelikan obat untuk ibu agar ibu cepat sembuh.”
“Hebat sekali kamu Rafif. Seandainya saya bisa menjadi orang setegar dan sekuat kamu.”
“Loh memangnya bapak kenapa?”
“Ah sudahlah kita ganti topik saja. Oh iya kamu kalau selesai kerja biasanya jam berapa?”
“Jam 5 saya selesai. Sehabis itu saya pulang dan sampai rumah saya harus menyiapakan makanan dan obat adik. Dan setelah jam 6 barulah saya tidak melakukan apa-apa lagi.”
“Kalau begitu kamu mau tidak besok jam setengah 7 kamu kemari dan saya akan mengajarkan mu banyak hal mengenai isi-isi dalam buku ini?”
“Wah terima kasih banyak pak! Saya besok akan datang!”
“Baiklah kalau begitu.”
“Yasudah pak saya ijin pulang dulu, karena tampaknya hujan juga sudah mulai reda.”
“Baiklah, hati-hati dijalan ya Rafif.”
Sesampai nya dirumah aku pun langsug memberikan obat yang sudah kubeli kepada ibu. Setelah sudah memberikan obat kepada ibu aku pun langsung menidurkan Layla. Selesai aku menidurkan Layla aku pergi keluar untuk menatap langit. Aku bertanya kepada bintang dimana kah ayah sekarang. Dan aku juga berharap kepada Tuhan yang sedang melihat dari atas semoga saja keluarga ku bisa kembali menjadi keluarga yang utuh seperti sedia kala. Dan semoga saja dengan aku belajar bersama Pak Tahrir itu mungkin dapat merubah masa depan ku dan keluargaku.
Sudah 2 minggu berlalu. Perkembangan ku dengan belajar bersama Pak Tahrir semakin meningkat. Aku mulai lancar dalam membaca dan menulis. Aku pun juga mulai lancar dalam berbicara bahasa Inggris, walau masih sedikit. Tapi sangat disayangkan kondisi ibu masih belum membaik. Namun aku dan Layla masih terus bekerja walaupun terik matahari sangat menusuk hari ini.
Tak terasa hari ini malam cepat datang. Namun sebelum pulang kerumah seperti biasa aku selalu mampir ke rumah Pak Tahrir untuk belajar bersamanya. Namun hari ini aku pulang sedikit telat kerumah karena tadi sempat hujan besar sehingga aku harus menuggu lebih lama di rumah Pak Tahrir. Saat aku sudah sampai gang dekat rumah aku melihat sesuatu yang aneh. Terdapat bendera kuning yang di ikat di tiang listrik dekat dengan gang rumahku.
Aku mulai merasakan sesuatu yang aneh. Aku berharap bendera kuning itu tidak ditujukan untuk keluargaku. Aku berharap itu milik orang lain. Melihat hal itu aku langsung berlari secepat mungkin ke rumah. Namun saat sampai dirumah aku melihat banyak orang berkumpul di depan rumah. Aku pun melihat Layla yang sedang menangis. Tapi aku masih tidak bisa melihat jelas siapa yang ia tangisi. Dan saat aku berhasil melewati kumpulan orang-orang tersebut, aku pun melihat sesosok wanita yang sedang tertidur dengan wajah cantiknya yang begitu anggun dan dengan senyuman nya yang menghangatkan dunia dan wanita itu adalah Ibu.
Melihat itu aku pun terjatuh dan tidak dapat berkata apa-apa. Hanya mataku yang dapat berbicara. Entah kenapa rasa ini sangatlah sakit lebih sakit dari saat melihat ayah meninggalkan kami. Lebih sakit daripada di hajar oleh preman-preman jalanan. Rasa ini sangat lah aneh. Aku tidak bisa menahan nya. Aku ingin marah tapi kepada siapa aku harus marah? Aku ingin menyalahkan semua orang tapi atas dasar apa aku bisa menyalahkan mereka.
Ke esokan paginya ibu di makamkan di tempat pemakaman yang tidak jauh dari rumah kami. Dan setelah pemakaman keluarga kami dari Padang datang. Mereka ingin membawa kami ke Padang untuk di besarkan disana. Tapi aku pun memutuskan satu hal. Aku ingin tetap tinggal disini. Aku sudah cukup besar dan aku tahu ke mana aku harus pergi saat aku sendirian disini. Untungnya saja mereka mau menyetujuinya. Sebenarnya aku merasa sedih karena aku harus dipisahkan dengan Layla, tapi mau bagaimanan lagi ada tugas yang harus aku tuntaskan di sini. Perpisahan ku dengan Layla hari ini tidak begitu menyenangkan. Layla menangis terus karena tidak mau di pisahkan. Karena terlalu lelah Layla pun pingsan. Aku sangat sedih melihat kondisi Layla yang seperti itu tapi bagaimanapun juga aku harus bisa merelakannya.
Setelah berpisah dengan Layla aku langsung menuju ke tempat yang mungkin bisa menjadi tempat tinggal ku yang kedua. Aku mendatangi perpustakaan Pak Tahrir. Di situ Pak Tahrir menyambutku dengan hangat. Lalu aku pun menceritakan semua yang telah terjadi padaku. Mendengar hal itu Pak Tahrir langsung memelukku dan dia mengijinkanku untuk tinggal bersamanya. Dan Pak Tahrir juga akan menyekolahkanku hingga kuliah nanti. Betapa beruntungnya aku dapat mengenal seseorang seperti Pak Tahrir ini.
Namun sebelum aku memulai kehidupan ku yang baru dengan Pak Tahrir aku meminta satu permintaan terakhir dan aku sangat ingin mewujudkan hal itu sekarang juga. Mendengar hal itu Pak Tahrir pun setuju dan kami langsung berangkat ke tempat yang aku tuju.
Setelah 30 menit berlalu kami pun akhirnya sampai. Aku pun langsung turun dari motor Pak Tahrir. Dan langsung disambut oleh gerbang yang sangat lah besar. Aku pun mengetok gerbang itu beberapa kali hingga akhirnya ada seseorang bapak-bapak yang membukakan gerbang itu.
“Mau cari siapa ya mas?” Tanya bapak itu.
“Eh ini pak saya mau cari orang di foto ini. Benar kan ini rumahnya?”
“Oh iya benar. Tapi anda siapa ya?”
“Tolong pak ijinkan saya masuk saya cuman mau berbicara sebentar.”
“Tapi anda siapa dulu? Saya tidak bisa mengijinkan anda masuk kalau anda tidak jelas seperti ini.”
Karena bingung akhirnya Pak Tahrir pun angkat bicara. Dia pun menjelaskan semuanya kepada bapak-bapak itu. Dan akhirnya bapak itu pun mengijinkan ku masuk dan Pak Tahrir memilih untuk menunggu di luar.
“Bentar ya dek saya panggilkan dulu tuannya.”
“Iya pak.”
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya dia pun datang.
“Kamu siapa ya?” Tanya nya.
“Nama saya Rafif. Saya anak pertama dari Dewi Kartika dan Adi Kusumo. Saya juga adalah kakak dari Anisa Layla. Saya tumbuh di lingkungan yang bisa di bilang sangatlah tidak layak untuk anak berusia 4 tahun yang harus memikul semua beban hidup keluarganya. Tapi apa? Saya tidak pernah mengeluh sedikit pun. Saya tidak pernah menyalahkan Tuhan atas apa yang telah dia berikan kepada saya. Saya tidak pernah berpikir untuk melarikan diri dari kenyataan ini. Dan anda tau bagian apa yang paling menyakitkan bagi saya? Tepat sehari sebelum hari ini wanita yang sangat saya sayangi akhirnya harus kembali lagi ke dalam pelukan Tuhan Yang Maha Esa. Anda tahu rasa sakit apa yang saya dan Layla rasakan? Dimana anda saat itu? Kenapa anda meninggalkan kami? Saya tidak perlu uang. Saya hanya perlu sesosok Ayah pada saat itu. Maaf atas kelancangan saya datang kesini. Tapi saya hanya ingin memberi tahu tanpa anda saya dan keluarga saya bisa hidup bahagia. Dan semoga saja anda dan keluarga baru anda juga dapat hidup bahagia selamanya. Dan ini saya ingin memberikan anda foto keluarga lama anda sehingga apabila anda “rindu” anda bisa melihat foto ini.”
Setelah mengeluarkan semua rasa yang terpendam dalam hati ini aku pun langsung berlari keluar tanpa memedulikan ayah yang tampaknya berusaha ingin mencegat ku. Aku pun berlari hingga keluar dari gerbang. Aku juga tidak memedulikan Pak Tahrir yang mengejarku.
Entah kenapa aku ingin terus berlari. Aku ingin keluar dari kehidupan ini. Aku lelah menjalankan ini semua. Terlalu banyak keangkaraan di dunia ini. Banyak sekali iblis-iblis yang mengumpat dibalik topeng malaikat. Namun akhirnya aku pun melihat sebuah cahaya terang. Terlalu terang. Dan perlahan-lahan cahaya itu pun redup dan menjadi gelap. Aku cukup bingung kenapa tiba-tiba aku berada di tempat lain. Awalnya aku takut tapi tiba-tiba ada yang menolong ku. Dan orang itu adalah seseorang yang sangat aku kenal. Dia adalah Ibu. Aku pun akhirnya pergi bersamanya ke tempat yang ia bilang sangat indah dan aku akan sangat bahagia di tempat ini.
The End
wow.. he is dead?