Loading...
Logo TinLit
Read Story - CLBK: Cinta Lama Belum Kelar
MENU
About Us  

"Hoy! Ngelamun aja. Nggak ke Ormawa?" Ara, gadis kuncir kuda yang menjadi sahabat Rea sejak SMP menepuk pundaknya cukup keras.

"Nggak dulu, lah. Suntuk."

"Kenapa? Takut ketemu mantan? Yaelah, hari gini gagal move on? Tenggelam aja ke laut."

Rea memukul lengan Ara. Menjejal mulut bocor sahabatnya itu dengan saus tomat yang memang sudah tersedia.

"Nggak usah sok tahu. Gue nggak ada jadwal piket atau rapat hari ini."

"Nggak perlu nyocolin saus ke mulut gue juga kali. Pedes, nih."

"Mulut lo emang pantes dicocolin. Masih untung saus tomat, bukan sambel."

Rea berdiri, menyampirkan tas selempangnya ke pundak dan berlalu pergi.

"Mau kemana lo? Gue baru dateng, Re."

"Pulang!" teriak Rea tanpa menoleh ke belakang. Ia hanya ingin pulang dan tidur. Melepaskan segala penat efek tugas kuliah yang menggunung bak amoeba, bakteri yang pandai membelah diri.

"Rea, tunguu." Rea menoleh, bisa dia lihat Arsan berkari ke arahnya sambil memegang sebuah lembaran yang sepertinya Rea tahu isinya. Gadis itu memilih menunggu Arsan dari ujung gerbang kampus. Feeling-nya langsung tidak enak seketika. Biasanya, jika Arsan menemuinya langsung, pasti ada hal menyebalkan yang harus Rea selesaikan.

"Mau kemana lo?"

"Pulang. Ada apa?"

"Pulang? Lemah. Masih jam dua udah ngandang aja?"

Rea berdecak kesal. Tak tahukah Arsan bahwa Rea mengantuk berat? Hari ini mata kuliahnya sudah sangat menguras otak, ditambah berbicara dengan Arsan? Mau pecah rasanya.

"Bawel. Ada apa?" ucapnya kesal. Arsan tertawa kecil. Menyerahkan selembar poster berisi lomba desain arsitektur nasional.

"Lo ikut seleksi untuk lomba Sepekan Arsitektur 2019, ya? Nggak boleh nolak."

"Iya, gue daftarin pake nama gue, tapi lo yang maju nanti. Lo gambar itu danau dari yang kumuh penuh sampah, banyak rumput setinggi pagar kampus, sampai jadi tempat yang instagram-able, ya?"

"Yaelah, Re, lo kan tahu gue nggak jago gambar. Jangankan bikin danau, bikin garis lurus aja masih miring-miring."

"Lalu?"

Arsan menghela napas, memandang gemas ke arah Rea. "Nanti diseleksi, Re. Coba saja dulu. Biasanya juga lo rajin ikut kompetisi beginian."

"Tugas gue masih banyak yang belum selesai, San. Yang kemarin karena memang lagi nganggur. Tapi gue pikirin lagi nanti. Pamit, ya, San." Rea langsung pergi dari hadapan Arsan. Mengindahkan panggilan Arsan yang pastinya membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian.

Rea jarang membawa kendaraan pribadi ke kampusnya. Dia biasa diantar ayahnya. Bukan, bukan karena Rea tidak bisa berkendara, tapi, karena Rea mudah mengantuk, terutama jika ia menumpang kendaraan orang lain.

Rea menatap sekeliling kampus. Ayahnya tidak bisa dihubungi. Mungkin sibuk, pikirnya. Ayahnya itu, jika sudah bekerja pasti selalu lupa waktu.

Sedang asyik menatap jalanan yang mulai sepi, jantung Rea mendadak berdegup kencang. Dia hapal tanda-tanda ini. Satu tahun lalu, Rea selalu merasa seperti ini jika dia ada di sekitarnya. Rasanya, sudah lama sekali Rea tidak merasakan degupan ini.

"Rea Lova?" Ah, tepat seperti yang Rea duga. Sialnya lagi, suara rendah itu menyapanya dengan nada dan panggilan yang biasa dia gunakan dulu. Masih sama, tidak ada yang berubah sedikit pun.

Rea tak tahu kenapa jantungnya selalu berdegup kencang saat Kavi akan muncul di dekatnya. Dia seakan memiliki radar khusus untuk Kavi. Dulu dia suka, sekarang tidak. Lebih tepatnya, mencoba untuk tidak menyukai debaran ini.

Rea membalikkan badannya sambil tersenyum sok ramah. "Hai, Mantan," sapa Rea. Satu bulan berlalu sejak pertemuan perdana mereka setelah putus membuat Rea sudah sedikit mahir mengendalikan perasaannya. Ia tak ingin Kavi berpikir bahwa Rea gagal move on. Walaupun dalam kenyataannya memang seperti itu.

Putus bukan berarti jadi musuh, kan?

"Mau pulang?"

"Iya."

"Om Ardi yang jemput?"

"Entah, Bokap gue nggak bisa dihubungin."

"Aku antar, ya? Sekalian mau mampir ke rumah Riko," tawarnya. Riko adalah sahabat Kavi yang tinggal tak jauh dari rumah Rea.

"Nggak usah, gue naik ojek online aja."

"Aku yakin kamu masih hapal kalau aku nggak terbiasa ditolak. Kamu disini saja, jangan ke mana-mana." Kavi langsung pergi, mengambil motornya yang ada di parkiran kampus.

"Ngapain sih, lo kayak gini, Kav?" gumam Rea.

Sepuluh menit menunggu, Kavi datang dengan motor matic kesayangannya. Laki-laki itu memberikan helm putih yang ia pinjam dari temannya.

"Pegangan."

"Hah? Ngapain? Emang gue bocah?"

"Re~"

"Nggak!" tegas Rea. Apa kabar dengan jantungnya nanti?

"Nanti kamu jatuh, Re," bujuk Kavi lagi.

"Kav, gue bukan anak TK yang kudu meluk Bapaknya. Nggak sekalian aja lo iket gue pakai kain gendongan ke badan lo?"

"Ide bagus buat kedepannya nanti. Sekarang pegangan dulu." Sadar bahwa perdebatan mereka tidak akan selesai, Kavi menarik paksa tangan Rea, melingkarkannya di pinggang.

"I just want you to keep safe with me."

Kavi melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Sesekali melirik spion, memastikan Rea masih terjaga. Mengenalnya selama lebih dari tiga tahun sejak SMA, membuat Kavi sangat hapal bahwa Rea ini mudah tidur.

Sesampainya di rumah Rea, sang ayah sudah menunggu di depan pintu. Kavi tersenyum sopan dan menyalami Ardi.

"Siang, Om."

"Siang, Kav. Sudah lama nggak ketemu. Ayo, mampir dulu." Kavi sudah pernah bertemu beberapa kali dengan sang kepala keluarga. Menurutnya, Ardi adalah sosok ayah yang sangat mengayomi, berpikiran terbuka, dan penyayang. Di luar sifatnya yang workaholic tentu saja.

"Lain kali saja, Om. Saya harus balik lagi ke kampus. Masih ada satu mata kuliah."

"Bukannya tadi lo bilang nganter gue karena mau ke rumah Riko?" tanya Rea.

Kavi hanya tersenyum tanpa menjawab. Jika ia tidak beralasan ke rumah Riko, Rea mana mau ikut dengannya?

Ardi tersenyum tipis. "Terima kasih, Kav, sudah mau mengantar Rea. Salam buat Handoyo dan Lara."

"Baik, Om. Saya permisi. Re, aku balik, ya?"

"Hati-hati, Kav."

Ayah dan anak itu berpandangan, lebih tepatnya, Ardi memandang jahil anak semata wayangnya.

"Kavi masih sopan, ya?"

"Apaan sih, Yah. Ayah juga ngeselin! Kenapa nggak jemput Rea?"

"Ayah aja baru sampai di rumah, Re. Ayah males mau jemput kamu. Kan bagus tadi diantar mantan."

"Tega banget sih, Yah. Masa jemput anaknya saja malas. Udah ah, Rea ke kamar dulu." Rea menghentakkam kakinya kesal.

Ardi tertawa kecil. Walaupun tidak selalu bersama Rea setiap saat, ia masih memantau putrinya. Menjadi single parent membuat Ardi mau tidak mau memiliki dua peran sekaligus. Seorang ayah dan seorang ibu untuk Rea. Dan Ardi merasa sangat luar biasa bahagia masih bisa melihat perkembangan anaknya.

Dipandanginya figura mendiang sang istri sambil tersenyum.

"Malaikat kecil kita sudah semakin dewasa, Sayang. Dan aku pun semakin rindu kamu, Istriku."

*****

Rea menguap di sela-sela rapat Ormawa. Sudah hampir dua jam dia duduk di sini, mendengarkan berbagai usulan konsep untuk seminar kewarganegaraan tiga bulan mendatang. Perutnya sudah kembung akibat terlalu banyak minum demi menahan rasa kantuknya.

"Kalau ngantuk, banyakin minum air putih, Re. Lama-lama hilang kantuknya." begitulah yang dikatakan Kavi dua tahun lalu.

"Re, ada usulan?" tanya Arsan, Kadep Kominfo. Rea menatapnya tajam.

Sengaja banget ini orang nanya ke gue. Dasar, jidat lapangan!

"Gue nggak ada usulan. Semuanya udah gue bahas di awal tadi, kalau lo lupa itu," jawab Rea.

Arsan tersenyum. Ia memang berniat mengerjai Rea karena ketahuan nyaris tidur dalam rapat. Apa kata anggota kominfo yang lain bahwa wakil ketua mereka ternyata tukang tidur saat rapat.

Rapat kembali berlanjut, membuat mood Rea semakin buruk. Ayolah, apa lagi yang mau dibahas? Padahal, semua sudah Rea singgung di awal rapat tadi.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Rea, ia mendengus membacanya.

Anthony Arsan
Fokus, Bu Wakil.

Edrea Lovata
Yes, Chief.

Rea beberapa kali mencubit pergelangan tangannya. Sebuah kebiasaan yang selalu Rea lakukan supaya tetap fokus --sebelum Kavi memaksanya untuk banyak minum air putih. Kavi mengamatinya dalam diam. Posisi duduknya yang tepat di sebelah Rea membuat laki-laki itu tahu apa yang Rea lakukan selama rapat.

"Minum," bisik Kavi. Laki-laki itu menyodorkan air minum gelasan pada Rea.

"Kembung, Kav. Sudah habis dua gelas ini."

"Supaya ngantuknya berkurang."

"No, thanks."

"Berhenti keras kepala, tolong."

"Berisik, ih! Berhenti maksa, please."

"Tangan kamu bisa memar, Re."

"Ssstt..." Rea meletakkan jari telunjuknya di bibir. Menyuruh Kavi untuk diam.

"Kalau begitu ..." Kavi menggantungkan kata-katanya. Membawa jari telunjuk Rea yang semula di bibir, beralih ke bawah meja dan menggenggamnya.

"Aku izin genggam tangan kamu sampai rapat selesai. Aku nggak suka lihat kamu nyubitin tangan kayak tadi."

Rea tak bisa mendengar apa-apa lagi. Mendadak suara di sekitarnya menghilang. Gadis yang beberapa saat lalu sibuk menghilangkan rasa kantuknya, kini malah sibuk menetralkan detak jantungnya. Lengkap dengan kesadarannya yang seratus persen kembali tanpa kantuk.

Kavi sialan!

Maki Rea dalam hati. Mantan yang sialnya masih sangat Rea sayang ini memang pandai mengaduk-aduk perasaannya. Tak butuh tindakan yang berlebihan, hanya dengan genggamannya saja, sudah mampu meruntuhkan tembok kokoh Rea. Memaksanya untuk kembali mencintai Kavi.

A/N:

Bab 1, nih. 
Kalian punya cerita apa sama mantan yang udah lama nggak ketemu, terus tiba-tiba dia nongol di depan kalian?

Sampai bertemu lagi di chapter depan, ya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (8)
  • Ervinadyp

    tata bahasanya bagussss!

    Comment on chapter Prolog
  • yurriansan

    @chikandriyani typo. ( ngetik pki google) xixixi

    Comment on chapter Prolog
  • imagenie_

    @aiana terima kasih sudah mengingatkan :) hehehe memang sebelumnya sempat ganti nama.

    Comment on chapter Pulang Sama Siapa?
  • aiana

    @chikandriyani mungkin yang dimaksud typo. Tapi aku lebih konsen ke namanya . kok tiba2 ada Bella yang seolah2 itu Rea? apa dulu sebulm jadi Rea dia namanya Bella? ada juga Ragil yang tiba2 muncul seolah2 itu Levi? bener nggak ya? CMIIW

    Comment on chapter Pulang Sama Siapa?
  • aiana

    saya suka pilihan katanya. Empuk buat di baca :D

    Comment on chapter Prolog
  • imagenie_

    @yurriansan masih ada tipe sedikit it maksunya gimana, ya? Btw, makasih banyak sudah mampir dan memberi masukan. hehehe..

    Comment on chapter Prolog
  • yurriansan

    ceritanya menarik diksinya juga enak tapi masih ada tipe sedikit it

    Comment on chapter Prolog
  • IndyNurliza

    Ceritanya bagus.. Good luck yak

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
1685      843     1     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
Shinta
6090      1781     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
LUKA
3348      1211     4     
Romance
Aku menangis bersama rembulan digelapnya bumi yang menawan. Aku mengadu kepada Tuhan perihal garis hidup yang tak pernah sejalan dengan keinginan. Meratapi kekasihku yang merentangkan tangan kepada takdir yang siap merenggut kehidupan. Aku kehilangannya. Aku kehilangan kehidupanku. Berseteru dengan waktu karena kakiku kian tak berdaya dalam menopangnya. Takdir memang senang mempermain...
Babak-Babak Drama
452      311     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
INDIE
481      335     0     
Short Story
Bercerita mengenai kebebasan
Singlelillah
0      0     0     
Romance
Entah seperti apa luka yang sedang kau alami sekarang, pada kisah seperti apa yang pernah kau lalui sendirian. Pada akhirnya semua akan membuatmu kembali untuk bisa belajar lebih dewasa lagi. Menerima bahwa lukamu adalah bentuk terbaik untuk membuatmu lebih mengerti, bahawa tidak semua harapan akan baik jika kau turuti apalagi membuatmu semakin kehilangan kendali diri. Belajar bahwa lukamu adalah...
Sunset in February
915      505     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
My Perfect Stranger
9174      3394     2     
Romance
Eleanor dan Cedric terpaksa menjalin hubungan kontrak selama dua bulan dikarenakan skandal aneh mengenai hubungan satu malam mereka di hari Valentine. Mereka mencurigai pelaku yang menyebarkan gosip itu adalah penguntit yang mengincar mereka semenjak masih remaja, meski mereka tidak memiliki hubungan apa pun sejak dulu. Sebelum insiden itu terjadi, Eleanor mengunjungi sebuah toko buku misteri...
Monday
289      226     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
The Journey is Love
692      469     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.