24 Maret 2347
Pulau Weda, Maluku Utara
"Selamat datang, Nona Acacia." Sebuah suara robot menyambut perempuan berambut cokelat dengan mata merah yang kini sedang berjalan masuk ke dalam ruangan bernuansa putih yang pintunya baru saja terbuka.
Perempuan yang dipanggil Acacia itu langsung disambut dengan pandangan aneh dari enam orang yang ada di sana, sebelum ke-enam orang itu kompak berlari ke arahnya dan berteriak. "Neo!"
"Kenapa rambut dan warna matamu berubah, Neo?"
"Aku tahu kau tidak benar-benar meledakkan dirimu sendiri di Dubai."
"Maaf atas perlakuan jahat yang kulakukan, Neo."
"Aku merasa bodoh sekali menangisimu semalaman, Neo."
"Kak Neo! Aku merindukanmu!"
"Tunggu sebentar, apakah kau benar-benar Neo?"
Kalimat yang keluar dari seorang laki-laki berambut hitam dengan mata ungu sontak membuat lima orang lain yang berlari ke Acacia berhenti dan berbalik, menghujam lelaki itu dengan nada pedas. "Apa maksudmu? Tentu saja dia Neo, dia hanya ingin tampilan baru pada dirinya."
"Yang dia katakan benar." Acacia berkata dengan jengkel sambil menunjuk lelaki bermata ungu itu, Vilfredo. "Perkenalkan, saya adalah Acacia Neara. Psikiater yang akan mengatasi kejiwaan kalian semua, kecuali lelaki yang bermata ungu itu. Kejiwaanmu tampak baik, karena kau bisa berkata bahwa saya bukan siapa pun yang bernama Neo itu."
"Apa?!" Lima orang yang berlari ke arah Acacia itu menganga.
"Berhentilah bersandiwara, Neo. Kau pasti ingin memberi kami kejutan, bukan?" Perempuan berambut hitam sebahu berkata.
Acacia mendengkus, lalu mengambil sesuatu dari sakunya, dan menunjukkannya ke enam orang lainnya di sana. Sebuah nametag, nametag dokter spesialis kedokteran jiwa.
---
dr. Acacia Neara, SpKJ
Spesialis Kedokteran Jiwa
---
"Apa?! Ini tidak benar, pasti ada yang salah. Katakan, Neo. Katakan, katakan bahwa kau hanya bercanda!" Keela menatap kosong ke depannya sambil membentak.
"Aku setuju denganmu, Keela. Tolong, jangan hancurkan harapan kami." Xicha berkata pelan.
"Maaf, aku tidak menyadari jika kau bukan Neo. Aku minta maaf sebesar-besarnya." Efren menunduk di depan Acacia, lalu berbalik, berjalan masuk ke kamarnya.
"Dokter Acacia, kami tidak butuh psikiater. Mereka baik-baik saja, mereka hanya sedikit terguncang karena kematian teman kami di Dubai." Vilfredo berkata sopan.
Acacia mendengkus. "Lupakan gelar dokter, panggil saya Ara. Teman-temanmu membutuhkan saya. Kau lihat, mereka memanggil saya dengan nama temanmu itu. Bukankah mereka sedikit terganggu sampai bisa memanggil saya dengan nama orang lain?"
Vilfredo menghela napasnya. "Kami sejak kecil sudah bersama, Kak Ara. Neo itu yang paling perhatian dengan kami. Kakak lihat headphone ungu yang sedang kupakai ini? Kakak tidak heran kenapa aku masih bisa mendengar jelas perkataan kakak sekarang, padahal aku memakai headphone? Kakak juga tahu tentang siapa kami, bukan?"
Acacia berucap ragu, "Saya tahu siapa kalian. Zo'r. Hasil percobaan." Vilfredo tersenyum mendengarnya, "Nah, kakak tahu, artinya kakak tahu kemampuan spesialku, headphone ini memblokir suara-suara infrasonik itu masuk ke dalam telingaku. Tebak siapa yang membuatnya? Tentu saja, dia. Ya, Neo. Sebelum kepergiannya, dia memberikan kami semua masing-masing satu barang yang bisa membantu kami, buatan tangannya sendiri. Kakak paham se-perhatian apa dia dengan kami? Bukan hanya itu saja, sesungguhnya dia pergi untuk menyelamatkan kami semua, bahkan dunia. Jika dia tidak berkorban, kakak juga tidak akan ada di sini saat ini. Jadi, kakak seharusnya bisa membayangkan se-sayang apa kami dengannya."
Acacia terdiam, gadis berambut cokelat itu mengangguk pelan. Setelah itu, lelaki dengan headphone itu kembali berkata setelah melihat keadaan sekitar yang kosong karena hanya tinggal mereka berdua yang ada di sana, yang lainnya sudah kembali ke kamar mereka masing-masing. "Aku ke kamar dulu ya, kak."
Perlahan, lelaki itu berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Jika Acacia tidak salah melihat, setitik kristal bening hadir di pelupuk mata ungu lelaki itu. Membuat perempuan itu semakin lama terdiam di tempatnya, merasa bersalah.
Zo'r : The Scientist
@FelitaS3 | Candelabris
Udah namatin novel zor the teenager eh ternyata ada kelanjutannya disini, telat tau :')
Comment on chapter 0.1 | Bonus!