Read More >>"> TRISQIAR (02. KISAH HARU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TRISQIAR
MENU
About Us  

Alyea pamit kepada Ibunya. Ini adalah hari pertama Alyea masuk ke sekolah barunya. Bagi Alyea sekolah adalah tempat yang cukup menakutkan. Ia sering sekali memperkenalkan dirinya pada banyak teman yang kenyatannya tidak ingin berteman dengannya. Ia takut pandangan itu akan terulang kembali padanya. meski ketakutan ada dalam dirinya, Alyea remaja kini sudah tidak memusingkan hal itu. jika mereka ingin berteman, Alyea akan menerimanya dengan senang hati dan jika tidak ada yang ingin berteman denganya dia akan lebih senang hati lagi. Ia tidak akan lagi tenggelam dalam perasaan dalam sebuah hubungan pertemanan.

Alyea berjalan kaki menyusuri jalanan menuju sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia melihat-lihat keadaan di sekitar lingkungan rumah barunya. Ini untuk pertama kalinya bagi Alyea ke sekolah dengan berjalan kaki. Disini sangat berbeda sekali, udaranya cukup bersih dan jarang sekali ada kendaraan. Kebanyakan dari mereka bersepeda ataupun berjalan kaki. Terkesan seperti pedesaan. Tapi untuk seukuran desa, disini terlalu ramai. Tapi jika untuk seukuran kota disini lebih bersih jauh dari polusi. Alyea begitu menikmati tempat barunya karena perumahan sekitar sini cukup menenangkan, banyak pepohonan, tanaman dan pot bunga terhias di halaman hampir seluruh rumah penduduk. Sangat indah dan damai.

Alyea benar-benar menikmati perjalanannya dipagi hari, ia merasakan kehangatan dan sepertinya ia juga menyukai tempat barunya ini, tapi Alyea menghentikan langkah ketika ia berdiri tepat didepan pintu gerbang sekolahnya. Alyea mulai berpikir macam-macam. Ia masih merasakan ketakutan dalam dirinya karena kejadian sebelumnya yang menimpa dirinya. Alyea menarik napas dan berjalan menuju pintu gerbang itu dengan penuh harapan akan menjadi lebih baik dan semoga menjadi tempat terakhir, hal itu tidak pernah lupa ia ucapkan setiap kali ia masuk sekolah baru meski kenyataannya tidak menjadi lebih baik. Alyea tidak bosan untuk mengucapkan harapan itu karena baginya hanyalah kata tidak berdosa yang dirangkainya.

Ia menyapa penjaga sekolah, melihat-lihat setiap lorong sekolah yang ia lewati dan para siswa yang masih asyik menikmati waktu sebelum bel masuk kelas. Alyea diharuskan menuju ruangan kepala sekolah lalu menuju kelas barunya yang akan diantar guru yang merupakan wali kelas. Alyea masih bersikap baik dan bertanya kepada siswa-siswi disana. Jawaban dari mereka sungguh sopan dan baik. Menurut Alyea itu baru permulaan, di lain waktu sikap seperti ini pastinya tidak akan ia dapatkan, ia sudah tahu akhirnya, ia tidak ingin larut dan menikmati wajah palsu mereka.

Bel telah berbunyi. Memaksa seluruh siswa untuk masuk kedalam kelas masing-masing. Alyea berjalan bersama wali kelasnya yang cantik dan baik sekali. Kedatangannya sangat disambut ramah dan setiap ucapan apalagi senyumannya seolah mendamaikan hatinya. Ibu guru yang bernama Allana itu menuntun Alyea masuk kedalam kelas barunya dan semua siswa didalam kelas langsung sibuk terburu-buru mencari tempat duduk mereka masing-masing.

“Apa yang Ibu katakan setelah bel berbunyi dan jika guru belum datang ke kelas kalian?” ucap Bu Allana menunjukkan ketegasannya.

Semua siswa hanya terdiam mendengar ucapan Bu Allana yang sedang menasehati mereka, hal itu dijadikan kesempatan Alyea untuk menatap dalam semua siswa yang akan menjadi teman sekelasnya itu sebelum ia memperkenalkan diri. Tidak terlalu baik dan terlihat buruk. Alyea hanya diam sembari mengatur napasnya dengan tenang. Tidak hanya Alyea yang menatap dalam teman-temannya itu tapi salah satu siswi yang duduk pada barisan ketiga dekat jendela itupun memandang Alyea tanpa berkedip sekalipun, meski telihat tenang tapi tatapannya cukup menyakinkan.

“Ibu membawa teman baru kalian, Ibu harap kalian semua akan menjadi teman yang baik,” kata Bu Allana memberikann kata kiasan bagi Alyea. “Silahkan kau memperkenalkan diri?”

Alyea memperkenalkan dirinya dengan singkat, “Perkenalkan nama saya Alyea Liarnoc Agra”. Keadaan kelas langsung hening, teman-temannya masih menunggu lanjutan dari ucapan Alyea namun dirinya ingin langsung mengakhirinnya dan tidak ingin panjang lebar.

“Apa hanya itu saja?” Tanya Ibu Allana yang juga menunggu lanjutan ucapannya. “Baiklah kau duduk di bangku yang kosong itu,” titah Bu Allana.

Alyea mengangguk dan menghampiri bangku kosong yang dikatakan Bu Allana. Dengan hati-hati Alyea duduk dan mencoba untuk bersikap baik. Setidaknya untuk Hari pertama Alyea dipastikan aman dan lancar. Teman-temannya masih terlihat normal, banyak dari mereka yang menyambut Alyea dengan ramah dan mengajaknya berbicara, meski terlihat agak canggung Alyea harus membalas kebaikan mereka setidaknya untuk saat ini. Alyea bisa pulang dengan tenang dan menceritakan hari pertama disekolah kepada Ibunya. Dan beberapa hari kedepan masih menyenangkan untuknya

“Hei… kau anak baru?” tanya seorang lelaki yang tidak ia lihat didalam kelasnya.

“Ya, aku anak baru disekolah ini,” jawab Alyea membalikkan badannya dan bersikap ramah.

“Setiap anak yang baru masuk sekolah ini harus memberiku uang,” ucapnya serius.

“Aku tidak memiliki uang. Kalaupun kau meminta handphone, aku pun tidak memilikinya,” kata Alyea menyakinkan.

“Kau mau membodohiku. Mana mungkin kau tidak memiliki uang ataupun HP!” katanya mulai sedikit kesal.

“Kalau kau tidak percaya kau boleh memeriksa tasku. Aku tidak memerlukan semua itu karena tidak ada orang yang bisa kuhubungi dan mau aku hubungi,” Alyea melemparkan tasnya pada anak lelaki itu.

“Hey… apa yang kau lakukan. Kau berani padaku?” anak lelaki itu tidak terima dengan sikap Alyea.

Alyea hanya menggelengkan kepala. “Aku tidak ingin mencari rIbut denganmu?”

Alyea lalu pergi berlari setelah mengambil tasnya.

“Berani sekali dia padaku?” kata lelaki itu mengejar dan melempar sebuah gumpalan kertas pada Alyea.

Balasan untuk lelaki itu tidak kalah mengejutkan, ketika melihat gumpalan kertas yang ia lemparkan, Alyea langsung menghentikan langkahnya ketika ia tidak mendengar lagi langkah kaki yang mengejarnya. Kertas itu tidak mengenai Alyea sama sekali justru melayang lalu terjatuh bergitu saja ketanah. “Hey kau lihat itu.” kata lelaki itu terkejut pada ketiga teman dibelakangnya yang juga memiliki ekspresi sama dengannya.

“Ya... ya... aku melihatnya,” Angguk temannya ketakutan.

“Aku sudah bilang aku tidak ingin mencari ribut dengan kalian,” gumam Alyea dan membuat beberapa lelaki lari terbirit-birit. “Sepertinya esok hari aku akan pindah lagi.”

Alyea kembali berjalan kaki menuju rumahnya sembari menyapa orang-orang yang ia temui dijalan, Ia tidak peduli dengan kejadian yang menimpa anak lelaki itu. Penduduk disini cukup ramah untuk orang tidak dikenal sepertinya. Alyea benar-benar senang berjalan-jalan disini dan menikmati udara yang bersih. Disinipun disediakan taman dan tempat bermain yang membuatnya betah lama untuk sekedar duduk menikmati tempat ini. Senyum Alyea merekah dan merasakan kebahagiaan, tapi Alyea belum menyadari jika ada seseorang yang sedang membuntutinya.

“Aku pulang bu?”

“Hey, bagaimana harimu?” tanya sang Ibu.

“Tidak terlalu buruk bu.”

“Kau menikmatinnya?” sang Ibu tersenyum.

“Untuk saat ini aku masih menikmatinya Bu.” Alyea membalas senyuman Ibu.

“Kau tidak melakukan apapun kan?” tanya sang Ibu curiga.

Alyea hanya menjawabnya dengan senyuman sembari bergumam “Jika diriku sudah dipastikan tidak, tapi MEREKA Ibu harusnya tidak perlu tanya”

Alyea lalu masuk kedalam kamarnya. Sang Ibu merasa takut jika anaknya berada diluar rumah tanpa pengawasannya namun Liya juga tidak mungkin untuk terus mengurungnya didalam rumah. Alyea melempar tasnya dan langsung duduk di meja belajarnya bukan untuk belajar melainkan kembali menopang dagu dekat jendela melihat sekitar rumahnya yang cukup menyenangkan untuk dilewatkan tapi ketakutannya lebih besar dari keinginannya. Ia ingin sekali berjalan-jalan mengelilingi tempat barunya, tapi disayangkan tidak ada ayah yang akan menggantikan Ibunya untuk menemaninya jalan-jalan.

“Bu. Apa kau mau menemaniku untuk jalan-jalan?” tanya Alyea menghampiri sang Ibu.

“Mengapa tidak kau sendiri saja?”

“Dulu Ibu selalu ikut kemanapun aku pergi,” gerutu Alyea.

“Sekarang kau sudah kelas 3 SMP. Apa kau ingin terus Ibu mengikutimu?” katanya meski hatinya masih khawatir dan berbanding terbalik dengan yang diucapkannya. “Lagian Ibu sedang repot membereskan rumah ini.”

“Apa Ibu yakin?” tanya Alyea dengan tingkah Ibunya.

Sang Ibu hanya membalasnya dengan tersenyum.

“Lebih baik aku membantu Ibu saja.”

Alyea dan sang Ibu akhirnya bekerja bersama untuk membereskan rumah sebelum syukuran kepindahannya yang akan diadakan 2 hari lagi sembari menunggu kedatangan sang suami. Canda tawa selalu mengiringi mereka berdua yang sangat sumeringah menghias rumah barunya. Liya mulai sedikit demi sedikit memahami Alyea. Cukup sudah ia menyiksa Alyea karena telah membuatnya menangis dan bersedih akan ucapan dan sikapnya dan hal itu justru membuat Alyea ketakutan dan semakin muram. Kenyataannya tidak hanya Alyea yang tersakiti tapi Liyapun merasa ada yang menyakitinya setiap kali amarahnya keluar.

Semenjak Liya mulai menerima apapun yang terjadi pada Alyea. Alyeapun sedikit berubah dan memulai kehidupannya. Liyapun sudah mulai membebaskannya meski masih dalam pengawasannya. Selagi hal itu membuatnya merasa baik seharusnya itu tidaklah masalah, karena Liya yakin tidak akan ada yang bisa menyakitinya. Yang menakutkan baginya adalah ucapan-ucapan orang yang menganggap Alyea aneh, karena itu akan melukai Alyea dari dalam.

Arrrggghhhh… tiba-tiba terdengar banyak orang berteriak ketakutan dengan kencanganya.

“Ibu kau mendengar itu?” tanya Alyea terkejut.

Angguk Liya, “Sepertinya ada sesuatu diluar sana.”

“Ayo Bu kita kesana?” ucap Alyea penasaran.

“Tidak! kau tetap disini dan kau tidak boleh kemanapun!” titah sang Ibu tidak boleh dilanggar.

Alyea mengikuti perintah sang Ibu dan membiarkan sang Ibu pergi berlari menghampiri kerIbutan yang sepertinya terdengar kebakaran. Diluar sana ramai sekali orang mengatakan air, api dan asap. Alyea yang mendengar kerIbutan diluar ketakutan dan penasaran. Iapun melihatnya dari balik tirai kaca jendela sembari melihat sang Ibu yang juga kebingungan dan mencoba berinteraksi dengan para tetangga yang berkerumun. Sang empunya rumah terus berteriak-teriak melihat rumahnya dilalap si jago merah. Semua pria juga ikut sIbuk untuk memadamkan api dengan alat seadanya sembari menunggu mobil pemadam kebakaran datang.

“Hey… cepat padamkan apinya dilantai 2 masih ada bayi,” teriak paman di depan rumahnya itu.

“Bayi.” Alyea terkejut.

Mendengar hal itu Alyea langsung khawatir dengan keadaan sibayi. Alyea yang tidak yakin dengan pendengarannya langsung keluar rumah dan bertanya kepada seseorang. Melihatnya anaknya diluar rumah, sang Ibu langsung menghampirinya dan mencegahnya berbuat sesuatu yang tidak diharapkannya.

“Sedang apa kau disini? Masuk!” kata Ibu tegas.

Dalam ketakutan yang penuh dengan air mata Alyea gemetar. “Bu didalam rumah ada bayi.”

“Lalu, kenapa!” kata sang Ibu menahan tangisnya yang mengetahui maksud dari sang anak.

“Aku bisa menyelamatkanya Bu,” katanya pelan.

“Itu sudah takdirnya nak. Kau tidak bisa terus ikut campur urusan takdir seseorang,” sang Ibu ketakutan.

“Tapi bayi itu tidak berdosa Bu.”

“Ibu mengerti maksudmu, tapi justru Ibu takut ketika kau ingin menyelamatkan seseorang,” sang Ibu pecah dalam tangisannya.

“Bu takdirku sudah jelas. Bukankah Ibu tahu, sampai saat ini tidak ada yang bisa menyakitiku ataupun menyelamatkanku juga, tapi aku bisa menyelamatkan kehidupan bayi itu Bu,” Alyea bersikeras untuk menolong bayi itu.

“Tapi nak…,” sang Ibu semakin tidak kuasa melihat tingkah anaknya. Liya sangat mengerti jika ia ingin menolongnya tapi yang dilakukan Alyea akan menjadi boomerang untuknya dimata orang lain.

“Tidak ada waktu bu, aku harus pergi menyelamatkannya.”

Alyea masuk kedalam rumahnya mengambil sebilah pisau dan berlari menuju rumah itu dengan keyakinan. Liya hanya bisa teriak memanggil nama sang anak untuk tidak melakkukan apapun yang akan berujung membahayakan dirinya namun Alyea terus berlari dan tidak peduli ucapan Ibunya. Melihat tingkah Alyea yang menerobos kerumunan membuat orang semakin gaduh karena tindakan gila Alyea, tapi Alyea hanya ingin menolong, ia sudah kebal jika harus dipandang seperti itu seumur hidupnya.

Alyea berlari menerobos kepulan asap, membuat semua orang yang menyaksikan semakin histeris dengan kelakukan tetangga barunya. beberapa orang menatap kepada sang Ibu Liya yang berkaca-kaca dan mengharapkan sang anak tidak melakukan hal-hal yang membuatnya tersakiti. Alyea terus mencari ruangan demi ruangan di tengah kepulan asap dan api yang sama gigihnya dengan Alyea. Alyea cukup kesulitan untuk mencari keberadaan bayi itu karena pandanganya kabur oleh asap. Namun ruangan yang panas membuat sang bayi itu menangis dan mempermudahnya menemukan lokasi si bayi.

Alyea kini tepat berada dipintu kamar sibayi yang sedang menangis tidak kuasa menahan asap dari api yang semakin membesar. Dengan sebelah pisau Alyea menghampiri si bayi itu dan Bayi itu kini berada dihadapannya. Ia mengarahkannya pisau pada dirinya, namun ternyata sulit, pisau itupun enggan mengikuti keinginanya walaupun hanya sekedar untuk merobek bajunya. Pisau itu melawannya dan terlempar menjauh dari dirinya sedangkan Alyea harus melakukan hal itu agar terkesan percaya jika ia terluka oleh api berkobar.

Alyea melakukan berbagai cara dengan mendekatkan diri pada api itu setelah pisau tidak bisa mempan pada dirinya tapi apapun yang mengarahnya padanya semua seperti menolak dan menjauh darinya bahkan api sekalipun. Kayu yang seharusnya jatuh menimpanya justru terlempar kesampingnya. Alyea kesal karena ia tidak mungkin keluar dalam keadaan yang sama ketika ia masuk. Tidak kehabisan akal Alyea mengambil potongan kayu untuk melumuri badannya dengan warna hitam dan menyobek bajunya dengan sekuat tenaga setelah pisau itu tidak bisa digunakannya sama sekali. Sang bayi yang mulai lelah menangis dan kehabisan napas membuat Alyea harus cepat keluar dari rumah itu, sesekali Alyea memberikan napas buatan untuk bayi itu sampai ia terlihat seperti orang yang terluka oleh kobaran api. Diluar rumah semua orang khawatir dan berdoa berharap mendapatkan keajaiban dari anak yang menerobos rumah itu, sang Ibu Liya khawatir karena sang anak cukup lama berada didalam rumah api itu. Akhirnya Alyea berhasil keluar dari rumah itu dan berhasil memperdaya semua orang yang ada disana.

“Terima kasih Ya tuhan, terima kasih nak. Semoga kau akan selalu dilindungi oleh-Nya,” kata sang Ibu dari anak yang diselamatkanya.

“Amin bu, terima kasih,” katanya. Alyea langsung lemas terengah-engah seperti orang yang kehabisan napas.

Alyea mendapatkan begitu banyak pujian atas tindakan yang pemberani. Semua orang kagum padanya. Alyea yang masih 15 tahun tidak takut pada api yang berkobar cukup besar. Semua warga hampir cemas ketika Alyea cukup lama didalam rumah itu. bahkan Liyapun yang seorang Ibu berpikir macam-macam meski didalam lubuk hatinya Liya tahu Alyea seharusnya tidak akan pernah dibiarkan terluka. Beberapa menit berselang Alyea keluar dengan senyum diwajahnya dan itu membuat Liya lega melihat keadaanya.

Liya sang Ibu yang telah menunggunya langsung memeluknya dengan tangisan yang takut akan kehilangan. Alyea tersenyum, “Semua akan baik saja bu, kau tahu aku bukanlah orang biasa”. meski Alyea mengatakan hal seperti itu, tapi tidak dengan tubuhnya yang mengatakan hal sebaliknnya. Napas Alyea benar-benar berat. Liya mulai khawatir, selama hidupnya baru kali ini Liya melihat anaknya begitu kesusahannya, meski anaknya tidak pernah teluka bukan berarti ia tidak merasakan lelah. Liya langsung mebawanya kerumah dengan segera

“Apa yang Ibu katakan pada ayahmu jika terjadi sesuatu pada dirimu? Kita harus kerumah sakit, kau terlihat….”

“Tidak perlu bu, istirahat saja sudah cukup bagiku.”

Alyea mencoba menenangkan sang Ibu meskipun sang Ibu tetap ketakutan setengah mati dan tubuhnya lemas serasa ingin pingsan. Diluar rumah mereka mendapatkan begitu banyak perhatian dan hal yang positif dilingkungan barunya. Semua orang mulai membicarakan keberanian Alyea. Liya langsung mengunci pintu dan membaringkan anaknya disofa ruang tamu. Ia terlihat khawatir dan menangis.

“Ibu kau tidak perlu menangis.” kata Alyea langsung terbangun dan tidak terdengar suara rintihannya lagi.

“Kau tidak apa-apa?” tanya sang Ibu terkejut.

“Bu kalau penampilanku tidak seperti ini bukankah aneh jika aku baik-baik saja,” jawab Alyea dengan tawaan agar sang Ibu tidak bersedih.

“Dasar kau ini buat Ibu khawatir saja.”

“Maaf bu.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags