Read More >>"> TRISQIAR (03. AKHIRNYA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TRISQIAR
MENU
About Us  

“Waawww… kau mengagumkan sekali,” kata seorang wanita yang tiba-tiba datang menghampiri Alyea dengan semangat di pagi hari.

“Terima kasih,” kata Alyea ramah. Ia adalah orang kedua yang berbincang dengan Alyea. Ia masih terlihat baik padanya sedangkan laki-laki yang berulah kemarin kini selalu menghindar setiap kali melihatnya.

Alyea hanya membalasnya dengan senyuman. Satu-satunya yang membuat mereka seperti itu pasti tidak lain karena kejadian kemarin yang membuat Alyea juga cukup terkenal dilingkungan rumahnya dan kini sekolahnya. Untuk pertama kalinya Alyea merasakan senang bertemu dengan seseorang ataupun warga dan merasa diakui keberadaannya oleh orang lain apalagi dalam jumlah yang tidak sedikit sangat jarang sekali Alyea diperlakukan seperti itu. Tapi mengingat kejadian sebelumnya Alyea telah belajar untuk mencoba memperingati dirinya sendiri untuk tidak terlalu menikmati kisah yang sekarang ini sedang hangat-hangatnya. Oleh karena itu apapun yang Alyea lakukan, Alyea anggap hanyalah angin lewat dan tidak mengharapkan ikatan pertemanan dari mereka meskipun tidak bisa menampik terkadang ia menginginkannya.

“Hey, kau punya waktu nanti istirahat? Atau sepulang sekolah bisa berkunjung langsung kerumahmu,” katanya mengejutkan Alyea. Ucapannya begitu tiba-tiba seolah-olah ia telah mengenal lama dirinya dan Alyea tidak tahu harus mengatakan apa untuk menjawabnya.

“Maksudmu?” kata Alyea tidak yakin dengan perkataannya.

“Aku minta waktumu hanya 15 menit saja untuk wawancara aksimu beberapa waktu lalu. Semua orang kagum melihatnya, bahkan disetiap pojokan dan sela-sela sekolah ini bahkan di lubang semutpun hampir semuanya membicarakanmu,” katanya semakin semangat dengan gaya khas.

“Wawancara….” Alyea tidak mengerti dengan kataannya.

“Memanganya aku belum mengenalkan diriku tadi di awal ya?” katanya semakin membuat Alyea bingung.

Alyea hanya mengerutkan kening.

“Oke, kalau wajahmu seperti itu berarti kau belum tahu siapa aku. Namaku Tami Anggara. Cukup panggil aku Tami saja. Aku pengurus mading disekolah ini, aku suka sekali mencari dan menulis berita.”

Alyea hanya tertegun mendengarkan kosakata teman sekelas yang sangat lama bertemu tanda “titik”. Alyea senang dengan perkenalan ini. baru kali ini ia mendengar ucapan dari teman sekelasnya yang berbicara sepanjang ini. Semangatnya membuat Alyea seperti merasakan kehidupan yang baru. Terlintas dipikiran Alyea yang benar-benar ingin memiliki teman sesungguhnya. Baru kali ini ada yang mengajaknya berbicara panjang lebar. Sebanyak dan selama ini.

“Hey… Miss. Aku tahu sedari tadi kau melirikkukan?” kata Tami pada seseorang yang membuat bola mata Alyea tertarik untuk meliriknya.

“Siapa yang memperhatikanmu. Aku memperhatikan apa yang ada disebelahmu?” katanya santai.

“Hah… Apa? Kau jangan berulah lagi ya?” Tami teriak ketakutan.

“Kau tidak ingin mewawancaraiku lagi?” tanyanya santai pada Tami yang memeluk dirinya sendiri ketakutan.

“Kau jangan berulahnya,’ kesal Tami.

Miss itu hanya membalas dengan lirikan sengaja mengejek.

“Apa lagi yang harus aku tanyakan padamu. Semua siswa sudah tahu siapa dirimu mungkin kasarnya sudah bosan denganmu. Sekarang tidak ada siswa lagi yang tertarik tentang dirimu,” kata Tami terlalu jujur dengan kataannya yang begitu menyakitkan.

Miss yang dipanggil oleh Tami adalah teman sekelas Alyea yang duduk dibangku ketiga dekat jendela. Ia adalah orang yang selalu memperhatikan Alyea sejak pertama kali kedatangannya. Alyea tersenyum kepada orang yang dipanggil miss itu. Miss itu hanya menatapnya tanpa ekspresi lalu menghampiri mereka berdua.

“Kau jahat Tam!” kata miss itu mengemut permen lollipop. “Ada yang baru, kau lupa yang lama.”

“Hey, aku itu tidak melupakanmu. Bukankah  aku masih sering main kerumahmu,” kata Tami membela diri.

“Kau kerumahku karena menemukan hobimu disana,” kata miss itu lemah.

“Hey, setidaknya di setiap langkahku ada yang bermamfaat untuk pengetahuanku meski itu hanya sedikit dan terkesan memanfaatkan seseorang,” timpanya lagi.

“Iya juga… Ini bukan pertama kali. Memang kebanyakan orang berteman denganku hanya memandang apa yang terlihat dariku,” katanya santai seraya tertawa.

“Kau ini terlalu jujur dan juga lambat sadar,” kata Tami mengejeknya. Setidaknya itu yang dilihat oleh Alyea.

“Aku sadar tapi aku hanya ingin tahu sampai dimana mereka akan mengeruk tambangku,” kata miss itu tersenyum tanpa merasakan sedih jika mendengar ucapannya.

“Owhh… mengeruk tambangmu,” angguk Tami kesal. “Kalau begitu mengapa kau dekat denganku?”

“Aku bukannya ingin dekat dengamu tapi sudah kebiasaan.…”

Alyea yang melihat mereka begitu asyik sekali membicarakan sesuatu. Di awal terkesan seperti saling tuding tapi sepertinya itu gaya mereka yang tidak mudah tersinggung dan terlalu jujur untuk mengatakan satu sama lain. Alyea yang melihatnya lebih seru nonton mereka ketimbang nonton acara TV. Alyea pun berpikir apa penduduk disini seperti itu sangat jujur sekali untuk membicarakan pribadi masing-masing. Meski saling mengejek tampak diwajah mereka yang tidak terlihat marah bahkan sampai menarik urat.

“Teman, seperti inikah rasanya mempunyai teman”. Alyea merasakan kebahagiaan disekolah barunya. Kebahagiaan yang selalu ia inginkan dalam hidupnya. Tapi Alyea masih mengingat dengan jelas dan selalu menekankan pada dirinya sendiri. Mereka berdua untuk saat ini adalah teman tapi tidak untuk diwaktu berikutnya. Alyea selalu berpikir seperti itu karena ia tidak mengingkan rasa sakit untuk kesekian kalinya karena kata “Teman” tapi Alyea tidak bisa menampik jika ia selalu terhipnotis oleh kata itu. Kebahagian yang didapatnya saat ini berbeda ketika ia bersama kedua orang tuanya. Entah mengapa Alyea seperti menemukan sesuatu yang hilang.

“Hey kau Alyea mengapa kau senyam-senyum,” kata Tami aneh melihat tingkah Alyea.

“Aku bahagia melihat kalian berdua,” gumamku dalam hati. “Tidak apa-apa.”

“Kau anak baru. Aku yakin pasti kau sudah mengenalku kan?” kata Miss.

“Sok ngartis…,” kata tami kecut dengan menekan suaranya.

Alyea menggeleng tidak tahu. Karena kenyataannya Alyea memang tidak mengetahuinya. Sejak Alyea menginjak sekolah ini hanya beberapa orang yang mengenalkan diri mereka itupun tidak diingat oleh Alyea karena ia tidak ada niatan untuk dekat dengan mereka, berkeliling kelas apalagi bermain di halaman sekolah. Alyea hanya pergi ke sekolah dan langsung kembali rumah. Ia tidak berkunjung kemanapun kecuali memang tidak sengaja lewat ketika ia berjalan kaki.

“Apaaaa… kau tidak mengenalku?” Miss terkejut, yang juga mengejutkan Tami.

“Kau sudah beberapa hari disini? Aneh juga kau tidak mengenal dia?” Tami mengerutkan keningnya. “Tapi memangnya semua orang harus mengenalmu ya?” kata Tami yang menjatuhkannya kembali.

“Dasar, dia disini baru 2 hari,” kata Miss itu menaikan sebelah alisnya.

“Yang kukatakan itu tidak salahkan?” lagi-lagi Tami mencoba membela diri.

“Hhhhh… apapun yang kau katakan itu semuanya benar,” katanya menyerah.

“Seumur hidupku baru kali ini aku memperkenalkan diriku. Namaku Wilma Poynem. Kau tidak usah berjabat tangan,” katanya jutek.

“Baiklah nanti sepulang sekolah aku akan mengenalkan lingkungan sekolah ini.” Tami sumeringah.

“Alasan…,” kata Wilma memalingkan wajahnya dari Tami.

“Sejujurna, aku ingin menghindari dirimu tapi aku lupa kau kan selalu mengikutiku,” ujar Tami melotot pada Wilma.

Wajah Wilma langsung berubah seperti lipatan kertas. “Baiklah lain kali kau tidak perlu kerumahku lagi.”

“Ahhh… kau ini. Itukan cuma becanda,” Tami menunjukkan wajah yang berseri-seri menampilkan senyum yang semerbak kelopak bunga yang merekah.

Seperti yang telah dijanjikan oleh Tami seusai pulang sekolah Alyea diajak berkeliling melihat-lihat lingkungan sekolah barunya, Alyea seperti tamu yang ditemani pemandu tur. Tami dan Wilma, mereka berdua adalah teman pertama yang didapatkannya. Terhias senyum diwajah Alyea, ia menikmati perjalanan meski mereka berdua selalu bertengkar disepanjang langkah kaki mereka tapi entah mengapa mereka berdua begitu akrab. Tami memperkenalkan lingkungan sekolah dengan sangat jelas dan lengkap meski sering dikecoh oleh Wilma. Apapun yang dikatakan oleh Tami, lagi-lagi Wilma selalu membantahnya. Untuk pertama kalinya Alyea melihat pertarungan yang cukup menyenangkan.

Kini Alyea tahu siapa Miss yang dipanggil oleh Tami sebelumnya dan yang lainnya. Miss adalah Wilma Poynem yang merupakan siswi pindahan juga seperti Alyea. Wilma adalah anak dari seorang pengusaha yang cukup terkenal didesa ini sebagai investor yang banyak membantu masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan selain bercocok tanam. Hanya saja banyak siswa yang mengenal Wilma sebagai pribadi yang sangat jutek, cuek dan menggunakan kekuasaan untuk melakukan hal yang dia mau. Bukan tanpa alasan Wilma melakukan semua itu, Wilma tahu jika yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Sebenarnya Wilma tidak ingin melakukan hal itu tapi itu cara Wilma untuk menghIbur dirinya sendiri.

Tidak jauh berbeda dengan Alyea, Wilma mempunyai sesuatu yang tidak ingin diceritakannya kepada orang lain. Ia hanya ingin dikenal sebagai Wilma. Seorang remaja kelas tiga SMP bukan sebagai Wilma yang lain atau Wilma yang seorang anak pengusaha, hal itu tidak mudah lepas dari bayang –bayang Wilma karena semua itu sudah pasti ada sebelum Wilma dilahirkan. Oleh karena itu Wilma selalu mencari ulah yang sering membuat orang didekatnya kesusahan dan hal itu masih sering ia lakukan sampai sekarang ini dan ada saja ulah yang membuatnya sering dihukum oleh guru, orang tua murid bahkan orang tuanya sendiri.

Selama disekolah Alyea juga melihat jika Wilma tidak peduli terhadap teman-temannya. Temannya terjatuh didepannya ia tidak membantunya untuk bangun. Buku yang terjatuh ia tidak membereskan justru menginjaknya dan berjalan seperti tidak ada apa apa bahkan ember yang berada dekat pintu masuk kelaspun ia tendang padahal pintu masih terbuka lebar.

Tami adalah siswa yang cukup rajin, ulet dan terkesan ambisius. Ia terkesan memaksa untuk mendapatkan berita yang dia inginkan. Namun Kataannya membuat orang ingin bekerjasama dengannya. Mungkin karena itu ia cukup sukses untuk mengejar cita-citanya sebagai seorang pencari berita disekolahnya. Ia juga merupakan ketua dari mading sekolah meski anggotanya hanya lima orang. Berita yang ia buat cukup menyenangkan dan tidak terkesan monoton sehingga tidak bosan untuk dibaca bahkan orangnyapun tidak bosan untuk diajak bicara. Meski Alyea belum mengenal mereka tapi Alyea memperhatikan teman-teman barunya untuk menilainya. Sesekali ia takut mengingat pandangan teman-teman sebelumnya.

“Ini adalah ruang kerjaku?” kata Tami senang dan mempersilahkan Alyea masuk.

“Gaya sekali kau. Ruang kerja apanya?” Kata Wilma semakin jutek.

“Kau bisa diam! Untuk apa juga kau ikut, kehadiranmu membuat tempat ini semakin sesak,” kata Tami tegas pada Wilma.

“Kau mengusirku?” kata Wilma melotot.

“Deng—an sang—at jelas aku megusirmu!” kata Tami semakin mempertegas wajahnya.

Ahahahhhhhaha… tiba-tiba Alyea tertawa terbahak-bahak membuat Tami dan Wilma langsung mematung dan bingung melihat Alyea yang berubah begitu menyeramkan. Alyea tertawa karena ia begitu bahagia melihat Tami dan Wilma yang begitu seru berbicara dan bertengkar. Meski Alyea tidak banyak bicara tapi mereka masih menganggap keberadaan Alyea dengan candaan khasnya. Tami dan Wilma yang melihat tingkah Alyea melotot dan menggoyang-goyangkan bola mata seolah-olah mereka sedang berkomunikasi dengan bahasa netra. Alyea seperti terlepas untuk sesaat dari MEREKA dan sang Ibu yang selalu mengkhawatirkannya.

“Kau masih waraskan?” kata Wilma menyugingkan bibirnya.

“Ternyata kau lebih gila dari Wilma,” kata Tami mendekat pada Wilma.

“Apa kau bilang.” Wilma tidak terima.

Mendengar percakapan mereka Alyea malah tertawa semakin keras.

“Aku harus menghubungi keluargaku untuk dicarikan orang pintar untuknya.” Wilma langsung mengambil hp disakunya dan mengetikkan nomor keluarganya.

Tami langsung mengambil ponsel Wilma, “Untuk apa kau mencari orang pintar, kau sudah cukup pintar.”

“Maaf dan terima kasih untuk hari ini. aku begitu senang bersama kalian,” kata Alyea tersenyum..

“Akhirnya kau menyadari  juga kelebihanku.” ujar Wilma dengn mimik wajah aneh. “Tapi lebih baik kau cepat akhiri wawancara dengannya?” kata Wilma berbisik meski masih terdengar jelas oleh Alyea.

“Hmmm… kau benar.” Tami langsung mengangguk dengan cepat.

Melihat sikap Alyea yang tiba-tiba tertawa kencang membuat mereka terkejut. Dan Tami langsung banyak menanyakan semua hal yang berhubungan dengan Alyea terutama kejadian kebakaran yang bisa dikatakan menjadi “Trending topic” saat ini. Ulah Alyea membuat dirinya terkenal baik di lingkungan rumahnya maupun dilingkungan sekolah. Berita begitu cepat tersebar didesa ini. Cita-cita sederhana dalam hidupnya kini telah terkabulkan karena hanya ini yang ia inginkan dalam hidupnya. Dilihat, disapa dan diakui keberadaannya oleh orang-orang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags