Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU
About Us  

Jangan lupa Voment nya ya

Jungkook mendorong segala yang ia rasakan menuju kamar yang ditunjukkan resepsionis rumah sakit. Segalanya ia paksakan, rasa kecewa, kebencian dan kemarahannya.

Biarlah dia melihat sendiri dengan sepasang matanya. Ia menyaksikan bagaimana sosok sahabatnya yang dingin itu kini tak beda dengan sebuah boneka yang diam dan tidak bergerak.

Ingin sekali Jungkook mendekat dan memberi kekuatan. Membangunkannya dan menyemangatinya.

"Apa kau pernah mengalami penyesalan? setelah ini aku yakin. Seumur hidupmu kau akan menyesalinya, Jeon Jungkook"

Suara-suara Ra In kembali memasuki gendang telinganya. Saat ia melihat sosok gadis itu tengah terisak bersama teman-temannya. Kini Jungkook menyadari satu hal, ia menyesal.

"Ra In-ah..." lirih Jungkook.

Namun, yang pertama kali mendongak adalah Suga. Namja itu sudah siap mengepalkan buku-buku tangannya. Tetapi, kehadiran Dokter Indri dari ruangan Jimin lebih menarik daripada meladeni Jungkook. Semuanya mengerubungi Dokter Indri dan menanyakan keadaan Jimin.

"Dia sudah sadar. Kalian bisa masuk kedalam. Tolong ingatkan dia untuk minum obat nya setiap dua jam sekali" titah Dokter Indri.

"Siap, Dokter" tegas Taehyung.Buru-buru Taehyung menarik Jin dan J-Hope yang berada disampingnya untuk membuka pintu ruang rawat Jimin.

Sedangkan Ra In mendorong tubuh Suga agar meninggalkan Jungkook. Takutnya, jikalau mereka berlama-lama diam begitu pertengkaran tercipta.

"Ra In-ah...segitu bencinya dirimu padaku?" lirih Jungkook.

Sebisa mungkin Ra In menyembunyikan isakannya.Ia memalingkan wajah dan mengabaikan Jungkook, semua memang bentuk protesnya dia terhadap sikap Jungkook.

"Kau benar tentang semuanya. Aku akan menyesali perbuatanku" Lanjut Jungkook.

Gadis itu hendak membuka ruang rawat Jimin, namun terhenti kala mendengar isakan Jungkook. Saat ia berbalik. Didapatinya namja yang masih menjadi kekasihnya itu tengah menangis dengan tangan yang menutupi wajahnya. Ra In tidak bisa tidak menenangkan Jungkook. Mengenalnya sejak kecil membuat Ra In peka jika tangisan Jungkook sampai mengeluarkan isakan, Jungkook sedang sangat kesulitan.

"Apa aku masih boleh melihat Jimin?setelah apa yang telah aku lakukan padanya?"

Ra In ikut meluruhkan air matanya.Ia kini memeluk Jungkook memberikan ketenangan. Tangannya bahkan sudah setia mengusap punggung Jungkook.

"Aku bahkan rela kalau kau membenciku, Ra In. Tapi aku akan sangat membenci diriku sendiri kalau Jimin kenapa-napa"

Gadis itu mengulum senyumnya. Ternyata keadaan Jimin mampu meredakan emosi Jungkook. Tadinya, Ra In ingin membawa Jungkook menemui Jimin. Tapi, mengingat bagaimana temperamen Suga, ia pun memutuskan membawa Jungkook duduk di kursi yang tak jauh dari ruang rawat Jimin.

Masih dengan isakannya, Jungkook meremas-remas tangan Ra In. Sedangkan gadis itu bingung harus mulai berbicara dari mana.

"Kookki, Mian aku selingkuh darimu" parau Ra In. Jika mengingat kebelakang. Semua adalah kesalahannya. Seharusnya Ra In tidak egois dan ingin mendapatkan Jimin setelah ada Jungkook. Bagaimana kalau saja dulu Ra In tidak mencoba mendekati Jimin.

Seolah tersadar, Jungkook menangkup sebelah pipi Ra In dan mengelusnya penuh penyesalan.

"Nyatanya bukan Jimin yang merebutmu dariku. Tapi aku yang merebutmu dari nya"

"Aku yang memutuskan untuk menerima dirimu. Jangan menyesali apa yang telah terjadi. Kau mungkin merasa kecewa padaku karena belum melihat kearahmu".

Jungkook kini bisa lebih tenang setelah mengetahui bahwa Ra In, sahabatnya dan juga kekasihnya sudah tidak lagi berbicara ketus.

"Aku ingin melihat Jimin"

Ra In mengangguk dan membantu Jungkook berdiri. Saat pintu dibuka, semua mata menatap Jungkook. Bahkan Jimin yang tengah mengatur posisi duduknya pun terhenti.

Suga menghadang Jungkook. Namun, paham akan situasi yang memanas itu J-Hope dan Jin menarik Suga agar keluar dari ruangan itu. Disusul Taehyung yang membisikkan sesuatu ditelingan Jimin sebelum pergi.

Hanya tersisa Jungkook dan Ra In beserta Jimin yang masih terpaku ditempatnya. Bahkan Jimin menelan sendiri ludahnya yang terasa sulit. Mengingat bogeman Jungkook kemarin membuat Jimin tidak mampu menatap mata sahabatnya.

"Annyeong, Jimin..." sapa Jungkook mencoba terlihat biasa. Ia duduk disamping Jimin dan tersenyum hangat. Ah, jika sudah seperti ini.Pasti Jungkook tahu soal penyakitnya.

"Kook..Mianhee karena aku--"

"Tolong jangan meminta maaf, Jimin Kau korban disini. Karena telah mmukulmu, aku minta maaf.  Jeongmal mianhee Park Jimin" kepala Jungkook menunduk sembari air matanya luruh.

Jimin menatap Ra In dan gadis itu mengangguk kemudian tersenyum. Jungkook tidak ingin menegakkan kepalanya sebelum Jimin sendiri yang memerintahnya.

Sewaktu Jimin mengangkat jemarinya yang sedari tadi berada disamping tubuhnya. Keanehan meresapi dirinya. Jimin sadar pergerakannya terbatas dan tulangnya terasa mati.

Mendengar isakan Jungkook menyadarkan Jimin ia harus segera menghentikan Jungkook. Tapi, ia tidak mampu untuk menggerakkan tangannya. Tangan kirinya pun sama. Apa semua terjadi akibat koma sesaat atau memang waktu sudah sangat dekat.

"Angkat kepalamu, Kookki" lirih Jimin dengan nafas satu-satu. Ini semua akibat ia berontak mencoba menggerakkan jemari tangannya.

Tatapan Jungkook yang sendu menuntunnya menarik Ra In agar mendekatinya. Jungkook menukar posisinya Ra In, kini dirinyalah yang berdiri.

"Aku ingin melihat kau bahagia, Jimin"

Dahi Ra In mengkerut mulutnya sudah terbuka namun Jungkook kembali bersuara.
"Karena telah menjadi penengah kisah kalian, aku minta maaf---"

"Jungkook cukup! Aku yang selama ini menjadi penengah. Aku mohon jangan membahas soal ini lagi. Disisa waktuku yang terpenting adalah semua orang yang aku cintai berada di dekat ku. Mulai sekarang---" Jimin berhenti sejenak saat dirasakan nyeri hebat menghantam dadanya. Raut wajah Ra In disebelahnya pun telah berubah cemas. Secepat kilat Jimin segera mengatur ekspresi dan menghilangkan kecurigaan Ra In.

"Karena sudah tidak perlu bersandiwara. Mari buka lembaran baru. Teruntuk Ra In, bagiku dengan mencintaimu saja sudah membuat aku merasa hidup lebih lama. Dan Jungkook, Gomawo sudah memaafkan aku dan mengizinkan aku bersama Ra In kemarin"

Tiba-tiba Jungkook tersenyum. Telapak tangannya menengadah dan meminta Ra In serta Jimin meraihnya. Gadis itu meletakkan tangan kanannya. Mereka menunggu Jimin ikut bergabung. Sialnya, tangan Jimin masih susah gerak.

"Err..." rintih Jimin yang sontak membuat Ra In dan Jungkook terlonjak.

"Jimin kenapa?" panik Ra In.

"Aku akan menekan alarm" Jungkook pun beranjak menekan alarm ruang rawat Jimin.

"Jimin katakan apa yang sakit?" pinta Jungkook disela-sela kecemasannya.

"Arg...." meskipun telah merintih namun Jimin enggan memberitahu apa yang ia rasakan. Beberapa menit kemudian Dokter Indri masuk bersamaan dengan keluarnya Ra In dan Jungkook.

Sesampainya diluar, Suga yang menyadari pertama kali Jungkook keluar, tergesa-gesa melangkah maju menepis jarak.

Bugh!

"Suga, stop!" tanpa diduga kekasih Suga datang dan segera menahan lengan Suga.

"Dengar ini, Jungkook! kurasa pertemanan kita cukup sampai disini. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jimin. Aku orang pertama yang akan kembali meninjumu" ancam Suga.

J-Hope membantu menahan Suga dan menatap Amel agar membawa Suga pergi. Lagi-lagi Jungkook diabaikan oleh teman-temannya. Andai, tidak ada Ra In pasti ia akan membunuh dirinya sendiri. Jungkook menatap nanar gadis disampingnya, sedari tadi Ra In sudah sesenggukan.

Rasanya menyakitkan melihat Jungkook diacuhkan teman-temannya. Sepersekian detik mereka hanya diam. Namun, sorot mata keduanya menyimpan rasa kesakitan.

Teruntuk Jimin didalam kamarnya. Jungkook berharap waktu berputar dan bisa mengubah takdir dengan merelakan Ra In. Namun, andaikata ada keajaiban. Jungkook rela bertukar peran dengan Jimin.

"Kookki..." suara Ra In tercekat. Jungkook mengeratkan tali tas dipunggungnya dan dengan langkah gontainya berlalu meninggalkan Ra In.

Tidak banyak yang bisa Ra In lakukan. Ia ingin berada disana dan menunggui Jimin, Namun hatinya sakit melihat Jungkook lemah dan penuh penyesalan.

Pintu ruang rawat Jimin terbuka dan menampilka Dokter Indri yang keluar seraya menekan ponselnya. Begitu sudah tidak terlihat sibuk, Ra In memberanikan diri menanyakan pada Dokter Indri perihal Jimin.

"Dokter, bagaimana Jimin?"

Seperti biasa, meskipun berita yang akan disampaikan tidak begitu baik. Dokter indri senantiasa mengawalinya dengan tersenyum.

"Saya sudah menghubungi Dokter saraf yang akan memeriksa Jimin. Jangan khawatir"

"Dokter saraf ? emang Jimin kenapa?" heran Ra In. Apa hubungannya antara kanker hati dan saraf ? Ra In bingung.

"Barusan tangan Jimin tidak bisa digerakkan"

Ra In tersentak hampir merosot. Jadi, itu alasan kenapa Jimin merintih saat Jungkook memintanya ber high-five. Tangan Ra In menutup mulutnya yang terbuka. Ia sungguh sangat shock mendengar kabar itu.

"Biarkan Jimin istirahat dulu. Dia tertidur setelah minum obat. Saya tinggal ya"

"Ne--"
Ra In termenung sendirian. Ia mengusap air mata yang luruh sebelum berlarian mengejar Jungkook. Ra In berharap namja itu belum terlalu jauh. Jungkook harus tahu keadaan Jimin.

Sepanjang koridor rumah sakit. Ra In tidak melihat tanda-tanda keberadaan Jungkook maupun teman-temannya yang lain. Mereka semua pasti sudah pulang kerumah.

Sampai diluar gedung rumah sakit.Ra In menghentikan aksi kejar-kejarannya. Mungkin Jungkook sudah jauh. Ia menghembuskan napas seraya menekan-nekan lututnya yang terasa kaku.

Tanpa diduga sebuah bulir salju turun mengenai hidungnya. Ra In mendongak melihat awan-awan tebal yang mengepul. Gadis itu mengusap-usap bahunya memberi kehangatan.

Apa sekarang sudah waktunya musim salju? Apa segitu sibuknya Ra In hingga tidak menyadari musim telah berganti?

"Jimin.." selalu nama itu yang dirapal Ra In. Nama yang tengah berjuang dibalik ruangannya. Jimin, semua masalah sahabatnya, Ra In berjanji akan membantu mereka baikan kembali.

Diiringi jatuhnya bulir-bulir salju mengenai rambut panjang Ra In. Gadis itu melangkah menyusul keberadaan Jungkook. Namun sampai di halte ketika ia duduk menunggu bis datang, seseorang disampingnya menyadarkan Ra In. Pria paruh baya itu tersenyum dan mengulurkan sebuah foto pada Ra In.

"Hmm--" gumam Ra In.

"Ini foto kamu kan? Saya menemukan itu dikamar Jimin saat membersihkannya. Tadinya saya pikir itu foto siapa, eh tau nya Ra In"

Ra In tertegun memendangi lagi-lagi Jimin mengoleksi foto candidnya. Foto dirinya dari belakang. Ra In ingat ia difoto saat menghampiri Jungkook. Ra In yang masih teringat tas berwarna merah muda yang ia kenakan saat kelas sepuluh itu membuktikan jati dirinya difoto tersebut. Ternyata, Jimin sudah lebih dulu memperhatikan Ra In. Betapa bahagianya Ra In mendapati kenyataan tersebut.

"Ahjussi...memberikan foto ini untukku?"

"Supaya kamu tau Jimin sudah lama memperhatikan mu"

"Hari ini tangan Jimin---"

"Arra. Saya sudah menduga ini dengan Dokter Indri. Jimin akan sampai pada tahap ini"

"Ahjussi--" lagi-lagi suara Ra In tertahan. Memprediksi akan sampai pada tahap ini? maksudnya apa?apakah Tuan Park menyerah mengobati Jimin?

"Kau pasti berfikir saya menyerah. Iya kan?"

Ra In menatap nanar pria paruh baya disampingnya.

"Semua yang saya lakukan untuk Jimin anak saya satu-satunya. Semua sudah saya lakukan. Saya sudah pernah mengirim Jimin keluar negeri untuk pengobatan. Di mana lah itu,di Amerika, London. Tapi, saya tidak pernah mendengar Jimin lelah. Mungkin ini saatnya"

Ra In menghela napas sembari memperhatikan foto yang ada ditangannya.

"Jimin...selalu ingin terlihat kuat, ahjussi.."

Tuan Park mengangguk membenarkan. Anaknya memang selalu ceria didepan dirinya. Bahkan, Jimin menolak untuk selalu ditunggui dirumah sakit. Ia memaksa Ayahnya agar pergi ke kantor, tidur dirumah atau makan diluar.

"Kamu mau pulangkan? saya antar ya?" ajak Tuan Park.

"Tidak usah, ahjussi. Merepotkan,
Lagipula ini sebentar lagi bis nya datang"

"Tidak perlu sungkan, Ra In. Kajja..."

Akhirnya Ra In bersedia menerima tumpangan Ayah Jimin. Gadis itu sering mengobrol selama perjalanan, membuat Ayah Jimin kerasan terhadapnya. Menurutnya Jimin pantas mencintai gadis seramah Ra In.

"Katanya kamu juga pernah ikut OSN" ujar Tuan Park.

"Ne, ahjussi" kata Ra In malu-malu.

"Hebat kamu, nak"

Selang beberapa menit kemudian mereka sampai didepan pelataran rumah Ra In. Sebelum turun Ra In menyempatkan diri berterima kasih. Baru saja akan membuka pintu mobil, ia termangu sejenak mendengar penuturan Ayah Jimin.

"Kalau Jimin pergi lebih dulu, boleh saya anggap kamu anak saya?" pinta Tuan Park dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Tiba-tiba atmosfer menjadi haru begitu Ra In meraih tangan pria paruh baya didepannya. Gadis itu mengangguk setuju. Dengan senang hati Ra In pasti membiarkan Tuan Park menganggapnya sebagai putrinya.

"Kalo begitu boleh saya panggil ahjussi...Appa?" Ra In mengecup punggung tangan Ayah Jimin dengan sesenggukan. Pria itu mengelus rambut Ra In.

"Terima kasih, Ra In"

...

Jungkook terduduk dibawah ranjangnya. Pakaiannya pun masih seragam sekolah. Wajahnya tampak kalut dengan rambut yang acak-acakan karena menjadi korban kekesalannya.

Pantaskah Jungkook mendapat sebuah kesempatan? ini kesempatan terakhirnya untuk membantu Jimin bahagia.

"Aku sedang menggambar seseorang yang selalu membuatku bahagia hanya dengan menyebut namanya"

"Dia seseorang yang dekat namun seperti jauh bagiku "

"Kau lebih mengenal orang itu daripada aku Kookki-yah"

Dan orang itu Jimin. Seseorang yang jika Ra In sebut namanya merasa bahagia adalah Jimin. Yang terasa dekat namun jauh adalah Jimin. Seseorang yang lebih dikenal Jungkook. Orang itu adalah sahabat Jungkook. Dia Park Jimin.

Mirisnya, Jungkook salah paham tentang perasaannya. Jungkook sungguh menyesal. Pantaskah mendapat kesempatan?

Jungkook akan melepaskan Ra In. Mungkin takdirnya memang hanya sebatas teman. Jungkook sadar, cintanya akan selamanya bertepuk sebelah tangan.

"Kookki...makan nak?" terdengar sahutan dari Ibunya diluar kamar.

"Kenapa malah mengunci diri di kamar?"

"Lagi berantem sama Ra In, iya? Ya udah biasa aja sih. Besok juga pasti kalian baikan lagi, kan?"

Jungkook tidak bisa hanya sekedar diam. Ia tidak ingin Ibunya khawatir. Ia pun beranjak dan membuka pintunya. Membiarkan Ibunya masuk kedalam kamarnya.

Melihat penampilan anaknya yang semrawut membuat Nyonya Jeon mendengus. Diusapnya pipi putra semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang.

"Namanya juga baru pacaran, pasti banyak rintangannya. Masa kamu cemen"

Tiba-tiba Jungkook merengkuh tubuh Ibunya dan menenggelamkan kepalanya ke bahu Ibunya. Nyonya Jeon terlonjak. Pasalnya ini kali pertama putranya menangis sesenggukan dipelukannya.

Perempuan paruh baya itu curiga masalah anaknya pasti bukan soal Ra In saja.

"Kookki...kenapa, nak? ayo cerita sama Eomma"

Hiks!

Hiks!

Hiks!

Nyonya Jeon bingung harus apa sekarang. Ia hanya bisa diam dan membiarkan Jungkook memeluknya. Mungkin dengan begitu anaknya akan tenang.

"Kalau ayahnya tau dia pasti akan mengejekmu. Masa anak laki-laki nangis. Ayo berhenti, nak. Eomma akan mendengar ceritamu"

Begitu pelukannya sedikit lemah, Jungkook melepaskan rengkuhannya. Ia memandangi lekat-lekat wajah teduh Ibunya.

"Eomma...Bagaimana kalau Jimin pergi. Eomma.."

"Pergi kemana?"

"Jimin punya kanker. Jimin sekarat, Eomma. Dan semua karena aku...hiks. Eomma, tolong jangan bolehkan Jimin pergi..."

Nyonya Park terlonjak dan hampir jatuh mendengar penuturan Jungkook. Jadi, yang membuat Jungkook mengurung diri dikamar dan melupakan makanan adalah soal Jimin?

Tapi, kenapa Jungkook menyalahkan dirinya?

"Bukan salahmu, nak. Kanker memang penyakit mematikan"

"Anni, Eomma. Kalau aku tidak memukulnya. Anni, kalau aku tidak meminta Ra In menjadi kekasihku. Anni, kalau saja aku---"

"Tenang Kookki" ibu Jungkook kembali membawa anaknya dalam rengkuhannya. Lama-lama mendengar cerita Jungkook, Nyonya Jeon paham alurnya.

Anakku sudah dewasa dan mengerti arti pengorbanan cinta---batin Ibu Jungkook.
 

TBC.

Ra In


Jimin ❤

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya 😘

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
U&O
21072      2108     5     
Romance
U Untuk Ulin Dan O untuk Ovan, Berteman dari kecil tidak membuat Rullinda dapat memahami Tovano dengan sepenuhnya, dia justru ingin melepaskan diri dari pertemanan aneh itu. Namun siapa yang menyangkah jika usahanya melepaskan diri justru membuatnya menyadari sesuatu yang tersembunyi di hati masing-masing.
Words Unsaid
629      364     2     
Short Story
For four years, I haven’t once told you my feelings. There are words still unsaid that I have always wanted to tell you.
Rindumu Terbalas, Aisha
543      377     0     
Short Story
Bulan menggantung pada malam yang tak pernah sama. Dihiasi tempelan gemerlap bintang. Harusnya Aisha terus melukis rindu untuk yang dirindunya. Tapi kenapa Aisha terdiam, menutup gerbang kelopak matanya. Air mata Aisha mengerahkan pasukan untuk mendobrak gerbang kelopak mata.
Cowok Cantik
14245      2212     2     
Romance
Apa yang akan kau lakukan jika kau: seorang laki-laki, dianugerahi wajah yang sangat cantik dan memiliki seorang ibu dari kalangan fujoshi? Apa kau akan pasrah saja ketika ditanya pacarmu laki-laki atau perempuan? Kuingatkan, jangan meniruku! Ini adalah kisahku dua tahun lalu. Ketika seorang laki-laki mengaku cinta padaku, dan menyebarkannya ke siswa lain dengan memuat surat cintanya di Mading...
Nafas Mimpi yang Nyata
288      234     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Letter From Who?
488      339     1     
Short Story
Semua ini berawal dari gadis bernama Aria yang mendapat surat dari orang yang tidak ia ketahui. Semua ini juga menjawab pertanyaan yang selama ini Aria tanyakan.
Di Hari Itu
471      336     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
Metamorfosis
3208      1181     3     
Romance
kehidupan Lala, remaja usia belasan monoton bagaikan air mengalir. Meskipun nampak membosankan Lala justru menikmatinya, perlahan berproses menjadi remaja ceria tanpa masalah berarti. Namun, kemunculan murid baru, cowok beken dengan segudang prestasi mengusik kehidupan damai Lala, menciptakan arus nan deras di sungai yang tenang. Kejadian-kejadian tak terduga menggoyahkan kehidupan Lala dan k...
SALAH ANTAR, ALAMAKK!!
853      602     3     
Short Story
EMMA MERASA BOSAN DAN MULAI MEMESAN SESUATU TAPI BERAKHIR TIDAK SEMESTINYA