Jangan Lupa Vomment ☺
Jungkook mengirim pesan agar Ra In segera keluar dari rumah. Untuk sementara dirinya harus bersembunyi dibalik mobilnya. Agar begitu Ra In keluar dia akan berteriak dan mengagetkan gadis itu. Sungguh kekanak-kanakan.
Rasanya sudah lama bagi Jungkook tidak berangkat bersama Ra In. Padahal cuma lewat satu hari.
Samar-samar Jungkook dapat mendengar suara langkah kaki. Ia segera melancarkan aksinya. Dari balik jendela pintu mobilnya ia melihat Ra In tengah celingukan mencari Jungkook. Namja itu terkekeh karena rencananya berhasil.
"Yoo Sendok itali !" bentak Jungkook tiba-tiba.
"Yakh! Kau mengagetkanku. Ish.."
Ra In memajukan bibirnya dan Jungkook tertawa terpingkal-pingkal. Melihat wajah cemberut Ra In adalah salah satu keindahan Tuhan. Jungkook selalu menganggapnya begitu.
"Hari ini kau tidak akan kemana-mana kan?" tanya Jungkook saat berada didalam mobil dan fokus mengendarai nya. Ra In menengok ke arah Jungkook. Perasaan telah membohonginya juga kembali menyerang.
"Sepertinya tidak, memang ada apa?"
"Ayo kita pergi nonton. Sore ini ada film baru yang bagus"
"Call"
...
Semalaman Jimin melawan rasa sakit hingga pukul tiga pagi. Tidurnya terganggu dan itu menyebabkan matanya kini semakin sembab dan sayu. Tubuh Jimin lemas karenanya. Ditambah, Jimin jadi tidak berselera makan lagi.
Ayah Jimin berada disamping Jimin dan terus menguatkan anaknya. Dengan sesekali menahan nafas menghalau air mata yang akan luruh kapanpun. Namun, Jimin selalu membujuk ayahnya agar tidak terlalu menghawatirkan dirinya dan melanjutkan aktifitasnya di kantor. Jimin selalu menang jika berdebat dengan ayahnya.
Jimin kini hanya menatap nanar televisi. Sendirian di kamar rumah sakit itu membuatnya merasa merinding ratusan kali. Meskipun acara yang ditontonnya sedang menampilkan acara komedi, Jimin tidak sekalipun tertawa.
Jimin suntuk. Jimin ingin sekolah. Jimin ingin ketemu teman-teman. Jimin ingin lihat Ra In.
Dan Jimin hanya bisa kembali meringkuk setelah menekan tombol power di remote televisi. Jimin kembali menangis dalam diamnya. Menangis dalam hati yang hanya dapat ia dengar sendiri.
Menghawatirkan masa depannya adalah sesuatu yang kini menetap dalam pikiran Jimin.
"Hai...Jimin" sapaan seseorang membuat Jimin mengubah posisinya kembali menjadi duduk. Ia menatap wajah teduh seseorang yang mampu membuatnya kuat melewati hari-hari di rumah sakit.
"Mau ikut ke makam Steve?"
"Dokter mengizinkan aku ikut?"
Dokter Niel mengangguk. Tentu saja, itu tujuan Dokter Niel datang ke kamar Jimin. Ia ingin melihat Jimin bertemu dengan Steve.
"Aku cuma punya waktu sampai siang ini. Soalnya sore bakal ada seminar. Ikut ya Jimin?"
Tentu saja Jimin setuju. Ia juga sudah teramat sangat suntuk. Dokter Niel membantu Jimin turun dari ranjang dan menunggu Jimin berganti pakaian.
"Ayo dokter" ajak Jimin setelah siap dengan pakaiannya.
Dokter Niel tersenyum melihat penampilan Jimin. Ternyata anak itu cukup tampan. Dokter Niel tidak menyangka Jimin bisa berpakaian modis seperti itu. Tapi tentu saja wajah pucatnya masih terlihat.
...
J-Hope, Jin, Taehyung dan Suga sedang berkumpul di rooftop sekolah. Hanya ada mereka bertiga. Khusus akan membicarakan perihal kencan rahasia untuk Ra In dan Jimin.
J-Hope sudah menghubungi Dokter Niel agar membawa Jimin keluar dari rumah sakit. Dan tugas Jin, Taehyung dengan Suga adalah membuat Jungkook dan Ra In tidak bersama untuk sementara waktu.
"Bagaimana caranya kita membawa Ra In?" tanya Jin frustasi.
Benar juga, Jungkook selalu menempel pada Ra In. Apalagi setelah kejadian Ra In tenggelam itu.
"Apa tidak apa-apa kalau kita tidak beritahu Rapmon juga?" nada suara Taehyung terdengar sarat akan pertanyaan. Soal Rapmon yang tidak diizinkan tahu terlebih dahulu, menurut Taehyung sangat tidak adil. Ia pun pasti akan merasa sangat marah dan tidak berguna.
Jimin adalah sahabat sekaligus saudara bagi mereka. Merahasiakan kabar buruk pada Rapmon dan Jungkook yang merupakan keinginan Jimin hanya bisa mereka turuti.
"Rapmon akan tau nanti, tenang saja V" kata Suga.
J-Hope menggeser tubuhnya lebih merapat pada Taehyung.
"Tidak perlu difikirkan. Rapmon pasti akan mengerti nanti"
"Aku hanya sedih memikirkan Jimin" lanjut Taehyung.
Tiba-tiba J-Hope meraih ponselnya yang bergetar. Ada pesan masuk dari Dokter Niel yang membantu rencana rahasia mereka.
J-Hope mengerlingkan matanya pada Jin, Suga dan Taehyung. Ia baru saja mendapat ide agar Ra In dan Jimin bertemu.
"Ra In harus dibawa ke pemakaman. Jimin sedang kesana menunggu"
"Maksudmu bolos?" kalimat polos Taehyung berhasil membuahkan jitakan di kepala nya dari Suga.
"Pulang sekolah" timpal Suga.
"Ajak Jungkook ke party mu lagi V. Minta Baekhyun hyung menahannya. Bisa kan?" J-Hope yakin dengan rencananya.
"Bisa" mantap Taehyung.
Jin melebarkan senyum. Tawa yang lain juga ikut membahana sebelum pintu terbuka dan menampilkan Jungkook serta Rapmon yang kebingungan mendengar tawa aneh keempat temannya.
"Ngomongin apaan sampai segitunya" Jungkook duduk disamping Jin.
Rapmon ikut mengambil tempat.
"Tawa-tawa aja. Tetangga ku mati habis tawa. Mampus"
...
Ra In sudah akan masuk kedalam toilet. Tapi, seseorang memanggilnya. Dia mendekat kearah Ra In dan menyeret gadis itu agar berbicara ditempat yang tidak terlihat oleh orang-orang yang lewat.
"Kenapa Jin?"
Namja itu pertama-tama menggaruki hidungnya.
"Pergilah ke pemakaman. Aku akan kirimkan padamu alamatnya. Jangan ikut dengan Jungkook. Ne?"
"Waeyo?"
"Jimin menunggumu disana. Habiskan hari ini dengannya. Ra In, tolong hibur Jimin" pinta Jin.
Wajah Ra In berseri mendengar nama yang selalu ia puja. Menghabiskan hari dengan Jimin? diluar rumah sakit? apalagi yang bisa membuatnya bahagia.
"Baiklah. Tapi Jungkook--"
"Kami akan membawanya sibuk dengan party. Tolak saja ajakannya. Kalian akan nonton kan?"
Ra In terkejut bagaimana Jin tahu rencana nya dan Jungkook. Ah, pasti Jungkook yang cerita.
"Geure"
"Have fun princess" Jin mengedipkan sebelah matanya. Misinya baru saja berhasil.
Ra In kembali masuk kedalam toilet dan memandangi wajahnya di cermin. Ia termangu untuk beberapa saat. Menghabiskan hari ini dengan Jimin? Apa bisa disebut kencan?
Oh...Ya Tuhan! Ra In sangat bahagia. Jimin dan dirinya akan saling menjaga satu sama lain. Gadis itu menatap pantulan dirinya. Samar-samar wajah Jimin hadir disana. Namun, lama-kelamaan wajah itu menghilang. Dengan senyumnya yang lambat laun terasa menyakitkan.
Tanpa sadar setetes air mata jatuh ke pipinya. Ia teringat keadaan Jimin. Teringat masa tenggat namja yang dicintainya.
Ra In terisak.
...
Jungkook menyayangkan kencannya karena dipaksa ikut dengan teman-temannya. Harusnya bisa Jungkook tolak secara kasar ataupun halus. Tapi, yang mengundangnya ini adalah Baekhyun hyung sendiri. Yang sudah pasti Jungkook tidak bisa menolak. Baekhyun lebih tua darinya dan waktu itu Jungkook pernah pergi tanpa pamit.
Cara satu-satunya adalah tolakan Ra In. Gadis itu saat ditanya haruskah Jungkook pergi malah memberi alasan yang membuat Jungkook terpaksa ikut Taehyung.
"Waktu kumpul kamu sama teman-temanmu terbatas saat ada aku Kookki. Kencan bisa kapan saja. Sekarang aku tidak mau jadi alasan absenmu sama Taehyung. Sepertinya saudara Taehyung juga begitu mengharapkan kehadiranmu" begitu kalimat Ra In yang tidak bisa Jungkook bantah.
Akhirnya Jungkook meninggalkan Ra In sendirian di halte bis.
Begitu sampai disalah satu pemakaman besar di Seoul, Ra In berlarian mencari Jimin. Pasalnya kata J-Hope, Jimin dan Dokter Niel sudah sejak pagi pergi kesana. Ra In sangat takut Jimin sudah tidak disana.
Gadis itu naik turun tangga tergesa-gesa mencari tempat abu Steve disimpan. Dengan nafasnya yang tersengal-sengal, Ra In menyeka keringatnya. Rambutnya yang tergerai membuat rasa gerah semakin melandanya.
"Apa Jimin sudah kembali ke rumah sakit?"
Ra In tidak menyerah sampai disini. Ia kembali menuruni tangga dan mencari tempat abu Steve. Membaca satu-persatu nama disana. Hingga sampai lah dia didepan abu Steve. Ada sebuah karangan bunga yang ditempel disana. Ra In sangat yakin itu milik Jimin. Ia tersenyum kala melihat foto anak kecil yang pernah menabraknya itu. Andaikan Steve masih diizinkan berada didunia ini, Ra In bisa menjadi teman Steve.
"Steve. Aku yakin kau bahagia disana. Haii...aku Ra In. Kau pernah menabrak ku waktu itu. Sayangnya kita belum sempat berkenalan"
Ra In menghela napasnya lelah. Gadis itu menaiki anak tangga lebih dari lima kali dan menuruninya.
"Steve. Hari ini aku akan berkencan dengan Jimin. Hyung tampan. Begitukan katamu? Tapi, dimana dia?"
Ra In melihat sebuah note dibalik karangan bunga disana. Tangannya tergerak meraih benda itu dan membacanya.
Hai anak manis. Bagaimana dengan duniamu? Aku berharap nanti kita bisa bertemu. Kau akan menunggu Hyung kan?
Ra In meremas kertasnya dan berlari mencari keberadaan Jimin. Dimana Jimin? Ra In harus menemukannya.
Gadis itu melupakan kakinya yang terasa berat dan ia tetap menuruni tangga. Karena tidak memperhatikan langkahnya, tali sepatu Ra In yang terlepas ia injak dan saat kaki nya akan melangkah Ra In limbung. Ia terhuyung kedepan. Sontak wajah paniknya bersesuaian dengan suara teriakannya.
"Aa..."
Hap.
Ra In pikir ia sudah jatuh. Tapi, tubuhnya tidak terasa sakit. Ia bahkan terasa sedang dipeluk seseorang. Saat matanya terbuka ia melihat punggung kekar seseorang. Ia juga merasakan aroma tubuh yang begitu menenangkan.
"Jimin kau disini?"
Jimin tersenyum dan mengacak rambut Ra In.
"Kalau jalan hati-hati"
"Karena aku mencarimu. Aku takut kau sudah kembali ke rumah sakit" rengek Ra In.
Jimin berjongkok dihadapan gadis itu dan meraih tali sepatu Ra In yang terlepas. Ra In mundur selangkah kaget dengan perlakuan Jimin.
"Tidak Jimin. Aku membuat diriku tidak sopan. Biar aku saja" tolaknya.

Jimin malah kembali menarik kaki Ra In dan menyimpulkan tali sepatunya. Ia sama sekali tidak terpaksa. Justru Jimin melakukan itu karena ia menginginkannya.
"Salah satu hal yang membuat hati seorang gadis yang kau sukai tersentuh adalah mengikatkan tali sepatunya"
Jimin berdiri dan menatap wajah memerah Ra In.
"Menurut buku panduan kencan yang aku baca. Dan drama yang telah aku tonton. Gadis itu pasti akan tersentuh. Jadi, Nam Ra In apa kau tersentuh?"
Ra In tidak bisa menahan tawanya. Perlakuan Jimin begitu manis. Dan lihat kejujurannya, untuk apa ia beritahu bahwa ia mendapat ide itu dari sebuah buku dan drama.
"Jadi, Kalau aku tersentuh maka kau berhasil. Begitu?"
Jimin mengerlingkan matanya. Bibirnya yang kering tidak henti melengkung.
"Mau tau satu hal?"
"Apa?"
Jimin meraih tangan Ra In dan membawanya berjalan menuruni tangga serta keluar dari daerah pemakaman itu. Jimin membawa Ra In kedepan sebuah mobil.
"Teman-temanku yang memintamu menghabiskan waktu denganmu. Mereka bahkan meminta Dokter Niel membantu. Mobil ini milik Dokter Niel, sengaja meninggalkannya untuk kita"
Sepertinya kalimat Jimin belum selesai dan Ra In memperjelas nya.
"Jadi?"
"Aku hanya ingin menghabiskan satu hari ini denganmu dengan caraku sendiri. Pertama, apa kau terpaksa menemui ku?"
"Apa kau belum cukup percaya kalau aku sepenuh hati. Aku berlarian sejak turun dari bis. Aku hampir jatuh saat mengejarmu dan--"
Cup!
Kalimat Ra In terhenti. Badannya kaku semua. Tangannya sibuk meremas rok sekolahnya. Seketika ada yang menempel lembut dan kenyal di bibirnya membuat Ra In tidak bisa berfikir.
Jimin menggigiti bibir keringnya.
Apa yang baru saja ia lakukan sungguh diluar kesadarannya. Melihat Ra In berceloteh membuat ia ingin membungkam gadis itu.
"Mi-mian Ra In"
Seketika suasana awkward pun terjadi. Ra In hanya mengangguk dan mengalihkan pandangannya.
"Ayo jalan" ajak Jimin.
Alis Ra In bertautan. Jimin mengulurkan telapak tangannya dan Ra In meraihnya.
"Kita jalan, bukan naik mobil. Ini caraku. Menurut--"
"Buku dan drama referensi Park Jimin, berjalan sambil bergandengan tangan saat kencan jauh lebih romantis. Begitu kan?" kekeh Ra In memotong kalimat Jimin. Sayangnya, itu juga kalimat yang akan Jimin keluarkan.
"Kau mencuri kalimat ku Nona Nam"
Suasana pun kembali hangat. Ra In dan Jimin terus memainkan gerakan tangan mereka kedepan dan kebelakang. Ra In terus berceloteh tentang harinya di sekolah, tidak membiarkan Jimin bercerita sedikitpun.
Tanpa mereka sadari, Dokter Niel melihat dengan mata berkaca-kaca. Ia bahkan menjatuhkan buket bunga yang akan diberikan pada Jimin untuk Ra In.
...
Jungkook membalik daging yang tengah dipanggangnya menggunakan penjepit. Dari aromanya sudah jelas Jungkook tergoda. Perutnya lapar asa pingin melahap semua.
J-Hope disebelahnya ikut menyisihkan sebagian daging yang sudah matang kepiring lalu membawanya menuju sebuah meja.
Taehyung dan Rapmon tengah asik membuat jus racikan mereka. Melihat warnanya siapapun pasti tergoda. Tapi, begitu suga mencicipinya, Rapmon dan Taehyung lari mengumpat dibelakang Baekhyun.
Jungkook tertawa melihat aksi kocak tersebut. Apalagi melihat wajah jijik pacar Baekhyun hyung.
"Ini jus atau racun?"
J-Hope menepuk pundak Suga dan memperhatikan layar ponselnya.
"Kalau kau tanya pacarmu, Amel. Dia akan bilang minuman ini adalah Jamu"
Jungkook memasukkan daging yang sudah ia lapisi sayur hijau kedalam mulutnya. Sesekali bolehlah Jungkook mencuri cicip daging buatannya. Ternyata mantap. Jungkook berfikiran beberapa kali kalau teman-temannya pantas menjulukinya chef.
"Kalian sudah punya pacar?" tanya Rye Hyun, pacar Baekhyun hyung.
Hanya Jungkook, Jin dan Suga yang mengangguk. Mendapati respon tersebut wajah cantik kekasih Baekhyun tersebut langsung memancar saat tersenyum.
"Panggil mereka kesini. Aku ingin punya teman mengobrol"
Baekhyun melihat kearah Suga lalu Jin. Kalau Jungkook, ia sudah tahu dari Taehyung bahwa Ra In si pacar Jungkook sedang dibawa Jimin. Misi dibalik misi.
"Ayo jemput pacarmu Suga dan Jin kau jemput pacarmu juga ya"
"Terima kasih Baekhyun"
"Sama-sama sayang"
Rapmon, Taehyung dan J-Hope yang masih menjomblo jelas sudah mengambil langkah mundur teratur dengan mencoba sibuk. Entah mengapa melihat kemesraan Baekhyun hyung, membuat mereka sedih. Jomblo mah gitu ya 😓
Jungkook yang tidak disuruh untuk menjemput pacarnya jadi merasa aneh. Ia pun meraih ponselnya dan menghubungi Ra In. Tapi, tidak diangkat. Jungkook khawatir dan akan meninggalkan tempat.
Namun, J-Hope mencegahnya. Taehyung juga menarik lengan Jungkook kembali menuju tempat pembuatan Jus.
"Kau bilang dirimu chef, kan? buat jus yang enak sekarang" tantang Taehyung.
"Jangan meremehkan aku ya"
J-Hope tersenyum sinis mencoba mengalihkan pikiran Jungkook.
"Kalau begitu buat yang lebih baik. Ayoo"
"Siap! Siapa takut"
Dan Jungkook kembali lupa niatnya mencari Ra In. J-Hope dan Taehyung saling pandang seraya menghembuskan nafas lega.
TBC
Jimin ❤



@yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊
Comment on chapter Dia-ku