“Jangan tatap aku seperti itu, aku juga nggak rela berpisah denganmu.” Hari ini adalah hari terakhir aku bisa menemanimu. Bukannya aku berniat membuangmu, namun kata mama aku sudah cukup dewasa, tak pantas lagi bermain-main dengan dirimu. Sudah saatnya aku serius belajar, demi masa depanku.
Pagi ini pun turun hujan lagi, sepertinya langit juga bisa merasakan kesedihanku. Kenangan indah yang telah kita buat selama ini terlalu banyak, sampai-sampai aku tak sanggup melupakan semuanya. Kamu selalu ada untukku, saat aku sedih maupun saat aku senang. Aku teringat kala itu, ketika pertama kali aku menonton film horor. Saat itu aku sangat ketakutan, namun setelah aku memelukmu kuat-kuat, rasa takutku perlahan menghilang.
Kenangan lain terlintas di benakku, apa kamu ingat hari saat pertama kali kita bertemu? Aku masih ingat dengan detail, saat itu hari ulang tahunku yang kelima. Setelah pesta ulang tahun, aku pergi ke taman belakang rumah bersama mama dan papa. Disana aku melihat kamu sedang duduk di bangku taman dekat pohon. Kulihat kamu sendirian dan terlihat kesepian, aku pun memberanikan diri mendekatimu. Sesaat kemudian aku merasa kamu membisikkan sesuatu padaku. Lalu aku bertanya pada papaku, “Pa.. Apa dia boleh jadi temanku?” Papa pun mengangguk dan membolehkan kita berteman. Sejak saat itu kemana pun aku pergi kamu selalu ikut disampingku.
Satu lagi memori yang tak akan kulupakan, ketika mama dan papa memarahiku, kamulah satu-satu nya yang tetap berada disisiku. Kamulah yang membuatku mampu melupakan kesedihanku dengan bermain bersama. Kita bermain semalaman sampai aku jatuh tertidur sembari memelukmu.
Aku tahu, pasti kamu berpikir aku egois. Hanya mementingkan diriku sendiri, namun perlu kamu ketahui, aku sudah berjuang untuk mempertahankanmu. Kemarin malam tanpa mengajakmu, aku menghadap mama. Kukatakan pada mama kalau aku masih bisa fokus belajar meskipun aku masih bersama denganmu. Tapi seperti yang kamu tahu, mama adalah orang yang sangat tegas. Dan akhirnya aku tetap tak bisa mengubah keputusannya.
Semburat senja sudah terlihat di langit, hujan pun telah mereda. Mobil papa sudah menunggu di depan untuk mengantarmu pergi. Kugenggam tanganmu dengan erat, “Terima kasih.. kamu sudah menemaniku sepuluh tahun terakhir ini.” Kukecup keningmu untuk yang terakhir kalinya. Namun kamu tetap bergeming, setidaknya ucapkanlah kata perpisahan untukku, aku hanya ingin melepasmu tanpa merasa bersalah.
Kalau kamu terus begini, hatiku akan sakit setiap kali mengingat masa-masa kita bersama. Aku akan merasa kalau aku benar-benar egois dan tidak memperhatikanmu. Ya, memang benar aku patut disalahkan akan perpisahan kita. Tapi ingat satu hal, ini bukan keinginanku, bukan pula keputusanku. Mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Maafkan aku atas semuanya, karena aku tak mampu mempertahankan dirimu.
Teman kecilku, sahabatku, kamu kan selalu terukir di hatiku selamanya. Selamat tinggal boneka kesayanganku, semoga di tempat yang baru nanti kamu menemukan teman yang lebih baik dari diriku. Kumasukkan dirimu ke dalam kotak kardus bersama dengan barang-barang lain yang akan disumbangkan ke panti asuhan.