Tiba-tiba Rayn bergerak dengan memajukan wajahnya mendekati wajah Airin. Airin bahkan bisa merasakan hembusan nafas yang keluar dari hidung Rayn. Rayn semakin mendekat, detak jantung Airin menggila. Airin perlahan menutup matanya berharap sesuatu yang diinginkan terjadi. 1, 2, 3...
"Dapat.." Kata Rayn sambil mengambil kamera dari tangan Airin.
Ternyata keperluan Rayn tadi merapatkan tubuhnya ke Airin adalah untuk mengambil kamera. Saat melihat Airin lengah ditambah ia menutup matanya, langsung saja Rayn menyambar kamera Airin. Lantas Airin pun membuka matanya dan mendesis kesal. Lagi-lagi ia tertipu oleh Rayn.
"Rayn, kameraku.."
Airin mencoba mengambil kameranya dari tangan Rayn, namun Rayn refleks membelakangi Airin dan mengecek fotonya di kamera Airin. Sambil melihat-lihat foto yang diambil Airin, ia pun bersuara.
"Tadi kenapa kau menutup mata uh ? Kau berharap aku menciummu begitu ?", tanya Rayn yang masih membelakangi Airin.
"A-apa? Tentu saja tidak, aku tadi ngantuk", kata Airin yang sudah mengakhiri usaha untuk merebut kameranya dari tangan Rayn.
"Benarkah ? Wajah mu itu seperti seseorang yang siap untuk diinvasi. Apa kamu selalu menampilkan wajah seperti itu dihadapan semua laki-laki ?"
"Apa ? Te-tentu saja tidak" kata Airin sambil memalinGkan wajahnya ke kanan, saat ini wajahnya telah memerah sempurna.
" Dengar, aku tidak suka kau mengambil fotoku, dan aku tidak suka fotoku berada di kameramu, jadi...", saat ini Rayn duduk dengan tidak lagi membelakangi Airin.
Duaarrr... kretek kretek...
Belum sempat Rayn mengakhiri omongannya tiba-tiba terdapat kembang api yang meledak tepat di samping bianglala mereka. Hal ini wajar saja, karena bianglala mereka memang berada di titik paling atas di antara bianglala-bianglala lain. Melihat itu, mata Airin pun berbinar.
"Waah indahnya..."
Mendengar Airin yang mendesah kagum, mau tidak mau membuat Rayn ikut menatap hal indah yang dikatakan Airin tadi. Namun keadaan syahdu mereka berbeda dengan keadaan dua orang di bawah.
"Hmm, di mana Airin ?", tanya Dave pada Lisa.
"Itu...", kata Lisa sambil menunjuk bianglala dengan posisi paling atas.
"Airin dengan Rayn naik bianglala ? Bagaimana bisa ?", tanya Dave.
"Kenapa kakak harus meninggalkan mereka berdua ?"
"Maaf, tadi perutku benar-benar sakit, dan barusan aku muntah"
Mendengar penuturan Dave, Lisa hanya melirik sekilas Dave kemudian mendengus kesal kearah bianglala yang dinaiki Airin beserta Rayn.
Scene beralih ke dua sejoli yang sedang menikmati kembang api dari dalam bianglala. Kembang api itu memang menarik, namun ada yang lebih menarik perhatian Rayn, yaitu ekspresi bahagia Airin. Tanpa sadar Rayn menyunggingkan senyum saat melihat ekspresi Airin. Ia jadi berpikir, jadi ini yang dirasakan kakaknya saat memandangi wajah Airin yang tengah tersenyum bahagia, rasanya... hangat.
Entah pikiran darimana, akhirnya Rayn yang masih memegang kamera, memfokuskan kameranya ke wajah Airin yang tengah tersenyum dengan background kembang api. Namun sama seperti Airin, Rayn melakukan kesalahan dengan tidak mematikan suara kamera ketika foto telah terambil. Akhirnya terdengar bunyi 'cekrek' ketika Rayn berhasil mengambil foto Airin. Merasa ada yang memfoto dirinya, Airin pun menolehkan kepalanya ke samping kiri untuk melihat Rayn.
"Kau mengambil foto ku ya ?", tanya Airin.
"Tidak, untuk apa aku mengambil fotomu ? aku hanya mengambil foto kembang api itu..", kata Rayn sambil memfokuskan kameranya hendak memfoto kembang api.
"Oh"
Setelah mengatakan itu, Airin pun mengalihkan pandangannya ke kembang api lagi, sedangkan Rayn pun tersenyum karena ia menyadari betapa ia jauh lebih pandai berbohong daripada Airin.
Tak lama akhirnya bianglala itu berputar kembali. Bianglala yang dinaiki Airin serta Rayn juga sudah berhenti dibawah, itu akhirnya waku mereka menaiki bianglala sudah selesai. Sebelum menuruni bianglala, Rayn memberikan kamera yang dipegangnya kepada Airin. Kemudian Airin mengikuti Rayn yang telah keluar dari bianglala.
"Kalian naik bianglala berdua ?", tanya Dave saat melihat Rayn dan Airin telah mendarat sempurna.
"Hn, dia menarikku paksa", jawab Rayn.
"Aku pikir tangan yang aku tarik itu tangan kakak, ternyata malah Rayn. Saat aku sudah menaiki bianglala, aku baru sadar jika salah orang", tukas Airin.
"Benarkah ? aku kira kau memang sengaja ingin berduaan dengan Rayn", imbuh Lisa.
"Tidak, aku berencana untuk menaikinya bersama kak Dave. Tadi kakak kemana ?"
"Maaf, tadi perutku sakit. Akhirnya aku muntah"
"Apa ? Apa sekarang masih sakit ?", tanya Airin khawatir.
"Tidak, tidak... perutku sudah membaik"
"Kau bisa ke rumah sakit setelah ini jika kau merasa masih perlu pemeriksaan lanjutan kak. Untuk sekarang lebih baik kita pulang karena sudah malam. Dan kau... (menunjuk Airin) besok kita ada shooting film pagi, jangan telat"
Airin hampir saja lupa jika tidak diingatkan Rayn terkait shooting besok pagi. Karena memang jam sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam, akhirnya mereka berempat memutuskan untuk pulang dan berpisah. Airin mengendarai mobil pribadinya sendiri, Lisa bersama dengan asistennya, dan Rayn serta Dave yang pulang dalam satu mobil.
***
Keesokan harinya, seperti kata Rayn semalam, Rayn dan Airin menjalani shooting film bersama. Film kali ini bercerita tentang kisah persahabatan antara 4 orang yang dibubuhi dengan asmara. Rayn berperan sebagai Bara, Airin berperan sebagai Rachel. Di dalam film itu, Rachel menyukai sahabatnya, Bobby. Sedangkan Bobby menyukai Amanda, namun Amanda menyukai Bara, dan Bara menyukai Rachel.
Saat ini Airin dan Rayn sedang shooting adegan antara Rachel dengan Bara. Adegan ini diambil di samping kolam air mancur di fakultas ekonomi tempat Bara kuliah. Dalam film itu diceritakan jika setelah lulus SMA, akhirnya di perkuliahan hubungan Rachel dan Bara menjadi lebih dekat.
"Aku tidak bisa menerima cintamu..", ucap Airin sebagai Rachel.
"Kenapa ? bukankah kemarin kau bilang kau juga menyukai ku ?", kata Rayn sebagai Bara.
"Menyukai bukan berarti mencintai kan ?"
"Omong kosong, sampai kapan kau akan menyakiti perasaanmu sendiri ?"
"Maaf, tapi aku tidak bisa menyakiti Amanda, dia sahabatku.."
"Lalu bagaimana dengan aku? Bukankah aku juga sahabatmu.."
"Dia sudah mencintaimu sejak lama"
"Aku mencintaimu lebih lama daripada cintanya kepadaku"
"Tapi dia membutuhkanmu"
"Dan aku membutuhkanmu", Ucap Bara sedikit berteriak
"Maaf, aku benar-benar tidak bisa", Rachel mulai menangis.
"Aku mohon untuk sekali ini saja, ikuti kata hatimu, dan berhenti mempedulikaan orang lain", kata Bara sambil memegang kedua lengan Rachel.
Rachel pun menggelengkan kepala dan perlahan melepaskan pegangan Bara di kedua lengannya. Lalu ia melepaskan gelang perak motif bunga yang berada di pergelangan tangan krirnya. Gelang itu adalah pemberian dari Bara. Kemudian Rachel meraih tangan kanan Bara lalu meletakkan gelang itu di telapak tangan Bara.
"Maaf.."
"Oh, jadi begini akhirnya, akhirnya aku dikalahkan oleh Amanda karena kau lebih memilih menjaga perasaannya. Tapi apa kau pikir setelah ini aku akan membalas perasaan Amanda ? Tidak, sampai kapanpun itu tidak akan terjadi. Dan omong-omong, aku tidak butuh gelang ini"
Setelah mengatakan itu, lantas Bara membuang gelang yang berada digenggamannya ke kolam yang berada di sampingnya. Rachel yang melihat itu lantas kaget, sedang Bara melenggang pergi meninggalkan Rachel yang masih menangis.
"Tidak gelangnya..."
Setelah kepergian Bara, lantas Rachel menceburkan dirinya ke kolam di mana Bara melemparkan gelang tadi. Ketinggian air di kolam itu sekitar setinggi betis Rachel, jadi tidak berbahaya jika Rachel memasuki kolam tersebut. Rachel berusaha untuk menemukan gelang tadi dengans sekuat tenaganya.
"Dimana, dimana gelangnya ?", kata Rachel yang masih menangis di sela-sela pencarian terhadap gelangnya.
Tak berapa lama akhirnya ada seseorang yang menghampirinya.
"Rachel, apa yang kau lakukan ?", tanya seseorang itu.
"Bobby, Bobby, ayo tolong bantu aku menemukan gelang. Gelang itu tidak boleh hilang, aku tidak tidak mau kehilangannya", kata Rachel saat melihat Bobby.
"Oke oke"
Lantas Bobby memasukkan dirinya ke dalam kolam yang sama dengan Rachel, kemudian ikut mencari gelang yang dimaksud Rachel. Setelah agak lama mencari di dalam kolam, akhirnya Bobby melihat sesuatu memantulkan sinar matahari. Kemudian Bobby mengambilnya.
"Rachel, apa ini gelang yang kau maksud ?"
Mendengar ucapan Bobby, langsung saja Rachel menghampiri Bobby. Setelah memastikan itu adalah gelangnya, lantas Rachel mengambil gelang itu dari tangan Bobby.
"Iya, syukurlah kau menemukan gelang ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku jika aku sampai kehilangan gelang ini", kata Rachel menangisi gelangnya.
Melihat Rachel yang masih menangis meskipun gelang sudah diketemukan, lantas Bobby memeluk Rachel di tengah kolam dengan keadaan masing-maisng dari tubuh mereka sudah setengah basah karena air.
"Cut!!! Akting yang bagus Ai, Bim", kata sutradara menghentikan adegan filmnya.
Akhirnya sesi terkahir dari shooting ini selesai juga. Omong-omong tadi yang memerankan sebagai Bobby adalah aktor pendatang baru bernama Bimo Hartono. Lantas setelah menyelesaikan adegan filmnya, Airin segera menghampiri Icha. Namun di tengah jalan Airin tidak sengaja bertabrakan dengan Rayn.
"Eh, maaf"
"Niat jalan tidak ?", tanya Rayn.
"Maaf tadi aku menghindari nampan minuman yang dibawa kru"
"Hn"
Setelah mengatakan itu Rayn pun melanjutkn perjalanannya, namun..
"Eh tunggu, gelangku tersangkut.."
Benar saja, gelang property yang digunakan shooting tadi sekarang tersangkut di sweater biru yang dikenakan Rayn.
"Tck, merepotkan. Putuskan saja gelangmu, aku sedang buru-buru"
"Tidak, gelang ini sangat berharga bagiku",
Tentu itu sangat berharga, karena bagaimanapun orang yang memberikan dan memasangkan gelang itu di tangan Airin adalah Rayn, ya meskipun hanya dalam adegan film. Tapi tetep saja, ini adalah satu-satunya barang pemberian Rayn yang bisa ia simpan.
"Hei nona, kita sekarang bukan ada di adegan film lagi. Saat ini kau adalah Airin, bukan Rachel. Lagipula itu hanya property shooting, jika gelang itu putus juga tim produksi akan segera mencari penggantinya."
"Aku mohon tunggu sebentar saja"
Airin pun berusaha melepaskna gelangnya dari sweater Rayn. Namun agaknya Airin kesusahan dengan itu, 2 menit berlalu dan gelang itu tak kunjung lepas dari baju Rayn.
"Tck, lama"
Tak sabar, akhirnya Rayn membuka sweaternya. Gerakan melepas sweater membuat tangan kiri Airin terangkat. Rayn lalu memberikan sweater itu pada Airin. Setelah itu Rayn berlalu meninggalkan Airin tanpa sepatah kata pun. Airin hanya mampu menatap punggung Rayn yang mulai menjauhi dirinya. Setelah puas menatap kepergian Rayn, kemudian ia membalikkan badannya, dan seketika ia terkejut karena lagi-lagi ia menabrak seseorang.
"Aw, eh maaf kak", kata Airin setelah sadar siapa yang dia tabrak barusan.
"Ah tak apa", ujar Dave.
"Hmm, kalau begitu saya permisi dulu..", Airin hendak melangkah.
"Tunggu hmm, apa nanti malam kamu free ?"
"Aku ? hmm sepertinya iya"
"Begini aku mau mengajakmu makan malam di rumahku bersama kedua orangtuaku"
"Apa ? tapi-tapi kenapa harus mengajakku ?"
"Tak apa, aku hanya ingin mengenalkanmu kepada mereka. Lagipula ibuku adalah penggemarmu, jadi dia pasti senang melihatmu makan di rumahnya"
"Apa tidak apa-apa ?", tanya Airin memastikan.
"Sure, it's gonna be an amazing night my lady"
"Hmm, baik lah"
"Nanti malam aku jemput pukul 7 "
"Ah tidak perlu, aku bisa..."
"No no no, aku tidak menerima penolakan. Sampai ketemu nanti malam ya",
Setelah mengatakan itu Dave berlalu meninggalkan Airin. Sedangkan Airin hanya tersenyum geli. Kemudian Airin pun melanjutkan perjalanannya untuk menghampiri Icha selaku manajernya.
***
Seperti kata Dave tadi sore, akhirnya tepat pukul 7 malam, Dave menjemput Airin di apartementnya. Setelah kurang lebih setengah jam mengendarai mobil menuju kediaman Dave, akhirnya disinilah mereka telah sampai di mansion besar dengan cat putih.
Langsung saja Dave turun dari mobil, kemudian membukakan pintu untuk Airin. Airin malam ini terlihat cantik dengan balutan dress hitam selutut bermotif bintang. Sedangkan Dave tak kalah tampannya dengan mengenakan sweater abu-abu bermotif burung walet. Langsung saja Dave mengapit lengan Airin, kemudian membimbingnya untuk memasuki mansion yang besar ini. Pemandangan pertama yang dilihat Airin adalah Lukisan besar yang berisi Rayn, Dave dan kedua orang tuanya di ruang tamu rumah itu. Rumah ini bergaya klasik, wajar saja jika setiap ruangan dari ruangan tampak begitu luas dan elegan.
Melanjutkan perjalanan akhirnya mereka memasuki ruang makan. Di sana ternyata mereka telah ditunggu oleh kedua orang tua Dave.
"Halo, selamat datang sayang..."
Melihat tamu yang ditunggunya datang, langsung saja Ratih Wijaya, ibu Dave menghampiri Airin kemudian memeluknya senang.
"Kamu cantik sekali", kata Ratih Wijaya sambil memandangi Airin dari bawah ke atas.
"Hehe terimakasih nyonya", ucap Airin.
"Nyonya ? panggil aku tante..."
"Oh, iya tante..."
"Ayo makan, Ayah Dave sudah menunggu"
Kemudian Ratih Wijaya membimbing Dave dan Airin menuju meja makan yang telah tersedia. Sebelum mendudukkan diri, Airin pun bersalaman dengan Deny Wijaya sang kepala keluarga. Untuk ukuran meja makan, meja berbentuk elips yang tersaji di depan Airin ini lumayan besar dengan 6 kursi makan ya ng mengitarinya. Deny Wijaya duduk di kursi utama, sedangkan Istrinya duduk disisi kanan meja berhadapan dengan Dave yang berada di sisi kiri meja. Sedangkan Airin hingga saat ini masih berhadapan dengan kursi kosong.
"Dimana Rayn, Bu ?", tanya Dave.
Mendengar pertanyaan Dave kepada ibunya, membuat Airin juga penasaran dengan jawaban Ibu Dave.
"Tadi dia bilang mau ganti baju, sebentar lagi juga pasti turun", Jawab Ibu Ratih.
Benar saja, tak lama setelah mengatakan itu, Rayn pun terlihat sedang berjalan menuju meja makan. Saat itu pula Rayn bertemu pandang dengan Airin. Rayn tampak terkejut melihat kehadiran Airin di dalam rumahnya.
"Itu dia, sini sayang duduk", kata Ibu Ratih mempersilahkan duduk di sebelah kanannya.
Otomatis saat ini Rayn sedang duduk berhadapan dengan Airin. Merasa bingung akhirnya Rayn membuka suaranya.
"Kenapa ada dia ?", tanya Rayn entah pada siapa, karena saat ini Rayn tengah menatap Airin.
Bersambung...