HARTAWAN, PAPINYA Bagus, jadi orang paling berisik di rumah. Apalagi kalau waktu mandi. Dia suka menyanyikan lagu Ebiet G ade yang judulnya “Renungkan”. Coba saja cari liriknya di internet kalau kalian mau tau, apa alasan papinya Bagus menyanyikan lagu itu.
Meski suaranya sumbang dan tak berirama sama sekali, Hartawan akan tetap bernyanyi. Entah itu siang atau malam. Dia juga suka memainkan gitar dengan chord asal. Musik kemana, lagu kemana. Yang penting baginya adalah ia tetap happy.
“Bagus...” Hartawan mencengkram pundak Bagus yang sedang duduk seorang diri, di ruang tamu.
Bisa dikatakan itu mirip di film horor. Ya, ketika kau melamun ada sepotong tangan yang menjulur di belakangmu dan dengan suara rendah yang berat terdengar di telinga.
“Papi!” kata Bagus nampak sebal.
Hartawan cekikikan. "Mana? Katanya mau pulang bawa mantu buat Papi. Kok pulang tangan kosong. Kucel juga mukanya.”
Bagus hanya meleos ketika Hartawan coba duduk di dekatnya. Ia punggungi Papinya dan sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya.
“Aneke menolakmu, kan, Gus?”
Bagus diam, dia yang sedang memunggungi Hartwan mendadak termenung.
“Papi udah bilang, Aneke itu gak baik buat kamu. Mending itu Shelma anak sebrang rumah. Baik, sopan,lemah lembut...”
“Yah kalau itu selera Papi, nikahi aja dia.”
“Maunya, sih! Tapi, Papi, kan, udah ada ibu. Seandainya Shelma lahir dua puluh tahun lebih cepat ...” Hartawan menggaruk dagunya sambil berkhayal.
“Papiiii!!!” suara Sahima terdengar dari ruang makan, menegur suaminya.
“Aku bercanda, Sayang,” teriak Hartawan seraya mencondongkan badannya ke arah ruang makan. “Kau yang paling cantik di dunia ini,” tambahnya demi membuat hati Sahima senang.
“Hekh!” Hartawan menjitak kepala anaknya, “gara-gara kamu ini,” katanya. “Terus gimana Aneke? Dia menolakmu dengan alasan apa? Dompetmu kurang tebal? Atau karena kau gak punya Lamborgini?”
“Siapa yang ditolak, Pi?” sergah Bagus. “Bagus pulang itu karena ada kerja’an di sini. Lagian ya, Bagus yang mutusin hubungan. Bukan Aneke.”
“Hiiis, masih mau bohong aja sama Papi. Pa..”
“Pi, kata ibu udah waktunya makan malam..” Faiz yang muncul menyela ucapan Hartawan.
Hartawan menghela nafas, obrolannya dengan Bagus kali ini tertunda. Dia bahkan belum bertanya Bagus kerja apa.
“Oke-lah, kita makan dulu. Ayo, Gus..” ajak Hartawan pada anak sulungnya.
“Papi duluan aja, Bagus masih kenyang.”
“Kenyang patah hati ya, Gus,” Hartawan mengulum senyum. “Ayolah Iz,” Hartawan kini merangkul pundak Faiz, “kita tinggalkan Mas-mu yang lagi patah hati.”
Seperti biasa, Hartawan dan Faiz selalu kompak jika merundung Bagus. Mereka pun meninggalkan Bagus seorang diri untuk menikmati me time-nya.
Aneke... Bagus bergumam, menyebut nama gadis yang ia kejar sampai ke Osaka, Jepang. Aneke bilang dia ada pekerjaan di sana, meninggalkan Bagus seorang diri di Indonesia. Mereka hanya berkomunikasi melalui telepon. Selama dua tahun ini hubungan mereka baik-baik saja. Meski Hartawan tak pernah setuju Bagus dekat dengan Aneke. Itu dikarenakan gaya hidupnya yang terlalu glamour.
***
Satu Minggu kemarin adalah hari yang berat. Hari yang benar-benar membuat Bagus ingin melompat dari tempat tinggi, dalam artian yang sebenarnya. Lagipula, dia dapat teman yang sinting.
Bagus ke Osaka, berencana untuk melamar Aneke dan mungkin akan menetap disana. Kebetulan, Bagus juga punya hobi fotografer, mungkin disana dia ada peluang untuk lebih sukses. Sayang, ketika dia sampai di Osaka, Aneke sama sekali tak bisa di hubungi. Bahkan social media –nya pun tak aktif.
Beruntung, Bagus ditemani Ikeuchi Ryouga. Sahabatnya yang asli penduduk sana. Mereka bertemu ketika ada forum komunitas belajar bahasa. Bagus kala itu belajar bahasa Jepang dan Ryouga belajar bahasa Indonesia. Mereka sering bertukar dalam komunikasi. Jika Bagus mau bicara dengan Ryouga dia akan menggunakan bahasa Jepang, begitupun sebaliknya. Jika Ryouga mau bicara dengan Bagus, dia menggunakan bahasa Indonesia.
Kebetulan Ryouga tinggal di daerah Namba, sebuah kota bagian selatan dari Osaka. Tiga hari di kota terbesar ketiga di Jepang itu, Bagus mencari Aneke. Untung saja, Ryouga membolehkan Bagus menginap di rumahnya. Kalau tidak, dia bisa saja jadi gembel di sana.
Okasan-Obasan, alias ibu dan bapaknya Ryouga juga baik pada Bagus. Mereka yang tahu Bagus seorang muslim, mau memasakkan makanan halal untuk Bagus. Seperti sushi ikan, atau ramen tanpa daging babi. Kadang-kadang mereka juga membuatkan Bagus nacho. Itu makanan dari kedelai, mirip tauco kalau orang Indonesia bilang.
Di bulan Maret, daripada galau menunggu kabar dari Aneke, Ryouga mengajak Bagus pergi berburu foto. Bunga Plum atau penduduk sana bilang umme, sedang bermekaran kala itu dan tempat yang cocok untuk di kunjungi, salah satunya Istana Osaka.
Ryouga mengajak Bagus pergi ke Osaka Castle, untuk menikmati bunga Plum yang bermekaran, sekaligus bisa mencari objek foto. Dengan mengalungkan kamera DSLR yang seharga hampir lima belas juta rupiah di leher, Bagus berangkat bersama Ryouga. Ada dua pilihan untuk bisa sampai kesana. Mereka bisa pergi menggunakan kereta bawah tanah Sennichimae Line menuju Stasion Tanimachi Kyochume atau naik kereta Midosuji Line, dengan biaya perjalanan yang sama yaitu sekitar ¥250.
Pilihan mereka jatuh pada, kereta bawah tanah Sennichimae Line, karena itu yang memakan waktu perjalanan lebih singkat sekitar delapan menit. Dari sana dia menuju Stasion Tanimachi Line atau yang dikenal juga sebagai Osaka Subway.
Dari Osaka Subway, mereka berpindah ke Stasion Tanimachi Yonchome, selanjutnya tinggal berjalan kaki untuk sampai di tujuan. Tak ketinggalan, selama menikmati perjalanannya, Bagus juga sempat mengambil berbagai gambar dan mengabadikannya ke dalam lensa kamera.
Bagus sampai di Istana Osaka. di sisi timur Istana Osaka Umme, sedang bermekaran. Bagus memulai aksinya di sekitar taman Plum, menukik kebawah, jongkok, atau mendongak keatas, demi menciptakan foto yang sempurna. Kadang dia mengambil dalam bentuk lanscape, dan kadang berbentuk potrait.
Puas mengambil gambar dari luar Istana Osaka, Bagus berencana untuk masuk kedalam dan memotret dari puncak istana. Konon katanya, dari sana kita bisa melihat seluruh kota Osaka. Kota yang mendapat julukan dapur dunia. Sayang sebelum sampai puncak Bagus melihat Aneke. Dia bergandengan mesra dengan lelaki asing.
Bagus, tanpa pikir panjang lagi mendorong lelaki tersebut, sampai membuatnya nyaris tersungkur.
“Bagus!’ Aneke justru membentaknya.
“Jadi ini, alasan kau gak bisa dihubungi?”
Aneke memalingkan wajah, lalu berbisik sebentar pada lelaki asing yang baru saja di dorong olehnya. Oh, jika saja ini di negaranya, Bagus pasti sudah memakinya habis-habisan. Sayang, ini negara orang, Bagus tak berani sembarangan.
Aneke menuntun Bagus untuk menjauh. “Lepas!” Bagus menghempas tangan Aneke. “Sejak kapan kau begini?”
Aneke menghela nafas. “Berapa kali aku mau mengatakannya? Kau yang gak pernah dengar.”
Bagus tertawa pahit. “Peduli setan!”
“Yah itu!” Aneke tersulut. “Kau memang gak pernah berubah, urakan dan gak ada masa depan. Perempuan sepertiku, harus bersama denganmu?” Aneke menyoroti Bagus dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Kau bisa pikir sendiri!” Aneke berlalu begitu saja, meninggalkan Bagus yang melongo karena ucapannya.
Bagus menghela nafas, udara dingin menimbulkan secuil asap dari hembusan nafasnya. Bagus berjalan gontai menuju puncak istana. Ryouga yang memperhatikan, segera menyusul Bagus.
“Bagusu Kun...” panggilnya. “Kamu baik-baik saja?” katanya dengan aksen Jepang.
“Genkidesu, aku baik-baik saja,” jawab Bagus.
Bagus pergi ke menara Istana Osaka dan mau lompat lantaran patah hati. Di Jepang memang biasa orang bunuh diri, mereka mengenal istilah ini dengan istilah Harakiri. Ryouga sialan itu, bukannya melarang. Dia malah bilang, “kalau kau lompat disini kasian petugas yang bersihin mayatmu!”
Nani!! Alias apa!! Ryouga pikir, Bagus itu apa? Sampah? Bagus kala itu tak bersungguh-sungguh ingin lompat, hanya mau mengetes saja. Sialnya, Ryouga malah begitu. Dia justru menawarkan Bagus untuk pergi ke Aokigahara, hutan yang biasa jadi tempat bunuh diri. Melihat Ryouga begitu, Bagus justru ingin melemparkan bocah itu ke bawah.
@yurriansan sama sama ... 😄😄
Comment on chapter TIGA SEKAWAN