Read More >>"> Unending Love (End) (#3 Dunia Vampir) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unending Love (End)
MENU
About Us  

Hai...

Beberapa minggu aku gak update, sebenarnya aku masih bingung untuk mengatur jadwal update UNENDING LOVE. Tapi khusus minggu ini, dan sebagai permintaan maaf karena menghilang, UNENDING LOVE akan update tiga kali!!! Yeah!!!

Karena ini cerita pertamaku bertemakan Fantasy, aku butuh saran dari teman-teman, pun juga kritik jikalau ada beberapa hal yang kurang dari ceritaku ini. Juga tak lupa like dan share ya.

Salam hangat,

-SR-

.

.

.

.

Aku terbangun keesokan harinya. Ruangan tempatku terbangun bukan lagi kamar di apartemenku, tapi lima, tidak, bahkan sepuluh kali lebih besar dari kamarku sebelumnya. Kamar dengan gaya Eropa yang menonjol ini didominasi oleh warna emas dan merah marun. Sepertinya makhluk buas bernama Axel itu menyukai warna merah marun.

Aku melihat sekeliling ruangan ini, kasur empuk yang kududuki sekarang pun rasanya membuatku ingin kembali ke alam mimpi dan tidak ingin terbangun untuk waktu yang lebih lama lagi.

Kemudian, pintu kamar itu diketuk dan seseorang memanggilku.

“Nona Elena.” Suara perempuan memanggil namaku.

“Umm, ya silahkan,” kataku sedikit kikuk.

Seorang pelayan datang membawakan sebuah nampan berisi makanan yang masih beruap. Ia lalu berdiri di samping kasur yang kududuki.

“Selamat pagi Nona Elena,” sapanya.

Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung. Rasanya aku seperti seseorang yang baru diangkat menjadi seorang putri kerajaan.

“Saya membawakan sarapan untuk Nona, sejak kemarin Nona tidak bangun-bangun. Tuan Grine bilang Nona belum makan sejak dua hari lalu,” terangnya.

Ya ampun, ternyata aku masih bisa hidup setelah tidak makan selama dua hari. Aku bahkan tidak menyadarinya.

“Oh…”

Pelayan itu memberikan nampan yang dibawanya padaku. Di atas nampan itu ada sup krim, croissant, dan segelas susu coklat. Wah! Benar-benar menu seorang bangsawan saja.

“Nona tidak menyukainya?” tanya pelayan itu.

“Ah apa? Tidak, tidak. Kelihatannya lezat sekali,” kataku lalu menyendoki sup krim tersebut. Dan ucapanku tadi bukan sekedar bualan ternyata. Sup krim ini benar-benar lezat.

“Enak!” pujiku.

Pelayan itu tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanyan sejenak. “Terima kasih atas pujiannya Nona. Syukurlah rasanya cukup mirip dengan makanan yang biasa Nona makan di dunia manusia.”

Ah! Aku berada di dunia yang tidak masuk akal ya. Mansion tua penuh misteri milik makhluk buas bernama Axel yang kemarin menghisap lagi darahku. Kulihat lenganku kini dibalut sebuah perban yang berbeda.

“Ada apa Nona?” tanya pelayan itu.

“Umm… Maaf sebelumnya, tapi aku tidak biasa dipanggil dengan embel-embel nona semacam itu. Aku juga tidak pernah dilayani seperti seorang putri kerajaan, dan biasanya aku hanya makan semangkuk sereal juga air putih. Jadi, panggil aku Elen saja.”

“Maaf Nona, tapi Tuan Axel meminta kami untuk melayani Nona seperti kami melayaninya.”

“Kenapa?”

“Kalau soal itu saya kurang tahu. Tapi Nona, saya harap Nona bisa betah di sini, meski pun kelihatannya Tuan Axel seperti itu, tapi Tuan adalah vampir yang sangat baik hati.”

Semakin tidak masuk akal.

“Maaf jika aku mengatakan hal yang menyinggungmu.”

“Tidak apa-apa Nona, sungguh.”

“Aku akan menghabiskan sarapan ini dulu kalau begitu.”

“Baiklah Nona, saya akan menyiapkan air hangat terlebih dahulu.”

“Terima kasih, umm… aku belum tahu namamu.”

“Chas Nona, panggil saya Chas. Mulai hari ini Nona tidak perlu sungkan meminta bantuan apapun pada saya.”

“Nona Chas?”

“Chas saja Nona.”

“…. Chas. Panggil aku Elen.”

“Baik Nona.”

Kelihatannya pelayan bernama Chas itu berusia di atasku. Aku jadi canggung jika harus memanggil namanya tanpa embel-embel apapun.

 

****

 

Air hangat dengan kelopak bunga mawar yang disediakan Chas tadi membuat tubuhku kembali segar. Setelah membersihkan diri, aku duduk di sebuah sofa di dalam kamar yang kutempati semalaman. Pemandangan dari balik jendela besar itu adalah sebuah taman bunga yang cukup luas dan ada air pancur yang terbuat dari marmer di tengah-tengahnya. Hanya yang kusayangkan adalah cuaca di dunia ini yang tak pernah sedikit pun terpapar sinar matahari. Hujan, angin, dan awan gelap selalu datang bergantian sepanjang tahun. Seolah-olah di dunia ini hanya ada musim dingin saja. Itu yang diceritakan Chas padaku.

“Hah…. Sayang sekali.”

Di kepalaku terlintas bayangan ayahku. Apa yang dilakukan makhluk itu pada ayahku? Apa ayahku baik-baik saja? Aku ingin bertemu dengannya. Luka yang didapatnya pasti cukup menyakitkan. Sejahat apapun beliau, tetaplah ayah kandungku. Keluargaku satu-satunya.

“Nona.”

Suara Grine menghancurkan pikiran-pikiranku tentang ayah. Ia sedang berdiri di ambang pintu.

“Ya?” balasku.

“Boleh saya masuk?”

“Oh tentu saja. Masuklah.”

Grine lalu masuk dan duduk di hadapanku. Ia membawakan teh hangat yang kemudian kusesap aromanya. Wangi.

“Earl Grey,” sahutku.

“Tidak ada yang bisa menolak teh tersebut,” ucap Grine.

“Bahkan es krim dengan komposisi dasar teh ini juga benar-benar enak.”

“Saya setuju.”

Kemudian kami berdua tertawa.

“Oh ya, ada apa?” tanyaku.

“Sejak kemarin saya belum menjelaskan apapun pada Nona perihal semua ini. Jadi, jika Nona tidak capek, bisakah Nona ikut dengan saya? Saya akan mengajak Nona mengelilingi mansion ini, dan memperkenalkan dunia ini pada Nona.”

Grine seperti tahu apa yang sedang kupertanyakan mengenai dunia ini. Mungkin ia tahu dimana ayahku berada sekarang.

“Tentu saja.”

Setelah acara minum teh, Grine membawaku mengelilingi mansion ini sambil menceritakan dunia vampir.

“Dulu, vampir dan makhluk-makhluk yang dianggap mitos tinggal berdampingan dengan manusia. Namun, sifat alami manusia akan kecemasan dan ketakutan membuat manusia memburu kami dan bahkan ada sebuah daerah di mana seluruh makhluk-makhluk mitos itu di musnahkan secara masal,” terang Grine.

“Genosida?”

“Iya. Para leluhur kami membuat sebuah portan di mana makhluk-makhluk yang tersisa secara perlahan di pindahkan ke tempat lain yang tidak bisa dijangkau oleh manusia. Namun, beribu-ribu tahun kami menempati wilayah baru itu, secara perlahan makhluk-makhluk tersebut musnah akibat tidak sanggup beradaptasi di dunia yang lumayan berbeda dengan dunia manusia.”

Saat aku sekolah, seorang guru sejarah pernah menceritakan sebuah kisah yang mirip seperti yang diceritakan oleh Grine. Makhluk-makhluk yang abadi dalam cerita fantasi itu pernah menghuni bumi dan hidup berdekatan dengan manusia. Lalu seakan takut akan dimusnahkan oleh makhluk yang lebih kuat, manusia dengan serakah mengambil alih dunia ini dan mengusir atau bahkan memusnahkan makhluk-makhluk tersebut.

“Dan salah satu makhluk yang tersisa adalah bangsa vampir?” tebakku.

“Benar Nona.”

Penjelasan Grine mungkin menjawab separuh pertanyaan yang kupendam sejak kemarin. Tapi, dari ceritanya itu aku merasa bahwa bangsa vampir mungkin akan membalaskan dendam pada manusia, dan salah satu tumbal mereka adalah aku.

“Dan Tuan Axel membawaku kemari untuk membalaskan dendam pada manusia?” tanyaku hati-hati.

“Tentu saja tidak Nona. Sudah beribu-ribu tahun berlalu, populasi bangsa vampir dan makhluk-makhluk lainnya tidak lebih dari seperempat populasi manusia yang ada di dunia. Jika kami menyerang mereka, yang ada hanyalah bunuh diri dan peristiwa genosida itu kembali terulang. Lagipula, kekuatan kami tidaklah sehebat dulu. Seiring berjalannya waktu, sama seperti manusia, kami pun mulai berevolusi dan semakin melemahkan kekuatan kami.”

“Tapi kenapa Tuan Axel membawaku kemari jika selain membalaskan dendam pada manusia?”

“Tuan pasti mengatakannya kemarin.”

“Karena darahku manis.”

“Maka memang itulah alasannya, Nona.”

“Kau juga akan meminum darahku? Chas juga? Dan pelaya-pelayan yang kulihat di dapur tadi?”

Aku memberondong Grine dengan semua pertanyaan menyangkut darah dan nyawaku, tapi yang terjadi Grine justru tertawa mendengarnya. Sungguh, pertanyaanku itu bukanlah sebuah lelucon.

“Nona tahu LSD?

“Ah! Jenis narkoba yang membuat seseorang berhalusinasi.”

“Nona tahu kan jika harga satu obat itu cukup mahal?”

“Iya, mungkin.”

“Seperti itulah darah manusia bagi para vampir. Makanan utama kami tidak lagi darah manusia. Kami biasa makan darah hewan atau makanan yang biasa di makan oleh manusia. Hanya saja, jika seorang vampir meminum darah manusia, energi yang dimilikinya lebih besar dari biasanya. Tentu saja ada risiko besar jika kita meminum darah manusia.”

“Risiko?”

“Untuk hal itu mungkin lain kali kita akan membahasnya lagi Nona. Hari mulai malam, suhu di dunia ini akan lebih dingin jika malam hari.”

Aku melihat langit yang mendung semakin gelap gulita. Meski perbedaannya tipis, tapi Grine benar jika sebentar lagi malam akan tiba. Berbicara dengan Grine mengenai dunia ini dan vampir seperti sedang mendengarkan cerita mitos yang dibuat-buat, tapi ini nyata. Aku mengalaminya sekarang.

Halaman belakang mansion ini sudah kami tempati berjam-jam lamanya, tanpa sadar Grine bisa membuatku nyaman berbicara dengannya. Meski pun kurasa pertanyaanku itu sedikit tidak sopan.

“Nona.” Grine memanggilku yang akan melangkah masuk ke dalam mansion.

“Ya?”

“Jika Nona kesulitan mengenai apapun itu, jangan sungkan meminta bantuanku, Chas, atau Tuan Axel.”

Aku membalas ucapan Grine dengan senyuman. Dia adalah sosok vampir yang elegan, berkelas, ditambah tatapan matanya yang menenangkan. Mungkin jika dalam usia manusia, Grine memiliki paras sekitar 30 tahunan. Walaupun kutebak umurnya tidak semuda itu.

“Grine boleh aku menebak sesuatu?”

“Menebak apa Nona?”

“Umurmu sekitar 725 tahun?”

Grine kemali tertawa. “719 tahun.”

“Wah!!!”

Entah kenapa tapi aku kagum padanya. Dan padaku yang jago menebak usia vampir.

“Lain kali aku ingin mendengar London 200 tahun yang lalu. Kau pasti sudah berada di dunia manusia selama itu bukan?”

“Tentu Nona. Apapun itu akan saya usahakan.”

Sudah sekitar dua abad Grine berhubungan dengan dunia manusia melalui portal di dahan kayu yang pernah kulewati itu. Grine memiliki ketertarikan tersendiri terhadap manusia. Entah bagaimana ia bisa tetap berada di dunia manusia selama itu. Apalagi aset milik Grine di dunia manusia tak ternilai harganya.

Intinya, dia seorang pengusaha abadi yang terlampau sukses.

 

****

 

Tapi pertanyaan mengenai ayahku belum terjawab. Grine menyarankan untukku bertanya langsung pada Axel saat makan malam nanti. Aneh rasanya harus satu meja dengan pemangsamu sendiri.

Pria bernama Axel yang kemarin membuatku pingsan itu sedang menyantap makan malamnya. Ruang makan mansion ini seperti ruangan apartemenku dikalikan dua. Di tengah-tengah ruangan ini ada meja kayu panjang dan deretan kursi-kursi yang mengelilinya. Kami saling makan dalam diam dengan jarak yang menurutku cukup aman. Hanya kami berdua di ruangan ini, dengan suara nyaring peralatan makan yang saling beradu.

Percakapan kami tak sehangat aku dan Grine. Rasanya jarak yang terbentang luas justru hadir diantara kami berdua. Mungkin aku takut, atau canggung, atau hal-hal lain yang belum bisa aku terima atas keputusan yang dibuatnya itu tentang nasib hidupku.

“Kau tidak suka makanannya?”

Suara berat pria itu membuatku harus mengangkat kepala dan melihat ke arahnya. Pisau dan garpu yang terbuat dari perak itu sedang ia pegang dengan kedua tangannya. Di film yang kutonton, vampir benci sekali dengan peralatan perak, katanya itu bisa membakar kulit mereka. Tapi tangan pria itu baik-baik saja.

“Grine!”

Asap hitam mengepul di samping pria itu duduk. Lalu sosok Grine keluar dari asap hitam tersebut, membuatku terkesima seperti aksi sulap saja.

“Berikan hidangan yang lain untuknya,” titah pria itu dengan angkuhnya.

Grine menunduk lalu menghilang, tak lama kemudian dia kembali membawa semangkuk sup untukku.

“Eh! Kenapa kau mengganti makananku?” tanyaku.

“Kau tidak memakannya. Untuk itu aku menggantinya.”

Aku tidak habis pikir dengannya. Dia sesuka hati melakukan apapun tanpa bertanya pada lawan bicaranya. Aku diam bukan berarti aku tidak berselera, tapi memangnya masuk akal berada satu meja dengan pemangsamu sendiri. Bukankah itu cukup aneh. Atau jangan-jangan pria itu memang sering melakukan hal yang sama terhadap mantan-mantan buruannya. Kau tahu kan maksudku?

“Aku heran apakah semua bangsa vampir selalu seenaknya sepertimu?” tanyaku.

Pria itu kini mulai memandangiku juga. Cukup sudah rasa takut atau apalah itu. Pria ini benar-benar tidak masuk akal dan membingungkan.

“Apa maksudmu?” tanyanya dingin.

“Kau memaksaku datang ke mansion ini tanpa menjelaskan apapun selain menjadikan diriku hewan ternakmu. Lalu kau menyuruhku berada satu meja denganmu. Apa kau tidak berpikir jika mungkin saja aku tidak nyaman bersamamu?”

“Hewan ternak katamu? Kenapa kau mengataka hal mengerikan semacam itu?!” tanyanya lagi semakin ketus.

Aku cukup gentar melihat ia yang mulai naik pitam. Tapi sungguh perlakuannya padaku benar-benar membuatku kesal dan tidak habis pikir.

“Iya, hewan ternak. Lalu apa lagi sebutan yang cocok untukku? Kau memisahkanku dengan ayahku lalu membawaku ke tempatmu yang jauh dari kata normal untukku. Kau bahkan tidak menceritakan kabar ayahku. Memangnya semua ini baik-baik saja untukku?!”

Saat itu aku mungkin sudah gila, atau sebenarnya aku begitu cemas karena tidak tahu mengenai kabar ayahku. Lalu ditambah dengan sikap arogan dan seenaknya sendiri dari pria itu. Jadi semua kulampiaskan padanya.

Aku menggebrak meja makan lalu keluar dari ruang makan dan meringkuk di balik selimut kamarku. Aku menangis malam itu. Semua ini begitu asing dan menakutkan. Tapi dia tidak menjelaskannya sendiri tentang semua ini. Dia hanya diam dan menyesap darahku saja. Benar-benar menyebalkan.

 

****

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Whoaa ... Seruu ini. Aku suka😍. Minim typo juga. Liked

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • cintikus

    @YantiRY Hai, makasih ya udah membaca tulisanku. Chapter-chapter selanjutnya sudah siap menanti :)

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • YantiRY

    Like. Ditunggu chapter2 berikutnya.

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
Similar Tags
Guguran Daun di atas Pusara
434      292     1     
Short Story
Tyaz Gamma
913      637     1     
Fantasy
"Sekadar informasi untukmu. Kau ... tidak berada di duniamu," gadis itu berkata datar. Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya. "Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang nampak di manik kelabunya...
Shymphony Of Secret
299      232     0     
Romance
Niken Graviola Bramasta “Aku tidak pernah menginginkan akan dapat merasakan cinta.Bagiku hidupku hanyalah untuk membalaskan dendam kematian seluruh keluargaku.Hingga akhirnya seseorang itu, seseorang yang pernah teramat dicintai adikku.Seseorang yang awalnya ku benci karena penghinaan yang diberikannya bertubi-tubi.Namun kemudian dia datang dengan cinta yang murni padaku.Lantas haruskah aku m...
in Silence
408      283     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Percikan Semangat
847      452     1     
Short Story
Kisah cinta tak perlu dramatis. Tapi mau bagaimana lagi ini drama yang terjadi dalam masa remajaku. Cinta yang mengajarkan aku tentang kebaikan. Terima kasih karena dia yang selalu memberikan percikan semangat untuk merubahku menjadi lebih baik :)
Just Another Hunch
423      283     3     
Romance
When a man had a car accident, it\'s not only his life shattered, but also the life of the ones surrounding him.
Fallin; At The Same Time
2077      1110     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
HEARTBURN
348      253     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Prakerin
6173      1678     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Redup.
426      257     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.