Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sapi Betina
MENU
About Us  

Dua orang itu muncul secara tiba-tiba, terpisah beberapa meter di sebuah jalan setapak yang lengang. Sesaat mereka berdiri terpaku. Lampu minyak yang mereka bawa terangkat tinggi, terarah ke wajah yang lain. Setelah saling mengenali, keduanya mulai berjalan beriringan ke arah yang sama. Jubah panjang mereka yang berwarna putih, berkibaran saat mereka melangkah dengan cepat-cepat.
"Bagaimana?" tanya yang seorang.
"Aku butuh keajaiban," sahut Rai'na.
"Aku juga," sahut Qarah.

Mereke belok ke kanan, ke arah jalan raya yang lebar yang menjadi ujung jalan itu. Pagar tanaman dari kayu yang tinggi, membelok di belekang mereka, danperlahan-lahan menghilang di kejauhan. Tidak seorang pun dari mereka yang berkata lagi, atau memperlambat langkahnya. Di depan, sebuah pagar besi tinggi tampak menjulang. Dalam kesunyian, kedua perempuan itu mengangkat lengan kanan mereka sebagai sebuah salam perpisahan.

Rai'na memutar badannya, berbelok ke kiri ke jalan setapak di sisi jalan raya itu. Sebuah desikan terdengar di suatu tempat tak jauh darinya. Tapi, ternyata sumber desikan itu adalah kelepak burung hud-hud, yang tengah menukik ke arahnya. Rai'na menghentikan langkahnya, mengulurkan tangan kanan, dan burung hud-hud itupun mendarat, tepat di lengannya.
"Semoga ini balasan dari Unzurna," ujar Rai'na, sambil membuka gulungan kertas yang terikat di kaki burung pengantar pesan itu.
"Ru'unah?" gumam Rai'na, tidak percaya, "Puncak hitam. Sendiri."



Beberapa saat lamanya, Rai'na terperangah ngeri. Sekujur tubuhnya seolah tersihir oleh tiga kata dalam surat itu. Tantangan! Itulah maksud isi surat musuh bebuyutannya. Dan sepanjang perjalanan pulang, Rai'na terus memikirkan isi surat Ru'unah.


Kastil tua dari batu di ujung jalan itu tampak sepi dan gelap. Hanya sebuah cahaya lampu minyak, yang berkilau menembus kerai jendela yang tertutup di lantai atas.
"Andai engkau di sini, Unzurna." Rai'na mengeluh, seraya memasukan kunci pintu kastilnya.

Setelah menaruh lampu minyak di atas meja, Rai'na langsung menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Sejenak dia memejamkan mata, mengenang-ngenang masa lalu yang dirindukannya.

Rai'na dan Unzurna adalah saudara kembar, sedang Ru'unah merupakan saudara tiri mereka. Ru'unah sendiri orangnya mudah bersungut. Hal inilah yang membuatnya dibenci banyak orang, kecuali Samiri satu-satunya teman Ru'unah. Sedang Rai'na dan Unzurna memiliki sifat yang kebalikan dari Ru'unah. Tapi demikian, setiap malam, ketiga perempuan itu akan berkumpul di atap kastil, untuk bersama-sama memandangi langit.
"Kalian tahu apa satu-satunya yang aku inginkan?" Ru'unah akan selalu bertanya.
"Patung anak sapi dari emas." Rai'na pasti menjawab.
"Tepat sekali."
"Kenapa engkau menginginkan patung konyol itu, Saudaraku?" Unzurna akan menyahut.
"Sebab, bukankah dunia ini hanya sebuah permainan dan sendagurauan?!"
"Jangan menjadi orang yang buta dan tuli, yang berjalan di tengah hujan lebat dengan kilat yang menyambar-nyambar, Saudaraku." Unzurna selalu menasehati.
"Begitulah kata orang."
"Tapi, kalian tetap petrichorku, Saudara-Saudaraku," ujar Rai'na.
"Aku benci penyair," sela Ru'unah, "pembual yang payah."
"Jangan bersungut begitu," sahut Unzurna.
"Tidak usah menasehatiku. Aku tahu persis diriku."

Rai'na terkesiap dari lamunannya. Sesuatu di luar terdengar mengetuk kaca jendela kamar. Dengan was-was Rai'na bangkit dan mendekat jendela, menarik kerai lalu membuka selotnya. Seekor hud-hud menerobos masuk kamar, lalu hinggap di tiang untuk menggantung jubah.

"Hud-hud Qarah," gumam Rai'na sambil melepaskan gulungan surat di kaki burung itu, "semoga dia mendapat keajaiban."

"Baqarah. Samiri dan Ru'unah." Rai'na membaca isi surat itu, "Bani Israel."

Rai'na meremas-remas surat itu, lalu melemparkannya ke lantai batu. Dia menghempaskan dirinya ke kursi, tertengadah ke langit-langit sambil mengatupkan tangannya.

"Oh Rabbi, apa yang harus hamba lakukan? Hamba bukan penyihir, bagaimana hamba bisa menghadapi dua tukang sihir itu?"

Rai'na mendesah panjang, meraih kertas kekuningan dan sebotol tinta di meja.

"Jika esok aku mati, kuharap kau menemukan curahan hatiku, Saudaraku," kata Rai'na sambil mulai menuliskan sesuatu dengan lincah.

Petrichorku

Aku rindu mabuk bersama kuarmu, Petrichorku

Tenggelam dalam ciuman aurora yang rona

Memeluk rintik kemarin yang meretas kemilau jeruk-jeruk sitrun

Saat fajar menyirami semua tubuh dengan anggur madunya

Kerinduan adalah panah anyelir yang menyalakan api

Udara panas yang mengepung dengan bringas

Gudang-gudang kasar yang menggeram sunyi

Atau terowongan di mana bulan hidup sendiri

Dari waktu ke waktu, debaran wangi mendaki dadaku

Bagai matahari yang lari oleh kekacauan angin

Atau tumbuhan yang tak pernah mekar

Tapi membawa sendiri padanya cahaya bunga-bunga pagi

Dunia terbuat dari laut yang menunggu

Dengan tangan lemas menggapai-gapai

Wewangian padat dalam gunduk tanah

Yang tumbuh tersembunyi dalam tubuh kita

Setelah selesai menulis, Rai'na menggulung kertasnya, memasukannya ke dalam kotak dari kayu, meletakkan di meja, mengenakan jubah panjangnya, mengambil lampu minyak, lalu bergegas pergi.

Tengah malam itu, sepanjang jalan yang dilalui Rai'na tampak sepi. Hanya ada satu dua orang yang berpapasan dengannya. Itupun dengan terburu-buru.

"Kita benar-benar butuh keajaiban," ujar Qarah tiba-tiba sambil melambaikan tangannya di sebuah pertigaan, "pimpinan Bani Israel sedang pergi ke Sinai. Samiri dan Ru'unah memanfaatkan keadaan untuk mempengaruhi mereka."

"Mengerikan!" sahut Rai'na.

Qarah mengangguk, "Semoga keselamatan untukmu, Saudaraku."

"Dan untukmu juga, Saudaraku."

Rai'na melanjutkan perjalanannya ke arah timur, lalu belok kiri di sebuah persimpangan. Sekarang jalanan sempit yang dilaluinya menanjak dan berbahaya. Di sisi kanan jalan itu menganga jurang gelap, sedang di sisi kirinya merunduk semak belukar beracun. Angin gurun yang panas berhembus mengibarkan jubah panjang Rai'na, seolah itu bendera tanda dia harus pulng dan menyerah saja.

Rai'na tertegun mendapati tempat patung sapi betina emas itu berada beberapa jauh dari tempat pertemuannya dengan Ru'unah.

"Apa pendapatmu, Saudaraku?" seru sebuah suara yang sangat Rai'na kenali. Dia memutar badannya dan seketika matanya terbelalak. Seorang perempuan yang mengenakan jubah hitam panjang, dan membawa tongkat kayu setinggi tubuhnya, berdiri di belakang Rai'na dengan senyum angkuh yang anggun. Rai'na hampir-hampir tidak mengenali siapa perempuan muda nan jelita itu. Tapi sedetik berikutnya, dia pasti kalau itu Ru'unah.

"Jadi kau datang sendirian, Saudaraku?" sambungnya.

"Tentu saja dia sendiri, saudara kembarnya sedang di Sinai," sahut seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul di belakang Ru'unah.

"Oh, rupanya dia pergi bersama pimpinan orang-orang bodoh itu." Ru'unah menunjuk orang-orang yang tengah menari mengelilingi patung anak sapi dari emas, beberapa ratus meter dari mereka.

"Jangan menjual dirimu dengan sihir, Saudaraku." Rai'na berkata, "itu musyrik. Kafir."

"Jangan mengguruiku!" Ru'unah bersungut, "tunjukkan padaku jika kamu orang yang benar!"

"Apa yang harus kubuktikan padamu? Kau pun aku sama-sama punya akal dan perasaan. Gunakan itu untuk melihat kebenaran," sahut Rai'na.

"Tutup mulutmu!" Ru'unah mengarahkan tongkatnya ke dada Rai'na, "hkhda!" seketika Rai'na tersungkur jatuh sambil memegang dadanya yang nyeri.

"Rasakan itu!"

Rai'na terhuyung-huyung ketika berusaha berdiri.

"Sihir tak akan mampu mengalahkan kebenaran!" seru Rai'na.

"Dasar sombong!" teriak Samiri marah, "hkhda!" Samiri mengarahkan tongkatnya pada sebongkah batu besar, lalu meghempaskannya ke arah Rai'na. Batu itupun terangkat dan terlempar ke arah Rai'na. Melihat itu, secara naluriah Rai'na melompat menghindarinya. Batu itupun berdebum keras menghantam tanah.

"Tidak cukupkah bukti itu?" kata Rai'na.

"Sial!" geram Samiri.

"Hentikan yang ini kalau kau bisa! Hkhda kun!" Ru'unah melemparkan tongkatnya ke udara.

Kemudian, tiba-tiba terdengar desis ular yang bahkan membuat mulut jahat Samiri berhenti bergerak. Lalu munculah seekor ular raksasa. Panjang ular itu tiga kali tinggi manusia dengan besar dua kali besar pohon kurma. Matanya yang berpupil celah vertikal, tidak berkedip. Lidahnya yang panjang dan bercabang dua berwarna kehitaman. Kedua taringnya meneteskan bisa yang mematikan. Namun bukan penampilan mahluk itu yang membuat Rai'na merinding, melainkan saat-saat ular itu memuntahkan ribuan ular-ular yang lebih kecil, dari mulutnya.

"Panggil Tuhanmu! Dan minta Dia melindungimu!" ejek Ru'unah.

"Tuhan kami selalu berada di sisi kami!" seru sebuah suara di belakang mereka, "Allahu akbar!" laki-laki berjubah putih panjang itu melemparkan tongkatnya juga. Seketika tongkat itupun berubah menjadi ular yang lebih besar dari ular Ru'unah.

"Tak kusangka ada penyihir yang lebih hebat dari Samiri di tanah Jerusalem ini!"

"Aku bukan penyihir! Aku hanya hamba Allah. Dan tak ada dayaku melainkan semua atas izin-Nya!" seru pimpinan Bani Israel itu.

"Dia Musa, Ru'unah. Pimpinan Bani Israel." Samiri berkata.

"Dan kau seorang munafik, Samiri!"

"Aku beriman pada apa yang kau imani, Musa! Tapi aku bukan orang bodoh sepertimu," seru Samiri.

"Celakalah engkau orang-orang fasik! Wahai Tuhanku, seperti janji-Mu dalam kitab-Mu, jika kebenaran akan selalu menang atas kebatilan. Maka, berilah kami perlindungan-Mu." Pimpinan Bani Israel itu berkata dengan marah. Lalu dia memerintahkan ularnya melahap ular-ular Ru'unah. Hanya dalam waktu beberapa saat saja, ular-ular sihir itu lenyap.

"Sial!" geram Ru'unah, "Sahabatku, Samiri, lakukan sesuatu!" Ru'unah berpaling pada laki-laki di sebelahnya.

"Dia bukan tandinganku," jawab Samiri jujur.

"Bertaubatlah kalian. Sungguh, Allah maha menerima taubat!"

"Aku tak sudi!" tukas Ru'unah, "mata hatiku sudah tertutup!"

"Jika demikian, kalian akan kuasingkan!" pimpinan Bani Israel itu memberi perintah pada ularnya untuk melilit Ru'unah dan Samiri, lalu melemparkannya ke udara.

"Kau baik-baik saja, Saudaraku?" seru seorang wanita yang baru saja datang, "aku tidak terlalu terlambat bukan?"

"Unzurna! Kaukah itu?"

"Tentu saja ini aku, Saudaraku." Unzurna meraih tangan saudara kembarnya dengan lega.

"Kau hampir terlambat, Petrichorku."

"Aku minta maaf."

"Aku memaafkanmu."

"Semoga keselamatan dan kebaikan untuk kalian."

"Dan untukmu juga, wahai Nabiyullah."

Ciamis, 19 Februari 2017

Catatan kaki: Rai'na & Unzurna: perhatikanlah kami (Qs Al-baqarah: 104).

Ru'unah: bodoh sekali (orang-orang Yahudi mengucapkan 'Ra'ina' dengan bersungut, sehingga yang mereka maksud Ru'unah. Qs. Al-baqarah: 104).

Samiri: ahli patung yang membuat patung anak sapi yang disembah Bani Israel saat Nabi Musa pergi ke gunung Sinai.

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (11)
Similar Tags
Unseen (Rika's Universe Series 1)
4      2     0     
Mystery
Rika, seorang gadis remaja berusia 16 tahun yang tinggal di sebuah perpustakaan antah-berantah. Ia merupakan seorang penulis cerita, mulai dari novel, puisi maupun cerita pendek. Ia tidak tinggal sendiri, ia tinggal bersama dengan 3 entitas yang muncul sendiri di wilayahnya. Mereka datang tanpa tahu siapa mereka, asal mereka dan bagaimana mereka bisa sampai di tempat itu bersama. Mereka datang ta...
Evolution Zhurria
373      245     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Between Us
4460      1670     5     
Romance
Song Dami jelas bukanlah perempuan yang banyak bicara, suka tersenyum. Oke, mungkin iya, dulunya, tapi sekarang tidak. Entahlah, dia juga lupa alasan kenapa dia lebih banyak menyembunyikan emosinya dan memilih untuk melakukan apa yang disuruh padanya. Dan karna itu, Sangho, oppanya meminta dia untuk berhenti dari pekerjaannya yang sekarang karna Dami ternyata ditindas oleh sunbaenya. Siapa ya...
Kasih dan Sebilah Pisau
406      276     0     
Short Story
Kisah ini dibuat berdasarkan keprihatinan atas krisisnya kasih dan rapuhnya suatu hubungan. *** Selama nyaris seumur hidupku, aku tidak tahu, apa itu kasih, apa itu cinta, dan bagaimana seharusnya seseorang tersenyum saat sedang jatuh cinta.
You Are The Reason
2406      1021     8     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
Aldi. Tujuh Belas. Sasha.
561      338     1     
Short Story
Cinta tak mengenal ruang dan waktu. Itulah yang terjadi kepada Aldi dan Sasha. Mereka yang berbeda alam terikat cinta hingga membuatnya tak ingin saling melepaskan.
Kembali ke diri kakak yang dulu
2968      1626     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Ketika Sang Bidadari Pergi
746      474     6     
Short Story
Fakta yang selama ini kuketahui dan kuyakini benar, pada kenyataannya bukan fakta yang sesungguhnya. Kehilangan orang yang sangat kucintai tanpa bisa berada di sisinya untuk yang terakhir kali. Dua hal itulah yang membuatku harus merelakan dan belajar mengikhlaskan...
ALVINO
4733      2107     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
I LOVE YOU, 100
558      321     2     
Short Story
Aaric Gabrian, nama itu seolah berbunyi berulang di dalam pikiranku. Iya kali ini dia target ku selanjutnya. Setelah aku menyatakan cinta kepada Brian Arthur dan ditolak. Apakah aku harus menerima jawaban yang sama? Oh, aku tidak siap! Semuanya berubah sampai aku bertemu dengan seseorang yang mengubah semua pandanganku. Sosok ini selalu ada, dan aku benar-benar mencintaimu, Aaron August.