Mila dan Raka tengah menempuh perjalanan, untuk menjemput Tifa. Karena mereka akan berangkat ke sekolah bersama, Mila dan Tifa duduk di bangku SMP tahun terakhir dan Raka di SMA tahun pertama. Sesampainya di depan rumah Tifa, terlihat Tifa tengah menulis di bangku depan rumahnya.
"Tifa ayo" ajak Mila, dari bangku belakang sambil sedikit berteriak. Tifa menatap Mila lalu menutup buku itu dan memasukannya ke dalam tas.
"Lama banget sih" keluh Tifa, saat masuk kedalam mobil dan duduk di samping Mila.
"Ya, maaf Fa, tadi gue bangun kesiangan" ucap Raka, di bangku depan di samping Pak Asep supir Mila dan Raka
"Kebiasaan nih, berarti tadi sholat shubuh lo kesiangan dong?" tanya Tifa, Raka menganguk pelan
"Dasar" ucap Tifa jutek
Mobil itu melaju menuju SMP dan SMA Tunas Mandiri, tak sampai membutuhkan waktu yang lama. Mereka sampai di sekolah, ke tiganya langsung turun. Setelah mengucapkan terimakasih pada Pak Asep, lalu berjalan memasuki bangunan sekolah.
"Kira-kira, Bintang sekolah di mana ya?" tanya Mila tiba-tiba, Raka yang mendengar nama itu langsung cemberut. Tifa melirik Raka sambil tersenyum dalam hati.
"Cie...kangen ni ye" ejek Tifa sambil tersenyum
"Ikhh...apaan sih Fa" ucap Mila, sambil menyenggol bahu Tifa yang tersenyum menggodanya.
"Ngomong-ngomong, Fa gimana perkembangan lo sama Rapa?" tanya Mila.
"Rapa?" tanya Raka dalam hati, pikirannya melayang pada salah satu temanya.
"Emang lo tahu Mil, siapa Rapa?" tanya Tifa. Mila menggeleng lalu mentap Raka, sambil bertanya "Emang ada ya, kak yang namanya Rapa di sini?" Raka menggguk, sambil berkata "Ada" membuat Tifa seketika menjadi lemas, sambil berkata dalam hati "Bukan dia yang ku maksud"
Tifa yang terdiam, tidak menyadari seorang Pemuda berlari tepat ke arahnya "Awas Fa" ucap Mila, sambil mendorong Tifa kekanan tepat ke arah Raka dan membuat Pemuda tadi menabrak Mila. Alhasil Mila dan Pemuda itu jatuh, dengan posisi terduduk sedangkan Tifa dan Raka dengan posisi saling menindih. Dengan Raka di bawah dan Tifa di atas, Mila langsung berdiri. Membersihkan debu yang menempel di rok juga bajunya, Begitupula Pemuda itu. Namun, Raka dan Tifa terlihat masih dalam posisi yang sama. Keduanya saling menatap seperti tenggelam dalam mata di depan mereka.
"Kak" ucap Mila, menyadarkan Tifa dan Raka yang langsung berdiri. Dengan wajah yang sedikit memerah karena malu, Mila langsung tertawa melihat ekspresi keduanya. Tifa menatap Mila kesal, lalu menatap Pemuda yang menjadi penyebab mereka jatuh.
"Bintang..."ucap Tifa tak percaya
Bintang tersenyum sambil menganguk lalu berkata "Kejadianya sama persis kaya dulu, kecuali di bagian kak Raka dan Tifa" membuat kedua orang yang di maksud Bintang. Saling melepar pandangan kesal. Namun, semburat merah di pipi keduanya kembali hadir.
Pandangan Tifa dan Raka bertemu"Apa?" tanya Tifa jutek
"Nothing!"balas Raka tak kalah jutek, lalu pergi begitu saja menuju kelasnya. Meninggalkan Mila dan yang lainya. Tifa tanpak melamun memikirkan kejadian yang tadi menimpanya dengan Raka, saat sada ia buru-buru pergi ke kelasnya.
"Ehk Fa, kok aku di tinggalin sih" keluh Mila, namun Tifa terus saja berjalan menjauh, Mila ber alih kepada Bintang sambil tersenyum.
"Bintang, kamu sekolah di sini?" tanya Mila bersemangat, membuat Bintang tersenyum lalu mengangguk pelan.
"Kalau kamu di sini langit jadi gelap dong" keluh Mila
"Eh kok jadi gitu?" tanya Bintang, menatap Mila heran
"Kan bintang itu tempatnya di langit bukan di bumi" jawab Mila, Bintang menggeleng pelan.
"Mil, lo copas kata-kata Tifa lagi, ya" tebak Bintang , Mila megangguk sambil tersenyum
"Ya elah Mil, lo itu pinter bikin cerita sama kata-kata melebihi Tifa. Masih aja copas punya orang" ucap Bintang
"iya sih..." keluh Mila, membuat senyuman Bintang kembali terukir di wajahnya
"Ya udah nanti istirahat kita makan bareng ya" tawar Bintang, membuat Mila langsung menganguk setuju.
"Jangan lupa ya... kelas 9 B" Teriak Mila, sebelum menghilang di tikungan lorong menuju kelas mereka.
Selama kurang lebih empat jam, mereka melakukan proses KBM sampai bel istirahat berbunyi. Sesuai janjinya Bintang datang menuju kelas Mila untuk pergi ke kantin bersama.
"Fa, lo ikut enggak?" tanya Bintang, Tifa menggeleng pelan sambil berjalan meninggalkan Mila dan Bintang. Membuat Bintang menatap Mila seolah-olah bertanya ada apa dengan Tifa, yang di sambut dengan gelengan kepala oleh Mila, Tifa berjalan menuju ke atap sekolah, sesampainya di sana Tifa bersandar pada tembok di pinggir atap sekolah. Tepat di depannya, pemandangan area sekolah dan perkotaan menyapanya.
Tifa membuka buku yang tadi sengaja ia bawa dari kelas lalu mulai menulis, angin dengan perlahan berhembus begitu lembut membuat Tifa menguap lalu perlahan-lahan menutup matanya. Seorang pemuda berjalan menuju atap sekolah, saat ia tiba Tifa terlihat tertidur begitu pulas, namun dengan posisi kepala bersandar pada pagar yang kemungkinan membuat leher gadis itu sakit.
"Fa leher lo bisa sakit, kalau tidur dengan posisi itu" ucap Pemuda itu, lalu mengubah posisi tidur Tifa menjadi berbaring dengan jas sekolah milik Pemuda itu menjadi bantalnya, tanpa di sadari Tifa masih dalam kondisi setengah sadar sehingga ia bisa mendengar ucapan Pemuda itu
"Fa, lo sadar enggak sih gue suka lo dari pertama kita ketemu, dan rasa itu semakin kuat saat iven Pramuka kemarin" ucap Pemuda itu sambil berjongkok mentap wajah Tifa lembut.
"Siapa?" batin Tifa sebelum benar-benar kehilangan kesadarnya dan tertidur pulas.
Ketika Tifa terbangun dengan posisi itu ia menatap sekelilingnya heran dalam hatinya ia bertanya-tanya siapa yang mengubah posisi tidurnya, ketika matanya menemukan jas sekolah yang di gunakannya tadi sebagai bantal Tifa langsung meraih jas sekolah itu dan membaca nama yang tertera di sana. Tanpa sadar Tifa tersenyum begitu manis membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona.
Tifa turun dari atap sekolah setelah bel masuk berbunyi, saat melewati gudang sekolah, Tifa di kagetkan dengan sebuah suara benturan yang cukup keras, dan begitu ia melihat sumber suara tersebut, Tifa buru-buru masuk dengan berlari dan langsung menahan sebuah tinju yang di arahkan ke muka Raka dengan tangan kanannya, meski rasa sakit akibat pukulan itu membuatnya meringis pelan, Tifa membalas pukulan itu dengan menendang pemuda di hadapannya.
"Fa, udah, Fa" pinta Raka mencoba menahan Tifa dengan menarik tangan gadis itu, namun karena tubuhnya yang babak belur membuatnya sulit bergerak membuatnya tidak bisa menahan Tifa, Tifa terus memukul ketiga pemuda di hadapannya yang malah terdiam menerima semua pukulan Tifa.
"Udah Fa" pinta Raka lagi sedikit meninggikan suaranya sambil merangkul Tifa, Tifa berusaha melepaskan diri dan kembali memukul ke tiga pemuda yang sudah memukuli Raka.
"Tapi Kak, mereka udah nyakitin Kakak!" ucap Tifa sambil terus memberontak, ke tiga pemuda itu menatap Tifa bingung.
"Plis...Fa, udah cukup" ucap Raka pelan membuat Tifa menyerah dan berhenti memberontak, Raka melepaskan rangkulanya dan hampir jatuh jika Tifa tidak segera menopang tubuhnnya, Tifa menatap ke tiga pemuda itu tajam.
"Kalau bukan cewek, gue habisin lo" ucap pemuda di belakang Langit, Tifa tersenyum sinis sambil berkata "and you always lose from GIRL" dan membuat Raka tertawa.
"Tutup mulut lo" bentak pemuda di samping Langit, Raka langsung menutup mulutnya.
"Yuk cabut Lang" ajak pemuda yang satu lagi, Langit menatap Raka tajam lalu pergi dari sana.
Tifa segera membantu Raka untuk berdiri untuk menuju ke UKS sekolah, sambil berkata,"Kakak enggak apa-apa kan?" Raka menggeleng pelan sambil berkata "Enggak sedikit" canda Raka, Buk...sebuah pukulan mendarat tepat di bahu Raka yang memar.
"Duh, sakit Fa!" rintih Raka pelan, Tifa merenggut kesal lalu berkata "Salah siapa malah bercanda, enggak lucu tahu" sambil berusaha menahan tangis,
"Lo, nangis Fa?"tanya Raka, Tifa menggeleng pelan memalingkan mukanya sambil menyeka air mata yang keluar dengan tangan kirinya.
"Udah, yuk Kak Kita obatin luka-lukanya" ucap Tifa mengalihkan topik pembicaraan dan membuat Raka menghela napas, ia tahu Tifa tengah berbohong bagaimana pun mereka sudah saling mengenal sejak duduk di bangku SD .
Saat sampai, Tifa segera membaringkan Raka di kasur UKS. tanpa banyak bicara lagi Tifa segera mengobati luka-luka Raka. Raka terdiam membiarkan luka-lukanya di obati oleh Tifa, dapat ia lihat mata Tifa terlihat merah dan sedikit berair seperti sedang menahan tangis.
"Kamu nangis Fa!" ucap Raka. Tifa terlonjak kaget dan langsung memalingkan mukanya mengelap air mata yang merembes keluar.
"Enggak kok Kak, ini cuma perih gara-gara pukulan Langit tadi" elak Tifa sambil menyeka air matanya yang kembali merembes keluar lalu duduk di sofa UKS dan mengobati luka lebam di tangan kanannya. Raka turun dari kasur UKS mendekati Tifa secara perlahan lalu duduk di samping gadis itu.
"Fa lo enggak bisa bohongin gue, karena gue udah kenal sama lo dari kecil jadi gue tahu mana lo yang lagi bohong atau lagi jujur" ucap Raka sambil meraih perban dan membalutkanya pada lengan Tifa yang sedikit membiru dan bengkak.
Perlahan air matanya jatuh, Tifa menangis membuat Raka langsung memeluknya lalu berkata "Fa lo enggak usah khawatir gue kuat kok" hibur Raka
Tifa terdiam tak menanggapi ucapan Raka hanya suara isak tangis yang terdengar, Raka tahu meski mereka berdua sering berselisih bak air dan minyak, Tifa sudah menggangapnya sebagai seorang Kakak sama seperti If, setelah beberapa lama barulah Tifa berhenti menangis.
"Kak Tifa pamit pulang ke kelas ya" ucap Tifa serak, sebelum pergi Tifa membantu Raka kembali ke atas kasur, Raka mengangguk pelan dan setelah kepergian Tifa, Raka tersenyum tipis mengingat kejadian beberapa saat yang lalu, masih lekat di ingatanya wajah tidur seorang gadis yang ia sayangi, meski rasa itu baru ia sadari saat lulus dari bangku SMP.
Tifa segera bergegas menuju kelasnya, saat tiba di kelas, teman-temannya tengah gaduh karena ketiga orang berandalan sekolah datang ke kelas mereka, ketiganya langsung menatap Tifa yang baru datang, membuat teman-teman Tifa juga menatapnya.
"Fa, lo bikin masalah lagi ya?" tanya Lisa yang segera menghampiri Tifa, Tifa hanya mengangguk pelan, Langit berjalan mendekati Tifa, membuat ke duanya saling berhadapan.
"Urusan lo, sama gue belum selesai Fa" ucap langit datar, Tifa menatap Langit bingung sambil berkata, "Urusan apa ya?" sepolos mungkin, BRAK... Langit memukul meja dengan cukup keras, membuat Tifa kaget lalu mundur beberapa langkah.
"LO..!" bentak Langit sambil hendak mendekati Tifa, namun di tahan oleh Ikbal.
"Tahan emosi lo" ucap Ikbal
"Sabar lang" timpal Satria, Langit menghela napas lalu berkata, "Gue tunggu lo, di ruang karate" Tifa mengangguk pelan sambil berbalik dan mengangkat tangannya membentuk angka 5 lalu berkata "Gue kasih lo lima menit seperti biasanya" setelah itu Tifa berjalan meninggalkan kelasnya di ikuti oleh Langit, Ikbal, dan Satria.
Di ruang karate sekolah Tifa, Langit, Satria, juga Ikbal segera berganti pakaian menggunakan pakaian khusus karate. Ketiganya berdiri saling berhadapan lebih tepatnya ketiga pemuda itu berada tepat di depan Tifa.
"Satu lawan tiga, enggak adil Lang, empat menit waktu lo tersisa" ucap Tifa meremehkan. Langit memberi kode pada Ikbal dan Satria untuk mengepung Tifa, Ikbal bergerak menuju ke belakang Tifa sedangkan Langit tetap di depanya dan Satria di samping kanannya,
"Sekarang lo, yang bakalan kalah" ucap Satria licik, tapi Tifa terlihat tenang lalu tersenyum sambil berkata "Maybe.." begitu ketiganya hendak menangkap Tifa, Tifa langsung menghindar dengan mudah ke sebelah kiri, lalu mengeluarkan tiga borgol yang selalu ia bawa di sakunya, Ikbal mengerang kesal sambil melayangkan tinjunya ke arah bahu kanan Tifa, namun di tahan dengan sempurna oleh Tifa dengan tangan kanannya, tak tinggal diam, Satria ikut melayangkan tinjunya ke arah bahu kiri Tifa, dan lagi-lagi Tifa berhasil menahannya. Langit tersenyum lalu megarahkan tinjunya ke perut Tifa, gadis itu melompat ke belakang sambil menarik Ikbal dan Satria, membuat keduanya beradu dengan tinju Langit yang mengenai bahu Ikbal.
"Aw..lang" protes Ikbal, ketiganya jatuh saling menindih, sedangkan Tifa tertawa pelan lalu berkata, "Hahah...kalian lucu seperti pancake yang ditumpuk". Ketiganya merenggut kesal lalu berdiri, tanpa di sadari oleh Tifa, Langit bergerak ke belakangnya dan hendak mengunci kedua tangan Tifa, namun Tifa langsung berbalik dan meninju bahu kanan Langit, yang membuat pemuda itu terjengkang ke belakang mengenai pembatas arena, kemudian Tifa memasangkan borgol ke tangan kanan Langit yang langsung ia sambungkan dengan pagar pembatas arena pertarungan dengan bangku penonton.
"Satu beres" ucap Tifa senang, Satria segera mengunci ke dua tangan Tifa dari belakang ketika gadis itu lengah lalu berkata, "Kena lo!" Tifa memberontak dengan membenturkan kepalanya tepat ke hidung Satria dan dengan cepat memborgol Satria di samping Langit.
"Anjir, hidung gue" rintih Satria, Tifa mengelengkan kepala mendengar ucapan Satria lalu berkata, "Ampun, bagus banget Bahasa kamu" tinggalah Ikbal dan Tifa, keduanya saling berhadapan, Ikbal menyerang dengan menendang tepat ke arah kaki Tifa, gadis itu tak bisa menghindar alhasil dia jatuh tertunduk, Ikbal berjalan mendekati Tifa. Tifa menyeringai tipis, lalu Buk...sebuah pukulan mengenai perut Ikbal yang langsung jatuh memegangi perutnya, lalu kembali memborgolnya di pembatas arena yang besebrangan dengan Langit dan Satria.
Langit, Ikbal, dan Satria menatap Tifa kesal karena kembali di kalahkan. Tifa tersenyum sinis sambil berkata " Tiga menit Lang lo kalah". Langit berdecak kesal begitu pula kedua temannya.
"Nah, sekarang aku pamit ya!" ucap Tifa sambil menepuk-nepuk tangannya, menghilangkan debu yang menempel, tidak beberapa lama Pak Irwan datang dan langsung mengamankan ketigannya untuk mendapatkan hukuman, sedangkan Tifa pamit untuk kembali ke kelasnya.
Saat tiba, tidak ada guru yang mengajar, Tifa langsung duduk dibangkunya tanpa menghiraukan tatapan tanda tanya dari teman-temannya, Mila langsung menghampiri Tifa.
"Fa kamu enggak apa-apa kan?" tanya Mila. Tifa menggeleng pelan sambil menenggelamkan wajah di lipatan ke dua tangannya.
"Fa, Langit enggak kamu apa-apainkan?" tanya Mila lagi, tanpa mengangkat kepalanya Tifa menjawab pertanyaan Mila pelan menggantung "Enggak Mil..." Tifa menghela napas lalu kembali melanjutan ucapanya, "...Mil, kamu tinggal bilang kalau mau minta kunci borgolnya"
Mila tersentak karena kaget mendengar ucapan Tifa lalu berkata, "Kamu tahu aja sih, aku mau minta kunci borgolnya!" Tifa mengangkat kepalanya menatap Mila yang duduk di depannya lalu berkata, "Ya tahulah, kan dia sahabat kamu, dan seperti yang sebelum-sebelumnya juga, seperti inikan" kemudian menyerahkan kunci tersebut dan kembali menenggelamkan wajahnya di antara lipatan kedua tangannya.
"Thanks Fa" ucap Mila, Tifa mengangguk pelan.
"Awas hilang" pesan Tifa, Mila menghela napas menatap Tifa yang menyembunyikan wajahnya, seolah-olah dia tidak peduli jika Langit dan kedua temanya tengah kesakitan karena tangan mereka di borgol dan memaksakan diri untuk melepaskannya, ia putuskan untuk pergi dan mengecek keadaan Langit dengan mata kepalanya sendiri.
"Mau kemana?" tanya Tifa sambil mengangkat kepalanya saat mendengar Mila berdiri dari kursinya. Mila mentatap Tifa sambil Balik bertanya "Menurut kamu?" Tifa mengangguk mengerti lalu ikut berdiri mengikuti Mila untuk menemui Langit.
Dan disinilah Langit dan kadua temanya masih terborgol dengan Pak Irwan yang trlihat ke bingungan, setelah Mila melepaskan ke tiganya, mereka langsung di beri hukuman oleh Pak Irwan dengan berdiri di depan ruang BP/Bk sambil mengangkat satu kakinya selama 3 jam, Mila segera menyusul ke tiganya setelah membantu Tifa mengembalikan semua borgol ke ruang keamanan sekolah.
"Langit, Ikbal, dan Satria. Kalian enggak ada kapok-kapok ya, bikin masalah di sekolah" ucap Mila saat sampai di dekat ke tiganya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Langit menatap Mila lembut lalu beralih mentap Tifa sengit.
"Ya ampun kamu ini Lang, masih aja nakal, kapan sadarnya?" tanya Mila pelan membuat Tifa berdecak pelan lalu berkata "Mereka enggak mungkin sadar La, lo nyadar enggak sih La yang mereka sakitin kali ini kakak lo?". Mila terdiam menatap Langit yang juga menatap Mila menunggu reaksi gadis itu.
"Terus apa Fa, aku harus benci mereka gitu, enggak kan itu masalah mereka sama Kak Raka bukan sama aku" ucap Mila membuat Langit tercengang sedangkan Tifa menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum mengingat sifat Mila yang sulit di tebak.
"Makasih La" ucap Satria, Mila tersenyum sambil berkata, "Sama-sama", Ikbal menatap Mila sambil mempertahankan keseimbangan dirinya.
"La, lo enggak marah sama kita, karena mukulin Kakak lo?" tanya Ikbal, Mila menggeleng pelan sambil tersenyum, Raka yang berada di belakang Tifa menatap mereka bingung.
"Mila...Mila, nyadar enggak sih mereka mukulin KAKAK lo" ucap Tifa sambil menekankan kata Kakak, Mila menatap Tifa, dilihatnya Raka berdiri menatap Mila dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Mil...kamu jahat banget sih, Kakaknya di pukulin malah cuek bebek" ucap Raka terluka sambil berjalan melewati Tifa.
Ikbal dan Satria yang sejak tadi terdiam memperhatikan menatap Tifa yang tersenyum, dengan tatapan bertanya-tanya, Tifa yang menyadari tatapan keduanya langsung berkata "Hukuman kalian di batalkan atas permintaan Kak Raka dan Mila". Langit langsung menatap Tifa mencari kebohongan dalam ucapan gadis itu, namun ia tidak menemukannya.
"Tapi kenapa?" tanya Satria sambil menurunkan kaki kirinya di ikuti Langit dan Ikbal.
"Tanya aja sendiri" jawab Mila acuh
"Fa, lo enggak penasaran soal alasan kita mukulin kak Raka?" tanya Ikbal
"Enggak tuh!" jawab Tifa acuh
"Itu karena kak Raka memukul sepupu Langit, Kak Rapa namanya" ucap Ikbal tanpa memperdulikan jawaban Tifa tadi.
"Maksud lo?" tanya Tifa memastika, ia tidak salah mendengar nama yang di sebut Ikbal
"Saat bel istirahat, tiba-tiba kak Raka datang dan langsung memukul kak Rapa" jelas Satria membuat Tifa terdiam mematung menatap Raka membuatnya mengingat percakapan mereka tadi pagi, Raka yang di tatap seperti itu memalingkan wajahnya menghindari tatapan Tifa.
Teng...teng...teng...bel tanda pelajaran untuk hari ini telah berakhir berbunyi, seluruh siswa/i keluar dari kelas mereka . Sedangkan Mila, Tifa dan tiga lainnya masih berada di depan ruang BP/BK.
"Lo tahu masalahnya apa Fa?" tanya Ikbal melihat Tifa tak juga menjawab pertanyaanya tadi
"Aa...entahlah" jawab Tifa gelagapan
"Udah yuk pulang" ajak Mila, Tifa menghela napas lega karena Mila mengajak mereka untuk pulang.
"Lo kenapa sih Kak?" pikir Tifa saat kembali ke kelasnya untuk mengambil tas dan bergegas pulang.
Raka terdiam di dalam Mobil menatap Tifa lewat kaca yang berada di atasnya, entah mengapa perasaan ini timbul, perasaan yang tidak ia mengerti entah itu benci atau cinta.
Beginningnya udh bikin penasaran nih, sukses selalu 😊 Jika berkenan mampir dan like story aku ya https://tinlit.com/read-story/1436/2575.. Terima kasih :)
Comment on chapter Prologue