Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ingatan
MENU
About Us  

Bunga membuka matanya berat. Memandang sekeliling yang hening. Sepertinya dia tidur agak lama di kamarnya. Ia benar-benar di kamarnya tertidur sambil memakai baju setengah lengan bercorak bunga-bunga dan rok mini di atas lutut berwarna oranye. Dirabanya seluruh badan seperti tidak ada apa-apa. Ia meninggalkan tempat tidur lalu berjalan keluar mencari orang rumah.

“Mama... Mama... Ma..” Bunga berjalan ke arah dapur. Kosong tidak ada siapa pun. Lanjut ke kamar Mama, sama tidak ada siapa-siapa.

“Ayah... Ayah..” masih sama orang yang Bunga cari belum juga hadir. Dan semua hilang. Atau mungkin keluarganya pergi keluar. Atau apalah yang menyebabkan dia tidak bisa ikut.

“Astaga!” Bunga baru ingat, kemarin kan dia ada janji sama Ryan buat ketemu di depan perpus. Lah kok dia malah ketiduran.

Tanpa berpikir lagi Bunga berlari sekuat tenaga. “Yan, maafin aku. Aku telat semoga kamu masih ada di sana” katanya lirih. Sepanjang perjalanan menuju sekolah ada sesuatu yang membuatnya janggal. Sepanjang jalan ia tidak menemukan satu pun orang. Ia berhenti. Berjalan perlahan. Memandang kanan dan kiri. Yah memang benar tidak ada siapapun itu. Oh mungkin hari ini Ryan merencanakan kejutan unik buat Bunga. Ia tersenyum malu lalu kembali berlari.

            Di depan sebuah ruangan kosong. Nampak sebuah keheningan luar biasa. Dengan hamparan daun-daun kering. Dan debu dimana-mana. Sesekali angin menyapunya. Membuatnya semakin kotor. Ruangan itu catnya sudah usang beberapa tembok sudah mengelupas dimakan waktu. Bascamp OSIS dibelakangnya sudah digantikan dengan hamparan ilalang.

            “Yan, kamu dimana Yan. Aku di sini Yan” Bunga berteriak kecil di antara keheningan, “Kok beda” Katanya lirih kebingungan. Tanpa ada suara menjawab. Bahkan angin pun tak mampu menjawabnya. Hanya suara gemuruh tak jelas yang terekam di telinganya. Bunga berteriak kembali.

            “Ryan, gak lucu, ini aku disini, Yan” Bunga mencari-cari Ryan di sekitar tempat kosong itu. Masih tetap sepi dan hening. Tempat yang dijanjikan perpustkaan. Harusnya Ryan sudah ada.

            “RYAN!” ia berteriak sekuat mungkin. Lalu tertunduk lesu. Apa sebenarnya yang terjadi. Dimana orang-orang itu. Dimana keramaian kini berpijak. Dimana orang yang sedang menunggunya. Dan sebenarnya apa yang terjadi sebelum ia tidur tadi. Mana boleh Ryan melupakan janjinya.

Ia berdiri dengan napas tersedak. Berjalan sambil berpacu pada tiap tembok dipinggirnya. Sambil terus berjalan Bunga meneteskan air mata yang ditahan sejak tadi. “Aku dimana?” katanya rapuh.

            Kembali lagi ke dalam kamarnya, ia mencoba mencari tau. Semoga ada petunjuk disana. Bunga mengacak-acak lemarinya. Tanpa ada hasil. Ia beralih pada rak buku yang tersusun rapi. Ia keluarkan satu per satu. Dengan membuka tiap halamanya.

Sudah tiga jam ia mengutak atik kamarnya. Tetap saja tidak ada petunjuk. Berpindah dari kamarnya ke kamar Mama. Di kamar Mama Bunga membuka lemari Mama tanpa rasa takut. Membuka lemari Ayah tanpa ragu. Setiap ada kotak penyimpanan ia buka.

Loh apa ini? Selembar maap warna coklat tersimpan rapih di lemari rias Mama. Pada maap kecil itu tertulis sebuah nama rumah sakit. Bunga penasaran. Siapa yang sakit. Sepertinya di rumah ini tidak ada yang sering ke rumah sakit. Semua baik-baik saja. Tidak dibuka penasaran. Dibuka takutnya tidak penting. Keberanian Bunga semakin tinggi untuk membuka maap coklat ditangannya. Ia membuka. Menarik secarik kertas di dalamnya.

“Surat pernyataan?” gerutunya.

Di atas secarik kertas tertulis namanya dan tanggal di mana dia kecelakaan.

“Hah kecelakaan” teriaknya kaget. Ia menjatuhkan kertas dan maapnya begitu saja. Dia duduk terlempar di ranjang Mama. Perasaannya kalut. Pikirannya kosong. Ternyata ini penjuk yang ia dapatkan. Sebuah halilintar kecil menyentuh hatinya. Ia kembali menangis, tangisan sebuah ketidak percayaan. Diantara pikiran kosongnya, Bunga merasa harus pergi ke rumah sakit itu. Menemui jasadnya yang tertidur lemah.

“Ini siapa aku? Bagaimana bisa tiba-tiba menjadi sehelai angin seperti ini” Bunga meraba tubuhnya, ia merasa semua masih seperti biasa hidup, nyata, dan terasa dekat. “Atau surat ini pemalusan dari orang tidak bertanggung jawab, kemana perginya Mama, Ayah, dan Helen. Mereka kemana” Bunga keluar dari kamar Mama. Amplop tadi masih terjatuh di bawah lantai. Suasana hari ini sangat dingin tidak karuan.

****

Dalam ruangan ia mendapatkan Mama menangis memeluk dia. Ayah terdiam membisu memandang luar jendela. Adiknya menangis tersendu-sendu sambil mengusap jari Bunga dengan sapu tangan basah.

“Mama Bunga di sini. Di sebelah Mama..” ia menangis. Memegang tangan Mama seperti tak sampai juga. Jauh sekali rasanya.

“Helen ini Tétéh ... liat sini” teriaknya parau. Bunga ikut menangis bersama Mama dan adiknya di depan tubuh kaku yang sedang tertidur itu.

Bunga berjalan mendekati Ayah “Ayah... jangan melamun, Bunga di sini” lagi-lagi suaranya tersendat air mata yang tidak juga keluar. “Ayah... liat samping” Bunga mengibaskan tangan di depan mata Ayah. Sedikit pun Ayah tidak menyadari. Ayah masih diam melamun.

Di samping Ayah Bunga menangis sejadi-jadinya tentunya tangisan tanpa air mata. Ia tak tau apa yang harus dilakukannya. Bagaimana cara kembali. Ingin memeluk Mama, Ayah dan Helen. Kembali bangun menatap matahari bersama. Dari tadi yang ia temukan hanya gumpalan awan menghitam tanpa cahaya hangat.

            “Mama, Bunga di sini, Ma” suaranya kecil. Air mata di pipi sudah bukan seperti air mata. Kering. Kering. Dan kering. “Ayah!” Bunga menatap ayahnya lekat. Meratapi nasibnya yang tak bertepi. “Ayah!” ia memeluk Ayahnya dari jauh walau tak tersentuh.

            Bunga sepertinya harus berusaha untuk bangun. Kembali dalam tubuh aslinya. Bagaimana pun caranya ia harus bangun. Ia mengusap matanya berkali-kali. Berusaha tegar demi hidupnya kembali.

            Bunga keluar dari ruangan itu. Berjalan melewati lorong rumah sakit. Sepi sekali padahal ia bisa menemukan kedua orang tua dan adiknya. Orang-orang itu masih belum ia temukan. Tanpa tujuan Bunga berjalan. Untuk pulang ke rumah bukan hal baik. Ia takut malah menambah rasa kacau dalam hati dan pikiran.

            “Adakah yang mau membantuku” teriak Bunga berulang kali.

Hanya kekuatan doa ibu dan bapakmu suara berat yang diantarkan angin tepat di telingan kanannya. Bunga kaget bukan main. Ia memalingkan wajah ke arah datangnya suara. Tidak ada siapa pun itu.

“Siapa?” terianya lagi. Hik...hik....hikk. Ia kembali menangis mendapatkan tidak ada siapa pun didekatnya.

“Tuhan kembalikan aku”  batinnya.

***

            Mama terus melamun memandang Bunga. Satu jam lalu dokter masuk ruangan. Mama masih menangisi Bunga. Saat dokter kembali memeriksa Bunga. Mama tidak menghiraukan. Mama terus berdiam diri. Seperti tidak ingin beranjak sedikit pun. Bajunya masih yang satu minggu lalu. Air, Mama bertemu air hanya saat mengambil wudu. Kalau tidak wudu, Mama lupa untuk mandi.

“Ma, udah adzan” Helen kembali mengingatka. Mama masih tidak merespon. “Waktunya shalat, kita berdoa bersama buat kesembuhan Kak Bunga” Helen berbisik di telinga. Mama baru menyadari. Lalu berdiri mengikuti Helen mengambil air wudu.

“Udah siap?” tanya Ayah menjadi imam.

“Udah yah” Helen baru saja merapihkan mukena. Mama memakai mukena tanpa sadar. Wajar jika terlihat sedikit berantakan.

Dalam takbir pertama ke khusyukan mulai merambat. Dalam sujud doa-doa terpanjat indah menyejukan. Seperti semua bertasbih di antara datangnya gelap. Selesai melaksanakan shalat Mama kembali duduk di samping Bunga. Ayah duduk di sofa dekat jendela sambil membuka celah gordeng. Ayah memandang langit gelap. Pandangannya kosong seakan berubah menjadi patung. Helen membersihkan tangan Bunga dengan sapu tangan basah. Seperti siklus saja begitu terus sampai ada perubahan pada Bunga.

Ayah... jangan melamun, Bunga di sini” suara semu yang terdampar di telinga kiri ayah. Pikiran kosong yang bergelayut dalam otak pecah begitu mendengar suara semu itu. Matanya memandang sekitar. Mencari dimana asal suara itu.

“Bunga” gerutu Ayah pelan.

Helen yang menyaksikan kebingungan Ayah merasa sedih. Entah apa yang akan terjadi jika Tuhan berkehendak lain. Helen balik memandang Mama. Masih sama. Menangis dan memeluk Bunga lembut. Kasih sayang dan naluri ke ibuan Mama selalu terpancar setiap menangisi Bunga.

“Tuhan kumohon Téh Bunga kembali. Amin” Helen berdoa lewat batinnya. Ia kembali mengusap tangan Bunga dengan lembut.

“Ayah.. cari apa?” tanya Helen memalingkan tatapannya pada tangan Bunga.

“Hmm” jawab Ayah dan kembali menatap jendela.

“Mama udah ya jangan nangis terus” Helen menaruh sapu tangan basah kedalam mangkuk berisi air. “Ma, Téh Bunga gak mau Mama nangis,  Tétéh butuh doa Mama” Helen mengusap punggung Mama.

“Bu..Bunga.. bangu...nnn” Mama berkata terbata-bata.

“Udah Ma” Helen berusaha menyadarkan Mama.

“Helen.. barusan Mama denger sua..raa...hik...hik..”Mama tak melanjutkan perkataannya.

“Siapa Ma? Mama kan dari tadi sama Helen. Berarti suara Helen yang Mama denger”

“Bukan Helen, Mama denger suara... Tétéh kamu..” Mama mampu menyelesaikan kalimatnya.

“Itu cuman perasaan Mama”

“Enggak Helen” Mama menunduk pilu.

“Udah Ma, udah” Helen memeluk Mama, Helen sedih liat Mama terus kaya gini. Mama harus kuat. Mama harus kembali seperti biasa. Mungkin Téh Bunga sedang tidur kelelahan. Ada waktunya Téh Bunga pasti akan bangun.

Ponsel Helen berdering. Ia melepaskan pelukannya dari Mama. Membuka panggilan. Nomor asing tertulis di layar ponselnya.

“Hallo” sapa di sebrang sana.

“Iya, hallo. Siapa ya” tanya Helen. Ia berjalan keluar kamar.

“Ini Lisna”

Téh Lisna?” tanya Helen kembali.

“Iya, Helen. Gimana perkembangan Bunga?”

“Tuhan, masih belum mengijinkan buat bangun”

“Yang sabar ya Helen. Maaf Lisna tidak bisa nungguin Bunga di rumah sakit. Tétéh masih sibuk ngurus ini itu, maaf banget”

“Iya gak apa-apa Téh, Helen juga ngerti kok, minta doanya ya”

“Makasih ya Helen, iya selalu doain yang terbaik buat Bunga”

“Amin Ya Allah. Téh gimana udah masuk diterima di SMA yang Tétéh mau?”

“Alhamdulilah udah”

“Selamat ya Téh

“Iya Helen makasih”

“Tapi nanti bakalan ga satu sekolah sama Téh Bunga lagi dong. Nanti gak bakalan ada yang nginep lagi di rumah dong” Helen merasa apa yang dikatakannya adalah wacana tanpa warna.

“Tenang Helen, kalo ada waktu Lisna bakal nyempetin ke rumah, kita nginep lagi kayak dulu ya”

“Heheh iya Téh Lisna ayok”

“Helen salam buat Tante sama Om maaf Lisna belum bisa jenguk lagi. Semoga  Bunga cepet sembuh, yang sabar yah Bunga pasti kembali”

“Iya siap Téh, amin Ya Rabb. Terima kasih”

“Kalo gitu Lisna tutup dulu teleponnya”

“Oke Téh

Tut.....tut.. suara terakhir yang terdengar di ponsel Helen. Ia kembali masuk kamar rawat. Helen mendekati Mama. Sambil berbisik.

“Ma, ada salam dari Téh Lisna, maaf belum bisa jenguk lagi”

“Iya” jawab Mama singkat. Mata Mama berubah menjadi merah. Lekukan matanya semakin dalam. Ada polet hitam di bawah kelopak mata Mama.

Helen berjalan mendekati sofa kosong di sebelah Ayah. Ia merebahkan tubuhnya. Sambil menutup mata. Rasanya berat tidur dalam kesedihan. Tidur saja merasa bersalah. Tapi kantuk selalu berusaha meyakinkan bahwa tidur bukanlah perbuatan salah. Dengan tidur mungkin kita akan mendapatkan kejutan baru saat nanti bangun. Semoga Tétéh bangun. Doanya sebelum ia tertidur lelap.

***

“Helen Tétéh di sini” teriak Bunga pada adiknya yang sibuk bicara lewat ponsel.

            “Helen berikan ponselnya, aku ingin bicara pada Lisna.... Helen” teriak Bunga di depan wajah Helen yang masih sibuk berbicara. Tak ada apapun yang menggangu pembicaraannya.

Bunga  menatap tajam adiknya. Sudah beberapa kali ia berteriak. Adiknya tak peduli. Apa ini rasanya jadi hantu. Berteriak, menyentuh dan bergerak saja tidak dihiraukan. Padahal Bunga ingin sekali berbicara setelah agak lama ia meninggalkan raganya yang masih dalam keadaan koma.

“Kapan aku bangun Tuhan” Bunga menengadah pada langit-langit.

“Iya, Helen. Gimana perkembangan Bunga? suara Lisna di sebrang sana. Kembali memecah ke risauan Bunga.

“Lisna doain aku, aku bakalan bangun kok. Kamu harus yakin temen kamu ini bakalan bangun, kita bakalan main bareng lagi, meski sekolah kita bakalan beda” Bunga mendekatkan mulutnya pada ponsel Helen.

Saat akan menjawab pertanyaan Lisna Helen terdiam gemeteran. Suara semu Bunga terdengar singkat lewat ponselnya. Ia memandang ponselnya dan kembali berbicara.

“Helen itu aku... barusan aku ngomong... kamu gak usah takut, Tétéh kamu ada di sini, buka matanya” ada rasa senang yang terpancar lewat muka Bunga. Akhirnya meskipun tak begitu yakin. Helen bisa mendengar Bunga. Pertanda baik. Semoga saja.

“Kamu bisa liat hantu gak” kata Bunga bercanda pada diri sendiri.

“Oke siap Téh ditunggu” helen tersenyum. Matanya berbinar-binar. Kalimat tegar yang dirasa sangat berat.

“Jangan ditunggu, mesti ke rumah gitu!” bisik Bunga pelan. Helen tak mendengar. Lagi-lagi tidak ada respon. Ya sudah mungkin ini resiko seorang hantu. Selalu di gondokin.

Selesai mengangkat telepon Helen masuk ruang rawat, disusul Bunga dari belakangnya. Selalu pandangan tak mengenakan. Seorang wanita menangis tersendat memeluk anak gadis yang terbujur kaku tidak berdaya. Setiap hari selalu begini. Rasanya Bunga ingin masuk seenaknya. Masih belum bisa. Seperti ada energi tolakan yang luar biasa. Atau mungkin energi waktu belum bisa mengembalikan Bunga pada raganya.

Bunga berjalan mondar-mandir di depan kakinya sendiri. Ia kebingungan, mencari jalan keluar paling tepat. Apa yang harus dia lakukan. Tidak ada. Bunga menendang ranjang pasien dengan keras. Brakkkk!! Loh, loh kok bisa memantulkan suara.

Mama, dan Helen terperanjat kaget mendengar gubrakan. Suaranya tidak jauh dari ruang rawat Bunga. Bahkan suaranya dekat sekali. Suara tendangan, tapi tidak membuat benda jatuh atau benda-benda bergerak. Helen mengamati sekitarnya. Tidak ada apa-apa. Semua baik. Mama juga tidak melakukannya. Apalagih Ayah masih duduk diam di sofa.

“Mungkin, suara dari ruangan sebelah“ kata Helen memandang Mama.

“Mungkin” selalu membuat percakapan singkat. Mama seperti tidak ingin ambil pusing. Sudah hampir tak peduli dengan sekitarnya.

“Ma, tadi pas aku angkat telpon dari Téh Lisna, pas dijeda kok ada suara Téh Bunga. Meskipun samar, tapi kedengeran jelas” Helen duduk di samping ayah.

“Halusinasi”

“Enggak Ma, rasanya tuh kaya beneran, bukannya Mama juga tadi denger ya?” Helen memandang Mama dengan tatapan meyakinkan.

“Mama bilang halusinasi” jawab Mama tegas.

“Kalian berdua sama saja. Biarkanlah mungkin Bunga sebentar lagi bangun, dan ia ingin memberitahu kami lewat kamu Helen” Ayah menimpal pembicaraan Mama dan Helen.

“Oke oke Yah” Helen memalingkan pandangan ke arah jendela.

“Dan kamu juga kalo ngomong jangan ngasal, kasian Bunga” kata Ayah menegaskan.

“Siapa juga yang ngasal” gerutu Helen.

Jauh di sebrang sana, Bunga menyaksikannnya dengan gemas dan tak sabaran. Bunga berteriak mohon maaf, gara-gara apa yang dia lakukan telah membuat keluarganya berseteru. Meski tidak terlalu lama dan panjang. Bunga mondar-mandir memandangnya. Percuma berteriak pun tak mendengar. Sekalinya tak sengaja eh malah jadi saling debat.

“Andai bisa, akan ku katakan kalo yang barusan aku gak sengaja nendang. Percuma percuma tauuuuu!”

Please jangan bertengkar, jangan bertengkar depan orang koma. Please

Please maafin... maaaa...aaaa...finnnnnn!”

“Ingin pulang” tubuh Bunga tiba-tiba lunglai. Ia tidak bisa berdiri. Rasanya lemas tak berdaya. “Apalagi ini” tubuhnya seperti melayang. Matanya terpejam rapat. Tangan, telinga, mata, hidung semuanya sudah tak bisa dirasakan. Tubuh Bunga yang setengah tembus pandang terbaring lemas. Matanya tertutup rapat. “Loh kok jadi gini” teriaknya. Sedikit demi sedikit tubuhnya melebur menjadi debu yang tersapu agin.

****

“Tuuuttttt... tuuuttttt...tuuuttt” Suara dentuman elektrokardiogram berganti menjadi vertikal rapih tidak ada senggolan bahkan pada pinggiran garis itu. Panik ini semakin menjadi-jadi.

“DOKTER, DOKTER!” teriakan semakin menjadi ketakutan dalam keheningan.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
CAMERA : Captured in A Photo
1150      553     1     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
karachi
649      382     0     
Short Story
kisah elo
P.E.R.M.A.T.A
1777      894     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Melawan Tuhan
2750      1033     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
I Can't Fall In Love Vol.1
2537      1015     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Kayuhan Tak Sempurna
12794      2032     1     
Romance
Sebuah kisah pemuda yang pemurung, Ajar, sederhana dan misterius. Bukan tanpa sebab, pemuda itu telah menghadapi berbagai macam kisah pedih dalam hidupnya. Seakan tak adil dunia bila dirasa. Lantas, hadirlah seorang perempuan yang akan menemani perjalanan hidup Ajar, mulai dari cerita ini. Selamat datang dalam cerita ber-genre Aceh ini
Finding Home
1980      933     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
R.A
2104      1046     2     
Romance
Retta menyadari dirinya bisa melihat hantu setelah terbangun dari koma, namun hanya satu hantu: hantu tampan, bernama Angga. Angga selalu mengikuti dan mengganggu Retta. Sampai akhirnya Retta tahu, Angga adalah jiwa yang bimbang dan membutuhkan bantuan. Retta bersedia membantu Angga dengan segala kemungkinan resiko yang akan Retta hadapi, termasuk mencintai Angga. - - "Kalo nanti ka...
Hug Me Once
8338      1885     7     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman