C
“Gimana, dik Hani? Nisa mau kan dijodohkan dengan Reno?”
“Iya, mbak Dina,, Nisa nya mau, tapi kayaknya Nisa masih ragu kalo Reno nya mau juga,”
Bu Rusdi berpindah posisi duduknya.
“Halah, itu tenang aja,, Yang penting Nisa nya mau dulu,”
“Tapi bener ya, mbak? Nggak usah dipaksain, Kasihan nanti kalo nggak sepenuh hati,”
“Iya, dik Hani,, Tenang aja ya, Pasti beres,”
“Iya, mbak,, Saya ngikut saja kalo gitu,” Terdengar patuh.
“Alhamdulillah,,”
“Ya udah kalo gitu,, Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,,”
Bu Rusdi mengakhiri panggilan telepon itu.
“Jadi mama beneran mau menjodohkan Reno dengan Yanisa?”
Meletakkan hp di atas meja. “Iya, pa,, Siapa lagi yang lebih pantas jadi istri Reno kalo nggak Nisa,”
“Apa mama sudah membicarakan ini dengan Reno?”
“Halah,, Nggak usah, pa,, Tu anak susah kalo dikasih tau,”
“Ya jangan gitu lah, ma,, Yang mau menjalani hidup berumah tangga kan mereka, bukan kita,”, sahut pak Rusdi, bijak.
“Tapi mama nggak suka sama yang namanya Novi itu, pa,”
“Kalo nggak suka bilang terus terang dong ke Reno,”
“Sudah, pa,, Sudah,, Mama sudah bilang berkali – kali ke Reno, Tapi Renonya tetep keras kepala gitu,”
“Reno keras kepala gitu mungkin ada maksudnya, baiknya mama bicarakan kembali ini dulu dengan Reno,”
“Enggak, pa,, Pokoknya mama mau menjodohkan Reno dengan Yanisa, titik,”, sahut bu Rusdi, tampak kesal.
CI
Suatu hari,
Langit tampak mendung.
Awan – awan hitam berarak pekat menuju pusat kota.
Sungguh angin yang berhembus seolah – olah sedang marah.
Terasa begitu kencang, hingga dapat menerbangkan kesadaran.
“Aduh, latihan kita ntar gimana kalo hujan nanti?”
“Iya, kayaknya bakalan deres hujannya,”
Sambil menyendok nasi pecel. “Nyantai aja, Kan ada aula nya di sana,”
“Bukan masalah tempatnya, tapi situasinya nanti,”, ucap Siska.
“Ohh,, ya moga aja semua nya lancar,”
Novi tampak santai menyantap makan siangnya.
Rista menyadari maksud Siska.
Membatin. “Ya allah,, iya,, Nanti gimana kalo aku kumat pas geladi?”
“Meskipun aku bawa obat, kan nggak mungkin kalo aku bisa langsung tenang setelah minum obat,”
“Apa aku izin nggak ikut geladi aja ya ntar malem?”
“Ya allah,, Tapi ini kan udah deket – deket acara, Mosok izin latihan?”
Tiba – tiba, “Tenang aja, Riss,, Berdoa aja kamu bisa kuat,”
Terkejut. “Oh ya, Iya,, Maaf ya,”
“Kamu itu nggak salah ngapain minta maaf,, Justru aku yang harusnya minta maaf kemarin – kemarin galak gitu sama kamu,”
“Iya nih, Siska kalo udah greget kayak macan, Pingin nyantap aja hawanya,”
“Ntar kamu nggak usah pacaran – pacaran segala, tak santap kamu ntar,”
“Haha,, siap,,”, canda Novi.
CII
Puncak kehebohan,
Petir semakin sering berkilatan di langit.
Gemuruhnya menggelegar, memenuhi isi kesadaran.
Rintik – rintik hujan ikut memberondong hati yang sudah ketakutan.
Mental Rista semakin ciut.
Nyalinya tenggelam pada rentetan bunyi hujan.
“Ya allah,, ini kalo listriknya mati gimana?”, gumam cewek itu, tampak meringkuk.
Melihat trauma yang dialami temannya, Siska merasa kasihan.
Berdiri dari tempat duduk, cewek itu menghampiri Nanang.
“Mas, ntar kami narinya kalo hujannya udah reda aja ya,”
“Lha kenapa?”
“Kayaknya Rista nggak bisa fokus kalo pas hujan gini,”
“Oo, Iya deh,, Nggak pa,”
Sambil Nanang melihat daftar pengisi acara.
“Kalo gitu ntar habis The Rocket ya, Tapi agak maleman tuh,”
“Iya, mas,, Gak pa, daripada habis ini, Takutnya Rista malah nggak fokus,”, sahut Siska.
“Iya deh,”
“Makasih ya, mas,”
“Iya, sama – sama, “, ucap Nanang.
Siska pun kembali mendudukkan raga pada tempatnya tadi.
Waktu bergerak, maju dengan perlahan – lahan,
Rasanya begitu lama, mereka menunggu giliran tampil.
Sungguh tak mengapa, Rista bisa terus membangun konsentrasi.
Siska pun tampak lega melihat adaptasi yang masih dilakukan oleh temannya.
Kelihatannya hujan itu tidak menjadi masalah lagi bagi Rista.
Juga bunyi gemuruh petir seolah – olah hanya bunyi genderang dari langit.
Dirinya bisa merasakan hujan dan petir itu secara normal.
Tapi, tampaknya sang khalik hendak menggoda cewek itu.
Tiba – tiba saja, “DUAARR,!!!” Bunyi petir tepat bersorak di atas aula itu.
“ASTAGHFIRULLAH,!”, seru Rista.
Dirinya kembali ketakutan.
Sontak Siska mendekap temannya itu.
“Tenang ya, Ris,, Tenang,, Ini ada aku kok,” Coba meredakan rasa gemetar yang sangat hebat pada diri temannya.
Dengan gigi yang bergemeretak. “Aku takut banget, Sis,”
“Tenang aja,, Tenang,, Ini aku di sini,” Tampaknya Siska sedikit kesulitan bernafas karena dekapan Rista yang sangat erat.
“Pet,” Tiba – tiba listrik di dalam aula itu padam.
Sontak, Rista menjerit histeris.
Akalnya seketika pergi dari dalam pikiran.
Cewek itu pun pingsan.
CIII
Pagi hari,
Di depan ruang kelas Rista.
Kejadian semalam tampaknya masih mengganggu kesadaran mereka bertiga.
Mereka tampak bingung, juga khawatir dengan kondisi Rista.
Rista pun sama. Cewek itu gamang dengan nasib latihan menari mereka.
Tampak menerawang. “Moga aja cuacanya cerah hari ini,”
“Amin,,” Novi tampak pasrah.
Siska juga ikut menyahut, “Amin,,”
“Aku minta maaf ya, temen – temen,, Gara – gara aku kemarin kita nggak geladi,”
“Nggak pa, Ris,, Aku kemarin juga nggak fokus, kepikiran kamu terus,”
Meratap. “Aku jadi ngerasa bersalah,”
“Nggak paa,, Yang penting malem ini kita harus maksimal,, Ok,”
“Iya,”
“Yang semangat dong,”
“Iyaa,!”
“Nha gitu, Itu baru yang namanya semangat,”
CIV
Saat keputusan itu sudah final,
“Reno,, kemari sebentar, nak,”
Menghentikan sejenak bermain gamenya. Reno menghampiri ayahnya.
“Ya, pa,, Ada apa?”
Laki – laki itu duduk bersikuan dengan orang tuanya.
“Begini,, Papa sama mama sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan Yanisa, anaknya temen mama,”
“Iya, Reno,, Itu rasanya cukup baik untuk masa depan kamu,”
“Tapi, ma, pa,, Reno udah punya calon sendiri,”
“Iya Reno,, Papa tahu, Papa juga tahu bagaimana perangai calon kamu itu, Jadi baiknya kamu mematuhi keputusan kami berdua ini,”
“Ya nggak bisa gitu dong, pa, ma,, Reno kan udah bilang Reno sukanya sama Novi, Reno nggak cinta sama Nisa,”
“Cukup, Reno,, Jangan kamu membantah perintah orang tua,! Apa kamu diajarkan agama untuk membantah perintah orang tua?”
Membalas, “Apa agama juga mengajarkan untuk memaksakan kehendak padahal itu tidak disetujui?”
“Reno,!, Kamu jangan sok menasehati agama, Turuti perintah orang tua kamu atau kamu akan durhaka sebagai seorang anak,”, bentak bu Rusdi.
“Ya,!” Reno sangat marah.
Laki – laki itu langsung berdiri, meninggalkan ruang tamu.
“Reno,! Reno,!”, panggil ayahnya.