LII
Hari itu Rista ada ulangan kimia.
Dirinya tampak gelisah.
Walaupun sudah belajar, tapi seolah – olah otak pintarnya membeku.
Rista tidak ingat satu materi pun yang telah dipelajarinya.
Cewek itu terus coba mencerna apa yang tersurat pada lembaran soal.
Berkali – kali Rista membacanya.
Tapi dirinya benar – benar tidak mengerti sama sekali maksud tulisan – tulisan itu.
Seolah – olah ejaannya berasal dari dunia lain.
Rista melihat jam dinding di belakang ruang kelas.
Tidak disangkanya 20 menit sudah berlalu sejak dimulainya ulangan itu.
Dirinya menjadi semakin gugup.
Keringat dingin mulai bermunculan.
Juga jantungnya terasa berdebar – debar.
Rista mengeluarkan botol minumnya dari dalam tas.
Lalu dirinya meminum larutan air dalam botol.
Pak Vincent terkejut melihat tingkah Rista yang seenaknya.
Tapi beliau membiarkan saja cewek itu untuk minum.
Tampaknya pak Vincent sudah tahu kondisi mental siswinya itu.
Beliau kembali membaca koran pagi yang sudah digelarnya.
Dengan memfokuskan perhatian Rista tampak coba mengatur kondisi mentalnya.
Mengatur keluar masuknya nafas dengan berurutan.
Sambil cewek itu mengafirmasi pikirannya untuk tenang.
Menguatkan kesadaran jika dirinya bisa mengerjakan soal – soal itu.
Perlahan – lahan, tampaknya Rista mulai mendapatkan lagi keyakinannya.
LIII
Rista duduk pada bangku panjang di luar kelas.
Tampak kesadarannya sedang muram.
Juga eksistensi pikiran cewek itu ada di masa lalu.
Rista masih memikirkan ulangannya tadi.
Seseorang duduk di sisi kanan Rista.
“Kamu kenapa, Ris? Kayak gelisah gitu,”
Terkejut. Rista memberi ruang untuk temannya.
“Aku tadi habis ulangan kimia, Sis,”
Tampak berempati. “Lha trus kenapa?”
“Aku nggak yakin aja yang aku kerjakan bener semua,”, ucap Rista.
“Lha tadi kamu ngerjakan gimana? Yakin nggak?”
“Ya agak ragu juga sih, Aku nggak yakin aku nulis rumus yang bener,”
“Lha gimana? Apa kamu ulangi sekali lagi ulangan itu?”
“??,, Ya nggak bisa lah, Sis,, Mosok ulangan diulangin lagi?,”
“Maka dari itu kamu harus anggep kamu itu sudah mengerjakan dengan baik,”
“Tapi aku nggak yakin Sis bakal dapet nilai yang bagus ulangan aku ini,”
“Yakin aja, Ris,, Kamu kan cewek yang pinter, gampang mudeng sama pelajaran, dan aku yakin kamu udah belajar puluhan kali sebelum ulangan ini kan,”
Rista menghela nafas.
Kesadarannya kembali terpaku pada ulangan tadi.
“Udahh,, pasrahin aja,, Yang terbaik pasti akan dibalas juga sama tuhan dengan yang terbaik,”
Rista mencoba tersenyum.
“Makasih ya, Sis,, Aku agak legaan sekarang,”
“Iya, sama – sama,, Aku juga bersyukur kamu bisa greget lagi, Ris,”, ucap Siska.
“Ayo, kita ke kantin,, Pasti Novi udah nungguin kita dari tadi,”
“Oh iya,, Ayo,”, sahut Rista, mulai melangkah.
LIV
Sore hari tiba,
Mereka bertiga tengah greget berlatih untuk acara bulan November nanti.
Dengan segenap tenaga mereka berlatih, menggerak – gerakkan tubuh dan kesadaran.
Fokus dan disiplin dikerahkan guna mendapatkan tampilan yang terbaik.
Termasuk evaluasi – evaluasi kecil demi sempurnanya pertunjukan mereka nantinya.
“Aduhh,, kok mentok lagi ya pas retro,”
“Hoohhh, Aku sampe lelah ngulang – ngulangin break dance nya,”
Menghela nafas. Siska geleng – geleng kepala.
Cewek itu sama pusingnya dengan kedua temannya.
“Kayaknya kita perlu minta tolong cowok sekong itu deh,”
“?? Tommi maksud kamu?”
“Iya, Tommi si sekong,”
“Aduh, Siss,, Sekong bayarannya mahal,”
“Lha gimana?, Daripada kita mentok terus gini,”
Tampaknya Rista sedang menganalisa sesuatu. “Kayaknya nggak pa juga, Sis,, Ini udah dua minggu lagi, Udah mepet,, Belum nyiapin yang lain,”
Menghela nafas. Novi tampak tidak rela.
“Iya deh,, Atur aja,”, sahut dirinya.
“Benerann?, Mau?”
“Iya, daripada kita mentok gini,”
Siska meraih hp nya. “Ok deh, Aku WA Tommi nih,”
“Tapi ntar totalannya diakhir aja ya,”
“Iya, santai aja,, Ntar aku talangin dulu,”
LV
Malam menjelang,
Dewi rembulan tampak cerah di angkasa.
Wujud sang dewi terlihat sempurna menghiasi luasnya langit malam.
“Sorry, mas,, baru bales,, Aku baru pulang,”
Reno membalas pesan itu, “Jam segini baru pulang?”
“Iya, Aku tadi ada latihan nari dulu,”
Sontak rasa tidak berkenan Reno kambuh.
“Ternyata Novi masih aktif nari,”
Reno menjadi gamang dengan niatnya.
“Oh ya,”, balas dirinya.
“Kenapa, mas? Kok responnya aneh gitu,”
“Enggakk, Nggak pa – pa kok,”
“Aku ngerti, Mas Reno masih nggak suka kan sama aktifitas aku,”
“Yaa,, Yaa,, Iya sih,”
“Aku nggak pa kok, mas,, kalo kita nggak perlu ketemuan lagi,”
Reno tidak membalas WA dari mantannya itu.
Tampaknya laki – laki alim itu belum siap menerima kenyataan yang ada.
Sisi idealis Reno masih merekat kuat pada kesadaran.
Mengetik pesan. “Nis,, kayaknya aku masih nggak bisa menerima Novi deh,”
Lalu Reno mengirimkannya.
Sambil menunggu balasan, dirinya merenung di atas karpet kamar.
Memikirkan nasib asmaranya yang tidak tentu.
Pesan balasan dari Yanisa. “Lha kenapa, Re?”
“Novi masih aktif nari, Nis,”
“Kamu harus menerima kenyataan itu, Re,”
“Nis,, aku nggak masalah kalo Novi suka nari, tapi kostum yang dipakainya itu,”
“Ya sama saja, Kamu juga harus menerimanya, Itu kan nggak bisa lepas dari kewajibannya juga,”, balas Yanisa.
“Aku jadi nggak yakin aku mau balikan lagi sama Novi,”
“Re,, Nggak semua di dunia ini sempurna, kalo kamu mau bikin Novi itu sempurna di mata kamu, kamu harus menerima Novi apa adanya,”
“Apa yang harus aku terima dari Novi, Nis?, Nggak ada baik – baiknya sama sekali,”
Agak lama balasan pesan itu diterima oleh Reno.
Laki – laki itu tampaknya semakin tidak terima dengan nasibnya.
Pesan balasan tiba, Reno membacanya,
“Re,, Aku hanya bisa berharap kamu bisa menyadari sesuatu tentang namanya proses,”
Laki – laki itu merasa disudutkan dengan balasan pesan Yanisa.
“Ya,”, balas Reno.
Lalu meletakkan hp di hadapannya.
Laki – laki itu tampak kesal dengan apa yang ditimpakan pada dirinya.
LVI
Ketika asa ingin kembali ke masa lalu,
Ulangan kimia tadi siang masih membayangi kesadaran Rista.
Dirinya merasa kurang berusaha dalam mengerjakan soal – soal kimia itu.
“Coba aku tadi ngerjakannya lebih tenang sedikit, mungkin aku bisa ngerjakan semua soal – soal itu,”
Rista hendak menghukum dirinya sendiri atas kecerobohan yang dilakukan saat ulangan tadi.
Mengeluarkan lembaran kertas yang diselipkan pada sebuah buku.
Sontak trauma siang tadi kembali merasuki perasaan Rista yang belum kukuh.
Juga teringat saat dirinya menjadi pelajar terakhir yang mengumpulkan lembar jawaban.
“Ya allah,, nyesekk banget rasanya kalo keinget tadi siang itu,”
Dengan dipaksakan Rista mengerjakan ulang soal – soal ulangan kimianya.
Sambil membuka buku catatan dirinya menghitung beberapa rumus yang dianggap sulit.
Menyesal. Ternyata soal – soal itu sangat mudah dikerjakan.
Kenyataan itu membuat Rista semakin tenggelam kekuatan mentalnya.
“Ya allah,, bodoh banget sih aku,”
“Soal sepele kayak gini aja, aku nggak bisa ngerjain,” Sambil sepasang matanya menatap hasil pengerjaannya itu.
Memukul – mukul kesadarannya. “Sakitku ini benar – benar membuat aku ngerasa nggak berguna saja,”
LVII
Esok harinya,
Rista mencoba bersikap normal.
Dirinya bermaksud melupakan kecerobohan tempo hari itu.
Tapi,
Rista tampak termenung.
Kesadaran cewek itu tidak ada di lokasi.
Melihat pikiran temannya tidak hadir. “Kenapa, Ris?”
“Aku masih mikirin ulangan kimia ku kemarin,” Rista tampak memelas.
Sungguh Siska tidak menyangkanya.
“Astaga,, Kamu masih mikirin itu??, Udahlah, Riss, move on,, Orang udah lewat, Besok – besok kamu harus lebih tenang lagi ngerjainnya,”
“Tapi soalnya kemarin itu mudah – mudah Sis ternyata, Aku ngerasa aku ini bodoh banget, Soal sepele gitu aja nggak bisa,”
Siska menyadari mental temannya sedang terjun bebas.
Menghela nafas. “Iya, memang kamu bodoh,, Salah kamu sendiri kan nggak bisa ngerjain,, Lagian siapa suruh kamu nggak tenang ngerjainnya, Makanya kamu itu jangan jadi cewek yang lemah gitu,”
Rista diam saja dihina sebegitu luar biasa oleh Siska. Dirinya sangat menyadari ucapan temannya itu.
Alhasil, Rista menjadi semakin terpuruk.
“Kayaknya aku udah ngecewain orang tuaku, Aku nggak yakin siap untuk UN nanti,”
Tapi, Siska malah kembali menjatuhkan kesadaran temannya.
Dengan apa adanya cewek itu berucap,
“Yaa, Terserah kamu aja, Ris,, Kamu memang senengnya dikasihani terus, Nggak bisa melihat kalo hidup ini tu harus diperjuangkan, Makanya kamu manja gini dengan diri kamu sendiri,”
Sontak Rista meneteskan air mata.
“Harusnya kamu itu bisa berbuat lebih, Kamu kan punya semua kualitas siswi yang cerdas, mudengan dan rajin ngerjain tugas, Nggak kayak Novi yang seenaknya dan asal – asalan gitu ngadepin studinya,”
Kesadaran Rista semakin dibuat terguncang oleh Siska.
“Harusnya kamu tu lebih bisa dari Novi, Novi yang asal – asalan dan nggak jelas hidupnya aja punya tekad untuk berjuang, Masak kamu yang punya kelebihan dari segi otak dan kedisiplinan jadi lemah gini?, Nggak banget tau,”
Siska melirik tampilan mental temannya.
Merasa kesal kepada diri sendiri. Rista membatin, “Ya allah,, Aku kok ngerasa nggak berguna banget, Sama Novi aja aku bisa kalah gitu,”
“Aku mesti gimana ini, Ya allah,,?”
LVIII
Saat istirahat siang,
Sambil Rista menikmati nasi soto nan lezat,
“Nov, kamu kok bisa nyantai gitu sih ngadepin hidup?”, tanya dirinya.
“?? Emang aku nyantai ya?”
“Yaa,, kalo tak lihat sih kamu nyantai aja, Ngerjain tugas ya sekenanya, belajar kayaknya juga nggak terlalu greget gitu,”
“Ohh, Hahaha,, Kamu kok tau sih, Ris,”
Novi menyendok nasi pecel bersama sedikit sayuran.
“Aku kasih tau dong rahasianya,”
“?? Rahasia apa?”
“Ya rahasia kamu, meskipun nggak greget tapi tetep bisa semangat gitu,”
“Ohh, Hahaha,, Aku kok kayak jadi penasehat spiritual gini ya,”
“Haduuhh,, Malah bercanda gitu sihh,”
“Hahaha,, Iya, iya,, Bentar ya, tak mikir dulu,”, sahut Novi.
Dirinya tampak menghela nafas.
Sambil menunggu temannya berucap, Rista menyendok kuah nasi soto.
“Sebenarnya aku tu juga nggak mudeng – mudeng amat sih masalah pelajaran, tapi aku berusaha untuk mudeng trus aku coba ngerjainnya semampu aku, kalo nggak bisa ya aku nyontek aja, Nggak semua aku anggep serius di dunia ini, Aku anggep aja itu datang dan pergi, Ntar kan ada lagi kesempatan atau gimana menyebutnya, Truss,, kayaknya aku nggak terlalu serius menghadapi masalah, kalo itu bisa diselesaikan ya diselesaikan, kalo enggak ya udah diemin aja, kalo masih bikin bingung juga ya curhat ke allah,, Ya udah itu aja, Jadi ya gini akunya,”
Rista membatin, “Hah??, Simpel banget gitu,”
“Oh ya, Makasih banget, Nov,, Makasihh banget,,”, ucap cewek itu.