Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koma
MENU
About Us  

Bulan berbentuk sepotong semangka merendam pucatnya di belantara awan kelabu yang bersemir kelam. Sello baru saja akan beranjak dari tempatnya duduk ketika Idan dan Jujun berkunjung ke rumahnya. Dari atas balkon dia melongok ke bawah, lalu berteriak menyuruh keduanya naik ke lantai atas. Beberapa menit kemudian keduanya sudah tiba di balkon sambil membawa kursi mereka masing-masing.

"Lo kenapa sih, Sel?" Idan langsung menyerang Sello dengan pertanyaan. Selama latihan drama, ekspresi Sello ketat dan tidak bersahabat. Sello juga terlihat enggan membalas sapaan, guyonan dan pertanyaan yang mereka ajukan. Sikap Sello itu membuat mereka agak khawatir. "Apa ada kaitannya dengan band kita?"

Sello menggeleng dengan wajah murung.

"Gue tahu," sambut Jujun seraya mengerling pada Idan. "Peran Deril pasti bikin lo terkekang. Benar'kan?" Dia menyeringai seakan dugaannya tepat.

Sello diam saja.

Idan menghela jengah, tak tahan dengan kebisuan yang diperlihatkan Sello. Seumur berteman dengannya baru kali ini dia melihat sahabatnya itu seperti mati gairah. Sorot matanya meredup. "Jangan kayak cewek dong bro," sindirnya tanpa peduli Sello tersinggung atau tidak. Namun Sello tetap bergeming dan dia jadi semakin khawatir. "Bro, kita berteman bukan sehari dua hari. Apapun yang menjadi masalah lo, kita siap membantu." Kalau lo marah soal gue sering menjaili lo, gue minta maaf."

"Bukan soal itu." Sello buka suara dengan nada tidak semangat. "Bukan soal peran juga—percaya deh, lu gak akan sanggup ngafal dialog yang panjang-panjang, Jun."

"Terus?" Sebenarnya ada satu hal lain lagi yang ada di benak Idan, tapi dia tidak berani menyampaikannya karena terlalu sensitif dan takut menuduh. 

"Gue cuma kesal saja sama Vanda."

"Kenapa lagi kalian?" Dugaan Idan tidak meleset. Dia memperhatikan hubungan mereka sejak pertama sekali Sello mulai melakukan manuver-manuver pendekatan yang tidak biasa kepada Vanda. Namun apapun yang dilakukannya tidak tampak menarik di mata gadis itu. Dia memperkirakan hubungan Sello dan Vanda tidak dapat bertahan lama. Mereka pacaran tapi tidak seperti pacaran. Dibilang teman tapi mesra juga tidak. Mereka cuma memberi label pacaran pada hubungannya. Kenyataannya sikap Vanda tidak banyak berubah. Tetap dingin dan cenderung menjaga jarak meski Sello sudah setengah mati mengejar cintanya. Kadang dia merasa kasihan dan kadang juga salut atas usaha sahabatnya dalam mempertahankan cinta.

Sello melenguh berat sambil mengubah posisi duduknya dengan gerakan malas. "Vanda tidak terbuka sama gue," katanya seperti bicara pada diri sendiri.

"Sarap!" Jujun melotot. "Memangnya lo pengin Vanda bugil di depan lo?"

Idan menghujamkan tumitnya ke kaki Jujun. Ketika Jujun mau protes, dia mendahuluinya, menggertak dengan pelototan mata. "Diam bego! Ini tidak seperti yang lo pikir." Beralih pada Sello. "Memangnya dia menutupi apa dari lo?"

"Lo pasti bakal menertawai gue."

"Jangan bilang lo mau mengajak dia... " Idan setengah bercanda mentautkan ujung kedua jarinya yang mengarah pada kecabulan. Dia tidak bermaksud seperti itu, tapi mungkin dengan begitu kelesuan Sello sedikit melonggar.

"Ya, Tuhan. Sama saja otak kalian berdua! Ini masalah respon perasaan dan perhatian saja."

Idan menyeringai geli melihat ekspresi Sello yang tersinggung. Mirip orang alim yang dituduh berbuat nista. "Hmm... jujur saja gue bilangi, maaf, lo jangan tersinggung dulu. Menurut gue, cewek lo itu seperti perempuan tua yang sudah kehilangan gairah dan semangat. Mungkin kena serangan manapouse dini. Gue mau bilang seperti itu sama lo, tapi takut lo tersinggung. Hmm, apa sudah lo bicarakan masalah ini dari hati ke hati padanya?"

"Beberapa kali, tapi dia selalu menyela dan minta menjalani hubungan tanpa ada tekanan."

Idan garuk-garuk kepala, bingung mau menanggapi apa. "Hmm, masalah kalian... " Dia teringat pada konser band nanti. Mungkin cukup alasan bagi Vanda untuk meminta pembatalan keikutsertaan mereka kepada sepupunya. Hati cewek siapa yang bisa menduga, pikirnya. "... gue takut masalah kalian akan berdampak pada band kita?"

"Gue pikir dia bisa membedakan masalah."

"Mungkin saja."

Pembicaraan mereka disela oleh kedatangan Nila dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.

"Kita jadi ngerepotin nih, Tan," ucap Idan berbasa-basi.

"Kalian tidak latihan?" Nila meletakkan nampan ke meja kecil di tengah mereka.

"Leader-nya lagi sakit hati, Tan." Idan menjawab terang-terangan.

"Oh, ya?" Nila menatap ke dalam mata Sello dan menangkap sorot galau yang begitu kuat meski dia menyeringai, berusaha untuk menutupinya. "Cewek itu senang diperhatikan loh," tembaknya langsung seraya menaruh nampan ke dada, memeluknya. "Dan juga ingin dimengerti."

"Wah, yang ini ceweknya beda, Tan." Idan memanas-manasi.

"Tapi tidak pakai telor," sambung Jujun semangat.

Sello mengulurkan kakinya, menyepak kaki Jujun. "Lo pikir Vanda waria apa?!"

"Ups!" Jujun mendekap mulutnya, lalu menyeringai.

"Jika perhatian dan pengertian tak lagi ampuh menaklukkan hatinya, maka kamu, kalian harus mengambil sikap tegas untuk melanjuti atau mengakhiri hubu-ngan. Itu saja. Bahkan kadang-kadang perempuan suka pada ketegasan seorang pria dalam membuat keputusan. Jika kalian sudah memutuskan, mereka akan ber-balik minta perhatian dan pengertian itu kembali."

"Ha?" Idan sulit menerimanya pernyataan Nila.

"Karena itu pula Tante takluk pada Om kalian."

"Sedaaap!" seru Jujun, memuji.

"Wah, kita harus menerapkannya juga, Jun," imbuh Idan penuh semangat.

"Memangnya ada yang mau sama kalian?" sindir Sello yang membuat kedua sahabatnya speechless.

Nila meninggalkan balkon, memberikan privasi kepada ketiga remaja itu.

"Kebangetan lo, Sel," sungut Idan. "Masak lo buka kartu kita di depan nyokap lo. Malu tahu!"

"Halah, sok jaim lo!"

"Sudah jam sembilan lewat," beritahu Jujun. "Latihan apa kagak nih?"

"Off saja dulu," jawab Sello. "Gue lagi capek hati memikirkan Vanda."

"Terus tanggal konsernya sudah ketahuan belum?"

"Janjinya mereka mau mengabarinya hari ini, tapi... " Dari dalam kamar lamat-lamat terdengar lagu One More Night, Maroon 5. Suara nada dering ponsel Sello. Karena malas beranjak dari duduknya, dia menyuruh Jujun mengambilnya. "Mungkin Andre yang menelepon."

"Siap, bos!" Jujun bergegas mengambil ponsel sebelum penelepon bosan menunggu. Dia mengintip ke layar dan tertera nomor Vanda. "Dari Vanda, Sel!" teriaknya. Semangat yang sudah terpupuk langsung kandas. Sebaliknya, Sello seketika jadi bersemangat ketika mendengar nama Vanda. Setengah berlari dia menghampiri Jujun dan menyambar ponsel dari tangannya.

"Ya, halo, beib?"

Jujun mengulangi ucapan Sello dengan nada mengejek, lalu menjulurkan lidahnya seolah mau muntah.

"Aku nyaris frustasi menunggumu pick up telepon." Suara Vanda terdengar ngambek.

"Sori, beib. Tadi aku lagi ngobrol sama Idan dan Jujun."

"Di mana kalian?"

"Di rumahku."

"Oh, kirain kalian di studio musik."

"Kalau kamu mau mendengar suaraku bernyanyi, kamu bisa mendengarnya sekarang. Lagu apa saja."

"Oh, please," desah Vanda. "Aku meneleponmu bukan untuk urusan itu, tapi sesuatu yang sangat kalian dambakan. Ini kabar gembira!"

Sello tak perlu susah-susah menebak apa yang akan disampaikan Vanda padanya. Meskipun dia mengharapkannya, tapi dia ingin Vanda menghubunginya lebih dikarenakan alasan lain, mungkin rindu atau mengungkapkan tiga kata keramat yang sangat ditunggunya, sangat ingin didengarnya berulang-ulang. Tiga kata, "I Love You" dan "I Miss You". Sungguh dia menginginkan kata itu terucap dari mulut Vanda walau hanya sekali. "Yeah, apa itu?"

"Dua-dua desember. Kalian harus ingat dan catat. Pada tanggal itu kalian akan tampil sebagai band pembuka konser."    

"Kenapa dengan Andre? Kenapa bukan dia yang menyampaikan?"

"Tidak kenapa-kenapa. Dia minta aku menyampaikannya. Soalnya dia takut kelupaan."

"Kami pastikan kami tidak akan mengecewakan sepupumu."

"Harus. Jika tidak, aku juga yang malu."

"Van... "

"Ya?"

"Um, aku mau bicara."

"Kita sedang melakukannya sekarang."

"Maksudku bukan lewat telepon, tapi, apa kamu ada waktu malam ini?"

"Apa harus malam ini? Sekarang sudah jam sepuluh loh? Jarak yang kita tempuh juga terlalu jauh."

"Baiklah. Kapan kamu bisa agar jarak kita tidak menjauh?"

"Please deh, kamu tidak usah terlalu mendramatisir."

"Besok setelah pulang latihan drama?"

"Pentingkah?"

"Banget."

Terdengar helaan nafas berat dari seberang. "Baiklah. Besok sehabis pulang latihan drama."

"Hanya kita berdua," tegas Sello.

"Hanya kita berdua," ulang Vanda.

Hening.

"Kurasa Idan dan Jujun sudah menunggumu terlalu lama." Vanda buka suara. "Sampaikan salamku pada mereka."

"Pasti."

"Bye."

Sello kembali bergabung bersama Idan dan Jujun. Ekspresinya terlihat lebih segar dan ringan dari sebelumnya.

"Horor banget kalian," sentil Idan.

Sello tersenyum malas. "Tanggal dua dua desember kita tampil."

Idan menilik ekspresi Sello. "So, apa kami tidak boleh ikut?"

"Boleh saja, asal kalian menjauh dari TKP dan tidak ada pakai acara traktir-traktiran."

"Kalau gue pasti ikut," sahut Jujun antusias. "Sekalian belajar bow! Siapa tahu gue ngadepin masalah yang sama."

"Lebay!" rutuk Idan. "Tapi kami boleh ajak Sesil'kan?"

"Buat apa?" tanya Sello.

"Biar ada traktiran." Idan cengengasan.

"Setuju," sambut Jujun.

"Aduuh, sudah deh. Mending kalian tidak usah datang sekalian."

"Kami jamin Sesil bakalan jinak selama lo ngobrol sama Vanda." Idan tidak mau menyerah.

"Sekalian saja bawa Lara, Bu Konde dan anak-anak lainnya biar ramai!"

"Serius?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • dede_pratiwi

    nice story, kusuka bahasa yg dipakai ringan. keep writing...udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Casanova
  • yurriansan

    Mainstream si, tp jokes nya bikin ngakak...????

    Comment on chapter Casanova
Similar Tags
Journey to Survive in a Zombie Apocalypse
1374      671     1     
Action
Ardhika Dharmawangsa, 15 tahun. Suatu hari, sebuah wabah telah mengambil kehidupannya sebagai anak SMP biasa. Bersama Fajar Latiful Habib, Enggar Rizki Sanjaya, Fitria Ramadhani, dan Rangga Zeinurohman, mereka berlima berusaha bertahan dari kematian yang ada dimana-mana. Copyright 2016 by IKadekSyra Sebenarnya bingung ini cerita sudut pandangnya apa ya? Auk ah karena udah telan...
Tasbih Cinta dari Anatolia
86      82     1     
Romance
Di antara doa dan takdir, ada perjalanan hati yang tak terduga… Ayra Safiyyah, seorang akademisi muda dari Indonesia, datang ke Turki bukan hanya untuk penelitian, tetapi juga untuk menemukan jawaban atas kegelisahan hatinya. Di Kayseri, ia bertemu dengan Mustafa Ghaziy, seorang pengrajin tasbih yang menjalani hidup dengan kesederhanaan dan ketulusan. Di balik butiran tasbih yang diukirny...
Estrella
360      247     1     
Romance
Oila bingung kenapa laki-laki ini selalu ada saat dia dalam bahaya, selalu melindunginya, sebenarnya siapa laki-laki ini? apakah dia manusia?
For One More Day
495      348     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Bulan dan Bintang
6059      1618     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
Pensil HB dan Sepatu Sekolah
70      67     0     
Short Story
Prosa pendek tentang cinta pertama
Nirhana : A Nirrathmure Princess
15996      2379     7     
Fantasy
Depresi selama lebih dari dua belas tahun. Hidup dalam kegelapan, dan berlindung di balik bayangan. Ia hanya memiliki satu harapan, yang terus menguatkan dirinya untuk berdiri dan menghadapi semua masalahnya. Ketika cahaya itu datang. Saat ketika pelangi akhirnya muncul setelah hujan dan awan gelap selama hidupnya, hal yang tak terduga muncul di kehidupannya. Fakta bahwa dirinya, bukanlah m...
Bottle Up
3130      1282     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
Langit Biru Istanbul
126      60     2     
Romance
Ameera, seorang mahasiswi asal Indonesia, mendapat kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di Istanbul selama satu semester. Ia menyewa kamar di sebuah rumah tua milik keluarga Turki yang hidup sederhana. Di rumah itu, Ameera berkenalan dengan Emir, cucu pemilik rumah, seorang fotografer jalanan yang berhenti kuliah karena trauma masa lalu. Emir dikenal dingin, sinis, dan menghindari s...
Roger
2104      877     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...