Read More >>"> Koma (Seperti Rama dan Sinta) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koma
MENU
About Us  

Dalam gelap Sello menyeret langkahnya sambil merapaikan tangannya ke depan agar tidak menabrak sesuatu. Belakangan ini sering terjadi pemadaman listrik bergilir, tapi gelap yang dihadapinya bukan kegelapan biasa. Gelapnya sangat pekat seperti tinta hitam. Bahkan tidak tampak secercah cahaya sedikitpun yang dapat menjadi penuntun langkahnya.

Dia merasa sudah cukup jauh berjalan. Gelombang putus asa merayapinya dan dia berhenti sejenak untuk melepas lelah. Dia berpaling ke kiri, lalu berpindah ke kanan dan akhirnya mengedarkan pandangan ke segala arah. Namun hanya ada kegelapan yang ditemuinya. Dia panik. Jika dia berlama-lama berhenti, maka dia tak akan dapat keluar dari perangkap kegelapan. Alih-alih melanjutkan perjalanan, pada ketinggian di ujung jalan tiba-tiba muncul sebuah benda berpijar berwarna jingga. Dia tidak dapat memasti-kan benda apa itu. Dalam hitungan sepuluh hingga duapuluh langkah barulah dia tahu jika cahaya itu berasal dari lampu pijar yang satu per satu bermunculan mengikuti pola sebuah bangunan dengan ornamen serupa stupa kecil yang tersusun mengerucut hingga ke bagian atap.

Sello baru menyadari jika dirinya sedang berdiri dan menatap kemegahan bangunan Candi Siwa yang berada di komplek Candi Prambanan. Pesona dan kemegahan komplek candi kian apik oleh paparan cahaya jingga yang menghiasi setiap bangunan.

Di atas puncak anak tangga Candi Siwa, seorang gadis keluar dari pintu candi, melangkah anggun menuruni anak tangga. Gadis itu mengenakan pakaian wayang lengkap dengan mahkota emas yang menghiasi kepalanya. Sello nyaris tak berkedip mengagumi keelokan gadis berwajah blur. Huh, lagi-lagi wajah itu tersamakarkan! Kenapa sih selalu begini? Apa Vanda sengaja melakukannya?

"Senang melihatmu lagi," ucapnya ketika Vanda datang mendekat.

"Lama sekali sih kamu datang." Vanda merengut, setidaknya begitulah bila didengar dari nada suaranya.

"Kau merindukanku?"

Vanda tertunduk malu.

"Ngapain sih kamu berpakaian seperti itu?" tanya Sello.

"Sekarang ini aku menjadi Sinta dan kamu Rama-nya." Vanda menyentuh bahu Sello dan seketika itu pakaiannya berubah menjadi tokoh wayang bernama Rama. "Kamu terlihat makin gagah."

Sello cengengesan mendapat pujian. "Eh, tapi mengapa Rama dan Sinta? Bukankah prambanan identik dengan kisah Roro Jongrang?"

Vanda tersenyum simpul. "Kupikir kamu tidak tahu kisahnya."

"Kita besar dari sejarah. Mana mungkin aku melupakannya."

Mereka pindah ke anak tangga Candi Siwa dan duduk di sana.

"Candi ini sangat indah." Sello bergumam.

"Juga mengagumkan." Vanda menimpali.

"Sewaktu kamu turun tadi, kupikir aku sedang melihat penampakan Roro Jongrang."

"Oh, ya?"

"Mm-hm."

"Sayangnya kamu salah."

"Bukan berarti aku buruk, bukan?"

"Aku lebih senang Sinta. Kesetiaannya pada Rama sangat teruji."

"Mengapa begitu?"

"Meski dirinya berada dalam tawanan Rahwana yang ingin memperistrinya, tapi Sinta bisa menjaga kesucian cintanya hingga Sang Rama datang menyelamat-kannya. Romantis, bukan?"

"Aku pun bisa seperti Rama." Sello tidak mau kalah. "Apapun yang terjadi pada dirimu, aku akan tetap setia mendampingimu. Percayalah."

"Aku masih ragu."

"Dari sudut mana keraguanmu itu datang?"

"Semua."

"Sebegitu parahkah aku?"

"Ask your self." Vanda beranjak dari duduknya, melangkah ke pintu candi. Sebelum masuk, dia menoleh dari balik bahunya. "Aku tak ingin berakhir seperti kisah Roro Jongrang."

Sello bergegas mengejar Vanda, lalu menggamit lengannya, mencegahnya pergi. Mereka berdiri berhadap-hadapan, saling menatap—setidaknya begitulah yang Sello rasakan. "Aku janji tidak akan mengajukan syarat apapun padamu. Aku akan menjadi Ramamu seumur hidupmu."

"Bagaimana jika kelak Sintamu ini bukan seperti Sinta yang kamu kenal?"

Sello meraih bahu Vanda, lalu membawanya ke dalam pelukannya. "Apa-pun dirimu, seperti apapun keadaanmu, aku tetap mencintaimu seadanya dirimu." Tatapannya jatuh ke bahu Vanda yang terbuka dan melihat tanda lahir sepanjang jari telunjuk berwarna coklat terang, yang terlihat kontras dengan kulitnya yang putih. Dia lalu melepaskan pelukannya dan menatap lekat-lekat ke mata Vanda yang tersamarkan. "Tatap mataku, maka kamu akan menemukan kejujuran hatiku betapa aku sangat, sangat, berjuta kali sangat mencintaimu, melebihi apapun."

Vanda mengangkat wajah blurnya. "Aku tahu. Aku bisa merasakan."

"Jadi, untuk apa kamu meragu lagi?"

"Aku bukan meragukanmu. Hanya saja... "

"Apa?"

"Bagaimana jika suatu saat ada seorang cewek yang mencintaimu melebihi cintamu padaku?"

"Seandainya ada, maka aku akan membuatmu mencintaiku melebih dirinya mencintaiku."

"Itu tidak adil."

"Mengapa tidak? Dia mencintai cowok yang kadung tergila-gila padamu dan aku bersumpah tidak akan membuatmu menangis karena menduakanmu. Ah, semoga saja cewek itu tidak bunuh diri karena patah hati melihat besarnya cintaku padamu."

"Aku harap begitu."

Samar-samar terdengar iringan musik gamelan. Kian lama musik kian jelas, lalu satu per satu perempuan berpakaian wayang seragam keluar dari pintu Candi Siwa, berputar mengelilingi Sello dan Vanda. Mereka menari mengikuti ritme gamelan yang lembut. Tarian mereka bukan sekedar gerakan yang mengandalkan kelenturan tubuh, tapi lebih dari itu, tarian mereka memaksa Sello dan Vanda menuruni anak tangga menuju pelataran antara Candi Siwa dan Candi Nandi. Para penari terus mengejar dan mengepung keduanya. Lalu dari pintu masuk Candi Siwa keluar sosok berpenampilan menyeramkan seperti raksasa. Rahwana.

Entah karena pengaruh musik atau karena dikondisikan oleh para penari-penari yang ternyata pasukan Rahwana, Sello melakukan perlawanan, memperta-hankan Vanda lewat gerakan tarian pula. Sementara para penari telah memisahkan mereka. Vanda berhasil ditawan dan digiring ke pintu masuk Candi Siwa. Sello mengejar, tapi langkahnya terhenti oleh padamnya lampu pijar yang menghiasi bangunan dan semua  kembali dalam gelap, gelap segelap-gelapnya.

Sello tersentak dari mimpinya. Lalu dia bergolek miring dan mendapati foto Vanda keluar dari bawah bantal. "Nanggung banget tadi," gumamnya sambil menyurukkan foto ke bawah bantal, lalu menutup mata, mencoba tidur kembali. Tidak ada gunanya. Mimpi itu masih membekas kuat dan terus terbayangi. Meski dia tidak ingat detailnya, secara keseluruhan mimpi itu seolah menyampaikan pesan bahwa Vanda ingin mengatakan ada orang lain yang juga mencintainya. Siapa?

Sekitar sejaman lebih dia memikirkan siapa orang itu, tapi dia tidak berani mengambil kesimpulan. Terlalu banyak cewek yang suka padanya, tapi tentu saja Lara tidak termasuk di antara mereka. Tidak ada alasan Lara dan dirinya untuk saling mencintai. Itu mustahil terjadi.

Pagi harinya di sekolah, Sello kesulitan bicara empat mata dengan Vanda. Kedengarannya gila, tapi dia ingin memastikan pesan yang diterimanya lewat mimpi. Mungkin saja itu sebuah kebenaran atau bisa juga kebalikannya. Ya, dua alternatif itu bisa terjadi pada penafsiran mimpi. Kesempatan bicara baru ada sebelum latihan teater dimulai. Dia 'menculik' Vanda dari lingkaran pemain yang terkesima mendengar cerita pengalamannya saat mentas di Opera House.

"Hei, kamu mengganggu kesenangan orang saja!" protes Vanda. "Kamu tidak lihat mereka belum tuntas mendengar ceritaku?"

"Besok-besok'kan masih bisa!"

"Urusan kamu besok-besok'kan juga bisa!" Vanda membalikkan ucapan Sello.

"Please deh, Van. Sekali-sekali dengerin aku kenapa sih?" Sello berkata dengan suara nyaris putus asa.

"Ok. About what?"

"About us."

"Bukankah sudah kukatakan, kita jalani saja hubungan kita ini."

"Aku tahu, tapi bukan itu masalahnya."

"So?"

Sello menyorot Vanda dengan sinar pandangan yang coba menyelami jiwa kekasihnya, tetapi dia sulit menebak perasaan apa yang mewakilinya saat itu. Lalu dia teringat pada mimpinya semalam. "Pernahkah kamu mendengar hikayat Roro Jonggrang dan kisah cinta antara Rama dan Sinta?" Dia cuma ingin memastikan apakah Vanda mengalami mimpi yang serupa.

"Roro Jonggrang," Vanda berpikir. "Sepertinya sih, tapi aku lebih familiar dengan kisah cinta Rama dan Sinta."

Sello menggeleng lirih disela helaan nafasnya. "Satu pertanyaan lagi. Jawab aku dengan jujur."

"Aku jadi takut."

"Apa kamu punya tanda lahir di pundak?" Sello sendiri tidak begitu yakin dengan pertanyaan, tapi dia berharap jawaban Vanda dapat memuaskan dahaga keingintahuannya.

Vanda memandangi Sello dengan ekspresi bertanya. Beruntung saat itu Lara hadir menyela mereka.

"Hei, apa kalian sudah siap untuk latihan?" Lara menunggu jawaban, tapi orang yang ditanya diam dan saling pandang. "Ups, sepertinya belum." Berbalik hendak pergi.

"Tunggu," cegah Sello.

"Ya?" jawab Lara.

Tidak ada salahnya bertanya pada Lara. "Apa kamu pernah melihat tanda lahir Vanda, Ra?"

Pertanyaan Sello seperti peluru nyasar bagi Lara. "Ha?"

"Maaf atas pertanyaanku barusan." Ucapan Sello seperti ditujukan kepada kedua gadis di dekatnya, tapi tatapannya mengarah pada Vanda. "Entah mengapa aku merasa kamu tidak sungguh-sungguh mencintaiku." Dia menyimpulkan dan beranjak pergi membawa keping hatinya yang retak.

"Sel," Vanda bingung dan tidak mengerti mengapa Sello berkata seperti itu. Salah apa aku padanya? Sello tidak menyahuti panggilannya dan pergi begitu saja. "Lekas kejar," perintahnya pada Lara.

"Eh?" Lara melongo.

"Pementasan ini tidak akan berhasil tanpa dirinya. Suruh dia kembali."

"Loh, kenapa harus aku?"

"Karena kamu yang dipercaya Bu Konde. Ayo, cepetan!"

Lara masih bengong.

"Percayalah, dia pasti lebih mendengarkan kamu daripada aku."

"Ba-baiklah."

Setengah berlari Lara mengejar langkah panjang Sello. "Sel," panggilnya. Sello tidak peduli dan terus melangkah. "Sel, tunggu!" Dua langkah dari Sello, Lara meraih tangan Sello dan menghentikan langkahnya. Tindakan yang berani, pikirnya.

"Kamu membawa pesan apa dari temanmu yang berhati dingin itu?"

"Ada apa sih dengan kalian?" Lara balik bertanya.

"Kamu mendengarnya tadi. Aku merasa Vanda tidak mencintaiku."

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu."

"Sikapnya... kuharap kau memperhatikannya."

"Ya, aku tahu. Tapi bukankah kau mencintainya lebih dari apapun?"

"Tentu saja."

"Lalu mengapa kamu menyerah? Aku yakin saat ini Vanda sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa pilihannya tidak salah. Aku mengenalnya lebih baik dari kamu, Sel. Dan perlu kamu ketahui, bagi seorang gadis ada hal-hal tertentu yang kami tak ingin diketahui orang lain. Kami menyimpannya untuk diri kami sendiri."

"Aku sangat terbuka dan aku bisa memakluminya."

Lara tersenyum bersahaja.

"Aku sudah berusaha menjaga hubungan kami agar tetap langgeng. Bahkan aku sebegitu jauhnya menjaga hubungan lewat cara yang tidak masuk akal. Lewat mimpi. Bukankah dia juga mengalami hal yang sama? Aku memimpikannya dan dia memimpikanku. Tidakkah seharusnya hal itu dapat menghasilkan setitik benih cinta di hatinya?"

"Maaf, apa aku tidak salah dengar?" Lara berusaha menahan dirinya agar tidak tertawa atau meperlihatkan perubahan ekspresinya yang dapat menyinggung perasaan Sello.

"Ya, lewat mimpi." Sello menegaskan ucapannya.

"Bagaimana kamu yakin kalau Vanda memimpikan hal yang sama?"

"Itu dia! Aku sudah berusaha mengorek-ngorek informasi darinya, tapi dia menganggapku konyol."

"Aku percaya padamu. Dan biarkan aku yang mencari tahu untukmu."

"Benarkah?"

Lara mengangguk mantap. "Tapi kamu harus ingat, apa yang kamu alami dalam mimpi tidak serta-merta menjadi kenyataan dalam alam kesadaran. Aku minta kamu lebih banyak bersabar menghadapi Vanda."

"Aku tahu."

"Nah, bisakah kita kembali ke ruang seni? Aku tidak ingin pementasan ini gagal."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • dede_pratiwi

    nice story, kusuka bahasa yg dipakai ringan. keep writing...udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Casanova
  • yurriansan

    Mainstream si, tp jokes nya bikin ngakak...????

    Comment on chapter Casanova
Similar Tags
Novel Andre Jatmiko
7596      1698     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Love Finds
13687      2505     19     
Romance
Devlin Roland adalah polisi intel di Jakarta yang telah lama jatuh cinta pada Jean Garner--kekasih Mike Mayer, rekannya--bahkan jauh sebelum Jean berpacaran dengan Mike dan akhirnya menikah. Pada peristiwa ledakan di salah satu area bisnis di Jakarta--yang dilakukan oleh sekelompok teroris--Mike gugur dalam tugas. Sifat kaku Devlin dan kesedihan Jean merubah persahabatan mereka menjadi dingin...
Sherwin
328      212     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Intuisi Revolusi Bumi
920      464     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
Alicia
1084      504     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
Please stay in my tomorrows.
335      236     2     
Short Story
Apabila saya membeberkan semua tentang saya sebagai cerita pengantar tidur, apakah kamu masih ada di sini keesokan paginya?
Chocolate Next Door
305      212     1     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Someday Maybe
9428      1807     4     
Romance
Ini kisah dengan lika-liku kehidupan di masa SMA. Kelabilan, galau, dan bimbang secara bergantian menguasai rasa Nessa. Disaat dia mulai mencinta ada belahan jiwa lain yang tak menyetujui. Kini dia harus bertarung dengan perasaannya sendiri, tetap bertahan atau malah memberontak. Mungkin suatu hari nanti dia dapat menentukan pilihannya sendiri.
IMAGINATIVE GIRL
2052      1084     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Verletzt
1179      529     0     
Inspirational
"Jika mencintai adalah sebuah anugerah, mengapa setiap insan yang ada di bumi ini banyak yang menyesal akan cinta?" "Karena mereka mencintai orang yang tidak tepat." "Bahkan kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih." --- Sebuah kisah seorang gadis yang merasa harinya adalah luka. Yang merasa bahwa setiap cintanya dalah tikaman yang sangat dalam. Bahkan kepada...