Read More >>"> Koma (Cewek Macho) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koma
MENU
About Us  

Insomnia menyerang Sello. Biasanya paling lama pukul satu dini hari dia  sudah tertidur. Seandainya pun pada tengah malam ada pertandingan sepak bola dari klub kesayangannya, dia dapat terbangun dan tidur kembali usai pertandingan berakhir. Tapi khusus malam ini, matanya masih cetar membahana tanpa ada tanda-tanda kehadiran kantuk.

Sello tinggal di perumahan Moderna Garden bersama kedua orangtuanya, Cokro Susilo dan Nila Amida, beserta adiknya, Kena, yang duduk di kelas VIII. Dia menempati kamar di lantai atas dengan teras yang terhubung ke balkon. Di pintu kamar Sello terdapat poster Slash, mantan gitaris Guns n Roses, dan stiker bertuliskan "Selain Lajang Dilarang Masuk!"

Seperti kebanyakan kamar cowok lainnya, dinding kamar Sello dipenuhi poster pemain bola, khususnya pemain dari klub Manchester United dan beberapa band-band favoritnya. Ada pula dua poster tokoh superhero. Dari dunia Marvel diwakili oleh The Avengers dan dari DC Comics diwakili oleh Justice League. Letak kedua poster saling berdekatan seolah menasbihkan keduanya sebagai rival abadi di jagat komik dan film. Di sudut kamar yang diapit tempat tidur dan lemari pakaian teronggok gitar yang setia menemani kesendiriannya. Di atas meja komputer yang sekaligus menjadi meja belajar terdapat kalender meja yang menunjukkan bulan Januari sementara sekarang sudah memasuki bulan Oktober.

Di tempat tidur Sello berbaring nyalang sedang mengubah posisi tidurnya.

Setelah pulang dari latihan band tadi, dia kembali memikirkan taruhan. Dia tak mau kalah taruhan. Dia tak mau jadi pacar Lara. Itu pasti sangat memalukan. Dia bisa kehilangan muka di sekolah jika sampai berpacaran dengan Lara meski selama sebulan. Dinding sekolah pun bisa menertawainya dengan lancang. Maka setelah tiba di rumah, dia segera mengatur strategi demi kemenangan. Tiga hari waktu yang teramat singkat untuk meluluhkan hati seorang gadis dengan tipikal tegas seperti Vanda.

Pukul 02.30 pagi Sello meninggalkan kamar, turun ke bawah, pergi ke ruang keluarga. Dia menghempaskan pantatnya ke sofa di depan tv LCD 29 inci, meraih remot dan menyalakannya. Dari saluran-saluran yang dijelajahi, tak satu pun tayangan yang menarik minatnya. Membosankan! Akhirnya dia memilih tayangan film klasik, The Godfather. Adegan demi adegan disaksikannya dengan tatapan menerawang.

Dari kamar utama, Cokro baru saja menyelesaikan laporan keuangan. Dia meregangkan badannya, menoleh sesaat ke tempat tidur di mana istrinya terlelap. Dia melirik ke jam meja yang menunjukkan lewat pukul tiga pagi. Ketika hendak naik ke tempat tidur, lapat-lapat dia mendengar suara-suara dari ruang tengah. Lalu dia keluar kamar memeriksa ke ruang tengah dan menemukan Sello sedang duduk di depan tv.

"Nggak sekolah besok, Sel?" tegurnya.

"Nggak bisa tidur, Pa. Papa sendiri?"

"Papa baru selesai mengerjakan tugas kantor. Rencana mau tidur juga, tapi Papa dengar suara tembakan. Papa pikir apa tadi." Cokro duduk di salah satu sofa.

Sello melirik. "Terus kenapa malah duduk?"

"Seharusnya Papa yang tanya. Cewek mana yang bikin kamu galau?"

Sello mendecak. "Sotoy ah!"

Cokro mengekeh, lalu diam sejenak, menyaksikan akting Al Pacino muda di layar televisi. "Papa juga pernah muda. Pernah mengalami hal yang sama seperti kamu sekarang. Dulu Papa juga pernah ditolak sama Mama kamu loh."

Sello menoleh, memandangi Cokro dengan ekpresi penuh minat. "Terus?"

"Baru Mama kamu yang berani menolak Papa dan rasanya waktu itu Papa mau saja jedotin kepala ke dinding seribu kali terus dempulin muka pake lumpur biar nggak dikenali sama Mama kamu lagi. Tapi Papa pikir itu terlihat konyol dan Papa nggak mau menyerah begitu saja."

"Terus apa yang Papa lakukan?"

Cokro tersenyum lepas memandangi kepenasaran putranya. "Mama kamu itu cantik, pinter, tapi galaknya selangit tujuh. Karena itu banyak cowok yang minder mendekatinya. Bagi Papa, segalak apapun cewek atau mau bagaimanapun tipikalnya, toh, mereka akan lumer juga bila diperlakukan spesial lewat perhatian dan ketulusan. Nah, itu yang harus kamu lakukan pada cewek incaranmu. Beri dia kejutan-kejutan baru sampai dia sulit berpaling darimu."

Sello mengangguk kecil. "Hmm... kurasa aku sudah bisa tidur sekarang, Pa," ucapnya sembari tersenyum simpul, lalu beranjak dari duduknya, naik ke lantai atas, masuk ke kamarnya.

"Like son like father."

Cokro menoleh ke belakang dan tersenyum saat melihat keberadaan istrinya. "Hai," sapanya. "Apa kami membangunkanmu?"

Nila yang mengenakan baju tidur warna krem berbahan satin menggeleng pelan sembari tersenyum. Dia melangkah mendekati sofa, lalu duduk di sana, merebahkan kepalanya ke bahu suaminya. "Aku nggak bisa tidur tanpa ada dirimu di sisiku." Dia mengangkat wajah, menatapi suaminya manja.

Cokro menurunkan wajahnya, mengecup lembut dahi istrinya. "Aku tahu." Lalu mematikan siaran televisi.

***

Garis merah terakhir sudah lenyap dari langit. Hari berangsur terang.

Matanya masih lengket, tapi Sello memaksa dirinya bangun. Setelah mandi sekedarnya dan berpakaian, dia bergabung bersama papa dan adiknya di meja makan. Nasi goreng kuning dengan suwiran daging ayam plus telur ceplok dan ditemani segelas susu coklat menjadi menu sarapan kali ini.

Cokro belum menyentuh sarapannya. Perhatiannya tertuju pada koran yang membentang, menutupinya. Kena sudah menghabiskan separuh tumpukan nasi di piringnya. Sello diam sejenak sambil memandangi nasi goreng kuning dan roti tawar yang selalu tersedia di meja makan bergantian. Lalu dia memilih mengambil dua lembar roti, memolesinya dengan selai kacang dan melahapnya buru-buru. Usai meminum susu, dia pamit pergi.

"Kamu pergi sama Papa saja ya," ucapnya pada Kena.

Cokro menggeser koran, menoleh. Sementara Kena menjatuhkan sendoknya ke piring, menatap Sello dengan mata mengerut. Sebelum keduanya protes, Sello buru-buru melangkah pergi.

Pagi cerah berhiaskan gumpalan awan dan serat-serat halus putih di kaki langit telah menarik sisa kantuk yang menyelimuti Sello. Dia melaju antusias menuju sekolah dan tak sabar lekas tiba di sana untuk menyapa target yang akan menjadi belahan jiwanya. Vanda, Vanda, Vanda. Sepanjang perjalanan nama itu selalu berkumandang di benaknya layaknya doa.

Segera setelah tiba di sekolah, dia menuliskan sebaris kalimat sapaan pagi bernada gombal lengkap dengan setangkai mawar merah yang dipetiknya dari pekarangan sekolah, lalu meletakkannya di atas meja Vanda.

Kelas masih kosong. Kebanyakan murid masih berkeliaran di luar kelas sebelum bel masuk berbunyi. Idan dan Jujun belum terlihat batang hidungnya. Dia ingin sekali kedua makhluk konyol itu menyaksikan aksi pedekatenya.

Tak berapa lama dia mendengar suara dua orang berceloteh, diselingi tawa lepas dari salah satunya.

"Panjang umur," serunya saat melihat Idan dan Jujun nongol berbarengan di pintu. "Eh, kalian sudah serumah sekarang?" ledeknya.

Idan dan Jujun saling pandang, lalu keduanya bergerak menjauh menjaga jarak dengan ekspresi jijik.

"Najis!" Jujun menggelinjang geli.

Idan tak kalah ekspresif. Dia bertingkah seolah hendak muntah. "Lain kali lo jangan singgah ke rumah gue lagilah," sungutnya, menarik kursi dan duduk.

Sello tersenyum geli. 

"Eh, ini hari pertama loh." Idan teringat pada taruhan semalam. "Gue pengin banget lihat muka kecewa lo." Tertawa mengejek sambil menyurukkan tas ke laci.

"Nggak bakalan!" Sello optimis memenangkan taruhan.

"Yakin?"

"Banget."

"Gue bilang sih yakin nggak yakin gitu." Jujun menunjuk lewat lirikan mata ketika Vanda muncul bersama Lara.

Lara? Kok bisa, pikir Sello.

Idan menyikut Sello dan berbisik, "Tunggu apalagi? Tunjukin aksi lo?"

"Emang itu yang mau gue lakukan!" Sello beranjak dari duduknya.

Vanda dan Lara sama-sama heran mendapati setangkai bunga mawar di atas meja mereka.

Vanda memungut bunga mawar dan membaca tulisan di kertas. "'Pagi manis buat kamu yang manis'. Ih, tulisannya jelek banget." Lalu memberikan bunga mawar pada Lara. "Aku nggak tahu siapa, tapi kurasa ini bukan buatku. Yang manis itu kan kamu, bukan aku."

Lara memperhatikan tulisan di kertas. Dia kenal penulis tulisan itu. Lalu dia mengangkat bunga mawar, mendekatkannya ke hidung.

"Hei, hei!" Sello menghardik Lara, merampas bunga mawar dari tangannya. "Bunga ini bukan buat lo, Nerdes!"

"Ma-maaf," ucap Lara tergagap.

"Bunga ini cuma pantas buat cewek cantik." Sello mengumbar senyum pada Vanda sambil menyodorkan bunga mawar. "Selamat pagi, cantik. Hari yang indah untuk kamu yang indah.” Dari balik bahunya, dia melihat Idan mengacung-kan jempol terbalik sementara air muka Vanda mendadak jengah.

"Maaf, aku permisi dulu." Lara beranjak dari duduknya.

"Sebaiknya gitu!" Sello menempati kursi Lara setelah dia pergi.

"Kok kamu gitu sama Lara?" tegur Vanda.

"Gitu gimana?"

"Kasar banget kamu tadi."

"Menurutku biasa saja."

Vanda mendecak kesal, memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Oke, oke. Aku minta maaf."

Vanda cuek.

"Oh, ya, untuk yang semalam..." Sello diam sejenak, memandangi garis wajah Vanda yang dinilainya sempurna. "Kuakui aku memang membuntutimu... um, tapi aku punya alasannya. Tindakanku itu bukan tindakan kriminal yang akan mencelakaimu, toh? Aku cuma ingin lebih mengenal dirimu mendahului yang lain. Kau tahu, mengenal cewek cantik seperti dirimu bagi cowok itu sangat, sangat... ah, aku bingung kata-kata apa yang tepat untuk mewakili kekaguman kami pada mahkluk secantik dirimu." Sello sengaja mengatur suaranya agar mengalun lembut, tapi tidak terdengar merayu.  

Vanda menguap malas. "Aku sudah sering mendengarnya," ucapnya. "Jadi nggak usah repot apalagi sampai bingung mencarinya. Oke?"

Sello speechless. Ini untuk kedua kalinya. Untung bel masuk berbunyi. Jadi, dia tak perlu mengemukakan alasan basa-basi lagi. Tapi sebelum beranjak, dia mengulurkan tangannya. "Aku tahu, tapi... sebelum pelajaran dimulai, maukah kau berteman denganku?" Menunggu. "Aku memaksa," lanjutnya.

Vanda melirik uluran tangan Sello, lalu membalasnya malas-malasan. Tanpa disangka-sangka, Sello menarik dan menciumi punggung tangannya.

Idan dan Jujun melongo. Lara yang baru masuk ke kelas seolah tersirap, tegak mematung, lalu cepat-cepat memalingkan muka, pura-pura tidak pernah melihatnya. Murid-murid yang berduyun-duyun masuk terpaku seolah dihentikan waktu. Sesil tampak geram melihat aksi Sello, tapi berhasil menyembunyikannya di balik keramahan semu. Perubahan sikap Sesil yang drastis diperhatikan Idan.

"Ck, ck, ck. Gila lo," ujar Idan ketika Sello balik ke mejanya. "Bisa saja lo nyium tangan Vanda. Wangi nggak? Eh, tapi lo mesti hati-hati, Sel. Gue lihat sorot mata Sesil sinis banget lihat lo tadi."

"Serius?"

"Banget. Lo juga lihat tadi kan, Jun?"

Jujun menggeleng ragu.

Sello garuk-garuk kepala, tapi kemudian dia tersenyum simpul. "Baguslah. Emang itu yang gue mau."

"Nah, lho?" Idan bingung.

"Lo pengin melihat mereka ribut?" tanya Jujun.

Sello cengengesan penuh arti. Dia beranggapan lain soal kesinisan Sesil. Sikap Sesil merupakan bukti popularitasnya berada di ambang bahaya karena keberadaan Vanda. Selama ini hubungan mereka sangat dekat, tapi Sello menolak disebut pacaran. Dia tetap pada prinsipnya akan menjadi Casanova sampai mendapatkan pasangan yang tepat. Dan dia hafal betul watak Sesil. Sesil tipe cewek peramah lalim atau cewek bermuka dua.

Sello sudah membayangkan apa yang akan dilakukan Sesil pada Vanda nanti. Apapun tindakan buruk Sesil pada Vanda, itu akan memberinya keuntungan karena bisa tampil sebagai pembela Vanda. Licik sih, tapi harus!

Ketika jam istirahat pertama tiba, Sello buru-buru memisahkan diri dari Idan dan Jujun agar leluasa mengawasi Vanda yang nempel terus bersama Lara kayak perangko.

Sementara itu Sesil tak bisa lagi membendung amarahnya pada Vanda. Dia niat sekali mau melabrak murid baru itu agar tidak mengganggu gebetannya. Dia menganggap Vanda sebagai ancaman hubungannya dengan Sello. Rena dan Keke, pengawal setia Sesil berusaha menenangkannya.   

"Sudahlah, Ses," ujar Rena. "Jangan cari masalah. Vanda nggak ganggu lo. Buat apa lo marah padanya?"

"Rena benar, Ses," imbuh Keke. "Lagipula elo sudah punya Eril. Dan Sello nggak nganggap lo siapa-siapa dia."

"Kalian berdua jangan bawel deh!" Sesil tidak terima saran kedua temannya. "Memangnya kalian pikir mudah menjalani LDR, hah? Meski kami komit untuk saling setia, tapi itu nggak jadi jaminan kalau Eril nggak selingkuh. Di Amerika sana mungkin saja dia menggandeng cewek lain untuk mengusir sepinya. Gue nggak mau kalah dong. Di sini ada Sello dan gue harus mendapatkannya!"

"Emangnya lo tahu Eril selingkuh?" Rena tak habis pikir dengan kecurigaan Sesil yang berlebihan.

"Feeling gue yang bilang."

"Ya, Tuhan! Itukan belum tentu benar, Ses." Keke memandangi Rena minta pendapat.

"Ya. Feeling nggak bisa dijadikan alat pembenar suatu kejadian."

"Ck! Kalian tahu apa! Selama Eril di Amerika, status gue jomblo. Titik!"

Rena dan Keke geleng kepala menghadapi sikap keras kepala Sesil. Dengan setengah berlari, mereka mengejar Sesil yang melangkah panjang mencari Vanda.

***

Sello memperhatikan Vanda masih bersama Lara dari tempat tersembunyi. Sampai sekarang dia masih bertanya-tanya perihal kedekatan mereka. Apa mereka bersaudara? Mustahil banget!

"Duaarr!!!"

Sello terlonjak kaget. "Kampret!" makinya ketika menoleh ke belakang.

Idan dan Jujun cekikikan.

"Ngapain lo sembunyi-sembunyi gini kayak curut takut sama kucing?" Idan meledek.

"Bukan urusan lo!"

Jujun menyikut perut Idan pelan, lalu menunjuk pakai wajahnya pada Vanda yang melintasi mereka. Sello segera pasang aksi, mengumbar senyum dan sapaan ramah.

"Cuma segitu?" Idan melongo. "Nggak biasanya. Lo sakit?"

Sello menghela nafas. "Pendekatan pada merpati harus dilakukan dengan trik khusus. Jika tidak, dia akan terbang menjauh."

"Perasaan si Vanda nggak berbulu deh?" celetuk Jujun.

"Lo yakin bisa dapetin Vanda? Gue lihat orangnya super cuek sama cowok-cowok. Lesbi kali, ya?" Idan berucap sambil menilik ekspresi Sello.

"Sembarangan! Dia itu berkelas, bro! Nggak sama kayak cewek lain." Sello tidak terima dengan ucapan Idan yang seperti menuduh.

Idan mengekeh. "Tiga hari loh, tiga hari. Masih ada dua hari lagi. Ingat taruhan kita!"

"Siap!"

"Hei, hei!" Jujun menepuk-nepuk bahu Sello. "Lihat noh! Ada Sesil." Sello dan Jujun menoleh. Mata Jujun melebar menyaksikannya. "Perang dunia ketiga dimulai."

Sudut bibir Sello tertarik membentuk senyuman. Ini yang gue tunggu dari tadi!

"Vanda!" Sesil memanggil dengan suara tinggi.

Vanda menoleh dan menatap Sesil yang mendatanginya dengan muka jutek. Di belakangnya, Rena dan Keke menyusul. Mereka menarik lengan dan ujung baju Sesil, berusaha menghentikan dan menenangkannya.

"Sudahlah, Ses. Jangan bikin ribut. Malu sama anak-anak."

"Kalian jangan ikut campur!" Sesil menepis tangan mereka.

Lara yang tahu gelagat Sesil berbisik pada Vanda. "Sebaiknya kita pergi, Van."

"Kenapa? Ada apa?"

Sebelum Lara sempat menjawab, Sesil sudah datang melabrak.

"Heh, anak baru! Lo pernah diajari menghormati orang lain nggak sih?!"

"Maksudmu?" Vanda tidak mengerti arah pembicaraan Sesil.

"Jangan belagak bego!"

"Serius. Aku nggak ngerti maksud kamu itu apa."

"Sello itu punya gue. Pacar gue!" Sesil menjawab pada pokok persoalan.

Vanda heran. "Terus?"

"Gue minta lo jangan menggoda apalagi mendekati Sello. Mengerti!"

"What?" Vanda mengekeh sambil geleng kepala. "Kau buta apa? Siapa yang mendekati siapa sekarang?"

Lara menarik lengan Vanda. "Sebaiknya kamu mengalah, Van. Nggak usah diladeni."

"Heh, kutu busuk!" hardik Sesil. "Lo jangan ikut campur kalau nggak mau muka lo yang membosankan itu gue gampar!"

Lara ciut, terdiam dan mundur selangkah.

"Kau bilang apa tadi? Gampar?" Emosi Vanda tersulut. "Kau pikir kau siapa bisa seenaknya menggampar orang lain? Sedikit saja kau berani menyentuhnya, aku nggak segan-segan membalasmu. I'll make you sorry!"

Merasa ditantang seperti itu, Sesil mendatangi Lara yang berlindung di balik punggung Vanda. Sebelum dia berhasil menjangkau Lara, Vanda mendorongnya kuat-kuat. Beruntung Rena dan Keke sigap menyambut dirinya.

"Lihat-lihat dulu siapa yang kau bully!" tuding Vanda.

Sesil makin gusar. Wajahnya merah padam. "Berani Lo?!!"

Plakk!!!

Tangan Sesil melayang cepat. "Mampus lo!"

Vanda memegangi pipinya sambil meringis dan menatap tajam pada Sesil.

"Jangan pernah-pernah lo nantangi gue," lanjut Sesil sebelum berbalik pergi.

Selangkah kemudian dia berbalik lagi. Dengan tunjuk menuding Vanda, dia berkata, "Sekali lagi gue ingatin ke lo. Jangan coba-coba menggoda Sello. Sello itu pacar gue!"

Di tempat mereka berdiri, Sello, Idan dan Jujun terbelalak sewaktu Sesil menampar Vanda.

"Lo nggak bantu, Sel?" Idan bertanya.

Sello menggeleng. "Malas gue ikut campur urusan cewek." Tapi ini saatnya gue tampil! Dia beranjak dari tempatnya, tapi baru setapak kakinya melangkah, dia terkesiap menyaksikan tindakan Vanda yang tidak disangka-sangka.

Vanda merenggut rambut Sesil yang berbalik pergi, lalu mempelintirnya, menariknya dengan hentakan kuat. Sesil menjerit kesakitan sambil menggapai-gapai, menahan rambutnya yang ditarik hingga akhirnya jatuh terduduk ketika tarikan rambut dilepas.

Sesil cepat-cepat berdiri.

"Mau lagi?!" Vanda mengacungkan tinjunya tinggi-tinggi. "Mau merasakan pukulan pemegang sabuk hitam, hah?!"

Sesil langsung mengkeret.

"Ini peringatanku yang pertama dan yang terakhir!" seru Vanda.

Dengan wajah kesal dan hampir menangis, Sesil dan dua temannya bergegas pergi.

"Hei!" seru Vanda sebelum Sesil menjauh. "Aku nggak peduli pada Sellomu itu!"

Idan dan Jujun melongo untuk kesekian kalinya. Mereka sulit mempercayai apa yang barusan terjadi. Pandangan mereka pun bergerak mengikuti Sesil ketika melewati mereka dengan wajah gusar.

"Lo dengar tadi?" Idan menepuk bahu Sello.

"Eh, apa?" Sello kaget, menoleh. Percaya dirinya mendadak hilang setelah menyaksikan "ke-macho-an" Vanda barusan.

"Sabuk hitam, men! Sabuk hitam!" seru Idan antusias.

"Terus?"

Idan ngakak sejadi-jadinya.

"Kenapa lo tertawa?"

"Gue jamin lo bakal kalah taruhan!" Idan mengikik.

"Ah, gue pikir Vanda cuma menggertak saja." Jujun tidak sependapat.

"Betul, betul." Percaya diri Sello hadir kembali. "Sekalipun dia pemegang sabuk hitam gue nggak takut. Malah jadi tantangan buat gue. Kali saja pas jadian dia bisa jadi bodyguard gue."

"Kepedean! Adanya lo yang bakal dibanting, digebukin kayak sansak," cibir Idan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • dede_pratiwi

    nice story, kusuka bahasa yg dipakai ringan. keep writing...udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Casanova
  • yurriansan

    Mainstream si, tp jokes nya bikin ngakak...????

    Comment on chapter Casanova
Similar Tags
Novel Andre Jatmiko
7596      1698     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Love Finds
13687      2505     19     
Romance
Devlin Roland adalah polisi intel di Jakarta yang telah lama jatuh cinta pada Jean Garner--kekasih Mike Mayer, rekannya--bahkan jauh sebelum Jean berpacaran dengan Mike dan akhirnya menikah. Pada peristiwa ledakan di salah satu area bisnis di Jakarta--yang dilakukan oleh sekelompok teroris--Mike gugur dalam tugas. Sifat kaku Devlin dan kesedihan Jean merubah persahabatan mereka menjadi dingin...
Sherwin
328      212     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Intuisi Revolusi Bumi
920      464     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
Alicia
1084      504     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
Please stay in my tomorrows.
335      236     2     
Short Story
Apabila saya membeberkan semua tentang saya sebagai cerita pengantar tidur, apakah kamu masih ada di sini keesokan paginya?
Chocolate Next Door
305      212     1     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Someday Maybe
9428      1807     4     
Romance
Ini kisah dengan lika-liku kehidupan di masa SMA. Kelabilan, galau, dan bimbang secara bergantian menguasai rasa Nessa. Disaat dia mulai mencinta ada belahan jiwa lain yang tak menyetujui. Kini dia harus bertarung dengan perasaannya sendiri, tetap bertahan atau malah memberontak. Mungkin suatu hari nanti dia dapat menentukan pilihannya sendiri.
IMAGINATIVE GIRL
2052      1084     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Verletzt
1179      529     0     
Inspirational
"Jika mencintai adalah sebuah anugerah, mengapa setiap insan yang ada di bumi ini banyak yang menyesal akan cinta?" "Karena mereka mencintai orang yang tidak tepat." "Bahkan kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih." --- Sebuah kisah seorang gadis yang merasa harinya adalah luka. Yang merasa bahwa setiap cintanya dalah tikaman yang sangat dalam. Bahkan kepada...