Read More >>"> I Can't Fall In Love Vol.1 ( Bab 4: Hobi dan Kesukaan.) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - I Can't Fall In Love Vol.1
MENU
About Us  

Kring...,kring...,kring...!”

Waktu istirahatpun akhirnya dimulai, dan Ian yang makin tidak sabar untuk menyampaikan apa dipikirannya selama ini yakni mencoba Tania dengan mengetahui hobi dan kesukaannya, membuat dirinya pun pada waktu istirahat langsung bergegas menuju ke bangkunya Tania dan menyampaikan hal tersebut.

 Ian pun lalu secepat mungkin menuju ke Tania yang masih duduk di bangkunya sambil membayangkan hal-hal apa yang ingin diceritakan nantinya.

 “Ian...!” panggil salah seorang teman kelas Ian.

Ian lalu berbalik ke arah orang yang memanggilnya tersebut, dan mendapati kalau yang memanggilnya adalah teman kelasnya sendiri. Ian kemudian mendatangi teman kelasnya tersebut, sambil terlihat bertanya-tanya akan maksud dirinya dipanggil tadi.

 “Memangnya kenapa kamu memanggilku?” tanya Ian.

“Begini Ian, waktu pelajaran tadi, ada hal yang tidak kumengerti!?” jawab teman kelas Ian asmbil menunjuk di sebuah buku yang ia bawa.

“Ohh...,begitu yah! Kalau tidak salah itu maksudnya....”

 Ian pun lalu menyampaikan tentang hal yang tidak dimengerti oleh teman kelasnya tersebut. Dengan singkat dan mudah dimengerti, membuat beberapa teman kelas Ian yang kurang lebih sama sekali tidak mengerti dengan hal yang sama seperti teman kelas Ian yang bertanya tadi.

 Hingga akhirnya, sekitar 3 menit Ian menjelaskan ke teman-temannya yang mendengar penjelasan Ian, mereka semua pun menampakkan sebuah ekspresi paham dan puas akan penjelasan Ian tadi.

“Begitu yah...”

“Pantas saja kalau begitu...”

Ian yang melihat teman-teman yang ia ajar paham akan penjelasannya lalu tersenyum ke arah mereka sambil terlihat lega akan hal tersebut.

“Makasih Ian! Aku sangat terbantu lagi akan penjelasanmu!”

“Terima kasih Ian!”

“Terima kasih!”

“Bukan apa-apa kok!” balas Ian ke teman-temannya tersebut.

 Saat itu dengan wajah yang terpuaskan atas penjelasan Ian, teman-teman Ian pun seolah bubar dan mulai menuju ke urusan mereka masing-masing lagi. Sedangkan Ian, dirinya yang mulai merasa kelaparan, kemudian menuju ke kantin yang juga ditemani oleh beberapa teman kelasnya yang saat itu hendak menuju kekantin.

  Dan saat menuju ke kantin yang dimana hampir melewati seluruh bagian sekolah, Ian pun tidak sengaja berbalik ke arah taman sekolah, kemudian mendapati Tania yang saat itu berada dibangku taman. Dibawah pohon besar sambil memakan makan siangnya yang keliatan tersisa setengah dari makanan tersebut.

 Ide Ian pun pada waktu itu seolah menghentakkan otaknya, membuat diri Ian seperti telah terstrum selama 1 detik. Lalu secara refleks membuat dirinya langsung sangat semangat, senang dan tidak sabaran untuk memberitahukan hal yang dipikirkannya ke Tania.

 “Teman-teman! Kalian duluan saja makan siangnya! Ada hal yang ingin kukerjakan dulu!” ujar Ian sambil menatap beberapa kali ke arah taman sekolah.

 “B-baiklah kalau begitu Ian...” ujar teman Ian tersebut yang agak bertanya-tanya akan perubahan rencana Ian tersebut.

 Meski begitu teman-teman Ian yang mengajaknya pun hanya menyikapinya dengan biasa saja dan malahan terlihat santai. Dan saat mereka mulai meninggalkan Ian dan menuju ke kantin, percakapan pun terjadi diantara mereka.

 “Pasti Ian dipanggil lagi sama guru.”

 “Tentu sajakan! Karena kan dia orang hebat dikelas kita.”

 “Aku bangga bisa satu kelas dengannya.”

 

 Melihat teman-temannya telah pergi, Ian pun lalu menuju ke taman kelasnya yang hanya beberapa siswa saja yang ada disana. Dimana Tania terlihat tidak tergesa-gesa,santai dan memperlihatkan kewanitaan dari Tania sendiri.

 “Tania..!” panggil Ian.

 “Ahh...,Ian!” balas Tania.

 Mendengar balasan Tania tersebut, Ian lalu duduk di samping Tania, kemudian menikmati rimbunnya pohon besar di taman sekolah yang saat itu masih sejuk-sejuknya.

 “Mmmhhh...,bagus juga kalau makan siang di sini yah, Tania!” ujar Ian.

 “Bicaramu Ian, kayak kamu baru masuk di sekolah ini saja, tidak tahu kalau disini tempat bagus untuk makan siang. Padahalkan malahan aku anak baru disini!” ujar Tania sambil terlihat tetap menyantap makan siangnya.

 “I-Iya sih...!” balas Ian yang  agak menyesal telah mengatakan basa-basinya tadi.

 Mendengar balasan Tania tersebut, Ian pun berusaha memproses otaknya untuk memikirkan berbagai hal apa yang bisa ia ceritakan. Kemudian hembusan angin yang menyejukkan siswa yang ada di sana, membuat pikiran Ian dimasuki sebuah ide basa-basi yang menurutnya lumayan untuk ia bicarakan.

  “Tania! Memangnya..., kamu tidak suka yah makan di dalam kelas atau dikantin?” tanya Ian sambil menatap ke arah sekitar taman dan menimati suasana taman yang ada.

 “Bukan begitu Ian! Hanya saja, aku memang lebih suka makan siang di alam terbuka seperti ini daripada di dalam kelas atau kantin. Tapi kalau misalnya, aku lagi mood untuk makan di dalam kelas dan sebagainya, tentu saja aku pasti akan makan di sana.” Ujar Tania sambil tetap menikmati makan siangnya pada waktu itu.

 “Ummh...,begitu yah” ujar Ian sambil menampakkan wajah paham.

 “Grrrrgghhhh..............!!!!!”

   

Yang mendengar suara itu yakni Ian dan Tania langsung tahu bahwa suara yang terdengar itu adalah suara seseorang yang lagi lapar. Lalu Ian yang mendengar itu tentu saja langsung refleks memegang perutnya yang sebenarnya telah berbunyi tersebut. Dan Tania dengan wajah mengkerut menatap Ian, kemudian memberikan bekal makanannya ke arahnya.

 “Ini Ian!Tapi beberapa saja!”

  Ian lalu mengambil beberapa makan siang Tania, kemudian berbalik ke arahnya sambil menampakkan wajah bersyukur.

 “Terima kasih Tania!”

 “Haaahhh~~~Ian! Kalau kamu memang lapar setidaknya pergi ke kantin saja! Daripada kamu bikin malu-malu dengan suara perutmu tadi.”

 Mendengar itu Ian pun lalu sesegera mungkin menelan makanan yang diberikan Tania. Lalu, dengan wajah senang Ian lalu berkata

 “Yah sebenarnya juga aku sudah mau ke kantin tadinya. Tapi karena tidak sengaja aku ngeliat kamu disini. Jadi, aku pikir untuk menemuimu! Lagipula Tania, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan.”

 “Begitu yah..”balas Tania.

Merasa semua basa-basi yang ia lakukan tadi sudah cukup untuk hal yang ingin disampaikannya, walaupun yang satu tadi tidak terduga. Ian pun lalu berbalik ke arah Tania dan dengan wajah semangat dan senyum lebar, dirinya pun lalu berkata kepada Tania.

 “Tania begini...—”

 “Ian! Kalau memang ingin beritahu hal pentingmu itu, mending tunggu aku selesai makan dulu. Paling tidak, tunggu sekitar 3 menit lagi Ian.”

 Ian pun menyikapinya dengan santai dan mengikuti apa yang dikatakan oleh Tania tadi. Meski kata-kata dan perilaku Tania pada saat dirinya makan siang lebih terlihat dingin dan serius, yang membuat Ian meski bersikap sopan dan berusaha agar kepercayaan Tania bisa meningkat ke dirinya.

 3 menit berlalu, sesuai perkataan Tania tadi, dirinya pun akhirnya menyelesaikan makan siangnya,merapikan kotak bekalnya, meminum air yang ia bawa dan terakhir, membersihkan dirinya dari bekas-bekas makanannya. Kemudian, Tania pun menghadap ke arah Ian seolah hal itu akan memulai percakapan yang akan mereka lakukan nantinya.

 “Jadi...Ian! Memangnya apa yang ingin kamu sampaikan?!”

 “Uhhh...Begini Tania, ada ide yang ingin kusampaikan untuk hubungan pertemenan kita kedepannya!”

 “Memangnya, apa idemu itu Ian?” tanya Tania yang sedikit meluangkan waktunya untuk meminum minumannya.

 Mendengar itu, semangat dalam diri Ian makin meningkat daripada sebelumnya.

 “Begini Tania! Bagaimana kalau kita tahap selanjutnya dari hubungan pertemanan kita ini, dengan....memberitahu mengenai hobi dan kesukaan kita satu sama lain! Bagaimana?”

 Tania yang mendengarnya pada saat minum, hanya bereaksi biasa saja,santai dan seolah hal itu bukan hal yang besar seperti dugaan Ian.

  “Mmmhh....begitu yah...” balas Tania.

  Ditambah dengan balasan Tania tersebut, membuat ekspektasi berlebih Ian, langsung buyar dan hancur, namun tidak membuat dirinya kehilangan semangatnya. Dan yang membuat Ian heran adalah entah kenapa perasaan Tania saat ini, membuat dirinya teringat akan sikap Calip dan yang lainnya sebelumnya. Meski hal itu pastilah memang bukanlah hal yang mengejutkan untuk orang biasa.

 “Jadi bagaimana Tania? Kamu mau tidak melakukannya?”

 “Tentu sajakan Ian. Bagus juga kalau saat ini kita sudah bisa tahu tentang kesukaan satu sama lain. Supaya juga nantinya, kita bisa jadikan perbincangan tentang kesukaan kita tersebut.”

  Ian pun langsung tersenyum mendengar perkataan Tania tersebut seolah perkataan tersebut, membuat rasa bersyukur,lega, senang dan semangat Ian keluar dan memenuhi seluruh tubuhnya.

 “Baguslah kalau begitu Tania...”

 Melihat Ian yang tersenyum begitu ke arah dirinya, membuat Tania pun langsung merasa risih akan hal tersebut, sampai-sampai membuat dirinya merinding, bertanya-tanya dan secara refleks agak menjauhi Ian karena tersenyumnya tersebut.

 “A-Apa-apaan senyummu itu Ian?! Aku risih kalau melihatnya!” protes Tania.

 “Ahh...,maaf-maaf Tania! Hanya saja saat ini aku merasa senang karena kamu memang orangnya sesuai dugaanku.”

 “Be-begitu yah...,ka-kalau begitu aku maklumi! Tapi....,jangan lakukan lagi Ian!”

 “Akan kuusahakan Tania!”

 Mendengar jawaban Ian, Tania pun secara perlahan lalu mendekat kembali ke Ian, menghilangkan wajah dan perasaan risihnya dan sebagainya.

  “Kalau begitu Tania, siapa yang dulu memberitahu kesukaannya? Kamu atau aku?”

  “Kamu saja dulu Ian.” Balas Tania.

 “Aku duluan yah....

 Ian pun lalu berusaha mengingat-ngingat kembali hobi,kesukaan dan hal yang paling sering  ia lakukan selama ini. Dan dengan pemikiran Ian yang cepat sehingga hanya berlangsung beberapa detik saja, dengan wajahnya yang tersenyum Ian lalu berkata.

 “Kalau hobiku Tania adalah....,yah baca buku!”

  Tania pun entah kenapa seperti hampir tertawa saat mendengar hobi dari Ian tadi. Ian yang menyadarinya langsung agak tersinggung dan kesal karena sikap Tania tadi. Lalu Tania yang menyadari Ian menatapnya dengan agak kesal, membuat Ian pun merasa agak bersalah meski terlihat Tania tidak terlalu menyesal dan agak kegirangan.

 “Ian, Maaf-maaf karena mentertawakan hobimu itu!”

 “Tidak apa-apa Tania! Tapi memangnya, kenapa kamu menertawakan hobiku Tania?”tanya Ian yang terlihat menghilangkan kesalnya dan memaafkan Tania.   

 Tania pun sontak terlihat hampir tertawa lagi saat mendengar pertanyaan Ian tadi. Lalu Ian yang mendengarnya, langsung merasa risih dan malahan lebih kesal lagi daripada sebelumnya. Namun dirinya pun masih bisa menahan kekesalan dan kejengkalannya terhadap sikap Tania tersebut.

 “Sebenarnya Ian...., aku saat ini tertawa, karena aku kaget. Baru tahu kalau kamu sekeren dan sehebat begini ternyata biasa sekali Ian. Malahan aku rasa penampilan dan hobimu itu berbanding sangat terbalik Ian!”

 Mendengar itu, kekesalan dan kejengkalan Ian kepada Tania pun makin besar. Bahkan saking kesalnya Ian, dirinya sampai mulai mengeluarkan sifat aslinya terhadap Tania.

 “Kalau begitu Tania...,memangnya hobimu itu apa? Mungkin saja hobimu tidak lebih bagus dan seru dibandingkan dengan hobimu!”

 “Y-yah....,setidaknya Ian,  hobiku nanti ini pasti akan kamu anggap lebih seru.” Ujar Tania yang membanggakan dirinya.

 “Kalau memang sehebat itu, beritahulah secepatnya Tania tentang hobimu itu...!” ujar Ian dengan wajah yang agak kesal.

  Tania pun saat itu makin lama makin mulai membanggakan dirinya, makin optimis kalau hobinya akan membuatnya tercengang dan sebagainya. Dan Ian yang melihat tingkah teman dekatnya tersebut, sekarang telah berubah sikapnya terhadap Tania yang sebelumnya masih was-was dan khawatir akan Tania yang akan kesal terhadap dirinya.

 “Ian...! Hobiku adalah.....menonton film!” ujar Tania dengan sombongnya.

 Ian hanya bisa terdiam,terbengong namun terdapat perasaan lega dan meremehkan hobi Tania tersebut.

 “Tapi filmku itu—”

 “Hahahahah.........!!!!” tawa Ian yang lumayan sangat keras.

 Mendengar ketawa Ian tersebut dan malahan seperti mengejek dirinya, membuat Tania pun langsung saja jengkel,kesal akan sikap Ian tersebut.

 “Padahal kamu sudah belagu kayak tadi. Tapi ternyata Tania, hobimu itu, hanya hobi orang pemalas saja.” Ujar Ian yang terlihat senang.

 “Me-memangnya Ian...,kamu pikir hobimu lebih baik?! Padahal semua orang tentu tahukan kalau hobimu yang baca buku itu terlihat membosankan dan tidak seru!” ujar Tania yang terlihat agak kesal.

 “Mungkin hobiku memang terdengar membosankan. Namun Tania...! Dibandingkan hobimu itu, setidaknya orang tahu bahwa hal itu adalah perbuatan orang yang membuang-buang waktunya!” ujar Ian sambil wajahnya yang terlihat mengejek.

 “Kamu Ian!! Dasar kutu buku! Kamu saja yang tidak mengerti seru dan senangnya sebuah film kesukaanku itu!” ujar Tania yang terlihat makin kesal.

 “Kamu saja itu Tania! Meski memang menonton film itu seru. Tapi tetap sajakan hal yang membuang-buang waktu dan pekerjaan orang malas! Dibandingkan denganmu, hobi baca bukuku malahan terlihat lebih bermanfaat dan tidak terlalu menyia-nyiakan waktu seperti hobimu!!” ujar Ian dengan wajah kesalnya sambil menunjuk ke arah Tania.

Merekapun pada waktu itu dengan wajah kesal yang terlihat dimuka mereka berdua. Ian dan Tania pun saling berhadapan satu sama lain, seolah memperlihatkan mengenai siapa yang lebih hebat diantara mereka layaknya seorang binatang.

 Dan selama beberapa detik mereka berhadapan, seolah menyadari keadaan bodoh yang terjadi pada mereka pada waktu itu. Tania pun memalingkan wajahnya dari Ian, menghela napasnya dan membuat Ian agak bertanya-tanya akan tindakan Tania tersebut.

“Ian...! Bisa, kita berhenti...!?”

 Mendengar perkataan Tania tersebut, seolah semua emosi dan kekesalan dalam diri Ian langsung menghilang layaknya dibawah oleh aliran air. Yang membuat Tania akhirnya berpikiran jernih dan langsung tahu maksud perkataan Tania tersebut.

“Tentu saja Tania.” Jawab Ian setelah menghela napasnya.

Saat itu, mereka berduapun lalu berbalik ke arah depan, terlihat meratapi kebodohan mereka tadi, menyesal dan juga sambil menikmati udara sejuk dari taman sekolah mereka.

 “Ta-Tania...! Ma-maafkan perkataanku tadi yang menjelek-jelekkan hobimu tadi!” ujar Ian sambil terlihat menyesal dan menunduk meratapi perkataan dan ejekannya yang tadi.

 Mendengar permintaan maaf Ian tersebut, seolah dirinya yang paling bersalah, Tania pun dengan sigapnya lalu berbalik ke arah Ian, lalu dengan wajahnya yang menyesal Tania lalu berkata ke Ian.

 “Justru Ian, aku yang seharusnya meminta maaf. Kan karena aku yang tadi mentertawai hobimu tadi, hingga kita tadi adu mulut.”

 Ian pun lalu berbalik ke arah Tania. Kemudian dengan senyum lebar di wajah Ian seolah memperlihatkan rasa leganya dan senangnya karena dapat berteman dengan seseorang seperti Tania. Yang bahkan menurut Ian sendiri Tania, adalah seseorang yang jarang ia dapat, bisa bersikap seperti saat ini.

 Lalu, Tania yang menyadari Ian tersenyum lagi ke arah dirinya, kemudian merasa risih kembali dan memandang Ian dengan tatapan sinis tapi tidak menjauhi Ian seperti sebelumnya.

“Ian..! Kenapa kamu tersenyum begitu lagi ke arah diriku?! Bukannya aku sudah bilang kalau aku risih kalau kamu tersenyum ke arahku!”

“Ahh...,Maafkan aku sekali lagi Tania! Hanya saja, saat ini aku bersyukur karena telah menjadi temanmu Tania.” Ujar Ian sambil tetap memperlihatkan wajah senyumnya.

“Ian..! Meski kamu bilang seperti itu, bukan berarti hal itu akan membuat kepercayaanku kepadamu bertambah Ian. Ingat itu!” ujar Tania sambil menunjuk ke arah Ian.

“Be-benar juga katamu Tania....” ujar Ian sambil agak menunduk dan dengan senyum setengah.

“Tapi Ian..., terima kasih kalau kamu menganggapku seperti itu.” ujar Tania.

 Ian yang mendengarnya pun kemudian tersenyum lagi. Yang membuat Tania melihat senyum Ian tersebut menatap sinis dan merasa risih lagi ke Ian.

 “Ian..! Sudah kubilang jangan tersenyum begitu ke arahku!”

 “Ah..,maaf-maaf Tania!”

   Bagaikan sebuah badai yang berlalu, percakapan antara merekapun yang sebelumnya bagaikan sebuah percekcokan luar biasa layaknya sebuah badai. Dan sekarang, percekcokan mereka pun berakhir, setelah mereka berdua meminta maaf satu sama lain dan menyadari kesalahan antar mereka. Layaknya sebuah akhir dari suatu badai, langit yang indah,angin yang sejuk dan mentari yang menghangatkan orang-orang yang telah merasakan badai tersebut.

  “Oh iya Tania...! kalau tidak salah, kamu tadi memangnya bilang apa? Mengenai....,hobi nonton filmmu itu!”

 Tania yang mendengar perkataan Ian, tentu saja kemudian mengingat kembali hal apa yang hendak ia sampaikan sebelumnya. Dan, karena Tania bisa dibilang memiliki kepintaran yang sama dengan Ian, dirinya pun akhirnya langsung mengingat perihal yang dimaksud oleh Ian tadi.

 “Itu...., aku hanya ingin bilang mengenai genre dari film kesukaanku saja.”

 “Memangnya genre film yang kamu suka itu apa? Sampai-sampai saja kamu tadi saking keras kepalanya begitu?!” tanya Ian dengan tampang polos.

 “Maaf saja Ian kalau sikapku tadi keras kepala Ian! Lagipulakan mau-mauku Ian untuk menyikapinya bagaimana!” balas Tania dengan wajah yang agak cemberut.

 “Ma-maaf sekali lagi kalau begitu Tania!” ujar Ian sambil berusaha menenangkan Tania.

 “Jadi Tania...,genre film kesukaanmu itu apa?”

 “Fiksi...,Ian!”

 Sebuah senyumpun langsung terpancar di wajah Ian yang membuat Tania pun lalu secara refleks mencoba agak menjauh dari Ian. Menyadari tindakan Tania tersebut, Ian pun langsung tahu kalau hal itu karena senyumnya tersebut.  Dirinya pun dengan cepat kemudian meminta maaf ke Tania sambil menampakkan wajah penyesalannya lagi atas tindakannya yang ia lakukan lagi ini.

 “Maaf Tania...,aku lupa lagi kalau aku tidak boleh tersenyum kayak begini padamu! Maafkan aku!”

 “Tidak apa Ian! Lagipula..., alasanmu tersenyum begitu lagi, ujung-ujungnya sama terus. Ada hal yang membuatmu senang. Benarkan?” ujar Tania dengan wajah memaklumi sikap Ian tersebut.

 “Iya! Benar Tania!” ujar Ian sambil wajahnya yang kemudian kembali tersenyum lagi.

  “Memangnya...,apalagi yang membuatmu senang,Ian?” tanya Tania sambil wajahnya yang terlihat agak bertanya-tanya.

 Sambil tersenyum dan terlihat hendak menjelaskan Ian lalu berkata.

 “Begini Tania....,kamu kan tadi bilang kalau genre film yang sangat kamu suka nonton, sampai-sampai kamu keras kepala tadi....

  Tania sontak lalu agak kesal dan sebal saat mengatainya lagi dengan keras kepala.

  ....yah, fiksi kan Tania?!” ujar Ian.

 “Iya...!” balas Tania dengan wajah yang agak kesal.

 Ian pun tentu saja menyadari sikap dan ekspresi kesal Tania tersebut, itu gara-gara dirinya yang lagi mengatai si Tania keras kepala.Tentu saja dirinya agak merasa bersalah, namun, Ian berusaha terus menjelaskan tentang apa yang hendak disampaikannya.

“Uuhuumm~~! Jadi Tania..., dengan mengetahui bahwa genre film kesukaanmu itu adalah fiksi, tentu saja aku pasti akan senang!”

Saat itu ekspresi Tania yang sebelumnya kesal, kemudian lebih terlihat agak bertanya-tanya saat mendengar perkataan Ian tadi.

 “Ian...! Memangnya...,kalau aku suka genre film fiksi, terus hubungannya denganmu—

 Seolah sebuah pemikiran pun dengan cepatnya di pikirkan Tania. Yang membuat dirinya menyadari benang merah antara genre film kesukaannya dengan hal yang membuat Ian tersenyum begitu ke dirinya saat ini.

 “Ooohhhh...! Jadi...,Ian...”

 Sebuah senyum terpancar di wajah Ian, sembari dirinya juga berkata.

 “Benar seperti yang kamu pikir Tania! Sebenarnya...,genre dari buku yang sering aku baca itu yah...fiksi!”

 Saat itu sebuah senyuman pun kemudian muncul di wajah Tania. Yang membuat Ian saat itu langsung terlihat agak lega dan makin senang saja karena dirinya menduga kalau senyuman Tania tersebut, maka pasti Tania akan lebih percaya lagi dengan dirinya.

 “Ja-Jadi Ian..,ternyata...,kamu juga suka yah, dengan hal-hal fiksi?!” ujar Tania yang terlihat semangat.

 “Iya Tania! Dan juga sebenarnya Tania, akupun juga suka menonton film fiksi! Apalagi, filmnya itu berasal dari novel yang sudah kubaca dan aku suka.” ujar Ian dengan wajahnya yang tersenyum senang dan semangat.

 “Begitu yah...Ian! Haaahh~~~,mendengarnya aku makin merasa bersalah karena sudah mengatawai dan mengejekmu tadi Ian.” Ujar Tania sambil menunduk dan menyesali lagi perbuatannya tadi.

 “Tania...,kan itu juga bisa salahku! Lagipula..., itupun sudah berlalu Tania. Untuk apa mengingat-ngingat lagi hal seperti itu!”

  Senyum pun terpancar di wajah Tania pada waktu itu, sembari dirinya berkata.

  “Benar juga katamu Ian!”

 Setelah itu, beberapa perbincangan mengenai film dan buku fiksi pun mulai mereka ceritakan. Mulai dari novel-novel yang telah menjadi film dan terkenal, tokoh-tokohnya yang ada, segi cerita dari cerita fiksi tersebut dan hal-hal sebagainya yang membuat Tania sendiri telah melupakan rasa menyesalnya terhadap Ian sebelumnya.

 Selain itu, entah apakah hanya perasaannya atau memang hal itu yang terjadi. Tapi, Ian merasa semenjak dirinya memberitahukan kalau dirinya juga suka mengenai hal fiksi, Tania pun tampak lebih terbuka ke dirinya. Lebih ramah, dibanding sebelumnya yang masih was-was dengan diri Ian dan kerap kali menatapnya dengan tatapan kesal dan sebagainya.

 

  Sementara Tania yang mulai merasakan kedekatan dengan Ian, hanya bisa merasakan perasaan lega dan agak tenang ke Ian. Dan setiap perbincangan yang dilakukan oleh Tania ke Ian, membuat rasa percayanya Tania ke Ian makin lama, makin bertambah, dan merasa memulai untuk sedikit terbuka ke Ian kedepannya.

  Beberapa menit mereka melakukan perbincangan, terbersit sebuah pikiran di Ian untuk mencoba lebih mengenal Tania lebih dekat lagi. Ian pun lalu mengeluarkan pemikirannya tersebut dengan bertanya kepada Tania mengenai hal tersebut.

 “Tania....,maaf kalau aku memotong perbincangan kita mengenai ini. Tapi...,ada hal yang ingin aku tanyakan padamu!?” ujar Ian.

 “Memangnya...,apa yang ingin kamu tanyakan Ian?” ujar Tania dengan wajahnya yang agak bertanya-tanya, namun dengan auranya yang lebih terasa bersahabat.

  Ian pun tentu menyadari bahwa perkataan dan ekspresi Tania saat ini, merupakan hal yang bisa makin meyakinkan dirinya, kalau Tania sudah memandang dirinya sebagai seorang teman. Dan bukan seseorang yang masih diwaspadai seperti yang dia lakukan sebelumnya.

 “Begini Tania, alasanku kan tadi menanyakan tentang hobimu tadi karena aku ingin lebih mengenalmu. Jadi...., aku pun juga berpikir untuk coba mengenalmu Tania, dengan mengetahui hal yang kamu tidak suka juga. Bagaimana?!”

 Tania pun saat itu terlihat mencoba berpikir akan hal ini, hingga akhirnya setelah beberapa detik dirinya berpikir, dengan wajahnya yang agak serius Tania lalu berkata.

 “Bisa saja sih Ian! Tapi....,bukannya kamu saat ini sudah tahu tentang hal yang aku tidak suka.”

 “Me-memangnya begitu Tania...?!” ujar Ian dengan wajah yang agak heran.

 “Tentu saja Ian! Dan malahan, kamu sudah sangat-sangat-sangat mengetahuinya Ian!” ujar Tania dengan wajahnya yang begitu serius.

 “Padahal kamu tidak pernah...., Apa jangan-jangan!!, yang kamu maksud Tania....!!? kamu yang tidak suka laki-laki tampan?!” ujar Ian.

 “Iya Ian! Yang itu aku maksud!” ujar Tania sambil menunjuk ke Ian.

  “Apakah tidak ada yang lain Tania?!  Sebenarnya hal ini kutanyakan padamukan supaya nantinya aku tidak melakukan atau memberikan sesuatu yang tidak kamu suka itu. Lalu, kalau memang hanya laki-laki tampan, berarti....bukannya itu berarti aku hanya perlu berusaha agar kamu tidak dekat-dekat dengan laki-laki tampan atau hal seperti itu?!”

 “Ehh...Ian! aku rasa kalau masalah mengenai laki-laki tampan yang akan terjadi padaku kedepannya, aku bisa mengatasinya sendirian Ian! Jadi aku rasa, kamu tidak perlu melakukan hal seperti itu.”

 “Be-begitu yah....” balas Ian.

 “Tapi Ian..., sebenarnya masih ada hal lain yang tidak aku suka, selain laki-laki tampan!” Ujar Tania yang terlihat seperti menjelaskan.

  “Kalau begitu Tania...., a-apakah hal lain yang tidak kamu suka itu...?” tanya Ian yang terlihat agak semangat.

  Tania pun menatap Ian dengan pandangan aneh dan sedikit jijik, karena menurutnya, Ian terlihat aneh yang dimana sangat senang saat mengetahui kalau Tania masih ada hal yang tidak disukanya.

 “Ian..! kok kamu senang seperti itu?! Padahal yang aku ingin bicarakan ini tentang hal yang tidak aku suka! Sikapmu benar-benar aneh Ian!”

 “Ma-maaf  kalau kamu anggap begitu Tania!” ujar Ian yang terlihat menyesal.

 Tania pun saat itu mengubah ekspresinya kembali menjadi tersenyum kembali ke arah Ian, sembari berkata.

  “Baiklah! Hal lain yang tidak aku suka itu Ian yaitu mengenai cerita,kisah atau film yang ceritanya itu bergenre romance atau percintaan seperti itu.”

 Ianpun saat itu di dalam pikirannya, langsung muncul sebuah pertanyaan besar akibat pernyataan singkat Tania tersebut. Meski begitu, dirinya pun juga merasakan perasaan aneh dalam dirinya, entah itu perasaan kaget atau perasaan senang, setelah dirinya mendengar perkataan Tania tersebut.

  “Ja-jadi Tania...., ka-kamu ternyata tidak suka dengan cerita romance yah..?!” tanya Ian yang sedikit terkejut.

  “Iya Ian! Karena dulu saat aku mencoba menonton film bergenre romance, entah kenapa tubuhku langsung menggeliat jijik,benci dan risih saat menontonnya. Seperti...saat aku sedang menghadapi laki-laki tampan yang ingin menembakku,Ian.”

 “Begitu yah Tania...! Padahal Tania....yang aku tahu, perempuan itu biasanya sangat menyukai sesuatu yang bergenre romance.” Ujar Ian.

 Tania pun lalu menghela napasnya, dirinya pun melanjutkan percakapannya sembari berkata.

 “Sebenarnya Ian, aku menduga kalau alasanku bisa seperti ini karena di setiap film yang bergenre romance itu karakter utama laki-lakinya pasti ciri-cirinya seorang yang ganteng.”

 Kemudian, dengan posenya yang terlihat berpikir setelah mendengar perkataan Tania tadi, Ian pun lalu berkata.

 “Jadi Tania, alasannya kamu tidak suka cerita romance karena...karakter utamanya itu pasti laki-laki ganteng. Begitukan Tania?!”

 Tania pun membalasnya dengan anggukan dan berkata.

 “Iya Ian!”

 Mendengar itu, timbul sebuah pertanyaan dalam pikiran Ian saat itu.

 “Terus Tania, kalau memang alasan kamu tidak suka dengan genre romance karena laki-laki tampan, bukannya kamu juga tidak akan suka dengan genre film fiksi karena kan kebanyakan film fiksi, karakter utamanya biasa laki-laki tampan? Tapi kenapa kamu malah sangat menyukainya?”  tanya Ian.

  Tania kemudian berbalik ke depan seolah memandangi pemandangan taman saat ini sembari berkata.

 “Yah...,itu karena di film fiksi itu bukan genre romance Ian!” jawab Tania dengan singkat.

  “Terus...,kalau misalnya di film fiksi itu memiliki cerita romance, apakah kamu akan menontonnya Tania...?”

  Sontak Tania kemudian berbalik ke arah Ian, lalu memandanginya dengan wajah agak cemberut sembari berkata.

 “Apa kamu masih belum menangkapnya Ian!? Tentu saja, aku akan berusaha menghindari adegan romance sebuah film fiksi sebisa mungkin. Dan misalnya, film fiksi itu benar-benar hanya bercerita romance saja, pastinya aku tidak nonton Ian.”  

 “Begitu yah...” ujar Ian yang terlihat telah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaannya.

“Terus Ian, hal yang kamu tidak suka, memangnya apa...?” tanya Tania.

  Ian kemudian terlihat sedang memikirkan hal yang dimaksud Tania tadi. Dan setelah beberapa detik, Ian pun kemudian berbalik ke arah Tania sembari mengatakan.

 “Yah...bisa dibilang Tania,aku pun juga tidak suka dengan hal yang tidak kamu suka juga. Yakni....,novel atau buku bergenre romance.”

  “Ohhh...! Terus,alasanmu tidak suka dengan genre romance kenapa Ian?” tanya Tania yang terlihat sedikit tercengang akan jawaban Ian tadi.

  “Bukan tidak suka sih Tania! Tapi...,lebih tepatnya bisa dibilang kalau aku tidak mengerti tentang cerita romance itu sendiri!”

 “Maksudnya....?” tanya Tania dengan heran.

  “Begini...,pada waktu kamu belum masuk di sini Tania, aku dulu tidak sengaja mendapatkan plot cerita romance di novel fiksi yang aku baca dulu. Dan hasilnya, seperti yang aku bilang tadi, aku tidak mengerti mengenai plot tersebut. Meskipun, novel yang aku baca itu tetap kulanjutkan baca saja.”

 Terlihat di wajah Tania, sebuah ekspresi yang sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi. Ditambah dengan sebuah perkataan Ian yang diingat Tania dulu yang berhubungan dengan ini, membuat Tania pun sudah mendapatkan semua jawaban dari pertanyaannya.

 “Jadi ini berhubungan dengan kamu yang tidak bisa menyukai perempuan yah,Ian!?” ujar Tania yang menduga hal tersebut.

  “Iya Tania! Bisa saja seperti itu!” ujar Ian dengan senyum di wajahnya waktu itu.

 Melihat senyum Ian tersebut, Tania pun kemudian menjadi risih kembali, lalu dengan kesalnya berkata ke Ian.

 “Ian..! Kan aku sudah bilang, jangan tersenyum begitu padaku!”

 “Ma-maafkan aku Tania...!” ujar Ian dengan sangat menyesal.

Setelah itu, Seolah Ian yang sudah merasa cukup akan informasinya mengenai hal-hal Tania, yang baik berupa hal yang ia suka maupun yang tidak suka, kemudian berusaha mengganti kembali topik pembicaraan mereka kembali menjadi hal yang mereka bicarakan sebelumnya. Yakni tentang cerita fiksi. Baik Ian mengenai novel dan buku yang ia suka baca, maupun Tania dengan film-film yang ia sudah nonton.

 Kemudian, setelah beberapa percakapan yang lumayan memakan waktu istirahat sekolah, akhirnya....

   “Kring...,kring...,kring...!”

 Bunyi bel sekolah pun berbunyi yang membuat percakapan mereka pun juga ikutan berhenti.

 “Ian...!sepertinya,kita harus ngeberhentiin percakapan kita.” Ujar Tania sambil merapikan tempat makan yang ia bawa tadi.

 Ian yang mendengar hal yang diminta Tania, kemudian berusaha melihat keadaan sekitar. Yang dimana dirinya mulai mendapati para siswa mulai bergegas menuju kekelas mereka. Yang berada di taman sama dengan Ian dan Tania, mulai meninggalkan tempat mereka dan menuju ke kelas mereka.

 Sedangkan siswa yang sebelumnya di kantin termasuk teman Ian sebelumnya, juga ikutan bergegas menuju ke kelas. Melihat itu, Ian pun tentu saja langsung berdiri, kemudian diikuti oleh Tania. Lalu mereka berduapun meninggalkan tempat duduk di pohon besar, sembari meninggalkan pula taman sekolah.

 “Grrrrgghhhh..............!!!!!”

 Mendengar itu, Ian pun langsung secara refleks memegang perutnya, seolah menahan suara perut laparnya tersebut. Sedangkan Tania, yang mendengar suara gemuruh perut Ian, hanya menatap Ian secara lemas sembari berkata.

  “Kamu Ian....! Malahan keasyikan bicara, jadinya kamu lupa makan. Bagaimana nantinya kamu fokus belajar Ian!?”

  “Maaf Tania! Tapi tenang saja! Aku ini bisa tahan laparku ini sampai pelajaran selesai kok. Karena sering kali seperti ini kok aku!” ujar Ian.

  “Begitu yah... Kalau begitu, ayo cepat-cepat menuju ke kelas!”  balas Tania.

 Melihat tingkah Tania yang khawatir tersebut, seolah membuat Ian pun makin yakin dan malahan sudah sangat yakin, kalau Tania saat ini percaya padanya. Namun, tetap saja ada perasaan dalam diri Ian kalau Tania masih belum percaya dirinya seratus persen.

  Dan malahan entah kenapa di dalam diri Ian yang mengatakan, apabila Tania tahu alasan sebenarnya Ian menjadi teman baiknya hanya untuk mencari alasan dirinya merasakan perasaan suka ke dirinya. Ian merasa kalau hal itu bukanlah hal yang mesti dilakukan olehnya, dan malahan memberikan dampak buruk untuk dirinya, dan mungkin untuk Tania juga.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Blue Rose
265      221     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
Irresistible
631      460     1     
Romance
Yhena Rider, gadis berumur 18 tahun yang kini harus mendapati kenyataan pahit bahwa kedua orangtuanya resmi bercerai. Dan karena hal ini pula yang membawanya ke rumah Bibi Megan dan Paman Charli. Alih-alih mendapatkan lingkungan baru dan mengobati luka dihatinya, Yhena malah mendapatkan sebuah masalah besar. Masalah yang mengubah seluruh pandangan dan arah hidupnya. Dan semua itu diawali ketika i...
Manusia
1795      790     5     
Romance
Manu bagaikan martabak super spesial, tampan,tinggi, putih, menawan, pintar, dan point yang paling penting adalah kaya. Manu adalah seorang penakluk hati perempuan, ia adalah seorang player. tak ada perempuan yang tak luluh dengan sikap nya yang manis, rupa yang menawan, terutama pada dompetnya yang teramat tebal. Konon berbagai macam perempuan telah di taklukan olehnya. Namun hubungannya tak ...
THE LIGHT OF TEARS
18764      4028     61     
Romance
Jika mencintai Sari adalah sebuah Racun, Sari adalah racun termanis yang pernah Adam rasakan. Racun yang tak butuh penawar. Jika merindukan Sari adalah sebuah kesalahan, Sari adalah kesalahan terindah yang pernah Adam lakukan. Kesalahan yang tak perlu pembenaran. Jika menyayangi Sari adalah sebuah kegelapan, Sari adalah kegelapan yang hakiki yang pernah Adam nikmati. Kegelapan yang tak butuh pene...
Flowers
372      257     1     
Inspirational
Zahra, remaja yang sering menggunakan waktu liburnya dengan bermalas-malasan di rumah, menggunakan satu minggu dari libur semesternya untuk mengunjungi tempat yang ingin dikunjungi mendiang Kakaknya. Bukan hanya demi melaksanakan keinginan terakhir Kakaknya, perjalanan ini juga menjadi jawaban atas semua pertanyaannya.
Bersyukurlah
391      269     1     
Short Story
"Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang tulus mengasihimu."
In your eyes
7941      1869     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
The Last Cedess
794      534     0     
Fantasy
Alam bukanlah tatanan kehidupan makroskopis yang dipenuhi dengan makhluk hidup semata. Ia jauh lebih kompleks dan rumit. Penuh dengan misteri yang tak sanggup dijangkau akal. Micko, seorang putra pekebun berusia empat belas tahun, tidak pernah menyangka bahwa dirinya adalah bagian dari misteri alam. Semua bermula dari munculnya dua orang asing secara tiba-tiba di hadapan Micko. Mereka meminta t...
Loading 98%
612      369     4     
Romance
Coldest Husband
1391      718     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...