“Betapa pentingnya menghargai seseorang yang sayang kepada kita, bukan hanya suka ataupun kagum. Tapi seseorang yang pernah ada dalam hidup kita.”
“Hei kalian, ngapain nih. Gue boleh duduk disini nggak?” Tanya dito sambil menunjuk ke arah kursi sebelah dayana yang ada di kantin.
“Ya bolehlah dit, duduk aja.” Sahut geya.
“Aku ke toilet dulu ya.” Sahutku sambil berdiri dengan wajah murung.
Saat aku kembali lagi, tiba-tiba geya nggak ada di meja tempat kami makan.
“Lho dit, geya kemana?” Tanyaku sambil berdiri.
“Udah duduk aja dulu day, geya tadi bilang mau pergi bentar.” Sahut dito sambil memukul kursi di sebelahnya.
Akupun duduk di sebelah dito dan suasana menjadi hening tanpa ada pembicaraan. Sebentar-bentar aku melihat ponselku sambil meneguk minuman tadi yang belum sempat habis.
“Aduhh, aku harus memulai pembicaraan nih. Nggak enak banget diam-diam gini.” Pikirku dalam hati sambil termenung.
“Dayyy kenapa menung? Mikirin apa sih.” Tanya dito sambil melihat ke arahku dengan tersenyum.
Mata kamipun bertatapan, dito ngeliatin aku gitu banget sih. Pikirku dalam hati. “Ohh nggak dit, nggak mikirin apa-apa kok.” Sahutku sambil tersenyum dan meneguk minuman.
“Day aku boleh nanya ke kamu?” Tanya dito dengan serius.
“Nanya apa dit? Boleh-boleh aja kok hehe.” Sahutku sambil tertawa perlahan.
“Kamu kenapa akhir-akhir ini? Kamu lagi sedih ya?” Tanya dito dengan mata tajamnya.
“Nggak kok aku happy kok hehe.” Jawabku sambil tersenyum.
“Yakin? Tapi kok mata kamu sembab gitu day akhir-akhir ini. Kalo kamu ada masalah, kamu bisa kok cerita ke aku day.” Ucap dito dengan mata tertuju kepadaku.
“Ah nggak ada masalah kok dit, biasalah perempuan emang suka nangis dit hehe. Eh ngomong-ngomong geya lama banget, kemana sih dia dit.” Ucapku berusaha mengalihkan perhatian.
“Oh gitu, kayaknya geya nggak balik kesini lagi deh day. Kenapa? Kamu mau pulang?” Tanya dito terus menatap mataku dengan tajam.
“Iya dit, rencananya sih mau pulang soalnya nggak ada kelas lagi. Tapi geya kemana ya. Aku coba hubungi dia deh.” Sahutku sambil menelpon geya.
Tuuut..tuuut...tuuut. “Duhh nggak diangkat nih sama geya.” Ucapku terus menelpon geya.
“Kenapa harus sama geya day?” Tanya dito dengan penasaran.
“Soalnya nggak ada teman pulang dit, lagian sama geya juga searah pulangnya jadi bisa bareng.” Ucapku buru-buru menghabiskan minuman.
“Yaudah aku antar pulang ya day.” Tanya dito.
“Nggak usah dit, aku gamau ngerepotin kamu. Nggak papa kok, aku nungguin geya aja deh.” Sahutku terus menelpon geya.
“Apasih day, ya nggaklah masa ngerepotin. Lagian juga sekalian aku jalan pulang.” Sahut dito sambil tersenyum.
“Beneran nggak ngerepotin?” Tanyaku bercandain dito.
“Ya nggaklah day, kamu nih. Yuklah day, cepetan abisin tu minumannya.” Ucap dito menyuruhku bergegas menghabiskan minuman.
Saat di parkiran, aku berjalan dengan dito sedekat ini. Dito terus mengajakku ngobrolin hal-hal yang nggak penting. Kami tertawa terbahak-bahak di jalan menuju parkiran, karena parkiran yang terlalu jauh dari kantin. Saat itu, kami berpapasan dengan arga. Dan mata kami saling bertemu, namun dia hanya melintas di sampingku dengan memalingkan wajahnya. Dito memanggil arga dan aku hanya terdiam melihatnya tersenyum kepada dito namun tidak denganku.
“Day? Kamu nggak papa?” Tanya dito sambil melihat ke arahku.
“Emang aku kenapa dit? Aku baik-baik aja kok.” Sahutku sambil tersenyum kepadanya.
“Yaudah yuk kita pulang.” Sahut dito membalas senyumanku.
Selama di perjalanan rupanya dito tidak mengajakku pulang. Dia membawaku ke tempat saat dimana aku dan arga mulai tidak betegur sapa, dan disana adalah tempat yang bisa melihat keindahan alam saat langit mulai memerah yang dinamakan “SENJA”.
“Day yuk cepetan turun sini, duduk sini. Nanti senjanya ilang lho.” Panggil dito dari kejauhan.
“Dit, kok kita nggak jadi pulang. Inikan tempat yang dulu dit.” Sahutku dengan wajah bingung sambil duduk di sebelah dito.
“Iya waktu itukan kita nggak sempat lihat day, soalnya kan ada kejadian yang kamu alami dan aku nggak tau kenapa hehe.” Sahut dito mulai mengejek.
“Iya maaf maaf kemarin itu aku juga nggak tau dit hehe.” Sahutku mulai tersenyum.
“Bisa gitu nggak tau kenapa tiba-tiba nangis, dasar kamu day.” Ucap dito terus mengejek.
“Bisalah namanya juga perempuan.” Ucapku dengan wajah sombong.
“Cuman kamu perempuan yang nggak tau alasannya tiba-tiba nangis haha.” Ucap dito terus mengejek sambil tertawa terbahak-bahak.
Aku juga ikut tertawa dengan guyonan dito. Namun tiba-tiba dito terdiam dan melihatku dengan tajam, entah apa yang sedang dia pikirkan saat itu.
“Lihat deh itu dit, udah mau tenggelam tu mataharinya.” Sahutku berusaha mengalihkan pandangan dito dengan mencoba berdiri.
“Iya day, mataharinya udah mau tenggelam. Kamu mau nggak aku fotoin?” Tanya dito sambil mengeluarkan ponselnya.
“Iya iya mau, cepetan aku sudah siap nih.” Sahutku sambil berpose seolah model.
“1..2..3.. Udah ni day, lagi nggak?” Tanya dito.
“Iya, iya boleh dit.” Sahutku sambil berpose dengan gaya yang berbeda.
“Oke siap, 1..2..3.. Oke nice day.” Sahut dito sambil melihatkan ponselnya ke arahku. “Duduk sini aja dulu yuk day.” Sahut dito mencoba untuk duduk.
Aku mendekati dito untuk melihat hasilnya, dia tidak melihat ke ponselnya tapi melihat ke arahku dengan tatapan yang begitu tajam. “Dit, kenapa lihatin aku begitu?” Tanyaku kepada dito.
“Sudah enakkan day?” Tanya dito.
“Apanya dit?” Sahutku.
“Perasaan kamu day, aku tau kok kamu lagi sedih day. Makanya aku mencoba untuk menghibur kamu.” Jawab dito melihat ke mataku dengan serius.
“Haha aku baik-baik aja kok dit, kata siapa aku lagi sedih?” Tanyaku mencoba untuk tersenyum.
“Kelihatan day, dari mata kamu. Seolah-olah mata kamu mengisyaratkan kalo kamu sedang sedih.” Jawab dito sambil tersenyum.
“Iya dit, makasih ya sudah mau berusaha mencoba untuk menghibur aku.” Sahutku dengan melihat ke arah mata dito yang juga sedang melihatku.
“Ya sama-sama day, aku senang kalo kamu sudah nggak sedih lagi. Jangan sedih-sedih lagi ya day, kan ada aku haha.” Sahut dito sambil tertawa.
“Apaan sih kamu dit haha.” Sahutku sambil tertawa. “Yuk ah kita pulang nanti keburu malam.” Sambil berdiri.
Selama di perjalanan tidak ada pembicaraan yang kami utarakan. Dan sampailah di rumahku, aku berkata: “Hati-hati ya dit, bye...”
Dito hanya membalas dengan senyuman dan langsung mengendarai motornya. Aku hanya bersyukur kepada Tuhan bahwa telah mengirimkan seseorang untuk menghiburku dari kesedihan ini. Tapi, aku takut. Aku takut untuk membuka hati lagi, aku terlalu takut untuk disakiti. Bahkan yang membuatku tidak yakin kepada dito, akibat dari kebiasaan yang ia lakukan sehingga sudah tertanam ke semua orang yang mengenalnya yaitu “PLAYBOY”.
Aku berusaha menghubungi dito melalui whatsapp. “Dit, sudah sampai rumah?” Tulisku dalam pesan. Bukan maksudku untuk memberi harapan kepada dito, aku hanya khawatir dengannya dan hanya ingin berterima kasih kepadanya. Pikirku dalam hati.
Ponselku berdering dengan nada ponsel yang sering kugunakan. Ternyata dari dito. Aku pun mengangkatnya: “Halo dit?” Sahutku dalam telpon.
“Iya day.. aku sudah sampai rumah kok. Hehe.” Sahut dito dalam telpon.
“Syukurlah tapi kenapa pake telpon segala sih dit?” Tanyaku dalam telpon.
“Nggak ada day, rindu aja sama kamu.” Sahut dito dalam telpon.
“Kamu nih dit bercanda mulu.” Sahutku dalam telpon.
“Aku serius day.. mana ada aku pernah bercanda ke kamu.” Sahut dito dalam telpon.
“Serius udah bubar kali dit, haha.” Sahutku sambil tertawa.
“Candaan lawas day? Intinya terimakasih ya day tadi udah mau nemenin aku dan ngeladenin aku.” Sahut dito dalam telpon.
“Emang candaan baru gimana? Ihh seharusnya aku dit yang mau bilang terimakasih sama kamu. Makasih yaa dit..” Sahutku sambil tersenyum.
“Nggak tau juga day hehe. Sama-sama dayana sayang.” Sahut dito dalam telpon dengan jelasnya.
Aku hanya terdiam dan hening seketika. Tiba-tiba dito berkata: “Udah dulu ya day, jangan telat tidurnya. Bye..”
“Iya dit.” Aku pun mematikan telponnya.
Aku hanya berpikir kenapa sih dito begitu, but thanks dit. Pikirku dalam hati sambil memejamkan mataku.
Keesokan harinya, aku disamperin geya di kelas.
“Day, kenapa mata lu hitam banget? Lu kurang tidur ge, masih kepikiran arga atau masih nangisin arga semalaman?” Saat geya menghampiri dayana sambil duduk di bangku sebelah dayana.
“Ya nggaklah ge, aku cuman masih kepikiran aja.” Sahutku sambil termenung.
“Kepikiran apa?” Tanya geya dengan penasaran.
“Dito ge.” Sahutku.
“Ditooo? Lu ada apa sama dito? Emang dia ngapain lu day?” Tanya geya dengan suara keras.
“Pelan-pelan dong ge ngomongnya nanti kedengaran, jangan teriak-teriak begitu mentang-mentang cuman ada kita di kelas.” Sahutku cemberut ke geya. “Aku mau tanya sama kamu kemarin kamu kemana, kok tiba-tiba menghilang dari kantin. Terus nggak bilang-bilang sama aku kalo mau pergi. Terus juga kok dito tau aku lagi sedih, kamu ngomong apa aja sama dito?” Sahutku dengan mengintrogasi geya.
“Banyak banget pertanyaannya, udah kayak diintrogasi aja day.” Sahut geya dengan santainya.
“Menurut lo?” Sahutku sambil cemberut.
“Okedeh gue ceritain, jadi gini sebenarnya kemarin itu pas lu pergi sebentar ke toilet. Si dito nanya, nah kata dia “dayana kenapa? Lagi sedih ya?” Terus gue bilanglah iya dia lagi sedih karena cowok.”
“Lo ngomong gitu ke dito? Astaghfirullah ge, mulut lo ni yaa ember banget dah.” Sahutku dengan wajah kesal dan menggeleng-gelengkan kepala.
“Selow day, tapikan gue nggak sebut namanya siapa. Diam dulu ngapa, gue lanjutin ya. Terus si dito langsung diam menung gitu, terus dia tiba-tiba ngomong “Ge, gimana kamu pura-pura pergi kemana gitu? Aku mau ngajak dayana pergi biar dia nggak sedih lagi.”
“Yaudah deh day jadi gitu ceritanya kenapa gue kemarin langsung pergi. Eh btw dito romantis ya day, padahal dia tau lu lagi sedih gegara cowok tapi tetap aja dia ngedekatin kamu. Sedih sih jadi dito, lu sih day.” Sahut geya sambil menopangkan dahunya ke kedua tangannya.
“Kok salah aku, lo tu yang salah ge.. kenapa lo biarin aku berduaan dengan dito.” Sahutku dengan wajah kesal.
“Kok gue sih day? Gue itu sengaja biar ada kesempatan buat dito, biar lu cepat-cepat lupain tu sih arga brengsek. Lagian sepertinya dito serius deh day sama lu, nggak main-main. Soalnya ya setau aku selama ini yang ngedekatin dito itu si cewek dan dia nggak pernah tu, kalo dia yang ngedekatin berarti dia serius day, hehehe.” Sahut geya mengusulkan saran sambil senyum-senyum.
“Tapi kata lu dia playboy, cap jempol malahan. Hahaha.” Sahutku sambil tertawa.
“Mana pernah gue bilang pake cap jempol, lu aja tuh yang nambah-nambahin. Iya sih day playboy, tapikan kata orang-orang. Lu tu day jadi orang jangan suka dengerin omongan orang-orang, buktikan dulu dia seperti apa. Jalanin aja dulu day, coba-coba gue setuju kok.” Sahut geya dengan memainkan kedua alisnya.
“Coba-coba? Lu kira apaan ge, tapi kayaknya bagus juga saran lu ge. Aku coba aja dulu ya, hahaha.” Sahutku sambil tertawa.
“Ciee yang udah senang dan bisa lupain arga secepat itu, pasti kemarin dito ngasih kamu surprise ya?” Tanya geya sambil penasaran.
Aku hanya tersenyum-senyum malu sambil memikirkan kejadian kemarin.
“Nah dia senyum-senyum, cerita dong day.. cerita..” Sahut geya dengan sangat penasaran.
“Nggak ada ge, dia kemarin udah buat aku senang. Dah gitu aja, udah buat aku ngelupain kesedihan aku. Dah byee gee hahaha.” Sahutku sambil tertawa dan berlari keluar kelas.
“Dayyyy awas lu yaa.” Sahut geya sambil teriak dari dalam kelas.
Tiba-tiba saat aku berlari keluar kelas, aku bertemu arga dan kami saling bertabrakan dan langsung berdiri tegap dengan pandangan sama-sama lurus ke depan tanpa adanya kata “maaf” yang terlontar dari bibir kami berdua.
Aku berbicara dalam hati, “Arga, kamu hebat. Kamu hebat bisa buat aku begini. Tak pernah terpikir di pikirankah bagaimana perasaanku? Apakah selama ini aku hanyalah boneka yang layak untuk dimainkan? Semudah itu kamu meninggalkanku tanpa alasan yang jelas. Ya benar kita memang tak ada ikatan apapun bahkan kita hanya sebatas teman. “Terimakasih arga” kamu sudah membuat hatiku takut untuk jatuh cinta. Kamu sangat hebat hingga hatiku tertutup rapat tanpa adanya celah yang bisa dihampiri oleh orang lain. Sekecil apapun luka bakalan terasa perih. Entah apa yang telah kamu lakukan sampai sakitnya terasa sangat menyakitkan.”
“Ku tutup pintu cintaku yang sekian lama terbuka untukmu. Lelah hati ini. Apakah selama ini, cinta yang ada hanyalah semu. Betapa sakitnya hatiku dan dirimu memilih dirinya hingga tak hiraukan cinta kita. Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain, betapa dalamnya terluka hatiku. Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku saat kudengarkan suaramu hatiku bergetar, saat ku tatap matamu ku tak mampu pergi. ” Soundtrack by Sammy Simorangkir.