Setelah melewati jalur rahasia yang ditunjukkan oleh sang Raja, akhirnya Rasiel, Melnar, dan Sylda berhasil membawa sang Raja keluar dari dalam istana. Kini mereka berada tepat di depan pintu keluar jalur rahasia yang telah mereka lalui.
“Dimana ini?” Melnar terlihat memperhatikan sekelilingnya. Begitupula dengan Rasiel dan Sylda yang baru saja keluar dari jalur rahasia yang ada dibelakang mereka. Disana, mereka melihat banyak pepohonan yang tumbuh disekitar mereka, sehingga sangat sulit untuk memastikan dimana posisi mereka saat ini.
“Sepertinya kita berada di dalam hutan Aria.” ujar Sylda menanggapi pertanyaan Melnar sebelumnya.
“Darimana kau tahu?” Melnar mengalihkan pandangannya menuju ke arah Sylda yang kini tengah mendongakkan kepalanya. Sylda ternyata sedang menatap seekor burung yang kini sedang terbang bebas di atas kepala mereka. Melihat hal itu, Melnar pun terdiam. Sepertinya dia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya.
Sylda ternyata sedang menggunakan kemampuan khususnya. Kemampuan khusus ini merupakan harta karun yang sangat berharga bagi seorang elf. Saat lahir, seorang elf–baik yang berdarah murni maupun campuran–akan mendapatkan satu kemampuan khusus yang hanya akan dimiliki olehnya dan tidak akan dimiliki oleh elf lainnya. Dalam hal ini, Sylda mendapatkan kemampuan untuk melihat melalui mata setiap binatang yang berada di dalam jangkauan pandangannya.
Kemampuan inilah yang saat ini sedang digunakan oleh Sylda. Sylda melihat melalui mata burung yang sedang terbang di atas kepalanya untuk menentukan lokasi mereka berada saat ini. Rasiel dan Melnar sudah mengetahui tentang kemampuan khusus ini karena Sylda sudah pernah menggunakannya saat mereka berburu di hutan Arcana.
“Sylda, tolong cari tempat persembunyian terdekat untuk kita!” ujar Rasiel sambil menurunkan tubuh sang Raja yang dari tadi ditopang olehnya.
Mendengar hal itu, Sylda pun segera menggunakan kemampuan khususnya untuk mencari tempat persembunyian yang bagus untuk mereka. Burung yang tadinya terbang di atas kepala mereka kini terlihat menjauhi mereka dan mulai mengelilingi hutan Aria.
Sementara itu, sang Raja–yang kini tengah duduk dihadapan Rasiel–sepertinya mulai kehilangan kesadarannya. Beliau tidak henti-hentinya merintih kesakitan sambil memegangi tangan kanannya.
“Aahh... tanganku.” rintih sang Raja.
“Tenanglah, Yang Mulia!” Rasiel meminta sang Raja untuk menenangkan dirinya.
“Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu pada lukanya?” Melnar mendekati Rasiel. Dia mencoba memberikan saran terbaik yang terpikirkan olehnya saat itu. Namun tetap saja, semua saran yang keluar dari mulutnya beberapa jam terakhir ini sepertinya tidak ada yang berguna.
“Aku tidak bisa melakukan apa-apa.” Rasiel menggelengkan kepalanya. “Disaat seperti ini, aku benar-benar membutuhkan buku sihirku untuk menyembuhkan luka Yang Mulia.” lanjutnya.
“Kenapa? Apa kau tidak membawanya?” Melnar dengan polosnya menanyakan hal itu kepada Rasiel yang terus mencoba menenangkan sang Raja.
“Aku tidak membawanya.” jawab Rasiel. “Aku meninggalkannya di dalam tas milikku yang kini ada di dalam istana.” lanjutnya.
Melnar menganggukkan kepalanya. Sepertinya dia baru menyadari bahwa barang bawaan mereka telah disita oleh prajurit kerajaan Ragna saat mereka akan memasuki istana.
“Apa kau benar-benar tidak bisa menyembuhkan lukanya?” Melnar kembali menanyakan hal yang hampir sama dengan pertanyaan sebelumnya. “Setidaknya, apa kau tidak mengingat satupun mantra penyembuh yang tertulis di dalam buku sihirmu?” tanyanya.
“Meskipun aku mengingatnya, aku tetap tidak bisa menggunakannya.” Rasiel memalingkan pandangannya. Dia menatap Melnar yang dari tadi terus bertanya sambil melanjutkan jawabannya. “Inilah perbedaan antara darah murni dan darah campuran. Meskipun aku bisa menggunakan sihir seperti seorang elf pada umumnya, tetapi aku tidak bisa melakukannya tanpa perantara. Dalam hal ini, buku itu adalah perantara yang aku miliki untuk menggunakan kekuatan sihirku.” jelasnya.
“Jadi, begitu.” Melnar menganggukkan kepala. Sepertinya dia sudah mengerti alasan kenapa Rasiel tidak bisa melakukan apa-apa terhadap kondisi sang Raja yang semakin lama semakin melemah karena kehabisan darah.
Saat ini mereka sepertinya hanya bisa mengandalkan kekuatan Sylda–yang dari tadi sedang mencari tempat persembunyian untuk mereka–untuk menyembuhkan luka sang Raja.
“Aku menemukannya.” Sylda menutup kedua matanya. Dia sepertinya sedang mencoba mengambil kembali penglihatannya dari burung yang telah menjadi perantara kemampuan khususnya.
“Aku menemukan tempat persembunyian yang cocok untuk kita.” ujar Sylda sambil melihat ke arah Rasiel dan Melnar yang sepertinya tengah menantikan hasil pencariannya.
“Baguslah!” ujar Melnar memuji keberhasilan Sylda.
“Sylda, apa kau bisa menyembuhkan luka Yang Mulia?” tanya Rasiel kepada Sylda yang baru saja merobohkan tubuhnya ke tanah.
“Aku bisa melakukannya. Hanya saja, aku harus mengumpulkan kembali energi sihirku sebelum melakukannya. Aku tidak mau kehabisan energi sihir saat melakukannya. Itu bisa berakibat fatal bagi keadaan Yang Mulia.” jelas Sylda yang sangat kelelahan karena telah menggunakan kemampuan khususnya.
Mendengar hal itu, Rasiel pun mulai memikirkan rencana terbaik untuk mereka selama Sylda berusaha mengumpulkan kembali energi sihirnya.
“Baiklah. Kalau begitu, kita harus membawa Yang Mulia ke tempat persembunyian itu sebelum beliau kehilangan kesadarannya.” ujarnya.
“Akan sangat sulit bagi kita untuk membawa Yang Mulia jika beliau sudah kehilangan kesadarannya.” jelas Rasiel kepada Melnar dan Sylda yang terlihat tidak percaya dengan keputusan yang diucapkannya.
Mendengar penjelasan itu, Melnar dan Sylda pun memahami kondisi yang dimaksud oleh Rasiel. Mereka yang juga telah merasa kelelahan pun kembali memapah tubuh sang Raja dan membawanya ke tempat persembunyian yang sudah ditemukan Sylda dengan kemampuan khususnya.
Setelah berjalan selama beberapa puluh menit, akhirnya mereka sampai di tempat persembunyian yang telah dilihat oleh Sylda sebelumnya. Tempat persembunyian itu ternyata adalah sebuah gua kecil yang terletak jauh di dalam hutan Aria. Di dalam gua tersebut, mereka membaringkan tubuh sang Raja tepat di atas lantai gua–yang telah mereka bersihkan sebelumnya.
“Apa yang terjadi padanya?” Melnar terlihat khawatir dengan keadaan sang Raja yang sudah tidak bergerak saat mereka membaringkannya.
“Tenang saja. Beliau hanya kehilangan kesadarannya.” ujar Rasiel setelah memeriksa napas dan detak jantung sang Raja.
Mendengar hal itu, Melnar pun ikut merebahkan tubuhnya ke lantai gua. Melnar sepertinya benar-benar takut sesuatu terjadi pada sang Raja. Atau mungkin Melnar hanya merasa kelelahan karena telah membawa tubuh sang Raja dari istana hingga ke tempat persembunyian mereka. Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Melnar ikut merebahkan tubuhnya ke lantai gua itu. Hanya saja, perbuatannya ternyata juga diikuti oleh Rasiel dan Sylda yang kini terlihat duduk di lantai gua.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Sylda kepada Rasiel yang baru saja selesai memeriksa tubuh sang Raja.
Mendengar hal itu, Rasiel pun memutar tubuhnya. Kini Rasiel menghadap ke arah Melnar dan Sylda yang dari tadi berada dibelakangnya.
“Pertama-tama, kita harus membuat penghalang di sekitar gua ini sebelum malam tiba.” jawab Rasiel sambil memperhatikan daerah disekelilingnya. “Jangan sampai para prajurit kerajaan Ragna menemukan keberadaan kita saat kita sedang tidak terjaga.” lanjutnya.
“Tapi sebelum itu, Sylda harus mengisi ulang energi sihirnya terlebih dahulu.” Rasiel memalingkan wajahnya. Dia terlihat fokus menatap wajah Sylda. “Saat ini kami benar-benar membutuhkan kekuatanmu untuk melakukan semua itu.” ujar Rasiel sambil memegang kedua bahu Sylda yang sedang duduk dihadapannya.
Hal itu tentu saja membuat Sylda tersipu malu. Sylda bahkan terlihat salah tingkah dibuatnya.
“Ba-Baiklah!” Sylda memalingkan wajahnya untuk menjauhi tatapan Rasiel padanya.
Saat itu, Melnar terlihat bangkit dari tidurnya. Dia membuka bungkusan kain yang berisi buah-buahan yang telah mereka kumpulkan selama perjalanan menuju ke tempat persembunyian mereka.
“Ini, makanlah!” Melnar menyodorkan beberapa buah kepada Sylda.
“Terima kasih.” Sylda mulai menyantap buah-buahan yang diberikan Melnar padanya. Begitu pula Rasiel dan Melnar yang ikut menyantap bagian mereka.
Ternyata, tidak butuh waktu lama bagi gadis elf tersebut untuk menghabiskan semua buah yang ada dihadapannya. Setelah itu, dia pun segera beranjak menuju ke pintu gua untuk melaksanakan tugasnya. Sementara Rasiel dan Melnar mengekor dibelakangnya.
Disana, Sylda bersiap untuk membuat penghalang–seperti penghalang yang pernah digunakan pada dirinya dan tas miliknya saat pertama kali bertemu dengan Rasiel dan Melnar di desa Auderia–di depan pintu gua tempat persembunyian mereka. Namun, ternyata Sylda masih memerlukan beberapa menit lagi untuk mengumpulkan kembali energi sihirnya dan menyelesaikan penghalang yang akan dibuatnya.
Hal itu membuat Rasiel dan Melnar memutuskan untuk memanfaatkan selang waktu tersebut untuk memeriksa daerah disekitar gua. Mereka juga berniat untuk mengumpulkan kayu bakar dan bahan makanan untuk makan malam mereka.
* * * * *
Malam pun menyapa. Sihir pelindung di mulut gua telah diaktifkan oleh Sylda. Sementara itu, Rasiel dan Melnar kini terlihat sedang memanggang binatang buruan mereka saat mereka berkeliling di sekitar gua persembunyian mereka. Entah binatang apa yang sedang mereka panggang, dilihat dari bentuknya, bisa saja itu adalah seekor kelinci atau mungkin tikus hutan. Yang pastinya mereka akan menyantap binatang itu sebagai makan malam mereka.
Disisi lain, Sylda terlihat menikmati tidurnya. Dia sepertinya benar-benar kelelahan setelah menggunakan seluruh energi sihir–yang masih tersisa–untuk membangun penghalang di sekitar tempat persembunyian mereka. Hal itu dapat dilihat dari tidurnya yang lelap hingga tidak terganggu dengan kerasnya suara Melnar yang berada disampingnya.
Disisi lain gua, sang Raja juga masih terlelap dalam tidurnya. Beliau bahkan belum menunjukkan tanda-tanda akan membuka matanya sejak mereka meletakkan tubuhnya disana. Beliau sepertinya sedang berjuang untuk melewati masa kritisnya. Suhu badannya juga meningkat drastis saat terakhir kali Rasiel memeriksanya. Hal itu tentu saja membuat mereka semakin cemas dengan keadaannya.
Tetapi, semua itu akan segera berlalu. Seperti malam yang tanpa terasa kini sudah mulai kehilangan kegelapannya. Digantikan oleh seberkas cahaya yang mulai memancar menerangi sisi-sisi gua.
Disana, Rasiel dan Melnar–yang sepertinya telah berjaga sepanjang malam–tengah terlelap dalam tidurnya. Mereka sepertinya juga kelelahan setelah semua hal yang telah mereka lalui sebelumnya.
Sementara itu, Sylda terlihat mulai bangkit dari tempat tidurnya. Dia mendekati sang Raja yang juga masih terlelap dalam tidurnya. Dia kemudian membuka kain yang membungkus luka di tangan kanan sang Raja dan mulai membersihkan lukanya.
Setelah itu, Sylda pun mulai mencoba untuk menyembuhkan luka di tangan kanan sang Raja.
“Claudebant sanandum vulnus” Sylda melafalkan sebuah mantra penyembuh untuk menyembuhkan tangan kanan sang Raja.
Saat itu, sebuah lingkaran sihir–yang memancarkan cahaya berwarna putih kebiruan–muncul di atas bekas potongan tangan kanan sang Raja. Lingkaran sihir tersebut membuat daging-daging yang terlihat busuk, tiba-tiba berubah menjadi baru dan mulai menutup lukanya. Darah segar pun berhenti mengalir dari bekas luka itu. Kulit baru juga terlihat bergerak perlahan menutupi daging dan tulang yang awalnya terlihat di bekas potongan tangan kanan sang Raja. Butuh waktu beberapa menit hingga kulit tersebut menutup sempurna dan tidak meninggalkan goresan luka sedikitpun di tangan kanan sang Raja.
Sylda terhuyung ke belakang saat semua proses itu selesai. Pantatnya menyentuh lantai gua yang kemudian diikuti dengan gerakan kedua tangannya yang mencoba menyangga tubuhnya dari belakang. Sylda sepertinya telah kehilangan banyak energi sihirnya saat menyelesaikan proses penyembuhan pada tangan kanan sang Raja. Namun, hal itu sepertinya bukan masalah untuknya. Dia bahkan tersenyum saat melihat hasil kerjanya yang hampir sempurna.
Tak lama setelah itu, sang Raja pun terbangun dari tidurnya.
“TANGANKU!” teriak sang Raja saat tiba-tiba bangkit dari tidurnya.
Hal itu tentu saja membuat Sylda–yang masih memperhatikan hasil kerjanya–terkejut. Begitupula dengan Rasiel dan Melnar yang juga terbangun dari tidur mereka kerena mendengar teriakan sang Raja.
“Yang Mulia, Anda baik-baik saja?” tanya Rasiel saat menghampiri sang Raja yang kini tengah memperhatikan tangan kanannya.
“Tanganku.” Sang Raja terlihat memegang tangan kanannya yang sudah dipotong oleh Simon. “Ternyata itu bukan mimpi.” lanjutnya.
Rasiel dan Melnar–yang terkejut dengan keadaan tangan kanan sang Raja yang jauh berbeda dengan terakhir kali mereka melihatnya–mengalihkan pandangan mereka ke arah Sylda yang masih bersimpuh di samping tubuh sang Raja. Pandangan mereka seakan-akan bertanya ‘apa kau yang telah melakukannya?’.
Sylda yang mengerti maksud dari pandangan mereka pun segera menganggukkan kepalanya–sebagai tanda bahwa dialah yang telah menyembuhkan luka di tangan kanan sang Raja.
Melihat hal itu, Rasiel pun tersenyum. Dia kemudian mengalihkan kembali pandangannya ke arah sang Raja yang masih memperhatikan tangan kanannya.
“Maafkan kami, Yang Mulia. Hanya sebatas ini yang bisa kami lakukan. Kami tidak bisa mengembalikan tangan kanan Anda seperti semula.” ujarnya.
Rasiel mencoba menjelaskan keadaan mereka kepada sang Raja. Meskipun mereka berhasil menyembuhkan luka di tangan kanannya, namun mereka tidak mampu menumbuhkan kembali tangan kanan miliknya seperti sedia kala.
Mendengar hal itu, sang Raja pun terdiam sejenak sebelum menanggapi laporan Rasiel kepadanya.
“Tidak apa-apa. Ini sudah cukup untukku. Terima kasih!” tutur sang Raja.
Setelah itu, Rasiel dan Melnar terlihat mulai menyiapkan sarapan untuk mereka. Rasiel memanggang sisa daging yang sudah mereka kuliti semalam. Sementara Melnar menyiapkan buah-buahan yang telah mereka kumpulkan sehari sebelumnya di atas sebuah daun yang baru saja dipetiknya tak jauh dari depan pintu gua. Disisi lain gua, Sylda dan sang Raja terlihat beristirahat sambil berusaha memulihkan kembali tenaga mereka. Mereka juga memperhatikan kegiatan yang sedang berlangsung dihadapannya.
Setelah semuanya siap, mereka pun mulai menyantap sarapan pagi mereka. Di sela-sela waktu itu, Rasiel kembali membuka percakapan diantara mereka dengan sang Raja.
“Yang Mulia, jika diizinkan, saya ingin bertanya.” ujar Rasiel kepada sang Raja yang kini sedang berusaha menyantap makanannya dengan tangan kirinya. Beliau terlihat sedikit kesulitan saat melakukannya. Hal itu terjadi karena beliau mungkin jarang menggunakan tangan kirinya saat melakukan aktivitasnya sehari-hari, termasuk saat menyantap makanannya.
“Ada apa? Tanyakanlah!” jawab sang Raja.
“Apa yang sebenarnya telah terjadi pada batu yang ada di dalam kantong kecilku pada saat itu? Kenapa batu itu bisa berubah bentuk kembali menjadi kristal milik Anda?” Rasiel ternyata menanyakan tentang batu yang ada di kantong kecilnya. Memang benar, batu itu tiba-tiba berubah wujud dan kembali menjadi sebuah kristal saat sang Raja menyentuhnya.
“Padahal, saat kami mencoba merubahnya dengan kekuatan sihir kami, kami tidak bisa melakukannya.” tambahnya.
Sang Raja terdiam sejenak. Beliau sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan kristal miliknya.
“Sebenarnya, aku tidak bisa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan kristal itu. Tetapi, karena kalian telah menyelamatkan nyawaku, maka aku akan menjelaskan sedikit tentang kristal itu kepada kalian.” tutur sang Raja.
“Kristal itu adalah salah satu Kristalia yang ada di benua ini. Kristal itu adalah pemberian salah satu roh penjaga benua Arda.” lanjutnya.
“Ternyata aku benar.” ujar Sylda saat mendengar penjelasan dari sang Raja.
Sylda terlihat bahagia dengan kenyataan yang baru saja di dengarnya. Sementara itu, Melnar terlihat sedikit kesal dengan tingkah polos Sylda yang tidak bisa membaca suasana.
“Benar-benar tidak seperti seorang elf pada umumnya.”. Mungkin itulah yang dipikirkan oleh Melnar saat melihat tingkah polos Sylda yang kadang muncul secara tiba-tiba.
“Diamlah, Sylda! Yang Mulia belum menyelesaikan ceritanya!” Melnar menengur Sylda yang telah memotong penjelasan sang Raja.
Sylda yang menyadari hal itu pun segera menutup mulutnya dan meminta maaf kepada sang Raja. “Ma-Maaf, Yang Mulia!” ujarnya.
“Silahkan dilanjutkan Yang Mulia!” Rasiel kembali menengahi tingkah kedua rekannya yang ternyata mengundang sebuah senyuman di wajah sang Raja.
“Ehmm... Seperti yang telah aku katakan sebelumnya. Kristal itu adalah pemberian salah satu roh penjaga benua Arda. Lebih tepatnya, kristal itu diberikan oleh Ignis–roh Api yang menjaga benua ini–kepadaku.”
Sang Raja berhenti sejenak. Beliau meneguk air minumnya sebelum kemudian melanjutkan penjelasannya.
“Kristalia hanya akan berfungsi jika aku atau orang yang dipilih oleh Kristalia yang menggunakannya. Selain itu, Kristalia juga akan melindungi dirinya jika disentuh oleh orang yang tidak memiliki hubungan denganku atau memiliki niat buruk terhadap benua ini. Dalam kasus sebelumnya, akan berubah bentuk menjadi sebuah batu untuk melindungi dirinya. Bentuk itu merupakan bentuk pertahanan diri agar kekuatan yang tersimpan di dalamnya tidak disalahgunakan oleh orang yang memiliki niat buruk tersebut.” jelasnya.
“Jadi, itu alasannya mengapa kristal itu berubah menjadi batu?” gumam Rasiel setelah mendengar penjelasan sang Raja.
“Ada apa Rasiel?” Melnar yang menyadari tingkah aneh Rasiel pun segera menanyakannya. “Apa kau menyadari sesuatu?” tanyanya.
“Apa kau ingat kapan kristal itu berubah menjadi batu?” Rasiel kembali melemparkan pertanyaan kepada Melnar yang duduk disamping kirinya.
Mendengar pertanyaan itu, Melnar pun terdiam. Dia sepertinya berusaha mengingat kembali kapan kristal tersebut pertama kali berubah menjadi batu.
“Jadi begitu?” ujar Melnar yang tampaknya telah menyadari sesuatu. “Kristal itu berubah menjadi batu saat Simon menyentuhnya di gerbang desa Auderia.” jelas Melnar.
Saat itu, sang Raja terlihat terkejut. Beliau bahkan menghentikan santapannya setelah mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Melnar mengenai kristal miliknya.
“Itu artinya Simon sudah memiliki niat jahat terhadapku dan benua ini sejak saat itu.” ujar sang Raja. “Aku tidak menyangka Simon akan menghianatiku seperti ini.” tambahnya.
Tiba-tiba suasana diantara mereka terasa berubah. Rasiel dan Sylda yang menyadari perubahan suasana itu pun terlihat menghentikan santapannya. Sementara Melnar terlihat masih menyantap makanannya dengan santainya. Sekarang, justru dia yang sepertinya tidak bisa membaca suasana.
“Tetapi, tidak mengapa ‘kan jika saat ini Simon memiliki Kristalia?” Sylda sepertinya mencoba mengklarifikasi kembali penjelasan yang baru saja disampaikan oleh sang Raja. “Lagipula, Kristalia akan berubah kembali menjadi batu saat dia menyentuhnya. Benar ‘kan, Yang Mulia?” tanyanya.
Sang Raja terdiam saat mendengar pertanyaan Sylda kepadanya. Beliau terlihat menggelengkan kepalanya sesaat sebelum menjawab pertanyaan Sylda.
“Aku tidak tahu. Aku tidak bisa memastikan hal itu sekarang.”
“Ada apa yang mulia? Apa Simon bisa menggunakan kekuatan yang tersimpan di dalam Kristalia?” Rasiel kembali melemparkan pertanyaan beruntunnya kepada sang Raja. “Apa dia memiliki hubungan ‘khusus’ denganmu?” tanyanya.
“Tidak. Bukan begitu maksudku.” Sang Raja terlihat menggelengkan kepalanya sedikit lebih kuat daripada sebelumnya. Beliau kemudian menghela napas panjang sebelum kembali menjawab pertanyaan Rasiel padanya. “Sebenarnya, ada kondisi khusus dimana orang yang tidak memiliki hubungan denganku bisa menggunakan kekuatan yang tersimpan di dalam Kristalia. Kondisi khusus tersebut akan terpenuhi apabila orang tersebut meneteskan darahku ke atas Kristalia. Saat itu, Kristalia akan mengaktifkan kekuatan Ignis yang tersimpan di dalamnya karena menganggapku telah mengizinkan penggunaannya.” jelas sang Raja.
“Itu artinya Simon bisa menggunakan kekuatan Ignis yang tersimpan di dalam Kristalia karena saat ini dia memiliki darah dari potongan tangan kanan Anda?” Rasiel mencoba memastikan kembali penjelasan yang baru saja didengarnya.
“Itu benar. Tetapi, itu hanya akan terjadi apabila Simon mengetahui akan hal ini.” tutur Sang Raja.
“Berarti ada kemungkinan Simon tidak mengetahui tentang hal ini?” Melnar akhirnya kembali berbicara tepat setelah menghabiskan makanannya.
“Itu benar. Tetapi, ada hal lain yang menjadi masalah saat ini.” Sang Raja menghela napas panjang sebelum melanjutkan jawabannya. “Angelina seharusnya mengetahui tentang kondisi khusus ini. Jadi, jika dia memberitahu Simon tentang hal ini, maka Simon pasti akan mampu mengaktifkan kekuatan Ignis yang tersimpan di dalam Kristalia.” jelasnya.
Keadaan saat itu sepertinya benar-benar sangat rumit untuk dipahami. Hal itu membuat Rasiel, Melnar, dan Sylda yang hanya mendengarnya saja sudah merasa pusing karena memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang, Yang Mulia?” Rasiel kembali melemparkan pertanyaannya kepada sang Raja mengenai jalan keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi saat ini.
“Untuk menghentikan Simon, kita harus merebut kembali Kristalia dari genggamannya.” ujarnya.
“Untuk itu, kita harus menemui seseorang yang mengetahui seluk beluk istana lebih baik dariku.” jelas sang Raja sambil menyantap kembali daging yang dari tadi dipegang oleh tangan kirinya.
‘Siapa orang itu?’ Rasiel, Melnar, dan Sylda seakan-akan ingin menanyakan hal itu kepada sang Raja, tetapi terhenti karena sang Raja ternyata kembali melanjutkan ucapannya.
“Orang itu adalah sahabat lamaku, sekaligus orang yang merancang jalur pelarian yang telah kita lalui kemarin.” lanjutnya.
Rasiel, Melnar, dan Sylda terlihat mengangukkan kepala mereka saat mendengar penjelasan sang Raja tentang orang yang akan mereka temui selanjutnya.
“Tetapi sebelum itu, kalian tidak perlu sesopan ini padaku.” Sang Raja kembali melanjutkan ucapannya tepat setelah menghabiskan daging panggang miliknya. “Saat ini posisiku mungkin sudah seperti kalian bertiga. Simon pasti telah mengambil alih kekuasaanku di istana.” jelasnya.
“Jadi, kalian bisa memanggilku dengan nama asliku. Edmond Reeve, kalian bisa memanggilku dengan nama itu.” tutur sang Raja.
Mendengar hal itu, mereka pun menganggukkan kepalanya bersamaan seperti para prajurit yang baru saja menerima perintah dari Rajanya.
“Baik, Yang Mu-... maksudku, Raja Edmond.” ujar Rasiel menanggapi permintaan sang Raja.
Saat itu, sang Raja kembali menunjukkan senyumnya. Beliau kelihatan bahagia saat mendengar Rasiel memanggilnya dengan namanya. Mungkin karena sudah lama tidak ada orang yang memanggilnya seperti itu.