Beberapa minggu yang lalu
Selasa, 19 Mei
Forfett Tech Inc., Mexico
Seorang pria tua berjas lab putih berjalan menghampiri seorang pria muda berkemeja vest abu-abu yang berdiri di tengah ruangan penuh komputer dan manusia itu. Sedari tadi ia memperhatikan setiap staf bekerja, mengawasi apa ada kesalahan atau tidak. Di tangan pria tua itu sendiri ada sebuah liontin cantik yang berpendar. "Tidakkah ini terlihat sama, Alan?"
Si pria muda yang dipanggil Alan tersebut meraih benda yang sangat ringan itu. Ia membalik liontin itu dan melihat bagian belakangnya serupa dengan bagian depannya yang cantik. "Sempurna," lanjutnya puas.
"Kita telah sampai di tahap empat, tinggal tahap modifikasi dan penyempurnaan. Kode-kode palsu yang telah kubuat ada di dalam liontin ini, untuk berjaga-jaga."
"Mungkin aku harus kembali ke tempat penyimpanan," kata Alan sambil menggenggam liontin itu.
Alan menaruh liontin itu di saku celananya, menepuk bahu pria itu, dan kemudian berjalan keluar dari sana. Ia segera menuju elevator dan bertemu staf-staf kantor lainnya, sehingga mereka berbincang sejenak. Setibanya di lantai tujuh, ia pun berbelok ke kanan menyusuri koridor hingga tiba di kantornya yang terletak di ujung. Yang ia maksud dengan "tempat penyimpanan" adalah kantornya yang memiliki bilik rahasia dengan kode tingkat tinggi.
Sebelum masuk, ia melirik ke kanan dan kirinya untuk memastikan tidak ada yang memerhatikannya. Ketika masuk, ia langsung berjalan menuju bingkai foto putrinya di atas meja. Alan membalik bingkainya dan jarinya menekan tombol merah kecil di balik penyangga bingkainya. Tombol itu membuat lemari kacanya yang berisi piala-piala terangkat, lalu berputar sembilan puluh derajat ke kiri. Ia tidak perlu panik kalau ada yang tiba-tiba ingin masuk ke ruangannya. Saat semua itu bekerja, pintu ruangannya terkunci otomatis jadi tidak ada siapapun yang akan mengganggu Alan.
Ada pintu di belakang lemari itu dan di sebelahnya ada papan kode rahasia. Alan memasukkan sederet kombinasi angka yang telah ia hapal di luar kepala dan pintu itu pun terbuka. Nampak pintu kedua, tapi kali ini ia hanya perlu membukanya tanpa memasukkan kode. Dan terlihatlah bilik rahasia yang mungil, di setiap sisinya banyak laci dengan kode-kode yang hanya dipahaminya, salah satunya adalah tempat dimana ia menyimpan liontin asli itu.
Alan berjalan ke deretan laci yang ada di sudut kanan bilik dan menarik laci di baris ke sebelas untuk menukar liontin asli dengan liontin palsunya.
Tapi tidak ada apa-apa di dalam sana.
Kosong. Seharusnya ada liontin di sana.
Tubuh Alan serasa disambar petir. Cepat-cepat ia merogoh ponselnya untuk menghubungi pria tua tadi. "Liontin aslinya hilang. Lakukan sesuatu untuk mencari tahu siapa yang telah mencurinya," katanya dengan suara bergetar.
Saat itu juga, di suatu tempat yang jauh dari kantor Alan, sesosok pria bertopeng dengan baju serba hitam sedang menelepon seseorang. Bola mata merahnya menatap gedung Forfett Tech Inc. dengan lekat.
“Ada seseorang yang mencuri liontin itu lebih dulu. Aku akan mencari tahu siapa dia,” katanya tajam.
x-x-x
Sekarang
Grove Ridge University, Cresthill
“Aku tidak bisa berlama-lama, jadi aku pergi dulu.”
“Eh, tunggu dulu!” cegat Ophelia ketika melihat Dominic bangkit dari duduknya seraya memapah kembali tasnya. “Masih banyak yang ingin kutanyakan.”
“Ophelia, aku juga tidak tahu semuanya, oke?” balas Dominic lelah. “Aku akan ada jadwal latihan sebentar lagi, dan kita juga sudah berbicara selama tiga puluh menit. Aku tidak bisa terlambat.” Kemudian ia merendahkan suaranya untuk berbisik pada gadis itu. “Dan aku takut kalau orang-orang yang tahu soal liontin Valerie melihat kita berdua seperti ini. Kau tahu kalau liontin itu bisa saja tidak berbahaya bagi Valerie saja, tetapi juga untuk kita.”
“Kalau begitu, aku akan menemuimu lagi setelah latihan, dan kita akan pergi ke tempat yang lebih sepi agar tidak ketahuan siapapun,” kata Ophelia lekat.
Dominic mengerutkan keningnya seraya tersenyum geli. “Do you realize that you sound very dirty now?”
Gadis itu terkejut luar biasa ketika melihat seringai cowok itu, dan dalam rasa malunya, ia segera melayangkan pukulan ke lengan Dominic, membuatnya mengerang kesakitan.
“Aku serius, tahu!” ucap Ophelia dengan kesal.
Saat ia sedang memarah-marahi Dominic itulah, Elle dan gengnya sedang berjalan melewati area tersebut, sehingga mereka bisa melihat Ophelia dan Dominic. Karena mereka merasa ada yang janggal dari interaksi keduanya, Elle pun memutuskan untuk menghampiri mereka.
“Ophs!”
Ophelia menoleh dan segera terkejut. “Elle!”
Dominic sendiri hanya memandang ketiga gadis di hadapannya itu dengan bingung.
“Aku tidak akan berbasa-basi lagi kali ini,” ucap Elle tiba-tiba. “Apa kau tahu kalau ada pesan rahasia yang tersembunyi di bocoran kunci jawaban ujian Mr. Lodge?”
Ophelia dan Dominic sama-sama terkejut dengan ucapan gadis itu, tetapi mereka sebisa mungkin mengontrol ekspresi mereka agar ketiga gadis itu tidak curiga.
“Benarkah...?” tanya Ophelia gugup. “Aku... aku sama sekali tidak tahu.”
“Kau tidak perlu berpura-pura, oke? Magentha mencoba menelaah huruf-huruf random yang dianggap sebagai kesalahan cetak di kertas tersebut, dan ia malah berakhir dengan sebuah pesan aneh yang tidak kami mengerti maksudnya,” tambah Elle. “Tapi kau mungkin tahu, Ophelia. Karena kalau tidak, kau tidak akan meminta kertas jawaban tadi kesana-kemari.”
Ophelia memandang Elle dengan pasrah, karena ia tahu bahwa ia tidak bisa menutup-nutupi hal itu lagi dari mereka.
“Beritahu kami, Ophelia,” imbuh Skyle. “Apa maksud pesan tersebut? Kepada siapa pesan itu ditujukan?”
“Apa ini ada kaitannya dengan siapapun yang menyebarkan kunci jawaban tersebut?” tambah Magentha.
“Bagaimana kau bahkan bisa mendekripsi barisan huruf tersebut sih?” tanya Ophelia kesal pada Magentha, karena ia saja memerlukan bantuan Dominic sementara Magentha tidak perlu bersusah payah meminta bantuan orang lain. “Dan kenapa juga kalian tiba-tiba peduli dengan dekripsi pesan tersebut?”
“Karena Mr. Lodge menugaskanmu untuk kasus pembocoran kunci jawaban ujiannya, kami tentunya berhak tahu siapa pelakunya, bukan begitu? Gara-gara orang itu, kita semua harus mengulang kembali ujiannya,” jawab Elle.
Elle kemudian mengalihkan tatapannya kepada Dominic, diikuti Skyle dan Magentha. “Kami tahu kau siapa. Kau adalah Dominic Parker, senior kami dan juga atlet sepakbola Grove Ridge University. Aku tidak menyangka kalau kau akhirnya akan dekat juga dengan seorang cowok, Ophelia Wood,” ledeknya dengan seringaian.
“Leave her alone,” ucap Dominic tajam, sehingga Elle dan kedua temannya langsung bersikap terkejut yang pura-pura dan berlebihan.
“Apa ini?” tanya Elle dengan geli. “Are you guys... a thing?”
“Apa?” bentak Ophelia. “Kau bilang apa? “A thing”?”
Dominic hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat adik-adik kelasnya yang sangat norak tersebut.
Ophelia kemudian menoleh pada Dominic dengan kekesalan yang ada di ubun-ubun. “Dominic, aku akan menemuimu di perpustakaan setelah latihanmu untuk sesi belajar singkat kita nanti. Kau mengerti?” tanyanya sambil mengarahkan pandangan ke arah Elle yang berarti “apa kau sudah lihat sekarang?”.
Setelahnya, Ophelia berjalan pergi meninggalkan mereka semua, diikuti Dominic yang menuju ke arah yang berlawanan.
Elle memandang kepergian mereka berdua bergiliran dengan pandangan curiga. “Skyle, Magentha. Aku merasa mereka berdua menyembunyikan sesuatu.”
Skyle mengangkat bahu. “Elle, kurasa kita tidak perlu mengganggu mereka juga. Jika memang mereka pacaran, apa ada pengaruhnya untuk kita?”
“Bagaimana kalu kita pergi saja?” tanya Magentha. “Aku dengar ada menu baru di kantin kampus.”
Elle pun mengangguk, dan berikutnya ketiga gadis itu sudah pergi juga dari situ.
Mereka semua tidak sadar bahwa dari tadi ada Sakura Madison yang menguping pembicaraan mereka.