Setelah mendengar pernyataan Sakura tadi, Ophelia cepat-cepat kembali ke fakultasnya untuk mencari seseorang yang tentunya bisa ia andalkan untuk keingintahuannya saat itu.
Elle Parsons dan gengnya seperti biasa sangat mudah ia temukan dengan mudah, karena jika mereka sedang ingin mencari perhatian para cowok atau guru, mereka biasanya duduk paling depan dan mengenakan baju-baju berwarna cerah. Ophelia sebenarnya tidak percaya bahwa taktik itu bahkan berhasil, tapi mereka sampai hari ini melakukannya.
“Elle!” panggil Ophelia, membuat gengnya menolehkan kepala padanya ketika ia baru saja tiba di kelas.
“Kau dari mana saja?” tanya Elle. “Tadi Mr. Lodge mencarimu.”
“Aku akan memberitahumu nanti. Tapi aku membutuhkan kunci jawaban ujian Mr. Lodge kemarin. Apa kau masih punya?”
Elle mengerutkan kening. “Bukannya kemarin aku sudah memberikanmu ya?”
“Aku... menghilangkannya,” jawab Ophelia sedikit gugup.
“Bukannya ujian juga sudah selesai ya?” tambah Magentha.
Ekspresi Elle kemudian menjadi kesal. “Bicara soal ujian, Mr. Lodge tadi juga sekalian mengumumkan bahwa seluruh angkatan mahasiswa tahun ketiga di jurusan ini harus mengulang ujiannya kemarin karena “kemungkinan” bocornya kunci jawaban ujian,” katanya. “Apa dia tidak bisa sekali saja mempercayai bahwa mungkin kita semua ini pada dasarnya pintar?”
“Tapi kita memang mencontek, Elle,” balas Magentha sedikit bingung.
Tanpa menghiraukan ucapan-ucapan mereka, Ophelia pun hanya mengangguk-angguk. “Baiklah, tapi apa kau masih punya kunci jawabannya?”
“Kami sudah memberikan kunci jawaban kami kepada kelas A5 yang jadwalnya akan memiliki ujian Mr. Lodge hari ini,” jawab Skyle. “Dengan pengumuman tadi, kurasa mahasiswa kelas itu juga mungkin sudah membuang kunci jawabannya.”
Elle memberinya tatapan menyelidik. “Ada apa, Wood? Kau sepertinya sangat menginginkan kertas itu.”
Ophelia menjadi gugup. “Aku... aku pergi dulu ya! Terima kasih untuk informasinya,” balasnya pura-pura tidak tahu dan langsung berjalan kembali keluar kelas.
Ia kemudian mengarah ke ruangan kelas A5 yang saat ini memiliki jadwal Miss Park, tetapi sepertinya mereka belum memulai pelajaran mereka. Ophelia pun bertanya kepada beberapa teman yang ia kenal di situ mengenai apa yang ia cari, dan seperti yang geng Elle prediksi, kebanyakan dari mereka sudah membuang kertas tersebut. Tapi untunglah setelah ia bertanya kesana-kemari, ada seseorang yang belum membuangnya, sehingga Ophelia pun memintanya.
“Bukannya kelasmu sudah selesai ujian ya, Ophs?” tanya mahasiswa yang memberinya kunci jawaban itu. “Untuk apa kau membutuhkan ini lagi?”
“Aku hanya ingin melihat-lihat sebentar karena punyaku hilang,” bohong Ophelia.
Ia membuka lipatan kertas itu dan segera menginspeksi isinya dengan cepat. Sama seperti yang ia ingat, kertas itu hanya berisikan jawaban-jawaban pilihan ganda dan beberapa kalimat jawaban esai. Selebihnya tidak ada yang aneh atau mencurigakan, kecuali barisan scratch garis-garis hitam bekas mesin kopian dan barisan huruf-huruf random yang miring di bagian bawah kertas.
“Ini apa ya?” tanya Ophelia sambil menunjuk huruf-huruf tadi.
“Oh, itu paling hanya kesalahan cetak. Kau tahu kalau mesin cetak fakultas kita termasuk bermasalah.”
Ophelia pun mengangguk-angguk. “Terima kasih banyak ya!”
Ophelia cepat-cepat memberi salam pada Miss Park yang sedang berjalan menuju mejanya di kelas itu, sementara Miss Park terlihat bingung kenapa Ophelia ada di situ.
x-x-x
Setelah ia pergi dari fakultasnya untuk menuju bagian taman kampus yang lebih sepi, Ophelia pun membuka lagi lipatan kertas tersebut dan menginspeksi isinya. Dengan segala ilmu pembelajarannya di jurusan Media dan Komunikasi, Ophelia mengerahkannya untuk memecahkan kode atau informasi rahasia yang disisipkan oleh Valerie di situ.
Tapi ia tetap tidak menemukan apapun yang dirasa tepat.
“Arrrgghhh!”
“Apa kau baik-baik saja?”
Ophelia cepat-cepat menoleh sambil menyembunyikan kertas itu di balik tubuhnya. Ternyata itu hanya Dominic yang sedang berjalan melewati area yang sedang ia duduki, sepertinya hendak menuju lapangan sepakbola lagi jika dilihat dari seragamnya.
Gadis itu kemudian teringat dengan apa yang Dominic ucapkan saat di kantor polisi tadi, dan ia segera membuat ekspresi dingin. “Bukannya kita tidak saling mengenal ya?”
Dominic terbingung sejenak, dan ia akhirnya ingat sesuatu.
“Oh, baiklah kalau begitu,” ucapnya. “Goodbye.”
Ophelia segera beranjak bagaikan kesetrum listrik untuk mengejar Dominic. “Tunggu...!”
Dominic menoleh padanya dengan kesal. “Apa lagi?”
“Karena kau sudah ada di sini, aku mungkin butuh bantuanmu,” kata Ophelia yang masih mempertahankan kedinginan pura-puranya itu. Ia kemudian memperlihatkan kertas yang ia pegang tadi pada Dominic. “Aku ingin tahu kenapa kau menyebarkan ini ke seluruh kelas di angkatanku jika memang pesan yang ada di dalamnya sebenarnya ditujukan kepadaku saja.”
Dominic sekarang memandangnya dengan kaget. “Pesan itu adalah untukmu?”
Sekarang Ophelia yang bingung. “Loh, memangnya kau tidak tahu?”
Dominic menggeleng.
“Seorang gadis dari jurusan yang sama dengan Valerie memberitahuku soal ini. Namanya Sakura Madison,” lanjut Ophelia. “Aku sedang berusaha mendekripsi kertas ini untuk mencari tahu apa isi pesan dari Valerie. Hanya saja... aku tidak tahu apa yang harus kudekripsi. Lihatlah kertas ini. Isinya hanya jawaban-jawaban ujian Mr. Lodge dengan kualitas cetak rendahan dan bahkan kesalahan cetak.”
“Kesalahan cetak inilah yang harus kau cari tahu,” kata Dominic santai.
Ophelia terbengong. “But it’s just bunch of printing error glitches.”
“Jika kau perhatikan baik-baik, Valerie sengaja menaruhnya seperti itu agar tidak begitu menarik perhatian,” balas Dominic. “Ia menggunakan vigenere decrypt untuk mengenkripsi pesannya, dan ini sebenarnya termasuk salah satu metode paling mudah dalam mengenkripsi pesan rahasia. Aku tidak menyangka kalau kau tidak tahu soal ini dan bagaimana mengenkripsinya.”
Ophelia menjadi kesal. “Aku ini adalah mahasiswa komunikasi, bukan mata-mata.”
“Ini sebenarnya adalah salah satu bentuk komunikasi juga, Ophelia. Dan sebagai mahasiswa Kajian Media dan Komunikasi, kau harus tahu soal ini dan tidak berpikir bahwa komunikasi hanyalah soal verbal dan non-verbal saja,” ucap Dominic. “Dan jika kau bisa melakukan ini, keterampilan ini bisa saja akan berguna suatu saat nanti.”
“Baiklah, baiklah, Mr. Parker yang pintar,” balas Ophelia yang sedikit malu juga setelah mendengar ucapan Dominic. “Sekarang bisakah kau membantuku saja soal ini? Aku sudah mati penasaran.”
Dominic mengambil tempat duduk yang tadi Ophelia duduki dan meraih pensil dan kertas itu dari tangan gadis itu. Ia kemudian mencorat-coret sedikit di bagian yang bersih dari kertas itu, sementara Ophelia memperhatikan setiap tulisannya.
“Ngomong-ngomong, kenapa Valerie menyuruhmu untuk melakukan ini, Parker?” tanya Ophelia. “Kenapa tidak kau atau Valerie saja yang langsung menemuiku dan memberitahuku mengenai... apapun yang sedang terjadi sekarang?”
“Oke, pertama-tama, kau bisa memanggilku Dominic atau Dom saja agar percakapan ini tidak terdengar terlalu formal,” balas Dominic tanpa menoleh. “Dan juga, aku merasa kurang nyaman bicara denganmu jika harus selalu memanggil nama belakangmu.”
Ophelia terbingung. “Kau bukannya selalu memanggil nama depanku?”
Dominic tidak menjawab, sehingga Ophelia pun merengut kesal di sebelahnya.
“Dan untuk menjawab pertanyaanmu, kurasa pesan yang ingin disampaikan oleh Valerie cukup sensitif,” lanjut Dominic kemudian. “Tapi Valerie ingin mengirimkannya dengan cepat meskipun ia tidak memiliki kontak ponsel atau media sosialmu. Ia pun tahu dari Madison bahwa mahasiswa Media dan Komunikasi angkatan tahun ketiga akan menjalani ujian pada hari di mana ia ingin mengirimkan pesan tersebut. Valerie pun mengenkripsi pesannya ke dalam kunci jawaban Mr. Lodge, yang kemudian akan ia sebar ke kelas-kelas kalian dengan harapan kau akan menangkap maksudnya.”
“Kenapa kau membantunya, Parker?” tanya Ophelia, yang lalu langsung terkaget dengan ucapannya sendiri. “Maksudku, Dominic?”
Dominic tidak menjawab, namun pandangannya berubah menjadi sedikit sedih. Ophelia menyadari hal itu dan segera mengganti pertanyaannya.
“Bagaimana jika pesan Valerie bisa didekripsi oleh mahasiswa-mahasiswa yang lain jika memang isinya sensitif?”
Dominic telah selesai menulis dan menunjukkan hasilnya kepada Ophelia. “Karena Valerie tidak sebodoh yang kau kira.”
“Aku tidak menganggapnya bodoh...,” balas Ophelia kesal. “Tapi terserah kau saja.”
“Valerie hanya memberikan subtle hint tentang isi pesannya, dan orang-orang yang mengerti apa yang ia maksud akan segera tahu saat itu juga.”
Ophelia kemudian membacanya,
Going to travel soon. Please look after my jewelry.
Ophelia kemudian sadar apa yang Valerie maksud dengan kalimat-kalimat itu. Ia jelas-jelas mengatakan tentang liontin yang sedang dicari-cari para polisi tadi. Ia pun menoleh pada Dominic dengan terpana, sementara cowok itu menganggukkan kepalanya.
“Kenapa dia memintaku untuk melakukan itu?” tanya Ophelia bingung. “Apa maksudnya dengan “going to travel soon”?”
Dominic mendekatkan kepalanya kepada Ophelia. “Ketika aku berada di kantor polisi tadi, aku mendengar polisi mengucapkan soal liontin itu secara diam-diam. Menurut mereka, benda itu bisa jadi adalah sesuatu yang sangat berbahaya.”