“Melupakan orang yang disayangi,
Sama sulitnya dengan mengingat seseorang ,
Yang tak pernah ditemui”
~Moonlight Waltz, Fenny Wong~
Mentari tlah terbit di ufuk timur. Cahayanya menyelinap masuk lewat jendela kecil sebuah kamar di lantai dua. Naura memicingkan matanya saat sinar itu menyilaukan matanya. Sembari mencoba bangun dari tempat tidurnya, di peganginya kepalanya dengan tangan kanannya. Rasa pusing di kepalanya masih enggan untuk pergi. Sekarang masih di tambah lagi dengan rasa nyeri di perutnyayang bukan main sakitnya. Sejenak Naura meronta karna rasa sakitnya, kemudian dilihatnya kalender yang bertengger di atas meja sebelah ranjangnya.
“Oh...Damn!!!” pekiknya.
Disambarnya handuk di jemuran dan segera bergegas untuk mandi. Rasa nyeri itu masih ditahannya. Stok obat nyerinya sudah habis hingga ia harus bertahan untuk menahan rasa sakit itu. Sebenarnya, tengah malam tadi dia sudah menyadari rasa sakit itu sebagai pertanda tamu bulanannya sudah datang karenanya dia bangun terlambat dari biasanya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 tepat. Dia tahu bahwa dia sudah cukup terlambat untuk mengikuti apel pagi di kantor asisten. Dikenakannya dress merah jambu dengan motif bunga sakura dan disisirnya rambutnya dengan sekenanya dan dalam beberapa detik kemudian diapun melesat ke kampusnya.
*****
Sementara itu ditempat lain, Raka menarik napas panjang. Dia masih duduk terpaku di depan televisi. Pandangannya mengarah ke televisi tersebut tapi pikirannya melayang entah kemana. David yang baru selesai mandi itu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Raka. Dia mengambil bajunya dan mengenakan pakaiannya sembari membuka pembicaraan dengan Raka.
“Loe kenapa?” tanyanya sembari menepuk bahu Raka.
Raka melonjak sejenak karena tepukan itu dan dilihatnya seseorang yang kini sudah duduk di sampingnya dengan masih sibuk mengancing kemejanya.
“Oh, gue nggak papa,” jawab Raka singkat.
“Loe pikir gue anak kecil apa yang bisa dengan mudahnya loe bohongin,”
“Dav, gue....,”
“Berhenti bilang bahwa loe nggak papa. Gue tahu semaleman loe nggak tidur. Apa yang loe pikirin?” tanya David lagi. Tapi Raka masih tetap dengan kediamannya tak menyahut. “Em, gue tahu pasti loe lagi mikirin dia..,” ucap David seolah tahu siapa yang tengah meracau pikiran sahabat yang sudah dua tahun dikenalnya itu.
Raka melirik seseorang yang kini sudah terlihat rapi dan siap dengan tas punggungnya itu dan tersenyum simpul yang dipaksakannya. Terlihat lingkaran hitam dimata Raka sebagai ganjaran tak tidur semalaman. Dan terdapat kesedihan di kedua mata teduhnya itu yang tak mampu disembunyikannya terlebih kepada sahabatnya sendiri.
“Loe nggak pergi..? Bukankah hari ini, hari pertama loe diangkat sebagai pegawai tetap di kampus gue?”
“Ya, tapi gue...,”
“Jangan pernah berpikir untuk mengundurkan diri. Gue gak mau hanya karena masalah pribadi loe keluar,”
“Tapi, Dav.. gue...,”
“Loe nggak bisa menghindari dia terus menerus,”
“Gue juga nggak pengen menghindar terus darinya. Tapi, setiap kali gue lihat dia gue gak bisa nahan kemarahan gue padanya,”
“Karena itukah loe memperlakukan dia seperti itu?”
“Ma’af Dav, gue gak bermaksud untuk menyakiti dia. Hanya saja gue....,”
“Kenapa? Kenapa loe masih menyimpan kemarahan padanya padahal masalah itu sudah berlalu. Lagi pula, loe udah nyari dia sekian lama. Ketika loe udah nemuin dia loe malah...,”
“Gue tahu. Tapi, gue juga gak bisa menahan rasa sakit gue karenanya. Gue gak tahu kenapa,”
“Loe masih mencintainya. Itulah alasan kenapa loe masih menyimpan kemarahan padanya,”
“Dav, gue...,”
“Gue gak mau lagi ikut campur masalah loe sama dia. Tak peduli apapun yang kau lakukan terhadapnya, gue percaya sama loe. Hanya saja jika loe terlalu kelewatan gue gak bisa tinggal diam,”
“Ma’afin gue...,”
“Sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk bahas masalah itu sekarang. Gue udah sangat terlambat nie. Gue tunggu loe di luar, jadi cepet cuci muka loe yang kusut itu dan segerahlah bersiap,”
*****
Tiga puluh menit yang lalu, Raka masih bergelut dengan hatinya. Tapi kini dia sudah berdiri dihadapan begitu banyaknya orang yang menyambut kedatangannya. Raka menerima tawaran untuk bekerja di rumah sakit itu beberapa bulan yang lalu atas rekomendasi dari dokter yang telah mengajarnya saat ia masih seorang residen.Hari ini adalah seminar pertama yang di gelar oleh rumah sakit Cedekia Medika setelah pemulihan dan restrukturisasi rumah sakit ini beberapa bulan yang lalu.Dalam seminar ini banyak mahasiswa-mahasiswa dari fakultas kedokteran universitas itu sendiri maupun dari universitas lainnya pasalnya seminar ini terbuka untuk umum tidak hanya untuk mahasiswa yang menempuh studi di bidang kesehatan saja.Semua orang berkumpul di ruang seminar, begitu juga dengan para dokter dan dosen yang di tunjuk oleh pihak fakultas untuk memanajemeni rumah sakit tersebut.
Raka kembali ke ruang kerja para dokter untuk mengambilkan berkas dokter Farhan yang tertinggal.Pasalnya selain dokter Handy, dokter Farhan yang sudah senior itu juga di tunjuk sebagai pembicara.Ditengah perjalanan Raka bertemu dengan Naura yang keluar dari kamar mandi.Gadis itu terlihat pucat dan berkeringat.Melihat Naura yang berjalan tertatih, Raka menyadari ada ketidak beresan pada gadis itu. Tapi tak dihiraukannya gadis yang berada tak jauh beberapa meter darinya itu, dia hanya langsung memasuki kantor dokter dan mengambil berkas-berkas sesuai perintah dokter Farhan. Sebuah kalender yang terpampang di meja tanpa sengaja di jatuhkannya.Ketika memungut kembali kalender itu dan meletakkannya kembali di meja Raka sekilas Raka melihat kalender tersebut.
“Oh, 15 ya..,” batinnya. Kemudian diapun kembali bergegas menuju ruang seminar.
*****
Naura masih berjalan lambat menuju tempat seminar.Banyak keringat membasahi pelipisnya.Langkahnya pontang-panting tak karuan menahan rasa sakit yang di deritanya.Dia paling benci saat dirinya yang seperti ini.Pasalnya tiap kali datang bulan dia selalu merasa kesakitan dan kesakitan yang sudah terbiasa itu bisa sangat mengganggu di saat-saat penting seperti ini.
Raka melihat Naura yang berjalan menuju ruang seminar itu dengan tertatih sama seperti yang dilihatnya beberapa menit yang lalu. Gadis itu masih saja kesakitan.Kemudian dihampirinya gadis itu dan diberikannya beberapa obat dari dalam sakunya yang di dapatnkannya ketika singgah sebentar di apotik rumah sakit beberapa saat lalu.Dia juga memberika sebotol minuman dan menyerahkannya kepada Naura bersamaan dengan menyerahkan obat itu.Sementara itu, Naura memandangi lelaki yang kini berada di hadapanya itu dengan terkejut.
“Minumlah, kau akan menjadi lebih baik,” ucap Raka tanpa menatap gadis itu.
Naura melihat obat yang kini berada di tangannya itu.“Asam mefenamat.Oh, obat nyeri…,”desahnya. Beberapa detik kemudian dia tersadar akan sesuatu. “Ah, Kak Raka, jangan-jangan kau…,” ucapnya.Tapi seseorang yang di ajaknya bicara sudah pergi meninggalkannya.“Ternyata kau masih ingat. Kak Raka…..,” batinnya sembari meminum obat tersebut dan bergegas pergi ke ruang seminar.
*****
Daniel mencari Naura di mana-mana dan akhirnya ditemukannya gadis itu.Namun, sesuatu membuat dahinya berkerut. Dia tak tahu apa yang dilihatnya. Dia bertanya-tanya dalam hati dan menebak-nebak kejadian apa yang telah dilihatnya itu. Tapi, dia tak segera menghampiri gadis itu untuk bertanya karena selepas kepergian seorang lelaki yang dikenalnya beberapa menit detik yang lalu, Randy, mahasiswanya sudah berada disamping gadis itu.
“Kau sakit?”Tanya Randy pada Naura.
“Ah, Kak Randy, kenapa kau ada disini?”
“Apanya yang kenapa.Tentu saja aku mencarimu.Ayo, acaranya sebentar lagi dimulai..,” ajak Randy. “Oh, yak au benar-benar sakit ya. Wajahmu pucat sekali..,” Ramdy bertanya lagi pada Naura sembari berjalan beriringan dengan gadis itu menuju tempat seminar.
“Ah, nggak kok, aku sudah biasa seperti ini. Dan setiap bulan aku memang akan seperti ini. Bukankah ini bukan pertama kalinya kau melihatku seperti ini?”
“Ah, iya sih. Tapi, memangnya kau sakit apa? Kok tiap kali tiba-tiba kambuh..,”
“Oh, itu..urusan wanita…,” ucap Naura sembari berjalan satu langkah di depan Randy dan berjalan dengan raut wajah agak malu.
“Oh….,” Randy mengerti maksud gadis itu dan cengar-cengir sendiri melihat gadis itu berjalan mendahuluinya untuk menyembunyikan rasa malunya.
*****
Seminar berakhir dengan lancar.Beberapa orang berlalu lalang pergi meninggalkan tempat seminar.Ada beberapa yang masih berbincang-bincang dalam perjalanannya meninggalkan ruangan tersebut dan ada pula yang sempat menjabat tangan beberapa narasumber atau pembicara dalam seminar tersebut.Dari arah tribun deretan belakang seorang gadis kecil menuruni satu persatu anak tangga dan berlari menuju Raka. Gadis itu berusia sekitar lima tahunan dengan rambut lurus panjang yang terurai. Sebuah bandana berwarna pink muda menghiasi rambut gadis kecil itu hingga menjadikan gadis kecil dengan pipi cabi itu tampak semakin lucu dan menggemaskan.
“Ayah…,” teriak gadis kecil itu kepada Raka dan berhambur berlari dalam dekapan Raka.Teriakan gadis kecil itu sontak membuat semua orang terbelalak kaget dan melihat kea rah Raka yang kini tengah menggendong gadis kecil itu.
“Kamu sudah menikah..?” Tanya dokter Farhan.Raka mengangguk menanggapi pertanyaan itu.
“Kau masih sangat mudah.Ku piker kau belum menikah..?” dokter Melisa menimpali dengan wajah yang sangat terkejut dan keningnya berkerut tak puas.
“Saya menikah muda,” jawab Raka seketika.
“Oh, aku tidak tahu sebelumnya karena saat aku terima rekomendasi kamu dari dokter Sean, dia tak pernah berbicara tentang urusan pribadimu,”
“Ya, saya juga mendengar itu dari dokter Sean..,” ucap Raka dengan member senyuman simpul pada dokter Farhan.
Naura tersentak kaget melihat gadis kecil itu meskipun tak sekaget dokter Farhan, dokter Melisa atau bahkan semua orang yang berada di situ karena dia dapat menebak siapa gadis kecil.Yang dia tak tahu hanyalah sudah sebesar inikah anak itu.Beberapa saat kemudian, seorang wanita muda berlari mengejar gadis kecil itu.Kini wanita itu tepat berada di hadapan Raka.Sepintas Naura mendongak refleks melihat wanita itu yang kini hanya berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
“Aurora, sudah ibu bilang jangan lari-lari,” ucapnya dengan senyum simpul.
Wanita dengan dress panjang dan rambut menjuntai sebahu itu, sudah akrab dimata Naura. Semua orang yang berada di tempat itu dapat menebak siapa wanita itu.Namun, yang mengejutkan semua orang adalah wanita itu kemudian melihat ke arah Naura.Dia berlari dalam jarak hanya beberapa langkah ke hadapan Naura.
“Naura..,” pekiknya.“Sudah lama tidak bertemu..,” ucapnya sembari memeluk tubuh Naura yang sempat menegang saat diketahuinya wanita itu menghampirinya.
“Ya…,” ucap Naura singkat.
“Bagaimana kabarmu?Kau baik?Taukah kau, aku sudah mencarimu ke mana-mana?Kenapa tiba-tiba menghilang…,” ucapnya panjang lebar tanpa memberi Naura kesempatan untuk berbicara.“Aku merindukanmu…,” ucap wanita itu sembari kembali memeluk tubuh Naura yang telah dilepaskannya beberapa detik lalu.Wajah ceria wanita itu kini berubah mendung.Beberapa air mata jatuh membasahi kemeja Naura yang berwarna cream itu.“Ma’afkan aku….,” bisik wanita itu di telinga Naura.
Setelah mendengar kata-kata yang terlontar dari wanita itu Naura tak dapat membendung air matanya. Matanya mulai berkaca-kaca dan beberapa tetes air itu membasahi kedua pipinya yang putih. Betapa dia sangat merindukan wanita yang menjadi sahabatnya sebelum perpisahan lima tahun yang lalu itu. Tapi, disisi lain Naura juga merasakan kesakitan yang luar biasa jika dia harus kembali mengingat masa lalu lagi, terlebih mengingat saat dimana dia harus membuat keputusan yang sulit dalam hidupnya.
Beberapa menit kemudian baik Naura ataupun wanita itu bisa menguasai diri mereka masing-masing.Melihat beberapa orang yang berada di tempat itu dilanda penasaran kenapa istri dokter Raka bisa mengenal Naura akhirnya wanita bernama Raysa itupun menjelaskan semuanya.Termasuk tentang persahabatan di antara mereka bertiga dulu sehingga tak heran jika mereka bisa saling mengenal.
Raka hanya mengangguk-angguk membiarkan istrinya menjelaskan semua itu. Istrinya memang tipe orang yang supel dan mudah bercengkerama dengan orang lain jadi dia hanya membiarkan istrinya menjelaskan semua itu sendiri. Raka memandang sejenak ke arah Naura.Dapat dilihatnya mendung yang menghiasi gadis itu meskipun bibirnya tak henti-hentinya memaksakan seulas senyum.
“Apa kau sakit hati sekarang?Bukankah kau yang membuat semuanya menjadi begini?” batin Raka.
Sebelum melanjutkan pekerjaan masing-masing mereka berencana untuk makan siang bersama.Tapi, Naura menolak ajakan itu.Dia mencari-cari alasan yang tepat untuk meninggalkan tempat itu dan menolak ajakan itu.Tapi, tak didapatkannya alasan yang cukup untuk membuatnya dapat meninggalkan semua orang-orang itu. Beberapa meter di kejauhan dia melihat David tengah berjalan kerahnya. Semua dosen yang berada di tempat itu dapat mengenali sesosok lelaki dengan kemeja yang tak rapi itu.Ya, siapa yang tidak mengenal pemuda itu. Pasalnya mahasiswa selengekan itu kerap kali merusak perkuliahan mereka dengan tingkahnya yang susah sekali di atur. Yang membikin mereka bingung adalah kenapa seorang Naura dengan kepribadian baik dan otak encer itu bisa mengenal pemuda biang ulah itu.
“Ngapain kamu kesini?” professor Daniel menunjukkan rasa tidak sukanya pada David di depan semua orang yang berada di situ.
“Ah, professor..,” ucap David sembari membungkukkan diri untuk menghormat.“Ma’af, saya mau meminjam Naura sebentar..,” ucapnya meminta izin kepada professor Daniel.
“Ada urusan apalagi dengan Naura?”
“Oh, itu… Bukankah acara seminarnya sudah berakhir prof?”
“Iya.Memangnya kenapa?
“Jadi, kalau saya pinjam Naura sebentar gak ada masalah kan?”
“Memangnya kamu siapa selalu ganggu-ganggu Naura. Kamu pacarnya..?”
David hanya cengar-cengir dihadapan professor Daniel.“Bisa dibilang gitu…,” ucapnya lirih sembari menundukkan kepalanya.Professor Daniel pun kehabisan kata-kata setelah mendengar jawaban pemuda yang sangat tidak di sukainya itu. Beberapa detik kemudian Naura meminta izin untuk meninggalkan tempat itu untuk menghindari perdebatan sengit yang akan berlanjut antara professor Daniel dan David. Selepas kepergian Naura, mereka pun langsung pergi untuk melanjutkan acara makan bersama sesuai dengan yang direncanakan.Raka mengambil ponsel yang berada disaku celananya dan melakukan panggilan.
“Thaks….,”ucap Raka.
“Gue gak ngelakuin itu buat loe……,” jawab orang diseberang sana.
*****
Hai, Kak... aku udah baca loh, asik ya... jangan lupa baca ceritaku juga yaa, Script Sweet di TWM18
Comment on chapter Satu