Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dialog Hujan
MENU
About Us  

          Hai, hujan. Lama aku tak menyapamu. Tahukah kau aku merindu? Aku tahu ini salahku. Aku yang melupakanmu. Aku melupakan semua kisah romantis kita dulu.

          Dulu, aku sangat menyukaimu. Tak peduli orang-orang di sekitarku merutuki kedatanganmu, aku akan tetap tersenyum malu-malu. Karena kau datang untuk menemaniku, untuk menenangkanku, untuk menyejukkanku. Aku selalu bersyukur akan kedatanganmu, karena kau akan selalu memelukku di dalam sepiku, karena kau selalu bernyanyi indah bersama rumput-rumput yang basah untukku, karena kau selalu menyebunyikan tangisku di balik basahmu.

          Aku ingat saat itu, saat kabar buruk datang menamparku, aku menangis bersama nyanyianmu. Di tengah keramaian pun kau tak malu memelukku, kau menenangkanku dengan rintikmu.

          Pernah pula dulu, di dalam kendaraan yang melaju, aku menangis karena lukaku. Dan kau datang membasahi kaca di sampingku. Kau tersenyum padaku dan mencoba membelaiku. Aku pun mencoba menyentuh rintikmu yang menempel pada kaca itu. Ingin pecah rasanya tangisku, ingin aku berlari ke arahmu dan memelukmu erat tapi kau pun berkata, “Semua akan baik-baik saja, ada aku di sini, menemanimu, tersenyumlah.”

          Dulu, kita pernah berbagi rasa bahagia. Kita menari bersama. Aku menari di bawah rintikmu dan kau pun memelukku dengan kesejukkanmu. Kita menari bersama dalam irama yang kau ciptakan. Lepas semua beban yang kurasakan.

          Dulu, aku pernah menyanyikan lagu kesakitanku bersama musikmu. Meneriakkannya bersama rumput-rumput yang layu. Membiarkan setiap tetesmu membasahi tubuhku. Mengalirkan setiap masalah yang menyelimutiku bersama aliran airmu. Berjatuhan semua derita yang kurasa dan kau hapus air mata duka.

          Dulu, dari balik kaca jendelaku, kita saling bertatap rindu. Dulu, dari balik kaca jendalaku, kita selalu berbagi kisah sendu. Dulu, di balik kaca jendelaku, kau menemaniku menunggu. Menunggunya yang bercahaya bagai bintang di mataku.

          Hai hujan, ingatkah kau saat itu? Saat kau membuatnya tertahan bersamaku. Saat kau membuatnya lebih lama bersamaku. Saat kau membuatnya memberi perhatian lebih untukku. Dia yang sudah lama aku tunggu, bisa berdiri di sampingku, berkat dirimu.

          Hai hujan, ingatkah kau saat aku, dia dan dirimu tertawa bersama? Kami tertawa di bawah pelukkan dinginmu. Ia mentertawakan aku yang mengundang kedatanganmu. Sementara aku ikut larut dalam tawa renyahnya.

          Hujan, ingatkah saat ia menyakiti hatiku? Saat tak ada satu pun tempatku mengadu, hanya kau yang datang dengan dinginmu. Dingin yang membuat tangisku semakin menjadi tapi itu menenangkanku.

          “Turunlah dengan deras, jangan berhenti, karena hatiku semakin sepi jika kau pergi!” ucapku saat itu padamu.

          Hujan, ingatkah saat kita sering menuliskan puisi untuknya? Kau membawa banyak kenangan yang telah aku dan dia lewati bersama.

          Hujan, ingatkah kau saat aku bercerita padanya betapa aku menyukaimu? Saat itu ia tak setuju. Ia tak sepemikiran denganku. Ia berkata, “Aku tidak pernah menyukai hujan, karena hujan membuatmu kedinginan, aku ingin kau selalu merasa hangat.”

          Hujan, ingatkah saat kau membuat aku dan dia terjebak bersama kehangatan kopi dan teh hari itu? Kami saling bertukar pikiran, bertukar cerita, bertukar pengalaman. Kau pun tersenyum melihat kehangatan yang kami ciptakan.

          Dulu, dari balik kaca jendela, aku memandangimu, dan rintikmu pun memandangiku. Lalu aku bertanya padamu, “Apakah kini hujan juga turun di tempatnya? Karena kini kami terpisah oleh jarak. Apakah ia sedang mengingatku seperti aku mengingatnya? Aku titip ia padamu hujan.”

          Hujan, seiring berjalannya waktu semua terasa semakin menyakitkan. Tak seindah yang selalu aku bayangkan. Darah menggenang di mana-mana. Luka terbuka di sana-sini. Di dalam hatiku.

          Aku menangis sendirian, karena kau tak pernah datang. Semua terasa gersang, semakin menyakitkan.

          “Andai kematian membuat semua permasalahan berakhir, pasti akan aku lakukan,” ucapku dalam keheningan.

          Aku bertahan, terus bertahan dengan luka yang menganga itu. Aku jahit setiap lukaku seorang diri. Hingga waktu merubah hatiku. Hatiku, bukan hati yang dulu. Perlahan aku melupakanmu, aku juga berusaha melupakan semua cinta untuknya. Aku menjadi seperti mereka, merutuki kedatanganmu. Aku membencimu.

          “Kenapa kau datang di saat lukaku sudah kusembuhkan sendirian? Ke mana kau saat itu hujan? Menemaninya? Pergi saja ke tempatnya! Temani saja dia! Buat dia lebih dekat dengan wanita-wanita penggoda itu! Buat mereka saling jatuh cinta seperti dulu kau membuatku jatuh cinta padanya dalam pelukan dinginmu! Aku membencimu,” gerutuku saat itu.

          Aku terus berjalan, sendirian. Aku berjalan dalam kesepian. Sesekali kau datang menyapaku, tapi aku seolah tak mengenalmu. Aku tahu, semua bukan salahmu. Bukan maumu pergi meninggalkanku saat itu. Tapi pahamilah aku, setiap aku melihat kedatanganmu, aku akan mengingatnya. Mengingat semua luka yang ia tancapkan di dalam dada.

          Hujan, kau tahu betapa aku mencintainya. Kau tahu betapa sulit aku bertahan untuknya. Kau tahu betapa sering aku menceritakan semua keindahannya. Kau tahu ia begitu istimewa. Apa salahku hujan, hingga ia melukaiku? Tak hanya sekali tapi berkali-kali, dengan luka yang bebeda.

          Hujan, saat ini pun rasa itu masih sama. Hanya saja tertutup oleh luka.

          Hujan, jika aku meminta, bisakah kau membuatnya menyadari betapa berharganya aku dibandingkan yang lainnya? Bisakah kau katakan padanya, jika hanya namanya yang selama ini selalu aku titipkan dalam doa? Bisakah kau buat ia sadar dan kembali padaku dengan membawa cinta? Bisakah kau ciptakan tawa lagi di antara kita? Di antara aku, kau dan dia.

          Hujan, bantu aku untuk membawanya kembali di sisi. Bantu aku untuk menyembuhkan luka ini. Aku bisa saja mencari pengganti tapi entah mengapa hatiku memiliki intuisi tersendiri.

          Hujan, sampaikan pesanku padanya, jika aku merindu dirinya. Jika telah aku maafkan kesalahannya. Jika hanya ia yang mampu menyembuhkan luka di dalam dada. Ia yang menggoreskan, maka ia pula yang harus menyembuhkan.

          Hujan, mungkin akan banyak yang menentang. Mungkin akan banyak yang tak sejalan. Mereka akan membuat bermacam kritikan, atas keputusan yang telah aku umumkan.

          “Mengapa kau panggil ia kembali? Bukankah ia yang telah melukai? Bukankah ia yang membuatmu menderita hingga sejadi-jadinya?”

          Tapi ini masalah hati, pikiranku pun tak bisa mengerti. Sekuat tenaga aku berlari, tapi entah mengapa aku kembali ke posisi ini. Posisi di mana bayangnya terlihat sangat menggoda, hingga membuat aku merindunya. Bahkan semakin aku menjauhinya, luka di dada terasa semakin menggila.

          Hujan, terima kasih karena masih setia menemaniku, walaupun aku pernah megusirmu. Terima kasih masih membiarkan tanganku dapat menyentuh dinginmu. Terima kasih masih mendengarkan dialogku.

          “Hujan telah menyampaikan semua dialogmu padaku, dan kini aku datang untuk menyembuhkan lukamu, untuk membawa cinta yang baru, untuk mengucapkan permintaan maafku. Intuisiku pun selalu mengarah kepadamu, hatiku kini hanya milikmu, dan aku berjanji akan menjaga hatimu, dan tak akan pernah menciptakan luka yang baru. Aku mencintaimu untuk selamanya wanita dialog hujanku. Beri aku kesempatan yang baru.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 3 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nonsens
521      392     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
Under The Same Moon
385      256     4     
Short Story
Menunggumu adalah pekerjaan yang sudah bertahun-tahun kulakukan. Tanpa kepastian. Ketika suatu hari kepastian itu justru datang dari orang lain, kau tahu itu adalah keputusan paling berat untukku.
A & A
292      214     2     
Romance
Alvaro Zabran Pahlevi selalu percaya bahwa persahabatan adalah awal terbaik untuk segala sesuatu, termasuk cinta. Namun, ketika perasaannya pada Agatha Luisa Aileen semakin dalam, ia sadar bahwa mengubah status dari teman menjadi pacar bukanlah perkara mudah. Aileen, dengan kepolosannya yang menawan, seolah tak pernah menyadari isyarat-isyarat halus yang Alvaro berikan. Dari kejadian-kejadian ...
They Call It Love
590      379     0     
Short Story
Rumah Arwah
1030      556     5     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
Semu, Nawasena
9444      3012     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
6955      2130     13     
Romance
Hidup Yoga berubah total setelah membeli sepatu butut dari seorang pengemis. Sepatu yang tak bisa dibuang dan selalu membawa sial. Bersama Hendi, teman sekosnya, Yoga terjebak dalam kekacauan: jadi intel, menyusup ke jaringan narkoba, hingga menghadapi gembong kelas kakap. Di tengah dunia gelap dan penuh tipu daya, sepatu misterius itu justru jadi kunci penyelamatan. Tapi apakah semua ini nyata,...
BIYA
3263      1135     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...
PurpLove
368      302     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
Forget Me After The Rain
430      312     1     
Short Story
\"Kalau begitu, setelah hujan ini, lupakan aku, seperti yang aku lakukan\" Gadis itu tersenyum manis