THE LIGHT OF TEARS
Sinopsis
Tahun 1984 silam. Laki-laki berbadan tegap, tinggi sekitar 178cm, badannya cukup proporsional, hingga sedap saat di pandang. Ia pemilik rambut ikal lepek yang sudah lama berteman akrab dengan perasan kelapa parut. Walau demikian, Ia adalah salah satu laki-laki berwajah macho dieranya.
Orang yang baru pertama kali bertatap wajah dengannya, pasti akan menggigil ketakutan seperti melihat Tyrannosaurus Rex sang predator. Ganas sekali garis wajahnya. Namun siapa sangka, ia memiliki tutur kata yang santun, walau ia berusaha keras menurunkan volume nada suaranya, tapi tetap saja aroma anak pinggir laut dengan suara lantangnya tak bisa dikesampingkan.
Tidak heran jika ia bisa meluluh lantahkan hati wanita berparas bak bunga Gibraltar Campion nan elok rupawan. Wanita yang hatinya tak kalah dengan Bunga Cherry Blossom. Sangat menenangkan jika ia tersenyum. Ia bagai kumpulan ratusan bunga, bahkan ribuan yang telah nampak indah dari kejauhan. Wanita ini berasal dari kota pemilik makanan khas “Pangaha Bunga” atau dalam bahasa Indonesianya Jajan Bunga, kue khas dari daerah Bima (Mbojo) yang berbentuk menyerupai bunga. sedangkan sang lelaki pemikat ini berasal dari kota Baubau yang merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401–1499). Garis keturunan Kerajaan Buton biasanya memiliki nama garis keturunan Laode dan Waode. Kota Baubau sebuah kota di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, kota penghasil aspal terbesar di Indonesia.
Kedahsyatan senyuman seorang lelaki asal Buton ini sudah memporak-porandakan hati wanita yang berasal dari Kota Bima teman 1 kampusnya. Senyuman lelaki ini seperti madu Beech Honeydew, walau warnanya cenderung gelap, namun ia manis sekali. Jika berani jatuh cinta sama warga Baubau, Anda akan merasa seperti sedang menikmati pesona Pantai Maldives (pantai yang berada di Srilanka, sering dijuluki pantai paling romantic) dimalam hari, dihiasi lilin yang mengeluarkan wangi semerbak laksana Parfum Cartier Delice De Cartier dengan aroma oriental bunga yang sangat menyegarkan disertai alunan instrument music romantic. Syahdu sekali. Membayangkannya saja rasanya sudah senyum-senyum sendiri bukan?
Lelaki yang berasal dari Kota Baubau ini bernama Adam Arsyad. Sedangkan, wanita yang berhasil dipikatnya ini berasal dari Kota Bima yang bernama Sari Indarsih. Dua sejoli ini bertemu saat KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Universitas Hasanudin Makassar. Mereka awalnya tak saling mengenal, padahal bertahun-tahun bersama dalam 1 lingkup kampus yang sama. Adam adalah salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan S1 Akutansi, sedangkan Sari mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Jurusan S1 Sastra Indonesia. UNHAS adalah kampus ternama di zamannya dan kampus yang menjadi cita-cita seluruh pelajar untuk dapat meraih ilmu di bangku kuliah Universitas Hasanudin Makassar yang berada tepat di pinggiran Kota Makassar.
KKN membuat mereka berdua bertemu dan menyatukan 2 rasa menjadi 1 kata yaitu cinta. Ah, mereka begitu sweet laksana pengorbanan kisah cinta di film Die Weisse Massai, maupun pembuktian cinta di film 50 First. Kisah cinta yang diperankan Adam dan Sari ini lebih tepatnya kepada cinta dalam diam dan doa. Tak ada ungkapan rasa, namun perasaan itu nyata. Mereka seperti buku gambar dan krayon. Saling melengkapi. Biarkanlah hati dan perjuangan yang akan menyelesaikan persoalan rasa. Begitulah kisah mereka.
Sari hidup dari keluarga yang penuh dengan tatakrama. Hidup dengan kondisi keluarga yang sangat Islami. Sari adalah anak dari Tuan Guru Besar di Kota Bima KH.Abd.Rahman Idris. Sosok ulama besar yang sangat dihormati dan di kagumi karena ilmu agama serta kesantunannya sangat menjadi teladan untuk warga di daerah Bima.
Kultur orang Bima berwatak lembut karena memang unsur melayu disana masih mengalir walau tidak begitu deras. Orang Bima cenderung lemah lembut dalam bertutur kata, di banding orang Baubau. Namun, kisah Adam dan Sari tidak memandang itu semua, karena cinta tidak pernah mengenal perbedaan. Cinta hanya tau sebuah perbedaan unik itu bisa dilebur hingga menjadi pelangi yang tertanam jauh di dalam lubuk hati sanubari.
Kehidupan sejoli ini dimulai saat Adam berubah menjadi bak pangeran berkuda putih, laki-laki perkasa yang siap meminang sang pujaan hati. Niat yang kuat, tekad yang bulat sudah digentarkan Adam untuk langsung meminta Sari pada ayahnya. Sosok laki-laki terpandang di Kota Bima, Tuan Guru Besar yang sangat disegani dan dihormati itu akan dihadapi oleh laki-laki muda berusia 25 tahun. Adam datang ke Bima setahun setelah lulus kuliah. Ia datang seorang diri tanpa pendamping dari keluarganya di Baubau. Dengan modal tekad yang bulat, ia menguatkan niatnya untuk mempersunting wanita yang sudah mencuri perhatiannya itu. Hampir setahun ia berusaha memperbaiki diri dan memantaskan dirinya hingga tibalah waktunya ia harus memperjuangkan cintanya. Ia berharap Sari belum di persunting oleh laki-laki lain, karena selama setahun itu mereka tak pernah saling berkabar.
Adam selalu berharap angannya bukan hanya sekedar ilusi, namun bisa menjadi realita. Sepertinya dia adalah salah satu laki-laki terjantan di zamannya. Bagaimana tidak, laki-laki ini dengan gagahnya dan penuh dengan keseriusan datang untuk meminang seorang wanita, dan ini untuk kali pertama ia menginjakkan kakinya ke tanah Bima. Lautan disebrangi hanya untuk mendapatkan sang bidadari hati. Ia datang tanpa berkabar terlebih dahulu. Bagaimana ingin berkabar, kalau hanya surat menyurat yang bisa diandalkan kala itu. Mencari kantor pos saja harus pontang panting terlebih dahulu menjajaki jejaknya. Adam datang dengan penuh harapan besar. Ia menjelajahi Kota Bima untuk mencari alamat Sari yang dulu sempat diberikan olehnya.
Apakah kehidupan Adam dan Sari akan berjalan dengan mulus? Entahlah. Biarkan waktu yang akan menjawab.
Mantaap
Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life