Dunia ini penuh dengan kejutan yang tak terduga
Suara kasak-kusuk dari arah luar kamar membangunkan Han Ni dari tidurnya. Dengan mata yang masih sayup-sayup ia mengambil jam duduk yang berada didekatnya, angka yang menunjukkan 10:18pm, tertera pada benda tersebut, itu artinya ia telah ketiduran sekitar sejam. Gadis itu memperbaiki posisinya dan tersadar jika dirinya tertidur di meja belajarnya.
Sebuah album foto masih terbuka didekatnya menampilkan potret seorang wanita setengah baya yang tersenyum manis bersama seorang gadis kecil dipangkuannya. Seingatnya tadi ia menghabiskan waktunya bernostalgia dengan melihat foto-foto kenangannya bersama ibunya hingga akhirnya ia jatuh dalam mimpinya.
Han Ni menutup satu-satu benda yang dapat menjadi obat untuk menghilangkan kerinduannya pada orang yang sangat dicintainya itu. suara bising masih terdengar dari arah dapur rumah, gadis itu berjalan pelan kearah pintu kamar, ia bermaksud untuk keluar untuk minum dan makan, karena perutnya tiba-tiba saja mengaum meminta untuk diisi sekaligus memastikan penyebab suara tersebut, dan seperti dugaannya pelaku yang membuat suara bising tersebut adalah ayah-nya.
Han Ni menatap sekilas ayahnya yang berada dimeja makan, dihadapan pria berumur 42tahun itu ada sebotol soju. Dari penampilannya yang masih mengenakan kemeja berantakan, Han Ni bisa menebak jika ayahnya baru saja pulang kerja. Gadis itu melanjutkan jalannya kearah dapur, mengambil gelas, lalu membuka kulkas dan mengambil air minum, niatnya yang semula ingin makan batal karena kehadiran ayahnya. Tak ada kata apapun yang keluar dari bibir Han Ni, atau basa-basi yang biasanya dilakukan oleh seorang anak pada orang tuanya, seakan-akan tak ada orang lain disekitarnya.
“guru Park menelfon kemarin, katanya kau membuat masalah lagi disekolah.” Setelah dalam keheningan beberapa saat, sebuah kalimat terlontar dari ayah Han Ni. “Wae? kenapa kau melakukannya lagi?”
“apa pedulimu..”
Brakkk
Sebuah pukulan keras pada meja makan membuat Han Ni tersentak ditempatnya, ia menatap ayah-nya, pelaku penggebrakan meja yang juga menatapnya tajam dengan mata yang memerah.
“berhentilah berpikiran kau bisa bertemu ibu lagi, harusnya kau melupakannya!”
“shireo! Tidak ada yang peduli dengan ku selain ibu didunia ini, bahkan ayah pun tidak! Jadi kenapa aku harus melupakannya. ”
“kau merusak kehidupanmu sendiri.”
“kehidupan keluarga kita memang sudah rusak sejak kepergian ibu. Dan itu karena ayah!”
“ Yakh! Han Ha Ni!” Nada bicara ayah Han Ni tiba-tiba meninggi. Raut kemarahan sudah terlihat jelas di wajah pria itu.
“cukup!” Han Ni meletakan gelasnya dengan kasar, lalu pergi meninggalkan ayahnya. Suara pintu yang tertutup dengan keras menjadi tanda jika gadis itu telah keluar dari area rumah.
Sejak kematian ibu-nya kehidupan Han Ni semakin kacau, hubungannya dengan sang ayah juga tak pernah membaik sampai detik ini. Pertengkaran antara ayah dan anak itu sudah terlalu sering terjadi, hal itu juga yang menjadi faktor tindakan nekat Han Ni selama ini. Ia selalu berfikiran jika ayahnya sudah tak menyayanginya dan tak perduli dengannya, jadi untuk apa ia ada didunia ini.
*****
Pintu kaca sebuah minimarket terbuka secara otomatis ketika sensor-nya menangkap keberadaan Han Ni. Gadis itu segera masuk, dan menuju ke lorong yang dipenuh dengan jejeran rak yang menjual berbagai macam makanan instan. Mie Instan cup, dan dua buah sosis daging menjadi pilihannya, tak lupa ia juga mengambil sebotol ukuran sedang air mineral.
“totalnya 3.500won.” ujar pemuda dibelakang meja kasir setelah selesai menghitung belanjaan Han Ni.
Gadis itu mengeluarkan uang 5000won dari dalam sakunya, lalu memberikan pada si penjaga kasir. Setelah mendapat kembalian, tanpa berkata apapun Han Ni beranjak ke sebuah alat khusus menyediakan air panas untuk mie instan bagi para pengunjung. lalu mengambil tempat disebuah meja kosong yang berada dipojok minimarket tersebut setelah mengisi cup mie-nya dengan air panas.
Minimarket ini sudah menjadi salah satu tempat pelarian bagi Han Ni dikala ia dilanda rasa lapar. Sebenarnya bukan berarti ia tak memiliki makanan dirumah, namun ia hanya merasa tak nyaman untuk makan dirumah, apalagi jika ada kejadian seperti tadi. Baginya makan ramen ditempat itu jauh lebih nyaman daripada dirumah sendiri, walaupun ia sendiri tau ramen bukanlah makanan yang sehat.
Han Ni segera menyantap ramennya ketika dirasa makanan itu telah masak. Gadis itu menikmati makanan sederhananya dalam diam, ditemani keheningan minimarket. Awalnya hanya ada Han Ni dan seorang penjaga kasir yang kelihatannya mengantuk berat ditempat itu, namun beberapa menit kemudian terdengar suara pintu minimarket yang terbuka, pertanda ada pengunjung yang datang. Tapi hal itu tak membuat Han Ni tertarik dan tetap melanjutkan menikmati ramennya.
“eo, hujan?” Han Ni bermonolog saat ia menyadari sedang hujan deras diluar. Lewat dinding kaca minimarket yang sedikit berembun ia masih bisa melihat beberapa orang yang berlari tergesah-gesah mencari tempat berteduh.
“perasaan tadi tidak mendung, kenapa tiba-tiba hujan?”
“dunia memang seperti itu, ada banyak hal tak terduga.”
Han Ni begitu terkejut saat seseorang yang tak disangka-sangkanya tiba-tiba duduk dihadapannya dengan sebuah cup ramen. Mata gadis itu membulat sempurna seakan-akan mau keluar dari tempatnya saking tak percayanya melihat seorang pemuda menggunakan jaket jeans biru tua.
“kau?! Kenapa kau bisa disini?” tanya Han Ni masih dengan ekspresi tak percayanya.
“sudah kubilang kan dunia ini penuh dengan kejutan yang tak terduga. Kau juga pasti tak pernah menduga akan bertemu denganku untuk kedua kalinya.” Ujar pemuda itu. “mungkin kau pikir pertemuan kita dijembatan seongsu adalah pertama dan terakhir kalinya, kan.” Lanjut pemuda itu
Yap, pemuda itu adalah pemuda yang sama yang telah menggagalkan aksi bunuh diri Han Ni kemarin, kalau tidak salah pemuda itu bernama Ji Woon. Dan benar seperti perkataan Ji Woon, Han Ni memang tak pernah menyangka akan bertemu dengannya lagi, pertemuan kemarin cukup sekali saja baginya.
“jangan-jangan kau seorang penguntit? Kau sedang menguntitku, ya?” tuduh Han Ni yang mulai berpikiran jelek.
“kau pikir aku seorang stalker? Ck, Untuk apa aku menguntit gadis yang tak punya semangat hidup seperti mu?”
“lalu kenapa kau bisa disini?” Han Ni kembali mengulang pertanyaannya. Kali ini ekspresinya telah kembali seperti semula, datar. sepertinya laki-laki itu memang tak mungkin menjadi penguntitnya, atau stalker atau apalah itu, karena tak ada untungnya juga ia menguntit-nya
Pemuda di hadapan Han Ni tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia memilih menikmati ramen miliknya terlebih dahulu.
“well, jika kau sadari seoul ini hanyalah sebuah kota kecil. Jadi selama kau dan aku masih berada di kota ini, peluang mu untuk bertemu denganku cukup besar.” Jawab Ji Woon setelah menelan ramennya.
“ck, siapa juga yang ingin bertemu denganmu.” Sangkal Han Ni ketus.
“kau yakin tidak ingin bertemu dengan laki-laki setampan diriku ini? Nenekku bilang aku ini lebih tampan dari Chanyeol EXO, loh hahaha..”
Jin Woon tertawa sendiri setelah berkata-kata, membuat gadis itu mengerutkan alisnya heran, entah apa yang lucu hingga laki-laki itu tertawa lebar.
“idiot.”
Tawa Ji Woon seketika berhenti begitu mendengar respon datar dari Han Ni. Walau suaranya pelan, namun ucapan itu masih dapat didengar jelas oleh telinga ji Woon.
“tidak lucu ya?” tanya Ji Woon sambil menggaruk tengkuk-nya yang sebenarnya tidak gatal.
“tidak.” Jawab Han Ni datar lalu kembali melanjutkan makannya.
Hening kembali menyelimuti tempat itu, tak ada yang mengeluarkan suara lagi untuk beberapa saat. Keduanya sama-sama memfokuskan diri menikamati makanan masing-masing, hanya ada suara hujan diluar dan suara keduanya ketika mereka menyeruput ramen yang terdengar.
“biasanya jika hujan seperti ini kau akan mendengar lagu if its you dari Jung Seung Hwan kan.”
Kegiatan mengunyah Han Ni kembali terhenti, ekspresinya sekita berubah lagi menjadi terkejut bercampur rasa panik dan takut mendengar ucapan Ji Woon.
“da.. dari mana kau tau? Jangan-jangan kau ini benar-benar stalker? atau kau psycop..”
“kalau aku memang psycopath bukankah itu bagus? Kau ingin segera meninggalkan dunia ini bukan, dan aku bisa membantumu untuk merealisasikan keinginanmu tersebut.”
Han Ni menelan salivanya susah payah mendengar ucapan Jin Woon, entah kenapa atmosfir disekitarnya tiba-tiba berubah mencekam. Memang ia berharap bisa segera mati bagaimana pun caranya, tapi jika dipikir-pikir lagi sepertinya mati ditangan seorang psycopath itu terdengar menyeramkan. Dari pengalaman film-film thrill yang pernah ia nonton, pembunuhan yang dilakukan oleh para psyco itu sangat sadis, dan terkadang mereka menyiksa si korban terlebih dahulu, atau parahnya para psyco mencincang tubuh korbannya seperti daging babi.
Ughh! Tidak! keinginan Han Ni untuk mati tidak seperti itu.
Hanya membayangkan saja Han Ni sudah dibuat merinding setengah mati, dan sekarang ia tengah berhadapan dengan seorang psyco?
“hahaha...”
Tawa Ji Woon, mengalihkan Han Ni dari dunia-nya. Ia menatap tak mengerti pada laki-laki yang terbahak-bahak itu.
“wae?”
“a.. aniyeo.. haha..” ucapan Ji Woon terputus-putus. Ia masih terbahak sampai sulit untuk berkata.
“yakh! Apa kau sesenang itu karena aku akan jadi mangsamu?”
“buahaha..” tawa Ji Woon makin terdengar keras.
Lama-lama mendengar tawa laki-laki itu membuat Han Ni makin kesal, wajah Ji Woon kian terlihat menyebalkan jika mulutnya terbuka lebar seperti itu.
“yakh! Gumanhae! (hentikan).” bentak Han Ni jengkel.
“aduh kau ini lucu sekali, kau percaya aku psyco?”
Kening Han Ni mengerut tak mengerti. “maksudmu?”
“orang setampan diriku ini mana mungkin seorang psyco. Hahaha...” Ji Woon kembali melanjutkan tawanya.
Wajah Han Ni berubah datar, ia memberikan tatapan tajam kearah Ji Woon setelah sadar bahwa laki-laki telah mempermainkannya.
“Yakh! Idiot!” Gerutu Han Ni kesal.
“kau ini terlalu bodoh. Bisa-bisanya kau percaya dengan omong kosong seperti itu. wajah tampanku ini sangat tidak pantas untuk jadi seorang psyco.”
“lalu dari mana kau tau aku suka mendengarkan lagi itu saat hujan?”
Ji Woon terlihat mengorek saku jaketnya, mengambil sesuatu.
“ini.” Ji Won meletakan sebuah buku kecil berwarna cream dengan motif bunga sakura pada sampulnya. “punyamu kan?”
“eo! Bagaimana ini bisa ada padamu?” tanya Han Ni.
“kau menjatuhkannya kemarin saat dijembatan. Sebenarnya aku ingin segera mengembalikannya saat itu juga, tapi kau malah melarikan diri.” Jelas Ji Woon.
Han Ni segera mengambil benda kesayangannya itu. sejujurnya ia bahkan tidak sadar jika benda itu menghilang, ia pikir ia masih menyimpannya didalam saku rok sekolahnya.
“aku pikir, di zaman yang sudah sangat modern ini tidak ada lagi orang yang curhat pada buku diary, ternyata masih ada ya.”
“jangan bilang kau membaca semua isi-nya?”
“tidak semua, hanya seperempat bagian.” Jawab Ji Woon enteng, seakan-akan ia tak membuat dosa apapun. “curhatanmu membosankan.” Tambahnya lagi.
“yakh! Kau terlalu lancang!”
“siapa suruh menjatuhkannya.”
“issshhh!” Han Ni menggeram. Ia benar-benar kesal pada laki-laki didepannya itu. “semua yang tertulis didalam sini adalah rahasia ku, kau seharusnya tidak boleh mengetahuinya.”
“terlambat, aku sudah mengetahui hampir keseluruhan rahasiamu.”
“yakh! Kau...”
“marah pun tidak akan menghilangkan ingatanku tentang ‘rahasia’ mu didalam sana.” Ji Woon memotong ucapan Hanna. Ia sengaja menekan kata ‘rahasia’ dalam kata-katanya.
“aishh!” Han Ni menggeram frustasi.
Memang percuma sebenarnya jika ia marah-marah pada laki-laki itu sekarang, walaupun ia sangat ingin memaki orang idiot nan menyebalkan yang ada dihadapannya saat ini, yang ada ia hanya membuang tenaga-nya sia-sia.
“Yakh, kau tidak boleh memberitahu siapapun tentang apapun yang telah kau baca dari dalam buku ini.”
“memangnya kenapa?” tanya Ji Woon santai.
“sudah ku bilang semua yang tertulis didalam buku ini harusnya menjadi rahasiaku seorang. Tapi karena sekarang kau sudah mengetahunya, jadi ini juga menjadi rahasia yang tak boleh kau katakan pada siapapun. Kalau kau sampai memberitahu orang lain maka...” Han Ni sengaja menjeda kalimatnya. Gadis itu membuat gestur tubuh seakan-akan mengiris lehernya, yang berarti sebuah ancaman untuk Ji Woon. “habislah kau!”
“kau sedang mengancamku?”
“eo! (iya).”
“ck, aku tidak takut. Lagi pula kenapa aku harus mendengar kata-katamu?”
“Yakh!”
“haha.. arraseo, aku hanya bercanda. Tenang saja rahasiamu aman denganku.” Ujar Ji Woon cepat.
“awas kau ya!” Han Ni kembali memberikan deathglare pada Ji Woon. semakin memberikan kesan penindasan pada laki-laki itu untuk tetap tutup mulut.
Ji Woon membuat tanda ‘oke’ dengan menempelkan ujung jari telunjuknya dengan ujung jari jempol kanannya hingga membentuk bulat.
“aku janji akan menyimpan rahasiamu.” Ujar Ji Woon meyakinkan.
Merasa laki-laki didepannya itu telah berkata jujur, Han Ni berdiri dari tempatnya hendak melangkah pergi.
“kau mau kemana?” tanya Ji Woon menghentikan pergerakan Han Ni.
“bukan urusanmu.”
“tunggu dulu, jangan pergi dlu. Tunggu disini ok!”
Han Ni sebenarnya bingun dengan perintah Ji Won yang menyuruhnya menunggu, tapi ia tak sempat melontarkan protes karena laki-laki sudah melangkah kearah salah satu rak minimarket yang berada didekat meja kasir. Tak lama laki-laki itu kembali ketempat Hanna dengan sebuah payung ditangannya.
“kau mau pulang kan? Pakai ini, diluar masih hujan.” Kata Ji Woon memberikan sebuah payung yang baru saja ia beli. “kalau aku menahanmu untuk menunggu hingga hujannya berhenti kau pasti tidak mau kan, jadi kau pakai itu saja.”
“ck, tidak per..”
“pakai!” Ji Woon langsung menarik tangan Han Ni dan memberikannya payung itu saat Han Ni hendak menolak.
“jangan lupa pakai,ok! Sampai jumpa lagi...” setelah memberikan payung secara paksa, Ji Woon berbalik dan keluar dari minimarket lebih dulu.
“ck, dia memberikanku payung, tapi dia sendiri malah kena hujan. Dasar idiot.” Gumam Han Ni melihat Ji Woon yang berlari menerobos derasnya hujan.