Pertempuran yang tidak seimbang sama sekali di mulai. Kami kalah dari segi jumlah, kekuatan serangan maupun pertahanan. Di pojokkan oleh mereka yang mampu mengeluarkan sihir-sihir tingkat 2, dan sedikitnya dari mereka juga hampir menyamai kekuatan sihir tingkat 3, mengerikan sekali bila melihat berbagai sihir berterbangan secara serentak dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kami kebingungan menentukan menahannya, terlebih lagi yang paling membingungkan adalah menyesuaikan sihir pertahanan tubuh terhadap serangan dari berbagai macam jenis element agar tidak memberikan dampak besar.
Pertama - [Fire] Kedua - [Water] Ketiga - [Wind] Keempat - [Earth] Kelima - [Dark] Keenam…
Dewi keberuntungan memberkati kami. Tidak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan element terakhir dari keenam element yang ada di dunia, yaitu… [Light]. Sebenarnya itu bukan lah sebuah keberuntungan yang kebetulan datang, tetapi, kenyataan bahwa mereka tidak bisa menggunakannya, karena apa?
Mereka semua adalah Iblis.
Di ceritakan dalam buku dongeng tentang petualangan pahlawan membersihkan kejahatan di dunia yang sering di bacakan orang tua untuk anaknya sebelum tidur, akhir pertarungan antara Pahlawan melawan Iblis dari cerita fiksi tersebut pun menjelaskan satu hal penting mengenai kelemahan musuhnya terhadap kekuatan cahaya.
Dan kisahnya pun memang benar-benar nyata disini, Iblis itu memiliki kelemahan sama kekuatan itu. Begitu pula dengan pertarungan yang tengah terjadi saat ini. Melihat mereka semua yang mengeluarkan sekitar 30 jenis sihir secara serentak, tak terlihat satu pun yang menyerang dengan element cahaya, tentu saja, ada dua alasan lain di balik ketidak bisaan mereka menggunakan element itu. Pertama, tidak mendapati berkah kemampuan untuk memanggil element tersebut. Kedua, kebalikan dari yang pertama, tapi kurangnya latihan yang keras dan menolak rasa sakit…
Satu element yang merepotkan memang tidak ada, tapi serangan sebanyak itu tetap bisa memberikan dampak kerusakan besar, atau bahkan bisa juga memakan korban jiwa.
Tak akan semudah itu kami mati dengan serangan rendahan yang sedikitnya mudah di hindari, meski begitu kami juga tetap terkena beberapa serangan dari mereka. Dan kami pun berhasil menahannya hingga serangan penuh itu berakhir.
Sungguh tidak bisa di percaya, ya?
Dalam keadaan terpojok, menyerang pun akan menjadi sulit di lakukan meski kami menemukan satu celah untuk menyerang balik. Tapi, itu hanya akan membuat keadaan kami semakin terpojok bila melakukannya. Maka, pilihan yang seperti itu pantas di jauhkan. Dan setelahnya kami secara tidak sengaja menemukan pilihan lain yang dapat kami lakukan…
Bertahan sebisa mungkin melewati gelombang badai yang mengerikan dengan bekerjasama secara kompak. Rephion berpasangan dengan Aris, dan Davtuna bersama Rawphine, kedua pasangan ini saling membantu satu sama lain bila ada yang tak dapat di tahan sendiri. Aneh sekali, jika melihat hubungan antara kedua pasangan ini adalah sesama rivalnya.
Berakhir terbagi rata saling menerima serangan sihir para Iblis. Menahan, menghindari, dan menghancurkan sihir mereka dengan mencoba membenturkan Skill kami. Dasarnya memang terlihat sulit di lakukan dan beresiko besar, namun ternyata itu berhasil menggagalkan serangan penuh mereka.
Tiba lah yang di tunggu-tunggu oleh kami, peran adik kecilnya, Erthys yang berada di garis belakang… Selagi mereka mempersiapkan sihirnya agar bisa di tembakkan kembali, Erthys lebih dulu menggunakan Skill penyembuhannya untuk memulihkan kondisi keempat saudarinya yang terluka dan sangat kelelahan, dengan bersamaan itu ia juga menyembuhkan luka parah Hikaru.
Seorang manusia seharusnya tidak boleh di libatkan ke dalam pertarungan ini, apalagi sampai mendapati luka yang menyakitkan. Dengan kekuatannya, Erthys pun menggunakan Skill [Sleep] pada Hikaru agar tidak merasakan sakitnya.
[Light Heal; Fourth!]
Telapak tangan kanan di arahkan ke depan. Benang cahaya emas keluar dari lingkaran sihir yang di munculkannya, lalu terbagi empat dan memanjang menghampiri ke semua saudarinya. Ketika sampai tersentuh, tubuh saudarinya pun terbalut cahaya dan kemudian menyembuhkan sedikitnya luka-luka keempat saudarinya.
“Ini aneh,” ucap Erthys, yang lebih dulu menyadari ada sebuah kejanggalan dalam sihirnya.
Keempat saudarinya yang berada di garis depan menoleh ke belakang, karena mendengar Erthys mengucapkan sesuatu.
“Ada apa?” Rephion menanyakannya sembari terus melirik ke arah Iblis. Selalu berhati-hati adalah langkah yang terbaik menurutnya, bukan karena itu juga tapi, cuma ia seorang yang memiliki tingkat insting tertinggi dari yang lainnya. Jadi, misalkan ada Iblis yang ingin menyerang tiba-tiba, ia bisa menyadarinya lebih dulu dan langsung memperingati saudarinya agar bersiap kembali menerima serangan.
“Skill penyembuhanku tidak bekerja cepat.”
Aris melihat ke sekeliling tubuhnya yang lumayan banyak menerima luka bakar, tergores, maupun memar. “Memang benar…” Aris bingung, tapi yang lebih membingungkannya adalah Skill Passive-nya, [Healing Regeneration] sama sekali tidak mempercepat Skill penyembuhan Erthys. “Skill milikku juga aneh. Harusnya aku sudah sembuh dari tadi ‘kan?”
“Mana kutahu,” sahut Rawphine sedingin salju pada malam hari.
“Siapa juga yang tanya padamu.” Come back yang mengangumkan kembali membalas tanggapan yang mengesalkan.
Rawphine yang kesal mendengar itu langsung mendekati Aris. Dan terjadi lah pertengkaran antara keduanya, tentu saja pertengkaran itu hanya sekedar bercanda bukan sesuatu yang di bawa serius.
Melihat keduanya mulai bertengkar saling mengejek, Davtuna segera masuk ke pertempuran itu dan berusaha melarainya dengan mengatakan, “Kalian berdua, cepat hentikan! Bukankah ada hal penting yang harus…” Tiba-tiba kedua Dewi yang bersangkutan menatapnya sangat menakutkan.
“Davtuna kau diam saja!” bentak Aris dan Rawphine, karena Davtuna ikut campur ke dalam masalah. Setelah itu, keduanya pun mengabaikan Davtuna yang terdiam seperti patung dan kemudian melanjutkan pertengkaran yang tak ada habisnya…
Mereka bertengkar? Apa ini salah satu rencana mereka untuk mengalihkan perhatian kami? Menggelengkan kepala, berusaha membuang yang tadi di pikirkannya. Tidak, tidak, tidak. Itu mustahil. Mereka saja masih lengkap disana semua. Apa yang mereka pikirkan jika benar mereka malah bertengkar?
Ketua Iblis yang merupakan seorang gadis pirang mempertanyakan keadaan yang sebenarnya terjadi. Untuk saat ini, perintahnya kepada semua bawahannya cukup diam dan memerhatikan gerak-gerik mereka…
Sementara itu, kembali ke sisi para Dewi. Salah satunya adalah Rephion yang sedang memerhatikan tubuh Aris dari atas kepala sampai ke bawah kaki, tepatnya luka yang di terima sangatlah banyak. Lalu, ia melamunkan soal itu hingga kesadarannya pun terlelap… Lebih mengkhawatirkan kondisi Aris ketimbang dirinya sendiri. Lukanya lebih parah dariku...
Merasa sedang di perhatikan oleh seseorang. Aris pun mencoba meminta menghentikan pertengakarannya dengan Rawphine untuk sementara waktu, namun Rawphine sendiri memilih tak ingin di hentikan begitu saja.
Terus, apa alasan Rawphine mau pertengkaran ini terus berlanjut?
Entahlah, ia juga tak mau mencari jawaban itu, dasarnya memang benar perempuan itu sulit di mengerti. Ia sudah mengenal Rawphine sejak kecil, tapi, mengapa sampai sekarang ia tak mengerti juga jalan pikirannya. Apa karena kedudukannya yang merupakan Goddess of Education? Bisa saja begitu.
Kalau memang Rawphine maunya seperti itu, mending mengabaikannya akan lebih baik daripada menanggapinya. Dan juga Rawphine gak akan berani menyerangnya secara fisik, cuma satu itu yang ia tahu serta keuntungan yang di milikinya.
Setelah mengingat itu, ia pun mencari seseorang yang memerhatikannya dengan menoleh ke belakang, karena perasaannya mengatakan disanalah orangnya, dan benar ia langsung menemukan orang tersebut. “Apa ada sesuatu di tubuhku?” tanya Aris penasaran mengapa ia di perhatikan sampai sebegitunya sama Rephion, namun karena tidak di tanggapi ia kemudian membalikkan badan menghadap ke arahnya, lalu melambai-lambaikan tangan kanannya tepat di hadapan wajah. “Halo… kau dengar Rephi- Eh? Mungkin kah itu… Ternyata benar.” Tiba-tiba saja ekspresi wajah Aris yang tenang dan dingin seketika berubah kesal, lebih kesal di banding pertengkarannya yang tadi, dan pandangannya pun menjadi fokus ke satu titik hitam kecil di depannya.
Ketidak sukaannya sama titik itu lah yang membuat pandangannya di alihkan ke arah lain. Ia menganggapnya sebagai salah satu pengganggu tidur nyenyaknya di malam hari, ia sendiri sampai kesulitan mengatasi perilakunya yang tidak bisa diam sebentar saja walau tubuhnya bergerak pelan. Maka dari itu, sekarang lah saatnya pembalasan yang tunggu-tunggu. Tak boleh berpaling mau pun bergerak sedikit saja, namun mata terus memerhatikannya… Diam-diam tangan kanan di angkatnya sampai sejajar telinga dan menekuk untuk bersiap-siap, dan kemudian ketika waktunya tepat ia langsung melayangkannya…
“Matilah!” teriak Aris meluapkan semua kekesalannya untuk satu serangannya ini.
“Oi, oi, oi…! Aris! Stop…!” ujar Rawphine panik melihat kejadian mengerikan di depan matanya.
Plakk!
“Hah!”
Kerasnya suara yang di timbulkan dari tamparan Aris membuat mereka, ketiga saudarinya terkejut bukan main. Davtuna mulai tersadar kembali dan langsung mengetahui apa yang terjadi. Rawphine menutup mata di saat-saat Aris akan melakukannya. Dan Erthys yang berada jauh di belakang pun masih bisa melihat yang terjadi di garis depan meski tak sejelas yang ia lihat atau mendengarnya.
‘Tamat sudah riwayatmu. Sebagai seseorang yang dekat dengannya, mungkin aku akan mencoba sekuat tenaga yang kupunya untuk menahan amarah Rephion. Yah, sekitar 3 detik aku dapat mengurungnya dalam Skill-ku,’ pikir Rawphine khawatir, yang sekaligus merencanakan satu langkah ke depan demi kelangsungan hidup Aris.
‘Ya ampun, ini gawat. Padahal situasi disini lagi tidak menguntungkan (karenanya), dan dia malah memperburuknya! Dasar bodoh! Aku tidak mengerti lagi jalan pikirannya. Haahh… (mendesah) Tamat sudah riwayatmu, aku gak peduli lagi,’ pikir Davtuna yang malu-malu mengungkapkan perasaan sebenarnya terhadap Aris, matanya saja gak bisa berbohong dan masih terus memerhatikannya.
‘Kumohon Kami-sama (Dewa), redamlah amarah Rephion, ta-tapi, kalau tidak bisa… Tolong lindungilah Aris dari serangan mematikan Rephion! Aku memohon sekali kepadamu Kami-sama, tolong kabulkanlah permohonan egoisku ini,” ucap Erthys dalam hati sambil berdoa bersungguh-sungguh untuk keselamatan Aris.
Pipi kanan memerah membekas sebuah telapak tangan. Sewaktu wajah Rephion menyamping matanya menutup dengan mengerutkan alis… Pertanda buruk. Kami bertiga merasakannya sampai ke tulang punggung, betapa buruknya kejadian nanti. Meneguk sedikit air yang terkumpul dalam mulut, selepas itu kami pun telah bersiap melakukan cara apapun untuk menghentikannya kali ini.
Sambil menepuk-nepukkan tangannya yang kotor, Aris berkata, “Berterima kasih lah padaku. Si pengganggu sudah kumusnahkan.”
Dasar bodoh! Peka sedikit kenapa! Kau sendiri yang ingin di musnahkan Rephion, tahu!
Rawphine semakin panik dan merasa gemas melihat tingkah laku Aris yang kesannya menyombongkan diri. “Re-rephion… a-anoo…” Hanya itu yang bisa ia ucapkan, tidak lebih atau pun kurang. Ia bingung harus mengatakan apa…
“Hei, hei… Rawphine!” Pelannya panggilan suara yang di serukan Davtuna untuk memanggil Rawphine hanya membuahkan hasil sia-sia saja. Saudarinya yang memiliki rambut ungu itu tak mendengarnya sama sekali. “Ra-rawphine! Aku punya recana. Kau mendengarku, Rawphine?!” Begitu pula dengan Skill mudah yang sering ia gunakan pada saat pelatihan dulu bersama semua saudarinya, [Telepathy], tak bekerja sekarang di gunakan juga.
Ini percuma. Kalau aku bergerak sekarang… A-aku, aku gak punya keberanian!
Cepat atau lambat, yang tersembunyi akan nampak melalui bayang-bayang gelap dalam hati. Begitu terasa seperti sebuah angin yang berhembus di tengah kegelapan malam, walau nyatanya itu berlalu cepat, bahkan jika dasarnya memang tidak peka terhadap perubahan kecil, yang sekilas terlihat itu tak akan pernah di sadari.
Mata yang terpejam akhirnya terbuka…
Pandangan Rawphine dan Davtuna langsung tertuju padanya yang menatap wajah Aris dengan ekspresi dingin dan menusuk. Aris pun belum sadar akan tatapan itu adalah pertanda buruk baginya, bahkan lebih buruknya lagi Aris sendiri nekat menambah kayu pada tungku yang sedang membara hebat di dalamnya.
“Jangan diam saja, cepat katakan sesu-” Belum sempat mengucapkan semuanya, mulut Aris lebih dulu terbungkam oleh seseorang di belakang dan lalu mengajaknya melangkah mundur. Mata melirik wajah yang hampir terlihat di sebelahnya. Berambut ungu pendek dengan pita putih yang di pakainya, tidak ada lagi yang dapat ia lihat selain itu, tetapi, baginya ini sudah cukup untuk mengetahui identitas darinya… “Rawphine. Ada apa denganmu?”
“Ti-tidak, tidak. Aku cuma mau… mengganggumu?”
“E-etoo… Ehmm… Ti-tidak. A-aku cuma… mengganggumu?” Baru setelahnya Rawphine melepaskan tangannya dari mulut Aris.
Tatapan sinis menusuknya dalam-dalam sehingga ia terbungkam balik dan merengut menundukkan wajah. Pemilihan kata yang tidak tepat membuatnya kebingungan sama seperti sebelumnya. Sangat mengesalkan jika bertindak tanpa memikirkan apa-apa terlebih dahulu, karena akhirnya ia sendiri yang merasakan malunya. Tapi saat ini mungkin akan berbeda rasa.
Berjalan melewati Aris dan Rawphine, tanpa menoleh ke arah lain Davtuna terus melangkah ke depan dan kemudian berhenti setelah jaraknya dengan Rephion cukup dekat. Perhatian keempat saudarinya teralihkan begitu Davtuna melakukan sesuatu disana, termasuk juga Rephion yang tak lagi melihat ke Aris… Kedua tangan di renggangkan lurus menyamping. “Aku takkan membiarkanmu membalasnya, Rephion.”
“Tu-tunggu, apa?! Aku tidak mengerti.”
“Jangan bohong! Aku tahu kamu akan membalasnya, kan?!”
Tanda tanya langsung memenuhi isi kepala Rephion. Sebenarnya siapa orang yang di maksud itu? Ia terus memikirkan jawabannya. “H-hah? Aku? Membalas siapa?”
“Tentu saja Aris. Siapa lagi kalau bukan dia,” timpal Rawphine, menggantikan Davtuna berbicara.
“Jadi, maksud kalian, aku akan menyerang Aris?!” Melangkah maju menghampiri kedua saudarinya yang bersikap aneh. Tapi, yang ia lakukan malah membuat Rawphine memperlihatkan keseriusannya. “Dengarkan aku dulu-“
[Trapped; Overall Spike!]
Terpotong ucapan Rephion sewaktu mendengar Rawphine yang tak ragu merapalkan Skill kepadanya, begitu juga kakinya yang dengan cepat di hentikan agar tidak mengaktifkan dan ia tetap berani mengambil langkah ke depan, mungkin saat ini kakinya akan terluka cukup serius.
“Ini peringatan untukmu!”
“Selangkah lagi dari itu, a-aku akan menghempaskanmu ke belakang. Aku yakin dengan jarak segini kamu tak mungkin bisa menghindarinya, ya ‘kan?”
Dari tatapan mata, nada suara yang di dengarnya, dan sikap kedua saudarinya yang tak ragu menggunakan Skill, apa ini cukup membuktikan kesimpulannya?
Menghela napas. Terlebih dahulu ia harus menenangkan diri, lalu kemudian mencerna keadaan saat ini secara positif agar nantinya… ia bisa langsung memberi pelajaran kedua saudarinya itu yang sudah mulai berani mengancamnya tanpa maksud yang jelas.
“Hoo~ Benarkah itu? Bagaimana kalau kamu sendiri yang mencobanya… menembakku!” Mengancam balik. Memalingkan wajahnya ke arah Rawphine. “Kau boleh mengaktifkan Skill-mu kok, sekarang atau mau bersama Davtuna, kau yang menentukannya!”
Menunggu jawaban selama beberapa detik. Ketika waktu yang di tunggu hampir menyentuh satu menit, Rephion mengambil tindakan awal, dengan melangkah maju dan mengijak Skill Rawphine.
Tidak terjadi apa-apa, kecuali tanah yang di injaknya bereaksi mirip adanya guncangan kecil. Langkahnya tetap berlanjut sampai tiba di hadapan Davtuna. Masih belum ada seorang pun yang bergerak atau Skill yang akan di keluarkan. Kedua kalinya Rephion mengambil tindakan pertama lagi, yaitu…
“Apa yang…” Kata yang ingin terucap tertahan di bibir begitu melihat sesuatu yang tidak terbayangkan olehnya.
Rephion memegang busurnya, kemudian menggesernya dan di arahkan… ke tempat dimana berdetaknya sebuah jantung. “Disini lah tepatnya jika kamu ingin membunuhku. Kalau kamu mau menolaknya…” Menepuk pelan pundak sebelah kanan. Lalu, Rephion melanjutkan jalannya, melewatinya dengan senyuman. “Entahlah, itu seterah kamu. Tapi…” Tukk! Sebuah pukulan mendarat di atas kepala Davtuna. “Ini balasannya bila tak mau mendengarkan kakak. Lain kali jangan di ulangi lagi… Sekarang giliranmu, Rawphine!”
Hampir menangis menahan rasa sakit itu, yang melukai hati kecilnya.
“Ga-gawat!” Berharap bisa meloloskan diri sebelum Rephion sampai, namun, Aris lebih dulu menangkap tangannya. Dan Rawphine pun panik bukan main. “Dasar penghianat! Awas saja kalau kau mendapat masalah, aku tidak akan membantu!!!” Tukk!
“Kau juga Aris…”
“Eh? Apa salahku? Dua kali aku sudah membantumu, masa tidak ada rasa terima kasihnya.” Merasa dirinya tidak bersalah.
“Ohh~ Kau mau mendengar rasa terima kasihku? Okey, dengarkan baik-baik dan tutup matamu.” Aris mengikuti perintah Rephion tanpa memikirkan konsekuensi yang di dapat. Perlahan munutup mata. Belum sampai di hitungan ketiga, rasa terima kasih Rephion terjatuh kencang. Tukk!! Pukulan yang berikan beda rasa di banding dua pukulan sebelumnya, yang telah mengenai Davtuna dan Rawphine.
“Sakit!!! Dasar pembohong!”
“Syukurin! Makan tuh tambah pendek.”
Masalah selesai dan berakhir baik. Rephion menjelaskan semuanya yang bermula dari sebuah tamparan yang di lakukan Aris terhadapnya. Tetapi, ia masih bingung, mengapa kedua saudarinya itu sampai sebegitunya melindungi Aris? Padahal ia tak mungkin juga membalasnya secara berlebihan.
Memutuskan beristirahat sejenak sambil mengisi kembali energi sihir yang telah berkurang sedikit. Tanpa perlu memerhatikan mereka (para Dewi) yang tengah melakukan sesuatu yang mencurigakan, ia cukup mengandalkan pendengarannya saja lewat pemberitahuan suara yang akan di lakukan oleh para bawahannya sebagai bentuk kode informasi.
Ngomong-omong, ini mau sampai kapan aku menunggunya? pikirnya mulai bosan berjongkok lama-lama. Menghibur diri menjadi cara efektif untuk menghilangkan kebosanannya, dengan memainkan ranting kecil itu sebagai alat menggambar sesuatu yang menarik di tanah. “Sudah berapa menit mereka begitu?” tanya ketua Iblis pada siapa pun yang mau menjawabnya.
“Ku-kurang lebih 5 menit. Raura-sama…”
“Aku tahu. Kukira mereka sedang merencanakan sesuatu, gak tahunya begini. Mengecewakan sekali.” Kuatnya tekanan yang di berikan ibu jarinya membuat ranting dalam genggamannya itu terpatahkan menjadi dua bagian, kemudian ia melepasnya supaya terjatuh di tempat yang sama pada saat ia menemukannya. Lekas berdiri sembari langsung merenggangkan punggung serta kakinya yang mulai terasa pegal-pegal dan sedikit kaku, terutama di bagian betis (akibat terlalu lama berjongkok). “Hei, Dewi naif! Mau sampai kapan kalian akan bertahan? Tidak mau menyerang, hah?! Atau kalian tidak punya pilihan selain bertahan. Jawab aku!”
Seperti biasanya Iblis gadis pirang yang disana ucapannya benar-benar menyakitkan telinga. Berisik dan mengesalkan sekali.
Sebelum kekesalannya memuncak semakin tinggi, Rephion lebih dulu menyadarkan sikap adiknya, Davtuna, yang hampir terpancing omong kosong Iblis gadis pirang. Memegang pundaknya, selepas itu Rephion menggelengkan kepala ketika Davtuna menoleh ke arah dirinya, berusaha mengatakan sesuatu dengan cara tidak langsung.
“Ta-tapi…” Berat bagi Davtuna melepaskan keinginannya, yang ingin sekali menyumpal mulut kotor Iblis gadis pirang itu dengan lima anak panahnya. Tapi untunglah keinginannya tidak benar-benar di lakukan, karena ia bersyukur ia lebih menuruti perintah Rephion ke timbang amarahnya sendiri. Ada dua hal yang telah terjadi padanya; Rephion mengeluarkan senyumannya, entah itu bisa di bilang ramah atau memang menyeramkan karena keduanya hampir sama-sama tak memiliki perbedaan, dan tangan Rephion yang memegangi pundaknya berubah menjadi cengkraman yang menyakitkan. “Ba-baik, a-a-aku mengerti.”
“Ohh, aku tahu, penyebab kalian tidak menyerang… Gara-gara si pencundang yang mengumpat di belakang-“
Rephion membantah keras ucapannya yang tak berdasarkan fakta sebenarnya. Dengan gaya seorang pahlawan kesiangan, ia menunjuk ke arah mereka semua sambil berbicara, “Kau sendirilah yang sebenarnya si pencudang itu! Jangan membodohi orang lain dengan omong kosongmu! Hikaru bukanlah seorang pecundang, ingat itu baik-baik!”
Yang di katakan Rephion berhasil membuat Iblis gadis pirang itu kesal. Dari kejauhan kami melihatnya mengerutkan alis dan menggertakkan gigi sampai mengeluarkan bunyi gesekkan keras, dan satu lagi, aura yang luar biasa merah pekat terlihat keluar dari dalam tubuhnya. “Sudah cukup! Kesabaranku sekarang sudah habis-“
“Memangnya siapa yang menyuruhmu menahan kesabaran, dasar bodoh! Bukannya Iblis itu seharusnya tak punya sifat menahan diri? Yang kudengar sih begitu. Untuk yang satu ini, aku rasa memang unik sifatnya. Mudah emosi dan suka sekali menjelek-jelekkan orang lain. Bahaya tahu untuk kesehatan, apalagi kalau sampai darah tingginya naik.” Terbantahkan lagi, tapi, kali ini sama seseorang yang berada di samping Rephion sekaligus memberikan saran baik. Yang di lakukan olehnya mungkin mempunyai niat yang sama dengannya, dan bisa juga di bilang sebagai satu pemikiran. Tetapi, yang terjadi malah benar-benar mengejutkan kami semua.
Bagaimana bisa wujud aura bisa di lihat tanpa menggunakan Skill tertentu?
Di sebuah buku pernah di jelaskan mengenai beberapa jenis aura, salah satunya yang gadis Iblis itu keluarkan, kalau tidak salah tercipta dari perasaan negatif yang sangat kuat yang terpendam di dalam hati.
Berlanjut ke arah penjelasan di bawahnya. Sangat berbahaya dari jenis yang lain, terutama sifatnya yang suka menghasut pengguna tersebut untuk menuruti perintahnya. Sebutan mudahnya untuk sifatnya adalah Devil’s Incitement. Kemampuan utamanya adalah dapat melipat gandakan kekuatan sihir atau Skill si pengguna saat mengeluarkannya.
Dan terakhir sebagai kata penutup penjelasannya, pembaca akan di minta mengulangi kembali mengatakan nama jenis aura tersebut, yaitu… Pure Aura.
Merah yang terlapisi dua warna gelapnya. Kemarahannya mulai menelan dirinya sendiri dengan perlahan-lahan sampai menutupi seluruh tubuhnya. Mengangkat tangan kanan sampai sejajar lurus ke tengah-tengah barisan kami berdiri. Butiran-butiran air keringat bermunculan memenuhi dahi, dan kemudian mengalir di pipi hingga terjatuh menyentuh rerumputan hijau kecil.
Clak!
“A-aku bisa mengendalikannya!” Seluruh aura yang menyelimutinya bergerak menuju telapak tangannya, di jadikan satu bentuk bola kecil berwarna merah yang terbalut api hitam. “Kalianlah yang memintaku serius menggunakan ini, sekarang terimalah dengan senang hati.”
[Elemental Form; Dark Flame!]
“Da-dark Flame?! Ga-gawat, ini benar-benar gawat! Kita harus cepat melakukan sesuatu terhadap serangannya!” Rawphine bertingkah seperti orang ketakutan.
Tidak biasanya ia begitu, apalagi memperlihatkannya di depan kami. “Kau tahu Skill itu?” tanya Rephion, khawatir dengan Rawphine yang bertingkah aneh.
“Api kegelapan akan mengubah yang hidup menjadi abu…” Rawphine menjawabnya. Tapi, maksud yang di ucapkannya membuat kami bingung.
Dan karena kebingungan itu Davtuna pun kesal dengan rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya. “Hei, apa maksudmu? Tolong jelaskan yang mudah di mengerti oleh kami!”
“Itu sihir tingkat 3 ke atas!” ujar Aris, menggantikan Rawphine berbicara. Ia sendiri juga mengetahui kekuatan dari Skill itu sangatlah mengerikan. Api yang seharusnya lemah terhadap element air, ini malah tak mempunyai kelemahan pada element itu.
“Aris, Rawphine! Gunakan Skill pengurangan rasa sakit terhadap element api dan kegelapan,” perintah Rephion kepada dua saudarinya. Dengan begitu kami dapat mengurangi luka yang di terima.
“Rephion, kau mau merencanakan apa dengan dua Skill itu? Percuma saja bila kau ingin kami menahannya, yang ada kami bisa jadi abu karenamu!” Rawphine menentang perintah Rephion. Mempercayai rencananya sama saja berlari mendekatkan diri pada kematian, pikirnya yang begitu yakin rencana Rephion pasti mencelakai semua saudarinya.
“Rencanaku bukan seperti yang kau katakan. Jadi dengarkan perintahku dulu.”
“Terserah kau saja.” Menancapkan tongkatnya ke tanah. [Fire Resistance!]
“Aku serahkan semuanya padamu.” Dua tombak yang di genggam Aris di silangkan membentuk huruf X. [Dark Resistance!]
“Yosh! Davtuna, kini giliranmu. Gunakan Skill yang mengacaukan arah angin di sekitar tubuh.”
“Aku mengerti.” Mengangkat satu tangannya menghadap langit. [Whirl-]
“Tu-tunggu Davtuna.” Perapalan Skill Davtuna terhenti dan gagal mengeluarkan efek dari Skill-nya. Terpaksa Rephion melakukannnya karena ia tidak mau rencana yang di buatnya gagal cuma gara-gara kesalahan kecil. “Aku mau kamu… jangan berikan efek Skill-mu padaku.”
Tak dapat membantah. Kobaran api biru menyala dalam tatapan mata Rephion, semangat yang di rasakannya terasa mengalir masuk ke hati. Davtuna mempercayakan semuanya pada Rephion, meskipun ada sedikit yang mengganjal perasaan di hatinya sama seperti Rawphine, ia tetap berusaha keras menyakinkan diri. “Aku percaya padamu.”
“Terima kasih.”
Davtuna tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan. [Whirlwind!]
Ketiga saudarinya yang lain, Rawphine, Aris, dan Davtuna, telah mendapatkan efek Skill itu. Pusaran angin yang tak bergitu kuat mengelilingi tubuh mereka kecuali Rephion.
“Sekarang giliranku,” ujar Rephion merasa sangat bersemangat. [Defender!] “Selanjutnya…” Mengumpulkan secukupnya energi yang tersimpan dalam hati, kemudian ia mengalirkannya di kedua pergelangan tangan miliknya. Terasa ada yang aneh saat ia memulai proses, suatu hambatan, jika itu benar yang di rasakannya. [Scale Armor; Gauntlet!] Pembentukan berhasil. Namun, tak sesuai dengan perintah Skill yang di ucapkan…
Ha-hanya tangan kananku saja? Dan bentuk ini, Glove?! Tolong berhentilah memikirkannya. Percayalah, percayalah! Ini sudah lebih dari cukup bagiku, pikir Rephion, yang tiba-tiba saja hatinya meragukan keberhasilan rencana yang di buatnya.
“…Waktunya mengatur jalannya rencana!”
#Note.
Rephion benar-benar mewakili Author. “Salut sama karakter dia. Tegas dalam mendidik, dan berani dalam bertindak.” Senang rasanya melihat trio (ketiga) Dewi merepotkan di jitak (di pukul di bagian kepala). Gara-gara kelakuan mereka Author membuat part 1 nya kepanjangan, belum nanti di part 2 dan 3 nya, cape deh. Ampun dah~
Oh iya, mungkin kalau ada yang gak jelas dalam dialog serta latarnya, mohon di maklumi saja. (Udah lama gak nulis cerita genre Fantasy)
Dan terima kasih yang telah mengikuti cerita ini sampai sekarang. Author mengucapkan, “Arigatou gozaimasu… ja nee, mata ashita~”
Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...
Comment on chapter Prolog@Rissha28
Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...