Ruang dan waktu mungkin dapat berubah tapi cinta sejati tetaplah cinta
~o~
29 September 2012
“Apa coba aku bilang, ga salah aku rekomendasiin kamu di FL2SN tahun ini, buktinya kamu bisa dapet juara 3 penyanyi pria solo,” ujar gadis dengan seragam putih abu-abu itu dengan nada riang, dia sungguh senang melihat keberhasilan teman sejak kecilnya ini.
“Makasih ya Fy, tapi sumpah aku gugup banget waktu itu,” ujar lelaki itu tersenyum lebar sambil membenarkan letak kaca matanya.
“Kalo kamu lebih percaya diri aja, aku yakin juara satunya pasti kamu,” Rion tertawa kecil melihat ekspresi serius Gify seolah sedang mementorinya.
“Suara aku ga sebagus itu Fy, bedalah sama mereka,”
“Siapa bilang, suara kamu itu bagus tahu, aku suka,” seketika mereka tersentak dengan ucapan spontan Gify, terdengar ambigu penuh sarat makna.
“Habis ini tes hafalan sifat logaritma?” tanya pemuda itu, saat mata dibalik kaca matanya menangkap kamus pintar matematika di genggaman gadis itu, minggu lalu kelasnyalah yang mendapat giliran hafalan. Gadis itu hanya mengangguk lesu, gadis itu tak terlalu menyukai matematika, tidak seperti pemuda di sampingnya ini yang sangat jenius matematika dan pintar menyanyi. Sebenarnya dia masuk tipe cowok keren kan? Bersuara indah dan juga pintar.
“Rion, setiap manusia itu terlahir memiliki keistimewaan mereka masing-masing, mereka berhak mendapat pengakuan keberadaannya, dan kamu juga punya itu Rion, kamu hanya belum menemukannya selama ini,”
Melihat Gify yang kini tersenyum entah mengapa membuat hati pemuda itu menghangat, seolah ada energi khusus yang kini merasukinya. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis mungil itu sekian lama mereka berteman melalui semua bersama, dan apakah memang sebuah takdir yang mempertemukan mereka dan membuat mereka bertahan sampai sejauh ini. Seolah takdir berkata mereka berdua adalah dua insan yang saling melengkapi dan saling mengerti.
“Kadang aku suka nanya sama diri aku sendiri apa yang membuat seorang Gifyta mau berteman dengan Rion yang culun,” suara berat Rion memecah sunyi, Gify mengalihkan pandangannya dari kamus digenggamannya dan menoleh melihat Rion yang kini menengadah memandang langit. Ia jadi teringat mereka dulu juga pernah duduk berdua di bawah pohon di tepi lapangan sekolah, saat mereka masih berseragam putih biru.
“Jadi temen sebangku aku, bantuin aku, belain aku, nemuin bakat aku, nasehatin aku, kau kok mau-mau aja sih Fy?” Gify kembali menunduk melanjutkan hafalannya yang baru setengah sedangkan bel masuk pelajaran selanjutnya tinggal lima menit lagi.
“Kira-kira kalau jadi pacar aku apa kamu mau Fy?” akhirnya Rion menanyakan hal yang tak pernah Gifiy duga sama sekali, seketika setengah hafalan langsung saja bubar jalan entah kemana, gadis itu hanya mematung sampai akhirnya kalimat selanjutnya dari Rion yang membuat jantungnya benar-benar bekerja dua kali lipat.
“Aku jatuh cinta Fy,” bahkan gadis itu curiga jangan-jangan ada masakah pada jantungnya dan kini bel masuk pelajaran pelajaran selanjutnya sudah berbunyi tapi isi otaknya kosong.
***
29 September 2014
Lelaki muda itu sibuk membidikkan lensa kameranya ke arah mana saja yang menurutnya menarik, lelaki berwajah manis itu sedang tergila-gila dengan dunia fotografi. Dan gadis muda itulah yang setia menjadi asistennya menemani lelaki itu kemana saja untuk hunting. Seperti sekarang ini mereka yang sedang bekeliaran di jalanan mencari objek menarik.
“Foto mulu udah mulai panas nih neduh dulu yuk minum teh es atau es kepal mellow gitu,” Rion mengalihkan perhatiannya dari bidikannya dan memerhatikan wajah kekasihnya yang mulai kusut, ah pemuda itu jadi merasa bersalah karena terlalu asik dengan kameranya ia sampai lupa kalau sedang berkencan.
“Maaf ya Fy kencannya malah hunting-hunting foto gini, capek ya? Padahal baru balik ngampus udah aku ajak ke jalanan,” pemuda itu meringis sangat lucu sekaligus tampan, kini setelah berkuliah pemuda itu sudah tidak memakai kaca matanya dan itu membuat ketampanannya seolah meluber kemanamana.
“Aku beliin lemon tea di seberang sana ya?” tawar pemuda itu menunjuk, penjual lemon tea yang berdagang di seberang jalan, yang dijawab anggukan semangat oleh gadis yang kini menempuh jurusan ilmu komunikasi, sedangkan Rion mengambil jurusan teknik informatika, akhirnya dua insan ini memilih jurusan yang berbeda di bangku kuliah namun tetap di universitas yang sama.
Gify tersenyum tipis melihat pemuda yang sekarang tengah tersenyum dan melambai kecil di seberang jalan sana, benarbenar deh pemuda itu. Gadis itu juga tidak menyangka sekarang menjadi kekasih pemuda itu, walau jujur saja cara pemuda itu menyatakan perasaannya benarbenar lucu dan sedikit menyebalkan. Bagaimana bisa pemuda itu menyatakan perasaannya di waktu yang berdejatan dengan tes hafalan sifat logaritma, membuatnya harus rela pontangpanting mengembalikan hafalannya yang buyar seketika karena satu kalimat pemuda itu.
“Abis ini mau main ke studio ga?”
“Naik bajaj?” Rion hanya mengangguk tersenyum manis mengiyakan permintaan gadisnya, Gifyta Dewi akan sangat malas berada di angkutan umum, namun itu tidak berlaku bila ada Rion, entah mengapa gadis itu lebih suka kencan dengan naik angkutan umum bersama dirinya, standar romantic bagi setiap gadis memang berbeda.
***
“Wah peralatan fotonya Davin makin lengkap aja ya?” Rio hanya tertawa kecil melihat Gify yang tampak terkesima dengan studio foto milik Davi. Nah orang ini juga yang ikut berkontribusi mengajak Rion ke dunia fotografi, kini Davin membuka usaha sampingan membuka studio foto disamping kegiatan berkuliahnya.
“Kita juga ambil foto yuk, kameranya entar di setting aja,”
Sepasang kekasih itu pun mulai berpose, Gify menggenggam lollipop raksasa dengan wajah imut nan polos, sedang Rio berekspresi konyol di sebelahnya. Pose selanjutnya dengan ekspresi marahan, mereka berbalik badan dan saling melirik kesal. Pose terakhir Gify yag seolaholah menggigit lollipop miliknya dengan Rion yang menumpukan dagunya pada pundak kanan Gify. Mereka berdua beraksi seolah model professional yang hilir mudik menghiasi majalah remaja. Pada saat kamera siap menangkap gambar tibatiba Rion mengubah arah wajahnya menghadap Gify dan mengecup pipi gembul milik Gify, yang membuat Gify seketika terperangah. Apa yang dilakukan pemuda itu?! Gify akhirnya tersadar dari keteperangahannya saat mendengar tawa berderai dari pemuda berwajah manis itu.
“Kamu lucu banget Fy,” tampak ekspresi Gify yang melotot dengan mulut terbuka sedang Rion tampak sedang mengecup…
“AAAAAA,” sontak Rion menjerit saat tangan Gify yang bebas menjambak rambutnya gemas.
“Rioooooooon, jail banget sih, dapat ajaran sesat dari mana hah?” Rion hanya mampu berteriak dan mengampun, wajahnya memelas menahan perih dari jambakan tangan mungil gadis di sampingnya yang sepertinya sedang memuaskan amarahnya.
“Pasti kerjaan Farhan nih, seorang Rion jadi tercemar gini, pokoknya aku ga terima kamu jadi ternodai gini,”
“Iya ampun Fy jangan dijambak, ntar gantengnya hilang lagi pula kata Farhan kalau sekalikali boleh Fy yang penting ga kelewatan batas,” Gify makin melotot mendengar kalimat narsis dan ngaco yang keluar dari pemuda di hadapannya, Rion sudah salah pergaulan.
“Ngomong apa kamu? Nih rasain biar otak kamu bener lagi,”
“Aduh ampun Fy, serius sakit, perih ini,” sontak Gify melepas jambakannya, langsung saja pemuda itu meringis mengelus kulit kepalanya yang terasa perih, walau mungil gadisnya ini ternyata punya tenaga yang luar biasa. Melihat wajah jutek gadisnya Rion segera tersenyum memelas.
“Maaf Fy, janji deh ga lagilagi, janji juga ga ngikutin ajaran sesat Farhan lagi,” Gify akhirnya hanya menghela nafas lalu merapikan rambut kekasihnya yang awutawutan akibat jambakannya, mengundang senyum lega dari Rion, akhirnya.
“Rion,” Pemuda itu menampilakn ekspresi tanya dengan kedua alis lebatnya yang terangkat mendengar sapaan kekasihnya.
“Apapun yang terjadi tetap jadi Rion yang aku kenal ya,” Rion tersenyum manis meraih tangan gadis itu yang masih di rambutnya lalu menggenggamnya, sirat wajahnya seolah berkata
‘Ga akan pernah ada yang berubah Fy'
@aryalfaro terima kasih sudah mampir
Comment on chapter Bingkai 1 : Anak itu