Walau sudah 30 detik berlalu sejak Gify menawarkan ajakan yang terasa seperti menguncang dunia Rion, Rion masih menatap Gify dengan pandangan tak percaya, sedang si tersangka utama hanya memandang menunduk dengan wajah sendu.
“Fy, kamu ngomong apa sih, kalau kamu sedang bercanda, ini beneran ga lucu Fy, aku ga suka,” setelah hampir bertahun-tahun mereka menjalin kasih tak pernah Gify sekalipun meminta putus seberat apapun masalah yang mereka hadapi selama ini, Gify pasti akan menghadapinya dan menguraikannya agar dapat menemukan solusi, tapi Rion ta tahu ada kalanya rasa lelah itu pasti ada.
“Iya aku minta putus, apa anehnya minta putus dalam pernikahan saja ada kata pisah, apalagi pacara ada juga kata putus,” Rion menggeleng tak percaya, setelah perang dingin mereka yang cukup lama, saling diam dengan alasan untuk menenangkan hati masing-masing, Rion terlalu shock dengan keinginan Gify yang tiba-tiba.
“Dalam setiap hubungan baik itu pernikahan maupun pacaran pasti ada masalah, dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya,”
“Aku lelah Rion,” Gify mengangkat kepalanya, tampak pancaran matanya penuh dengan rasa sakit dan lelah, sepertinya.
“Aku tahu belakangan ini kita banyak masalah, tapi semuanya pasti bisa dibicarakan Fy, tolong jangan terbawa emosi, dinginkan kepala kamu,” Gify menggeleng.
“Setiap orang punya batas kemampuannya Rion, dan hanya sampai di sini kemampuanku,” Rion masih menatap Gify dengan perasaan gelisah dan kalut.
“Sebenarnya ada apa sih Fy? Keluarga kamu ga setuju? Atau karena laki-laki itu? Iya kan beberapa kali aku lihat kamu jalan bareng dia, bahkan sepertinya keluarga kamu kenal baik sama dia,” entah mengapa bayangan Gify yang beberapa kali dlihatnya bersama lelaki dewasa yang kerap berpakaian formal hadir di pikirannya, apa mungkin Gify sudah tak mencintainya?
“Semuanya ga ada hubungannya dengan yang kamu sebutkan, aku benar-benar lelah Rion, aku ga bisa seperti ini terus, please beri aku sedikit saja ruang untuk bernapas, hubungan ini menyesakkan Ri,”
“Apa karena pekerjaan aku? Pada akhirnya kamu ga nepatin janji kamu Fy,” Gify hanya terdiam nyatanya, semua memang berawal dari sana kan?
“Dulu kamu yang mendukung aku Fy, bahkan kamu berjanji akan terus jadi pendukungku.”
“Aku akan terus mendukung kamu apapun itu pilihan kamu, tapi aku ga bisa lagi jadi kekasih kamu,” Rion menggeleng ia tak terima dengan ini semua, dia tak siap kehilangan Gify.
“Aku akan segera hubungi manajer aku, kita akan publikasi hubungan kita biar ga ada gosip aneh-aneh lagi, kalau perlu aku akan berhenti,” Gify menahan air matany yang mulai mendesak keluar, berat sebenarnya baginya memutuskan ini.
“Aku ga menginginkan itu semua Rion, jangan mengorbankan segalanya tanpa berpikir panjang, sudah aku bilang aku lelah, dan ga bisa lagi jalan sama kamu, kalau kamu benar-benar masih mencintai aku, tolong jangan siksa aku lebih dari ini,” Rion menggeleng frustasi.
“Masalahnya aku ga bisa lepasin kamu Fy.”
***
“Kenapa lagi sih man?” Rion menatap Aksa yang menepuk bahunya, biasanya ia akan membalas sapaan pemuda itu dengan antusias tapi kali ini ia hanya mampu tersenyum kecil.
Sudah seminggu semenjak Gify meminta putus dan mereka tak lagi berkomunikasi, awalnya Rion masih rajin sekadar mengirimi pesan, namun tak kunjung mendapat balasan, akhirya Rion berhenti mungkin Gify perlu waktu untuk menenangkan diri, Rion berharap dengan menenangkan diri mungkin Gify dapat berubah pikiran. Namun ternyata masalah Gify benar-benar mencuri atensinya, bahkan seringkali ia tak fokus saat bekerja, dan tak bersemangat tentunya.
“Ada masalah sama si dia?” Aksa mengerakkan jari telunjuk dan tengah tangan kanan dan kirinya, seolah membuat tanda kutip pada kata ‘dia’.
“Berita lo sama Naura soalnya santer banget eberapa minggu belakang,” Aksa memberi alasannya berargumen demikian, sebagai selebritis tentu berita sesama rekannya sangat mudah sekali terdengar apalagi, Rion masih satu manajemen dengannya.
Sedang Rion kembali termenung, iamulai berandai-andai, andai saja ia tak masuk di dunia ini, mungkin hubungannya dan Gify akan tetap baik-baik saja. Ia bisa lebih banyak meluangkan waktunya untuk Gify, ia tak akan banyak menyakiti gadis itu. Sungguh sevara tak sadar aktivitas keartisannyalah yang membuat Gify tersiksa dan kini mulai elah dan memilih mundur.
“Gue rasanya pingin berhenti aja Sa,” Aksa mengangkat sebelah alisnya sejenak, setelahnya ia mulai paham masalah yang dihadapi salah satu juniornya ini, Aksa benar-benar pakar soal beginian. Dia bak Arjuna yang telah mengarungi berbagai sepak terjang dunia percintaan.
“Terus lo kira andai kan saat ini lo bukan artis, hubungan lo bakal mulus-mulus aja? Dalam setiap hubungan wajar Ri kalo ada cek-cok, cek-cok itulah yang bakal merekatkan ikatan kalian,”
“Masalahnya dia minta putus sekarang,” mata Aksa membulat, oalah pantas saja Rion tampak kuyu bak tanaman tak tersiram berhari-hari.
“Kalau kalian bisa ngatasin, yam akin langgeng, kalo enggak ya, bubar,” jawab Aksa enteng, membuat Rion semakin bad mood , sungguh masukan yang sangat bermutu, pikir Rion sarkatis.
“Ga semua hubungan berujung baik, , kalau mulus-mulus aja kapan lo interopeksi buat jadi lebih baik? Walau kita udah ngerasa klop banget sama si dia, bisa jadi saat ini lo di beri pelajaran agar memperbaiki diri untuk memulai hubungan baru dengan diri lo yang lebih baik.”
“Pantas aja cewek lo banyak Sa.”
***
Lewat seminggu hubungannya dan Rion terasa menggantung, entahlah pesan terakhir dari Rion, pemuda itu katanya akan memberi waktu untuknya berpikir dann berharap ia akan berubah pikiran. Sayangnya sepertinya ia tak bisa mundur lagi, Kini di tangannya sudah ada formulir beasiswa melanjutkan studi ke negerinya Ratu Elizabet, ia baru saja menyerahkan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan.
Orang tuanya sangat menyetujui kputusannya apalagi papa dan omanya. Kemungkinan ia akan berangkat tak lama lagi, karena perkuliahan S2 akan segera dimulai. Enntah sudah atau kebas hatinya, ia merasa sakit dan tak rela dengan keadaan sekarang tapi ia juga tak mampu untuk terus bertahan, sehingga ia memilih pergi menjauh dari segala masalahnya. Katakanlah ia si pengecut yang lari dari masalah, nyatanya ia memang tak mau lagi berurusan dengan segala macam percintaan yang membuatnya merasa kacau, ia baru sadar, hubungannya tak lagi seindah lima tahun lalu semenjak dua tahun lalu semuanya telah hambar, ia hanya memaksakan diri agar merasa baik-baik saja demi mempertahankan yang sudah ada di sisi lain hatinya sudah tertikam berkali-kali.
“Kamu serius dengan pilihan kamu Fy? Ga mau istirahat dulu? Kamu baru saja wisuda S1 kamu,” Gify mengangguk tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Abriel, entah sudah berapa kai lelaki itu bertanya tentang keseriusannya, memang apa salahnya langsung meanjutkan studi pascasarjana dalam jangaka waktu dekat dengan wisuda S1.
“Kamu lagi ada masalah?” Gify menatap Abriel yang kini menatapnya penuh tanya, entah bagaimana lelaki itu bisa tahu, apa ia punya kemampuan spiritual semacam membaca pikiran?
“Saya dosen, sedikit banyak saya harus bisa memahami karate mahasiswa saya,”
“Saya hanya ingin menata hidup saya jadi lebih baik,” Ya Gify hanya ingin hidup lebh baik dan tenang tanpa perlu terus merasa sakit hati. Ia lelah kalau disuruh bicara tetang cinta, bukan berarti ia trauma hanya saja ia ingin beristirahat sejenak, mengganti segala energy yang terkuras hanya untuk mencintai seorang seperti Dafrion Adrian.
***
@aryalfaro terima kasih sudah mampir
Comment on chapter Bingkai 1 : Anak itu