“Udah sembuh kan Ri?” Rion mengangguk sambil tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Naura, wajahnya memang masih sedikit pucat dan terlihat lesu tapi setidaknya ia terlihat lebih segar daripada kemarin.
“Photo shoot kali ini yang terakhir kok ga lama, semangat,” Naira tersenyum hangat menyemangati rekan kerjanya itu. Rion memerhatikan Naira yang masuk ke ruang ganti untuk memakai kostum selanjutnya.
Selanjutnya mereka pun mulai turun ke tempat pengambilan foto, fotografer sedang sibuk mengarahkan pose kedua muda-mudi itu. Beberapa pose yang menurut fotografer bagus pun sudah diambil.
“Rion sekarang kamu duduk di sepeda ontelnya, terus Naira dari belakang julurin kepalanya ngadep ke pipinya Rion, Nah iya begitu,” Mas Rudi yang menjadi fotografer mereka kali ini bersorak senang melihat Naira yang mudah paham dengan intruksinya, Rion pun menurutnya sangat bagus dengan ekspresi dinginnya, padahal dia tidak tahu saja sebenarnya Rion sedang menahan sesuatu yang ia sendiri juga tak tahu apa itu.
“Nah oke bagus, sekarang Rion meluk Naira dari belakang,” Rion pun mengikuti intruksi si fotografer.
“Coba kamu tempelin pipi kamu ke Naira Ri,” Rion sedikit tebelalak namun akhirnya tetap melakukannya mas Rudi, dengan perlahan Rion mendekatkan wajahnya ke wajah Naira, ia melihat Naira yang tersenyum manis padanya, saat pipi mereka bersentuhan Rion memejamkan matanya sejenak mencoba fokus demi keprofesionalannya , setelah Mas Rudi berteriak selesai dan berterima kasih pada kerja seluruh tim hari ini, sedang Naira langsung berbalik dan ikut berteriak terimakasih atas kerja samanya.
Setelahnya Naira dengan enteng berlalu ke ruang ganti, meninggalkannya yang terdiam, sadar bahwa ia harus segera mengganti kostum yang sejujurnya sedikit kurang nyaman untuknya, ia pun segera menyusul Naira ke ruang ganti, di dalam ia melihat Naira yang tampak frustasi dengan dressnya.
“Kenapa Nai?”
“Ristleting macet di atas nih, boleh minta tolong ga Ri?” Rion berjalan ke arah Naira, karena Naira berdiri dengan posisi menghadapnya, Rion un terpaksa membantu Naira menarik risltleting itu dari depan.
“Udah nih.”
“Makasih ya Ri, btw kalo orang liat tadi pasti ngiranya kita pelukan, makin menggila deh tuh gosip kita hahahah” gadis itu mengucapkannya dengan nada riang sambil tertawa, bukan hal asing lagi, sejak mereka dikabarkan satu projek, fans mereka pun berlomba-lomba menjadi mak combalang dadakan, bahkan banyak sekali video, foto editan, fanfiction tentangnya dan Naira. Sedang Rion hanya tersenyum tipis lalu amit ke kamar kecil.
***
“Udah mau balik Ri?” Rion menoleh pada Naira yang masih berdiri di depan studio foto sepertinya gadis itu sedang menunggu jemputannya.
“Enggak sih habis ini mau ke kantor ada yang harus didiskusikan lagi,” sesaat Rion dan Naira di datangan dua orang wanita muda yang sepertinya fans mereka, dengan malu-malu mereka meminta foto, dan tentu saja disambut ramah oleh Rion maupun Naira.
“Kak Dafrion sama Kak Naira cocok loh, kami ngefans banget sama kalian,” Rion hanya tersenyum manis sambil tertawa kecil menanggapi komentar mereka sambil memberikan tanda tangan.
“Cocok gimana?” tanya Naira.
“Ya cocok kalau sesama artis itu kan bisa saling memahami gitu loh, kaya Bang Galen kan baru putus dari pacarnya karena isu orang ketiga sama jarang punya waktu untuk.”
“Kalau artis pacaran sama yang bukan artis biasanya ga awet hubungannya, apalagi cewek ya ka Ri, mudah cemburu loh walau keliatannya biasa aja tapi kalau liat cowoknya sama cewek lain pasti cemburu, jangan kan pacarnya Bang Galen aku aja putus dari pacar aku yang model, eh salah ding udah mantan, karena sering liat dia sama cewek lain, padahal dulu kami teman dari kecil, udah janji bakal sama-sama terus,” Rion langsung menatap cewek berkuncir yang mendadak curhat colongan tapi bukan itu yang menjadi perhatiannya.
“Kan pacar kamu memang pekerjannya yang menuntut harus seperti itu,” Naira mencoba menjelaskan.
“Ya kalau cuman dekat mungkin bisa aku sabar-sabarin Kak, tapi kalau udah mulai sering ingkar janji, sibuk melulu, susah dihubungin, tiba-tiba udah diisuin aja sama cewek lain, ya minta putus dong aku, aku kan juga pingin punya hubungan yang normal dan hidup bahagia,” Rion hanya terpaku dengan curhatan gadis itu, sampai akhirnya gadis itu pamit pergi.
“Ri lo ga berangkat? Ntar telat loh.”
“Mmm, lo belum dijemput juga,” gadis itu hanya mendengus kasar melihat handphonenya yang menunjukkan layar gelap tak kunjung hidup, kehabisan energy, Rion melirik jam tangannya sudah larut malam lalu menghela napas, tidak mungkin meninggalkan gadis ini sendirian.
***
“Fy pinter juga ya lo cari pasangan kemaren artis, sekarang dosen,” Gify hanya mengernyit melihat Alrinita yang menatapnya sambil meneringai.
“Loh bukannya lo udah putus ya sama Rion Rion itu, buktinya nih lihat banyak banget postingan foto dia sam artis muda itu, bahkan akunnya sendiri yang posting fotonya juga.”
“Aku belum putus ya sama Rion, tolong jangan buat isu yang nggak-nggak.”
“Nggak-nggak gimana? Kamu punya pacar tapiga seperti keliatannya, jangan-jangan dia memang cuma main-main, jangan mau dong Fy dibodohin, gaya pacaran dia sama lo belum terlalu jauh kan? Nah karena itu masih bisa putus,” Gify memicingkan matanya, Alrinita kelewatan mencampuri urusannya.
“Aku mohon ya Rin, jangan lebih jauh lagi mencampuri urusan aku, kamu ga tahu Rion.”
“Atau jangan-jangan dia memang punya hubungan khusus sama artis siapa itu--- ah iya Naira,” Gify memejamkan matanya meredakan emosinya lalu segera pergi keluar lalu segera membuka ponselnya, Rion masih susah dihubungi dan ada postingan baru Rion bersama Naira sepertinya salah satu hasil photo shoot mereka untuk majalah, foto itu diposting tadi malam, tapi tak satupun pesan Gify yang dibaca.
“Bengong aja, jadi pergi?”
***
“Jadi ini Kak tempatnya ?” Abriel hanya mengangguk lalu keluar dari mobil, setelah mengambil pupuk pesanannya ia sengaja mapir ke tepi jurang untuk memperlihatkan Gify keindahan desa ini. Gify berbinar teperangah melihat pemandangan hijau didepannya belum lagi gemericik air yang terdengar jelas dari bawah jurang.
“Jurangnya ga curam banget ya Kak.”
“Nggak curam kok kalau mau turun bisa cuman harus hati-hati, dan yang pasti kamu ga bisa turun kalau sekarang,” Gify mengernyit bingung melihat Abriel yang sedang melipat lengan jaket bomber-nya.
“Sekarang lagi hujan, licin jalannya, kalau pun mau turun harus ada persiapan alat,” Abriel menujuk tanah yang tampak basah.
“Yah ga jadi turun ke sungai dong,” Gify menatap nanar aliran sungai yang membawa angannya untuk bermain air jauh, pemuda manis di sampingnya jadi merasa tak tega.
***
“Makasih ya Kak udah ngajak keliling.”
“Saya harusnya minta maaf jadi sampai malam begini,” baru saja Gify hendak menjawab, pintu villa telah terbuka dan memmunculkan oma dan papa Gify.
“Wah udah sampai?” tanya oma ramah.
“Sudah Oma, maaf pulangnya malam, tadi sambil ngajak Gify keliling desa,” oma hanya mengangguk paham. Setelah Abriel pamit senyum oma semakin berkembang menatap Gify.
“Abriel cocok sama kamu,” Gify menoleh kaget pada papanya, apalagi ini?
“Dia jauh lebih pantas untuk kamu Fy, pintar, seorang dosen, baik, sopan, umur matang, bibit bebet keluarga baik, Oma lebih suka kamu sama Abriel,” setelah itu oma langsung melenggang masuk ke kamarnya, udara luar yang dingin membuatnya tidak terlalu tahan berlama-lama di muka pintu.
“Maksudnya oma apa Papa?”
“Kalau Rion tidak juga terlihat serius, lebih baik kau segera akhiri, jangan buang-buang waktu kamu,” Gify semakin terperangah.
“Selama ini Papa tidak pernah mempermasalahkan hubungan aku dan Rion, selama ini Papa terlihat setuju-setuju saja dengan Rion, Papa tahu sendiri kan Rion itu cowok baik.”
“Baik? Mesra-mesraan terus dengan cewek lain, tidak mengakui kamu dihadapan publik,jangan kira papa tidak paham selama ini, lagipula kamu tahan dengan hubungan semacam ini?” Gify masih berusaha berdalih berusaha membela lelaki yang disayanginya selain papanya sendiri. Menurutnya semua itu hanyalah tuntutan pekerjaan yang diemban Rion.
“Papa tidak mau anak papa tersakiti karena mau dibodohi cinta, cinta tidak menyakiti Fy, jangan bohongi hati kamu, lelaki yang benar-benar mencintai wanitanya pasti akan berusaha menjaga perasaan wanitanya, karena wanita paling rapuh kalau soal perasaan,” Gify hanya terdiam saat papanya sudah menyuruhnya segera masuk dan istirahat, ini kali pertama papanya ikut campur sejauh ini dalam hubungan percintaannya.
@aryalfaro terima kasih sudah mampir
Comment on chapter Bingkai 1 : Anak itu