Anne tertawa getir mendengar permintaan Bas, ketika Anne menatap Bas lagi, matanya menatap Bas tajam, "Menjadi pacarmu yang keberapa Bas?" Bibir Anne mengatup rapat. Ia berpikir mungkin suasana interior yang romantis ini mempengaruhi Bas untuk mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal seperti itu.
Bas diam. Kata-kata Anne bukanlah pertanyaan, tetapi suatu sindiran dan Bas mengerti, ini karmanya karena mempermainkan perempuan. Bas melepaskan genggamannya dari Anne. Mereka berdiam sebentar sebelum akhirnya Bas membayar dan mengantarkan Anne pulang ke asramanya.
"Kau tidak pernah menggunakan HP-ku?"
"Aku menggunakannya untuk menelpon keluargaku saja Bas... dan kau." Ada paus panjang ketika Anne mengatakan itu. "Tadi pagi sebelum aku dibawa ke ruang Dekan, orang tuaku sibuk menelpon menanyakan apa yang terjadi. Apakah aku baik-baik saja. Mereka bahkan tau lebih dulu mengenai kasus itu ketimbang aku." Anne tertawa sendiri. Bas meliriknya dan ikut tersenyum. Ia bahagia jika Anne bisa menggunakan HP itu untuk kepentingannya. Mustang merah Bas berbelok ke area parkir kampus dan berhenti.
Anne melepaskan seat belt-nya dan berbalik berhadapan dengan Bas. "Bas, terima kasih banyak ya. Apapun yang sudah kau berikan padaku, kau sadar kan aku mungkin tidak pernah bisa mengembalikannya padamu."
Bas baru akan menjawab ketika Anne melanjutkan pembicaraan. "Kurasa sudah waktunya kau berpikir serius Bas, mungkin kau sudah membuang waktumu untuk orang yang salah." Ketika mengatakan itu, ada rasa yang mengganjal tenggorokan Anne. Anne merasa ia harus menghentikan Bas agar--baik dia dan Bas--tidak berharap terlalu banyak untuk menjalin hubungan spesial, agar tidak ada penyesalan dan kekecewaan.
Anne menarik tasnya dan keluar. Bas ikut keluar menemani Anne. Mereka menyusuri koridor yang sepi dengan lampu yang dipasang berjarak untuk sampai lobby asramanya.
"Anne, kalau ada yang kulakukan salah hari ini, aku minta maaf ya. Mungkin aku menyamakanmu dengan yang lainnya sementara kau begitu berbeda. Aku seharusnya tau itu." Anne diam mendengarkan sambil berjalan. Bas mengamit tangan Anne dan menariknya berhenti. Sebelah tangan Bas menangkup pipi Anne, mengarahkannya agar Anne bisa melihat keseriusan di matanya. "Tetapi Anne, hanya denganmu aku tau aku tidak membuang waktuku dengan orang yang salah."
Mata Anne berkaca-kaca sebelum HP Anne berbunyi. Anne mengejap-ngejapkan matanya sambil mengorek tasnya mencari HP, "hallo kak Dru. Ya? Kau mau aku ke perpus sekarang? OK."
Kening Bas berkerut, mengapa Dru ingin bertemu Anne di perpus dan tidak mengajaknya atau Liam? "Anne, aku ikut."
"Terserah." Mereka berbalik arah menuju ke lift yang membawa mereka ke lantai delapan perpustakaan Fakultas Teknik. Begitu lift terbuka yang ada hanya sebuah lampu bohlam putih untuk menerangi bagian luar perpustakaan sementara didalam perpustakaan yang hanya ada kegelapan total.
Anne memasukkan kodenya ke panel di depan perpus dan lampu merah diatas pintu kaca otomatis menyala. Mereka masuk dan Anne berjalan meraba-raba menuju panel listrik yang letaknya sebelum jejeran rak buku sebelah kiri.
"Apa yang Dru minta kau lakukan Anne?" Bas mengambil HP-nya dan menyalakan senter untuk menerangi jalan Anne.
"Buku Human Dimension Bas. Tolong arahkan kemari Bas." Anne meminta senter Bas diarahkan ke panel listrik untuk menyalakan lampu di perpus sementara Anne menarik kursi panjat dan memanjat keatasnya. Tinggi tubuhnya menjadi sama dengan tinggi Bas.
Baru Anne akan menarik tuas listrik, tiba-tiba terdengar bunyi halus dan mereka berdua menoleh kebelakang. Pintu otomatis itu membuka dan menutup dibelakang mereka. Namun tidak ada orang sama sekali disana. Bas dan Anne melihat satu sama lainnya.
"Hantu Alice... semoga dia tidak merasukimu Anne." Bisik Bas di telinga Anne. Suara Bas dan hembusan nafasnya membuat Anne merinding.
"Kurasa bukan aku yang menyakiti hatinya Bas. Mungkin Alice akan muncul dan mengutukmu menjadi bujangan selamanya."
Bas terkekeh mendengar komentar sinis Anne, "kurasa kutukan itu lebih mungkin datang darimu Anne." Bas memejamkan matanya ketika rambut Anne menyapu wajahnya, rambut Anne harum.
"Ya, sangat mungkin." Anne menarik tuas itu dan siraman cahaya menerangi seluruh perpustakaan. Mereka terperanjat dengan adanya tiga orang yang bersenjata pisau dan tongkat pemukul.
"Siapa kalian?! Mau apa disini?!" Bas berbalik dan menghardik mereka, satu tangannya melindungi Anne.
"Nanti sebelum ajal menjemputmu--seperti Alice--akan kuberitahu kau siapa kami. Sekarang, kami perlu buku itu."
"Untuk apa? Buku yang dipegang Alice sudah di tangan polisi sebagai barang bukti." Jawab Anne.
"Kau pikir kami bodoh? Alice memeluk buku itu untuk memberitahu kalau shabu untuk dijual itu disembunyikannya dalam buku dengan judul yang sama. Kau petugas perpus itu kan, cepat cari! Atau kupecahkan kepala pacarmu." Mereka bertiga terkekeh. Rupanya orang yang paling pendek inilah pemimpinnya.
Anne minta ijin menggunakan komputer, ia bergerak masuk kedalam counter untuk menyalakan komputer. Seorang dari berandal itu mengikuti Anne dan berdiri diluar counter mengawasi Anne bekerja menyalakan computer dan mulai mengetikkan nama buku dan lokasi.
"Kenapa kau membunuh Alice?!" Bas mencoba membuat pembicaraan agar berandal ini tidak terfokus pada Anne.
Pimpinan berandal itu tertawa keras, "membunuh? Alice bunuh diri tau! Dia sudah cacat dalam studi, cacat tubuhnya karena seks dan narkoba, dan kau memperparahnya."
"Aku?"
"Iya, dia mencintaimu Sebastian Lingga. Alice yang lugu, anak pintar yang kau campakkan demi pacar-pacar liarmu. Kau tidak punya waktu untuknya setelah kau jadikan dia pacarmu. Alice mencoba menjadi salah satu pacarmu dengan meniru pakaian mereka, dia menyusulmu ke bar Hensin tetapi kau malah marah-marah dan meninggalkan dia disana. Waktu itu aku yang mengantarkan Alice pulang. Wanita yang masih suci, sayang untuk disia-siakan. Setelah itu, Alice menjadi budakku... sampai kemarin.
"Percaya gak, dia minta putus dariku karena melihat wajahmu di youtube. Alice hampir lupa padamu sampai dia melihatmu lagi kau tau?!" Suara lelaki pendek itu mulai bergetar, matanya berkaca-kaca. Satu tangannya memeluk dirinya. "Bangsat kau Bas!!! Akan kubunuh pacarmu dulu, baru kubunuh kau paling terakhir supaya kau bisa merasakan penderitaanku!"
Bas mendengus kasar mendengar ancaman lelaki di depannya. Kau sentuh Anne... maka tidak ada bagian tubuhmu yang boleh tersisa! Batin Bas.
Lelaki pendek itu melanjutkan, "Alice menelpon malam itu, tugasnya sudah selesai katanya dan dia tidak sanggup lagi belajar di universitas yang sama denganmu. Dia cemburu melihatmu merangkul pacar barumu kemudian... dia tidak pernah menelpon lagi. Selama dua tahun pacaran dengannya, Alice tidak pernah mengatakan dia mencintaiku."
Kali ini lelaki pendek itu benar-benar menangis dan temannya yang mendampingnya menjaga Sebastian mendekat dan memeluknya. "Dah bro... relakan dia."
"Minggir kau! Kalau Alice benci padanya," sambil menunjuk ke Anne, "maka aku akan mengabulkan keinginannya." Lelaki itu bergerak cepat ke arah Anne yang sedang berjalan ke rak buku.
"Berhenti disitu atau aku tidak akan membantumu mencari buku itu!" Semua orang membeku mendengar ancaman Anne. Bagus Anne! Jantung Bas sudah mau copot melihat lelaki itu dengan pisaunya setengah mengejar Anne tadi. Ia harus memutar otak.
Dua lelaki anak buah si pendek menjaga Bas, sementara si pendek sendiri menjaga Anne. Anne masuk diantara rak buku, diluar jarak pandang Bas dan ia merasa sangat khawatir akan keselamatan Anne namun ia tidak berdaya dijaga dua orang dengan tongkat baseball.
"Matikan lampu!" Pinta Anne.
"Tidak! Kau mau membohongi aku ya gadis culun?!" Terdengar suara orang jatuh dan erangan dari Anne.
"Anne!" Bas memberontak. Dengan sigap tangannya menangkap dua tongkat baseball itu dan dengan kuat menariknya lepas dari pemiliknya. Kedua orang itu ketakutan dan lari meninggalkan pemimpinnya.
Bas membuang tongkat itu di lantai dan memburu si pendek. "Bangsat kau! Lepaskan dia atau ku robek-robek tubuhmu!" Bas menjadi kalap melihat Anne berada di cengkraman si pendek yang mengancam dengan pisaunya di leher Anne.
"Aku mengatakan sebenarnya. Alice bukan anak yang bodoh, dia menandai buku Human Dimension yang kau cari dengan bubuk fluorescent yang hanya bisa dilihat dalam kegelapan." Anne mengulang lagi instruksinya dengan alasan yang logis.
"Kau mau coba-coba ya mentang-mentang aku cuma mahasiswa elektro kau mau mempermainkanku?"
"Tidak, buat apa aku melakukannya. Lihat itu di TKP," Anne menunjuk pada tempat Alice meninggal yang sudah diberi selotip sekelilingnya untuk menggambarkan posisinya pada waktu diketemukan meninggal. "Lihat itu, ada sebuk hijau halus. Jika serbuk ini lama tidak terkena cahaya maka ia tidak akan bercahaya lagi, oleh karena itu kemarin polisi tidak menemukan apa-apa." Si pendek memperhatikan, kemudian menyuruh Bas menarik tuas lampu turun.
Benar, ternyata ada jejak sebuk hijau yang menyala karena barusan diberi cahaya. Alice yang pintar, pikir Anne muram. Jejak serbuk itu mengarah ke kolong salah satu rak buku. "Ambil itu Bas." Si pendek menyuruh Bas mengorek bawah lemari untuk menemukan buku tersebut.
Dan dapat! Bas berdiri sesaat kemudian, menepuk-nepuk buku tebal yang seperti buku sihir itu karena terdapat bercak-bercak hijau terang yang berasal dari bubuk fluorescent. "Kemarikan!"
"Apa? Buku ini ya?" Bas penasaran dan membuka isinya. Buku itu telah di bolongi bagian tengahnya untuk diisi sekantong padat shabu-shabu. Bas mengeluarkan kantong itu dan menimang-nimangnya di tangannya yang besar.
"Kemarikan kataku!" Si pendek mempererat pisaunya ke leher Anne
"Lepaskan Anne atau kurobek bungkusnya sekarang! Aku berjanji kau lepaskan Anne dan barang ini milikmu." Tatapan Bas lebih mengerikan sekarang. Dua tangannya sudah mengambil ancang-ancang untuk merobek bungkus plastik berisi bubuk kristal itu.
Si pendek dilema, matanya bergerak kiri kanan dengan gusar. Kemudian ia berkata, "Oke! Pergi kau sana!" Didorongnya Anne kearah Bas dan Bas menangkapnya dipelukan.
"Ambil tuh! Semoga kau membusuk di neraka!" Bas melemparkan bungkusan itu kearah si pendek dan ditangkap dengan antusias.
Begitu barang haram itu berada di tangan si pendek, beberapa kilatan cahaya dari balik counter menyala menerangi ruang perpustakaan. Liam muncul dengan kameranya bersama Dru disampingnya. Si pendek yang tadi membeku terkena kilatan cahaya sudah kembali dan dengan kecepatan tinggi dia melarikan diri.
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne