Jakarta, 23 November 2015
Setelah merenungi kesalahannya semalam dan memohon petunjuk, akhirnya Thalea berjalan menyusuri lorong panjang yang sepi sambil membawa sepucuk surat terakhir yang akan Ia letakkan di dalam loker Afwan sebagai permintaan maafnya atas tindakan tidak sopan yang telah Ia lakukan selama hampir sebulan.
Deretan loker-loker besi bercat biru donker sudah terlihat dipandangan Thalea.Gadis cantik yang hari ini tampil menawan dengan rok berbahan jeans yang mengembang dipadukan dengan blouse berbahan lembut bewarna ungu dan kerudung motif bunga-bunga yang bermekaran dengan cantik berwarna putih. Ketika jarak loker dengan dirinya saat ini berada tinggal beberapa meter saja, Thalea menghentikan langkahnya yang terbalut sepatu flatshoes hitam mengkilap dengan perasaan ragu. Ia pun menimbang-nimbang surat yang ada di tangannya.
"Apa Aku harus melakukan hal ini, lagi? Apa ini akan menjadi sebuah kesalahan? Hmm... Tapi Aku kan ingin meminta maaf padanya atas segala perbuatanku. Ya sudahlah ini kan untuk meminta maaf, bukan untuk melamarnya menjadi calon suamiku. Jadi untuk apa Aku takut. Bismillahirrahmanirrahim!"
Setelah sempat ragu dengan pilihannya yang telah Ia renungkan semalam, Thalea pun kembali melanjutkan langkah dengan penuh kemantapan menuju loker biru donker dengan sebuah papan nama yang bertuliskan tinta emas dengan nama yang sudah sangat familiar dengan gadis berkerudung itu.
Thalea mengusap name tag bertinta emas itu penuh perasan, meresapi setiap deretan huruf yang membentuk menjadi sebuah nama yang sangat Indah dan arti yang luar biasa , Thalea memejamkan mata berdoa kepada sang Mahapencipta semoga semuanya akan lancar dan baik-baik saja. Ia pun berdoa dalam hati semoga loker Afwan tidak terkunci seperti biasanya mengingat lelaki itu sangat ceroboh dan pelupa. Ketika Thalea memegang gagang pintu loker itu, Ia harus menelan kekecewaan karena ternyata loker tersebut terkunci rapat. Thalea pun menghela napas kemudian bersiap untuk melangkahkan kakinya menjauh dari loker itu sebelum ada orang yang melihatnya.
"Lokerku terkunci ya, Nona "WhiteRose" yang terhormat?!" sebuah suara serak dan berat penuh dengan penekanan saat menyebut nama samaran yang digunakannya, suaranya seperti ancaman mematikan terdengar dari arah samping kiri Thalea. Seluruh aliran darah yang mengalir di dalam tubuh Thalea seolah dipaksa berhenti sehingga tidak dapat mengalir dengan baik di dalam tubuh gadis itu. Detakan jantung Thalea berdetak 3 kali lipat dari biasanya, seketika tubuh Thalea menegang dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Telapak tangannya sudah mulai berkeringat dingin.
Afwan mencengkeram lengan atas Thalea yang tertutupi blouse ungu yang dikenakannya dengan kuat sehingga membuat Thalea meringis sakit. Afwan membalik paksa tubuh kecil Thalea, kemudian Ia menyentakkan dengan keras tubuh gadis itu ke loker besi yang ada dibelakangnya sehingga menimbulkan suara bedebum yang keras.
BRAKKKKKKK
"Awwwwww....." Thalea memekik dengan keras saat seluruh badan dan kepalanya membentur loker besi yang dingin dan kokoh itu. Afwan mengunci tubuh mungil Thalea dengan berdiri dihadapan gadis itu bersamaan dengan kedua tangannya yang berada di kedua sisi tubuh Thalea, mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa melarikan diri. Thalea memalingkan wajah ke kanan mencoba menghindari tatapan tajam lelaki beralis tebal, Thalea berusaha melindungi dirinya, mencoba menahan tubuh lelaki berbadan tegap itu dengan kedua lengan mungilnya yang Ia letakkan di dada bidang lelaki keturunan Arab itu.
"Akhirnya Aku menemukan si "WhiteRose" sang penggemar rahasia yang dengan perhatiannya selalu mengirimkan barang-barang dan surat-surat yang sangat menyejukkan hati" ujar Afwan sarkasme, dan terdengar dengan jelas bahwa lelaki itu menahan geramannya untuk tidak murka dihadapan Thalea.
"A...ap..apa yang kau katakan? Aku tidak mengenal dirimu" kata Thalea tergagap.
"Buruk sekali aktingmu, nona! Kau pikir Aku tidak mengamatimu, dan tidak melihat apa saja yang kau lakukan sedari tadi, Hah!" Afwan mencemooh, berdecih malas.
"Ternyata seorang Thalea Neola Lawvoski, Sahabat Dante dan Dandee lah yang menjadi pengganggu terbesar dalam hidupku! Jangan kau kira Aku tak pernah mengenalmu, Thalea! Dante sering menceritakan sahabat wanitanya yang sangat sholeha dan ceria. Tetapi aku tidak menyangka bahwa pembuat onar dalam hidupku itu adalah kamu" desisnya marah penuh cemoohan yang menyakiti hati.
Thalea menghembuskan napasnya perlahan, Ia harus bersabar dalam menghadapi lelaki seperti Afwan, dan Ia hanya dapat berdiam diri karena merasa memang dirinya lah yang salah disini. Mencoba mengatur detak jantungnya yang semakin menggila akibat jarak mereka yang terlalu dekat dan takut karena Ia tertangkap basah oleh lekaki itu.
Setelah merasa tenang, Ia menatap Afwan tepat dimata hitam kecokelatan lelaki itu. Afwan balas menatap mata hijau kecokelatan milik Thalea, sesaat Afwan terpana oleh perpaduan warna mata hijau gelap berpadu dengan cokelat mahoni yang meneduhkan.
"Indah sekali mata gadis ini" batin Afwan. Kemudian Dia mengerjapkan mata berusaha kembali ke dunia nyata setelah terperosok oleh pesona mata indah gadis yang kini ada dalam kungkungannya. Afwan membuang pandangan ke arah lain, menghindari tatapan gadis mungil itu.
" Aku ingin meminta maaf padamu. Aku tahu aku salah, dan menyadari betapa bodohnya Aku melakukan hal yang sesungguhnya tak patut dicontoh oleh para kaum wanita lainnya" ujar Thalea tulus dan lembut. Afwan kembali menolehkan kepalanya menatap gadis yang kini tersenyum lembut padanya. Sekali lagi Afwan terpana oleh gadis ini, tetapi dengan cepat lelaki itu merubah ekspresi wajahnya.
Afwan menaikkan sebelah alis tebalnya, kemudian mendengus kasar. "Maaf? Setelah semua kata-kata sok bijakmu dan sok tahu tentang kehidupanku, Kamu meminta maaf dengan mudah seperti ini, Thalea?" Afwan menjauhkan dirinya, melepaskan kungkungan tubuh tegapnya dari gadis mungil yang kini bernapas lega.
Thalea menggigit bibir merahnya merasa bersalah. "Aku minta maaf, Aku telah sok tahu tentang hidupmu. Dan aku semakin merasa bersalah setelah tahu bahwa kamu memiliki sisi baik yang mampu membuatku tercengang, kamu bisa melakukan hal sebaik itu, seharusnya kamu tidak perlu menutupinya, akan lebih baik jika kamu mengajak teman-temanmu yang lain untuk ikut berpartisipasi. Kamu sering mengunjungi panti asuh-upssss" Thalea membekap mulutnya saat Ia merasa telah membocorkan hal lain yang akan semakin memalukan dirinya dihadapan lelaki itu.
Afwan menatapnya tajam. Lelaki itu mendengus tak percaya " Kamu bahkan menjadi stalkerku dan membuntuti kemana pun aku pergi? Bahkan kamu mengetahui hal yang tidak pernah diketahui orang lain?" Afwan menggeram marah mengetahui rahasianya diketahui oleh orang lain. Thalea mengkerut ketakutan melihat kemarahan kembali terpancar dari wajah lelaki itu. Mata hitam kecokelatan Afwan berkilat marah.
Peringatan tanda bahaya seakan berdering dengan keras di atas kepala Thalea. Tidak akan pernah berakhir baik apabila seseorang yang memiliki tempramental tinggi sedang marah.
"THALEAAA!! MAU KEMANA KAMU?!! THALEA BERHENTI!!" teriakan Afwan menggema dengan keras saat Thalea sudah tidak ada dihadapannya lagi.
Thalea berlari dengan kencang, mencoba menghindari Afwan yang kini bahkan telah mengejar dibelakangnya. Thalea terus berlari melewati lorong yang mulai ramai oleh mahasiswa dan mahasiswi yang mulai berbondong-bondong memasuki kampus. Thalea dan Afwan kini telah menajadi pusat perhatian para mahasiswa yang ada disepanjang lorong. Thalea berlari sesekali meminta maaf pada orang yang ditabraknya, Thalea bersyukur dengan rok yang saat ini Ia kenakan memudahkannya untuk berlari.
"Hosh....hoshhh.. Ya Allah si Afwan larinya cepat juga. Duhh gak sanggup lagi kayaknya Aku" eluh Thalea.
Thalea berhenti sejenak untuk mengambil pasokan oksigen yang Ia rasa telah habis akibat berlari dengan kencang. Ia berjengit kaget saat melihat Afwan tinggal beberapa meter lagi dibelakangnya, lantas Thalea kembali mengambil ancang-ancang untuk berlari dan kemudian berlari dengan sisa tenaga yang Ia miliki.
Thalea mengucap syukur dalam hati saat melihat pintu gerbang kampus yang tinggi dan kokoh sudah ada di depan matanya. Sekali lagi Ia mensyukuri letak fakultas Afwan yang memang sangat dekat dengan pintu gerbang utama.
"Semoga di luar gerbang ada taksi kosong yang lewat. Aaaamin Ya Allah" harap Thalea saat jarak dirinya dengan Afwan semakin dekat.
"THALEA!! THALEA!! THALEA BERHENTI KAMU!" Afwan berseru keras, amarah masih menguasai dirinya.
Thalea telah sampai di luar gerbang kampus yang tinggi dan kokoh. Perempuan berkerudung itu menyapukan pandangan ke seluruh arah, melihat jalan besar dengan lebar 10 meter yang tepat berada di depan kampusnya terlihat lenggang hanya ada beberapa kendaraan bermotor yang lewat.
"Akan lebih aman jika Aku mencari taksi ke seberang jalan sana, setidaknya Afwan mungkin tidak akan mengejarku lagi dan membiarkan ku pergi" pikir Thalea melihat ke jalan seberang yang nampak sepi juga.
Thalea menolehkan kepalanya kebelakang untuk melihat keberadaan Afwan, wanita itu menghembuskan napas lega saat tak melihat sosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap itu tidak ada di belakangnya.
Thalea mulai melangkahkan kakinya menyebrangi jalan melihat ke arah kanan, berhati-hati takut ada mobil lewat dan Ia tidak melihatnya. Namun saat Ia telah sampai di pertengahan jalan, Thalea merasakan pergelangan tangan sebelah kanannya tercengkeram dengan kuat, Thalea menoleh kebelakangan dan membelalakkan mata melihat Afwan telah mencengkeram tangannya dengan wajah memerah dan peluh membasahi dahi lelaki itu.
"Lepaskan Afwan!" seru Thalea berusah memberontak, melepaskan cengkeraman tangan Afwan yang kini telah melukai pergelangan tangannya. Mungkin setelah ini akan ada memar kemerahan akibat cengkeraman Afwan yang sangat menyakitkan.
Suara klakson dari pengendara mobil dan motor telah menggema, menyuruh dua anak manusia yang masih berdiri ditengah jalan.
Afwan tersenyum miring, seringai jahat telah muncul di wajah lelaki keturunan Arab itu. "Kamu tidak akan bisa lari, Thalea!" ujar Afwan tersenyum miring.
"Afwan lepaskan, ku mohon! Kamu menyakiti tanganku, Afwan!" teriak Thalea berusaha meminta belas kasihan lelaki itu. Namun, telinga Afwan seakan ditulikan, Ia tidak mau mendengar apapun yang terlontar dari gadis mungil kurang ajar yang kini ada dalam genggamannya.
Lelaki itu menarik paksa Thalea menuju pinggir jalan. Sesekali mereka berhenti karena ada mobil dan motor yang lewat. Thalea terus berontak berusaha melepaskan mencengkeraman kuat Afwan. Thalea mehanan sekuat tenaga agar bisa lepas dari lelaki itu, Thalea mencoba menahan tarikan Afwan dengan kaki yang Ia pijakkan ke tanah dengan kuat.
Sedikit lagi mereka hendak sampai ke tepi jalan, Thalea merasakan cengkeraman tangan Afwan mulai mengendur, gadis itu tidak menyia-nyiakan waktu yang Ia punya.
Sekali sentakan kuat Thalea mampu melepaskan diri dari cengkeraman tangan Afwan. Afwan tersentak kaget, kemudian berusaha menggapai Thalea yang hanya berjarak satu meter di depannya, gadis itu menatap penuh permohonan pada Afwan, amarah yang bergumul di dada Afwan entah mengapa perlahan menguap saat melihat mata hijau meneduhkan itu menatapnya sendu.
Thalea berjalan mundur dan ketika ingin berbalik.........
TINNNNNNNNNNNN TINNNNNNNNNNN
BRAKKKKKKKKK
Sebuah mobil Jeep berkecepatan tinggi menghantam dengan keras tubuh gadis itu. Suara ban berdecit menggema.
"THALEAAAAAAAAAAAAAAAAA" Afwan menjerit keras saat melihat tubuh mungil gadis itu terpental sejauh 3 meter. Afwan yang masih dilanda rasa shocked yang begitu mendalam pun langsung berlari menuju tubuh gadis yang kini telah berlumur darah.
"Thalea...Thalea..Thalea.. Bangun!! Plis bangun! Buka mata kamu!" Afwan meletakkan kepala yang kini telah berlumuran darah di atas pahanya, Afwan menepukkan pipi sehalus dan seputih kapas itu perlahan dan penuh lembut.
"Tolongggg..... Tolongggggggg!!! Siapa pun tolong panggilkan ambulance!!" teriak Afwan pada orang-orang yang mulai berkumpul mengelilingi tubuh tak berdaya Thalea.
"Afwan...." suara lembut seperti desisan daun-daun yang tertiup angin. Afwan yang sedang menatap sekitarnya langsung mengalihkan pandangannya, menatap mata hijau yang kini terlihat sangat sayu.
Afwan menatap penuh penyesalan. Thalea tersenyum lembut "Maaf.. A..aaku mo..mohon ma..af" Afwan berteriak histeris memanggil nama Thalea saat dilihatnya mata meneduhkan itu kembali tertutup.