Read More >>"> Mencintaimu di Ujung Penantianku (Ada yang Berbeda dengan Aku) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mencintaimu di Ujung Penantianku
MENU
About Us  

       Hari ini ada pertandingan basket antar fakultas, Bang Elang dan Bang Alca ikut bermain. Aku dan Lara sudah duduk di bangku penonton. Pertandingan digelar di gedung olah raga kampus (GOR). Sudah banyak orang duduk di bangku penonton. Lalu para pemain muncul, semua bersorak memberi semangat. Aku melihat Bang Elang dan Bang Alca juga Bang Anggara. Tiga sosok yang melekat dalam hari-hariku belakangan ini. Mereka terlihat bersemangat dan keren dengan kostum basket mereka. Pertandingan dimulai, sesekali aku dan Lara bersorak memberi dukungan. Aku  berdoa dalam hati supaya mereka menang. Bang Anggara terlihat semakin keren banyak orang yang menyebut-nyebut namanya. Setelah permainan yang cukup ulet akhirnya fakultas kami menang. Aku dan Lara bersorak girang. Lalu aku dan Lara keluar dari gedung dan menunggu mereka keluar karena di tengah lapangan ramai banget. Teman-teman dari fakultas kami begitu bersemangat atas kemenangan ini dan menyerbu para pemain ke tengah lapangan. Aku dan Lara menunggu di depan GOR duduk di bawah pohon yang rindang sambil bercerita. Lara sepertinya juga mengagumi Bang Anggara juga. Ya iyalah rasanya wajar semua mengagumi dia sudah keren jago main basket lagi.

“Hei...,” suara Bang Elang menyapa kami. Aku menoleh, Bang Elang dan Bang Alca sudah ada di dekat kami. Tadi aku memang sms Bang Elang mengatakan kalau kami menunggu di luar. Mereka sudah berganti pakaian.

“Yuk ikut...” ajak Bang Elang.

“Kemana?” tanyaku sambil berdiri.

“Merayakan kemenangan dengan teman-teman...” ucapnya

“Emang kami boleh ikut Bang...” tanyaku, Lara kemudian ikut berdiri.

“Ya bolehlah, anggap aja kalian pasangan kami...” ucap Bang Elang, aku mencibir. Bang Elang tertawa.

“Nggak kok, nggak apa-apa gabung saja mereka kan senior dan teman kalian juga. Ayo...kalau Cherise nggak mau jadi pasangan abang. Kamu mau kan Lar...” ucap Bang Elang, aku menoleh pada lara yang tersenyum.

“Mau dong Bang, aku juga pengen ikut hmmm...sekalian mau lihat Bang Anggara...” ucapnya, Bang Elang terdiam aku tertawa melihat Bang Elang yang keki. Lara tetap tersenyum.

“Baiklah sepeti itu juga nggak masalah...” ucap Bang Elang.

“Tapi Cherise ikut juga kan...” ucap Lara.

“Iya dia bareng Alca aja, yuk Lar...” ucap Bang Elang sambil menarik tangan Lara. Aku cemberut mereka berjalan menuju parkiran. Ihh...Bang Elang menjengkelkan.

“Yuk...” ajak Bang Alca, aku menoleh pada Bang Alca.

“Kita memang mau kemana Bang...” ucapku.

Caffe Gold...” ucapnya. Aku mengangguk lalu kami berjalan menuju parkiran menyusul Bang Elang dan Lara. Di Caffe Gold..., Aku duduk di sisi Bang Alca dan Bang Elang sedang Lara duduk di sisi lain Bang Elang. Di depan kami Bang Anggara duduk di sisinya ada teman-teman Bang Anggara. Teman-teman mereka yang lain duduk di depan meja lain yang dekat dengan kami termasuk Kak Keisya dan teman-temannya. Wajah-wajah gembira menghiasi wajah Bang Elang dan teman-temannya. Ku lirik Lara, dia kebanyakan menunduk dan menatap gelas di depannya sambil mengaduk-aduk minumannya.  Kenapa ya? Padahal tadi begitu semangat untuk ikut apalagi di depannya ada Bang Anggara. Bang Elang bangkit berdiri.

“Sebentar ya...” ucapnya dia mengeluarkan handpone-nya yang berdering. Lalu berjalan menjauh dari kami. Aku mendekati Lara.

“Kamu kenapa?” tanyaku, Lara melihat ke arahku.

“Nggak kenapa-kenapa...” jawabnya.

“Tuh Bang Anggara ada di depanmu, kenapa kamu malah menunduk terus...” bisikku.

“Tuh ada Kak Keisya, kamu kan tahu kalau siapa pun yang mencoba dekat atau menarik perhatian Bang Anggara pasti akan bermasalah dengan Kak Keisya.” ucap Lara berbisik.

“O ya...” ucapku yang ternyata nggak tahu gosip di kampus.

“Iya, kamu nggak tahu.” ucap Lara lagi, aku menggeleng.

“Dasar kamu cuek banget...” ucap Lara.

“Bukan cuek, tapi nggak penting sepertinya tahu hal-hal seperti itu.” ucapku cuek.

“Sama aja...” ucap Lara jadi sewot aku tertawa. Bang Elang sudah kembali bergabung dengan kami.

“Aku harus pergi sekarang nih...” ucapnya pada Bang Anggara.

“Mau kemana kamu?” tanya Bang Anggara.

“Ada sedikit urusan.” jawab Bang Elang.

“O..okelah.” ucapnya.

“Alc tadi Beno menelepon kita disuruh ngumpul di rumah Aron nih...” ucap Bang Elang.

Oke...” ucap Bang Alca.

“Yuk...” ajak Bang Elang sambil menatapku dan Lara, aku mengangguk. Bang Alca bangkit berdiri kami ikutan bangkit.

“Duluan ya Ang..” ucap Bang Elang pada Bang Anggara, Bang Anggara mengangguk.

“Semua kami duluan ya...” ucap Bang Elang dan Bang Alca. Nggak sengaja aku melihat ke arah Bang Anggara, dia sedang menatapku. Jantungku berdetak keras aku memalingkan wajahku dan mengikuti Bang Elang dan Bang Alca sedang Lara mengikutiku dari belakang. Ku pikir kami akan diantar Bang Elang pulang ternyata dibawa Bang Elang ke rumah bang Aron. Sesampainya di rumah Bang Aron...

Kami masuk ke dalam rumahnya, Bang Beno sudah menunggu di ruang keluarga rumah Bang Aron. Saat melihat kami datang Bang Beno langsung bangkit dari duduknya.

“Lama amat nyampenya...” ucapnya.

“Ini juga sudah cepat...” ucap Bang Elang.

“Mana Aron?” tanya Bang Alca.

“Tuh di taman belakang melamun dekat kolam renang.” ucap Bang Beno, rumah Bang Aron besar dan mewah. Kalau dilihat dari penampilannya di kampus mungkin orang nggak akan menduga kalau Bang Aron itu sekaya ini. Kami berjalan menuju taman belakang. Sebenarnya ada apa sih kenapa mereka kelihatan serius, nggak seperti biasanya.

   “Cherise dan Lara di sini saja dulu ya, biar kami aja yang menemui Aron.”  ucap Bang Elang, aku dan Lara mengangguk lalu duduk di bangku teras belakang rumah Bang Aron. Mereka bertiga mendekati Bang Aron yang sedang duduk di pinggiran kolam renang. Kami melihat dari jauh, mereka mengobrol. Bang Elang memegang bahu Bang Aron, Bang Aron diam aja nggak menanggapi perkataan Bang Elang. Lalu mereka diam, tak ada yang bicara...hening. Kami menunggu menit...demi menit...jam demi jam. Apa yang sedang mereka lakukan, aku dan Lara heran melihat mereka hanya diam sudah lebih sejam.

“Ngapain sih mereka Cher...?” tanya Lara pelan, aku mengeditkan bahuku.

“Nggak tahu tuh, aku juga heran...” jawabku pelan.

“Mengheningkan cipta mereka...? Untuk apa?” tanya Lara aku menoleh pada Lara.

“Hello Lara...emang mereka mau mengenang jasa para pahlawan pakai hening cipta segala.” ucapku lalu kembali melihat ke arah keempat cowok itu.

“Emang kalau mau mengingat jasa para pahlawan aja kita mengheningkan cipta, ya nggaklah. Kalau lagi merenungkan dosa juga hening cipta...” ucap Lara nggak mau kalah, ya ampun ini anak. Aku menoleh padanya dia tersenyum jahil. Aku mencubit lengannya gemes, kok jadi bahas mengenai hening cipta sih.

“Haaahh...” tiba-tiba Bang Aron teriak mengagetkan aku dan Lara. Kami berdua menatap Bang Aron yang sudah berdiri. Kenapa lagi ini cowok. Lalu dia menceburkan diri di kolam renang. Loh Bang Aron, aku bangkit dari dudukku. Kok yang lain diam aja.. Aku ingin ke sana tapi tadi pesan Bang Elang kami di sini aja.

   “Bang Aron tuh, lagi stres kali ya...” ucap Lara, aku mengangguk tanda setuju.

   “Ckckckkk...jam segini menceburkan diri ke kolam renang, bisa-bisa dia demam tuh...” ucap Lara.

“Ya nggak juga sih, ada juga yang suka berenang malam hari kalau daya tahan tubuhnya kuat nggak masalah.” ucapku sambil masih memperhatikan Bang Aron yang berenang, sepertinya dia sedang meluapkan emosinya. Ada masalah apa Bang Aron ya... Nggak lama kemudian Bang Aron naik ke tepi kolam. Bang Elang membantunya, lalu dia berjalan masuk melewati kami tanpa menoleh pada kami. Bang Elang dan teman-temannya bangkit dan ikut berjalan masuk. Aku menatap Bang Elang.

“Ada apa?” tanyaku pelan.

“Aron lagi ada masalah, nggak usah heran dia memang begitu. Kalau sudah begini sebentar lagi dia akan baikan kok.” ucap bang elang lalu mengajak kami masuk ke dalam rumah. Kami duduk di ruang keluarga rumah Bang Aron.

“Kok rumahnya sepi...” ucapku.

“Yah gini kalau rumah Aron, rumahnya besar tapi orangnya jarang ada di rumah. Mama dan papanya banyak pekerjaan dan selalu pulang tengah malam. Kakak dan adiknya juga punya kesibukan masing-masing. Karena itu Aron lebih suka nongkrong di rumah abang atau di kost-an Alca atau di rumah Beno...” ucap Bang Eelang, kasihan banget ya...untuk apa rumah semewah ini kalau tidak ada orang yang berkumpul di dalamnya tidak ada kasih sayang yang tercipta di dalamnya. Rumah yang terlihat gemerlap ini akan menjadi hampa tidak ada keindahannya. Nggak lama Bang Aron muncul di ruang keluarga dan bergabung dengan kami.

“Maaf membuat kalian khawatir...” ucapnya sambil duduk di karpet depan TV. Bang Beno dan Bang Alca mendekati Bang Aron.

“Biasa ajalah Ron, kayak orang lain aja...” ucap Beno sambil merangkul bahu Bang Aron, Bang Alca menepuk bahu Bang Aron lembut. Lalu mereka berempat sudah berkumpul aja di karpet itu. Duduk bersila membentuk lingkaran.

“Kita kan sahabat sudah pasti kita akan khawatir kalau ada yang punya masalah tapi itu bukan berarti jadi beban buat kami.” ucap Bang Elang, mereka memang sahabat yang baik. Selama berteman dengan mereka aku bisa lihat bagaimana mereka begitu akrab dan saling menerima satu dengan yang lain. Lalu mereka saling berangkulan hehehe...lucu juga mereka, bisa begitu imut kalau gitu. Aku tersenyum, para cowok biasanya malu menunjukkan sisi melankolik mereka tapi mereka berempat begitu terbuka. Hmmm so sweet...

“Ehemmm...” Bang Beno berdehem.

“Sepertinya kita nggak cuma berempat tapi ada dua makhluk cantik juga.” ucap Bang Beno. Mereka langsung melepaskan rangkulan mereka dan memperbaiki posisi duduk mereka. Aku dan Lara saling pandang dan cuma tersenyum.

“Ya sudahlah mereka juga sudah tahu kita seperti apa.” ucap Bang Aron, aku dan Lara mengangguk kompak. Hahaha kami justru jadi yang lucu, nggak bisa bicara melihat mereka begitu manis saling mendukung hmmm...

“Sudah malam nih, antarlah mereka pulang. “ ucap Bang Beno.

“Iya ya..., ntar kecarian lagi tante.” ucap Bang Elang.

“Yuk kita pulang...” ajak Bang Elang pada kami. Kami pun akhirnya pulang, aku diantar Bang Elang dan Lara diantar Bang Alca. Hari ini ku melihat sisi lain dari keempat cowok ini. Rasanya ada kebanggaan bagiku memiliki teman seperti mereka. Selain itu mereka juga selalu berusaha mengisi hari mereka dengan hal-hal berguna, melampiaskan kekecewaan atau pun kesedihan dengan cara yang baik.

                                                                                                *****

       Kemarin Bang Elang cerita kenapa Bang Aron begitu stres malam itu. Ternyata dia melihat pacarnya selingkuh dengan temannya saat SMU. Bang Aron dari SMU sudah pacaran dengan pacarnya yang bernama Muti. Mereka satu SMU dan selingkuhan pacarnya itu teman mereka saat SMU. Padahal kata Bang Elang, Bang Aron sayang banget dengan Kak Muti. Apa aja yang dia minta atau dia inginkan selalu dipenuhi. Tapi justru dia selingkuh, huh... memang manusia tak pernah ada puasnya. Sudah dapat cowok baik seperti Bang Aron eh malah selingkuh dengan yang lain. Semoga Bang Aron cepat move on...

Aku menatap Lara yang memasang wajah memelas di wajahnya. Kami berdiri di sisi koridor kampus.

“Nggak bisa Lar, aku harus menemani adikku ke toko buku hari ini aku sudah janji.” ucapku.

“Ayolah Cher, aku malas kalau sendiri padahal aku pengen banget melihat pameran ini.” ucapnya, Lara sedang membujukku untuk menemaninya melihat pameran fotograpi kampus di ruang audiotorium.

”Aku juga suka sih melihat pameran fotograpi, tapi untuk saat ini aku nggak bisa menemanimu. Maaf ya Lar...” ucapku.

“Kenapa kalian...” Bang Elang dan Bang Alca muncul di dekat kami.

“Ini Bang, Lara minta ditemani melihat pameran fotograpi di audiotorium.” ucapku.

“Eh.. si Alca juga mau ke sana lo.” ucap Bang Elang, aku melihat ke Bang Alca.

“Iya...” ucapnya sambil melihat Lara.

“O ya..., kalau gitu aku bareng Bang Alca aja.” ucap Lara dengan wajah riang. Hmm...barusan aja wajahnya memelas, langsung girang aja dapat teman yang lain. Aku menatap Lara yang kesenangan.

“Ya sudah ayo...” ajak Bang Alca.

“Ayo bang...” ucap Lara sambil memegang lengan Bang Alca. Senang sih senang tapi kan nggak perlu pegang-pegang Bang Alca begitu. Bang Alca diam aja lengannya dipegang Lara.

“Da...Cherise...” ucapnya centil aku mendengus sirik, Lara tertawa. Bang Alca menoleh padaku.

“Da...bersenang-senanglah...” ucapku sambil melambai ke Lara yang centil. Bang Alca senyum lalu mereka pergi. Aku menatap kepergian mereka dengan nggak rela. Aku menatap punggung mereka yang semakin menjauh, aku mendesah pelan.

“Kenapa? Tadi diajak nggak mau...” ucap Bang Elang.

“Nggak kenapa-kenapa...” ucapku, kenapa aku jadi kesal ya..ih aneh...

“Kamu mau kemana memangnya...?” tanya Bang Elang.

“Mau menemani adikku ke toko buku Bang.” Jawabku lesu.

“Ya sudah ayo Abang antar menemui adikmu...” ucap Bang Elang aku mengangguk lesu lalu pergi dengan Bang Elang. Saat menemani adikku maya ke toko buku pikiranku masih ke Lara dan Bang Alca. Mereka masih melihat pameran nggak ya... Atau mereka sudah nongkrong aja di caffe habis lihat pameran. Uhh...kenapa aku jadi mikirin mereka. Please Cher...aku mendesah pelan nggak semangat menemani adikku.

Besoknya di kampus Lara begitu cerianya menceritakan pameran fotograpi kemaren di ruang perkuliahan. Aku cuma mendengarkannya. Hmmm...bahagia banget ya. Kalau jalan bareng Bang Alca memang menyenangkan, nggak banyak protes dan perlakuannya pada kita begitu hangat. Cerita Lara akhirnya berhenti saat dosen kami masuk dan memulai perkuliahan. Saat kuliah selesai aku dan Lara memutuskan ke kantin untuk mengatasi kerongkongan kami yang terasa kering. Dan Lara masih melanjutkan ceritanya... :(

                                                                                                     *****

        Aku dan Lara duduk di kantin di siang yang terik ini. Setelah meminum segelas jus jeruk dingin rasanya segala lelah dan haus hilang ahh… Aku mendesah pelan sambil bersandar. Lara menatapku sambil senyum.

“Rasanya lega sekali keluar dari ruang perkuliahan dan mampir ke kantin…” ucapku

“Iya, aku juga sempat ngantuk tadi mendengar penjelasan Pak Ardian tadi…” ucap Lara aku senyum.

“Hei…” Bang Elang sudah muncul di dekat kami bareng Bang Alca. Lalu Bang Elang duduk di sisiku dan Bang Alca di sisi Lara. Ku lihat wajah Bang Elang sedikit muram.

“Kenapa Bang kok kelihatannya ada yang tidak menyenangkan nih…” ucapku

“Yah…gitulah Cher, lagi malas nih…” ucapnya, aku ngelirik Bang Alca yang sedang ngobrol dengan Lara. Bang Elang melipat tanganya di meja lalu menelungkupkan wajahnya ke meja dengan beralaskan tangannya.

“Ssttt…” aku mengkode Bang Alca, Bang Alca menoleh. Aku berbicara tanpa suara kepada Bang Alca.

“Kenapa Bang Elang?” tanyaku.

“Biar aja dulu dia tenang, lagi suntuk tuh ntar lagi pasti akan bicara sendiri…” ucapnya tanpa bersuara juga hanya mulutnya yang komat kamit. Ada apa sih buat penasaran aja. Aku pun akhirnya cuma menatap Bang Alca dan Lara yang ngobrol. Kelihatannya asyik banget obrolannya, mereka obrolin pameran fotograpi yang mereka kunjungi minggu lalu.  Mereka kok jadi kompak gitu ya… Biasanya Bang Alca selalu mengajak aku ngobrol, nih sudah asyik sama Lara aja. Huh membosankan, aku ngelirik ke Bang Alca. Hmmm…aku seperti nggak ada di depan mereka. Aku manyun lalu mengalihkan perhatianku dari mereka ke sekeliling kantin, tumben ini kantin sepi biasanya selalu ramai. Aku menoleh ke pintu kantin tepat saat Bang Anggara muncul di depan pintu kantin. Masih cool sperti biasanya bedanya ada sesuatu di jidatnya. Kenapa itu jidat ya… ada plester di jidatnya mungkin terbentur saat main basket. Di sisinya berjalan Bang Denta lalu mereka duduk tak jauh dari meja kami. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara Bang Elang.

“Pulang yok…” ucapnya malas.

“Cepat banget masih juga baru duduk di kantin.” ucap Bang Alca.

“O… masih mau ngobrol dengan Lara ya…” ucap Bang Elang sambil ngelirik Lara, aku ikutan ngelirik Bang Alca dan Lara.

“Bukan begitu dari tadi lo ngajakin jalan sana jalan sini, sebentar bro istirahatkan kaki…” ucap Bang Alca.

“Ya sudah lanjutin saja obrolanmu sama Lara…” ucap Bang Elang, lalu kembali menelungkupkan wajahnya ke meja. Aku ngelirik Bang Alca dan dia juga sedang melihatku. Mmm…apakah ada sesuatu yang terjadi antara Lara dan Bang Alca? Aku mencium sesuatu nih… Bang Alca kembali mengobrol dengan Lara. Aku terus memperhatikan mereka berdua, sesekali Lara tertawa dengar cerita Bang Alca. Kayaknya topik pembicaraannya sudah beda tapi kenapa aku masih nggak diajak ngobrol ya? Benar-benar membosankan ku lirik Bang Elang masih tidur. Aku bangkit berdiri, mereka masih asyik saja cerita.

“Aku pulang duluan ya…” ucapku, mendengar ucapanku mereka langsung menoleh.

“Kenapa Cher?” tanya Lara.

“Ngelihat Bang Elang tidur aku jadi ngantuk juga.” ucapku memberi alasan yang garing.

“Ya sudah kita pulang aja…” ucap Bang Alca.

“Oh…nggak usah aku aja yang pulang. Mmm…Bang Elang masih tidur tuh…” ucapku.

“Dibangunin aja, tadi juga dia minta pulang…” ucap Bang Alca lalu membangunkan Bang Elang.

“Lang.. Lang…” ucapnya sambil mengoyang tangan Bang Elang. Bang Elang bergerak dan menaikkan wajahnya matanya memerah…

“Masih ngantuk ya?” tanyaku.

“Ada apa?” tanyanya tak menjawab pertanyaanku.

“Ayo pulang…” ucap Bang Alca.

“Tapi masih mau ngobrol di sini...” ucapnya.

“Sudah selesai lagian si Cherise mau pulang tuh…” ucap Bang Alca sambil melihatku, Bang Elang menoleh padaku.

“Pulang Cher…” ucap Bang Elang, aku senyum kecut.

“Kenapa senyummu pait gitu…” ucap Bang Elang.

“Ngantuk…” ucapku asal.

“Wah sama kita…” ucap Bang Elang sambil mengucek matanya.

“Hemmm…kucek terus, ntar iritasi matanya…” ucapku.

“Gatal…” ucap Bang Elang.

“Yuk pulang.” ucapnya sambil berdiri dan berjalan tapi dia terhoyong..

“Eh…” ucapku sambil memegang lengan Bang Elang, Bang Alca dan Lara pun bangkit berdiri. Bang Alca mendekati Bang Elang.

“Sakit kamu Lang?” tanyanya sambil memegang lengan Bang Elang.

“Nggak sedikit pusing mungkin karena baru bangun tidur…” jawabnya.

“Ayo duduk dulu…” ucapku sambil menarik Bang Elang duduk.

“Kalau masih pusing sebentar lagi aja pulangnya…” ucapku sambil merangkul bahu Bang Elang.

“Nggak apa-apa Cher cuma sedikit pusing aja...” ucap Bang Elang kami akhirnya duduk kembali. Aku memijat kepala Bang Elang pelan.

“Ke poliklinik kampus aja yuk...” ucapku.

“Iya, istirahat di sana sebentar...” ucap Alca.

“Di sini aja...” ucap Bang Elang.

“Di sini nggak bisa istirahat tenang, ayo ke poliklinik kampus...” ucapku sambil berdiri dan membantu Bang Elang berdiri. Bang Alca ikutan membantu, aku memegang lengan Bang Elang. Akhirnya Bang Elang istirahat di poliklinik kampus. Aku menungguinya di ruang poliklinik dan Bang Alca ku suruh mengantar pulang Lara. Biar aku saja yang nungguin Bang Elang, meski Lara merasa berat untuk pulang karena ingin menunggui Bang Elang juga. Setelah mengantar Lara, Bang Alca kembali ke poliklinik menemaniku menemani Bang Elang. Sore kami baru pulang, Bang Elang kelihatan lebih baikan. Bang Alca menelpon Bang Beno untuk mengantar Bang Elang pulang pakai motor Bang Elang karena Bang Elang nggak bisa bawa motor sendiri. Sedang aku di antar Bang Alca pulang.

                                                                                              *****

       Aku dan Lara berjalan di koridor kampus, dari jauh aku melihat ada Bang Elang, Bang Alca, Bang Beno dan Bang Aron sedang duduk di pinggir lapangan. Mereka asyik cerita sambil sesekali tertawa. Mataku tertuju ke Bang Alca, kenapa akhir-akhir ini mataku sering tertuju pada Bang Alca. Bang Alca terlihat bersinar di antara mereka, senyumnya...tawanya... aku begitu menyukainya. Ihh...ada apa denganku, aku mengalihkan perhatianku dari mereka.

“Cher, itu Bang Elang...” ucap Lara.

“Ya...” ucapku.

“Gabung dengan mereka yuk...” ajak Lara.

“Mmmm...nggak usah deh...” ucapku masih aneh dengan apa yang kurasa. Lara melihat ke arah Bang Elang dan teman-temannya. Aku berusaha nggak melihat mereka.

“Kenapa...” ucap Lara, aku bingung mau jawab apa. Mudah-mudahan mereka tidak melihat kami lewat.

“Cherise...” aduh itu suara Bang Elang, huh...nggak bisa juga menghindar dari mereka.

“Tuh kan dipanggil Bang Elang...” ucap Lara. Aduh bagaimana ini..kok aku mulai merasa jantungku berdebar lebih kencang. Aku menghembuskan napasku perlahan dan berusaha bersikap biasa lalu berbalik menghadap mereka dan memasang senyum. Senyum yang menurutku sedikit hambar.

“Hai...” ucapku berusaha biasa, mereka sedang melihat ke arah kami.

“Sini Cher...” panggil Bang Elang, Aku melirik Bang Alca yang sedang melihatku. Huh... jantungku makin berdebar nggak karuan, kenapa sih ini jantung nggak mau kompromi. Aku dan Lara mendekati mereka.

“Mau kemana?” tanya Bang Elang saat kami sudah dekat.

“Nggak ada cuma mau lihat pengumuman di dinding.” ucapku.

“Ahh...ngapain lihat Mading, pengumumannya itu-itu juga kan. Paling nama-nama yang lulus beasiswa, atau kegiatan kampus termasuk pengumuman anak pencinta alam.” ucap Bang Beno sambil ngelirik Bang Elang. Kami senyum.

“Emang kenapa kan bagus kalau kegiatan dipampangkan jadi kelihatan tuh kampus ini punya kegiatan nggak melulu kuliah...” ucap Bang Elang, nggak mau kalah. Jantungku mulai normal kembali mendengar obrolan mereka.

“Alah.., paling pendakian, baksos atau tanam pohon...” ucap Bang Beno.

“Loh itu kan bagus kita harus menggalakkan penanaman pohon kembali.. go green. Percuma lo anak pertanian tapi nggak mendukung.” ucap Bang Elang protes, nah lo..kok jadi serius ngebahasnya.

“Bukan nggak mendukung bro.., tapi kalau melakukan kebaikan itu nggak usah di pamerkan...” ucap Bang Beno.

“Itu bukan pamer tapi mau menularkan ke orang-orang lewat berita itu supaya orang-orang itu peduli lingkungan.” ucap Bang Alca mendukung Bang Elang.

“Iya benar tu...” ucap Bang Aron. Nah lo...Bang Beno diserang ketiga temannya.

“Iya deh, aku kalah kalian curang main keroyokan. Aku sendiri kalian bertiga...” ucap Bang Beno manyun, aku tersenyum. Dasar Bang Beno gokil. Yang lain pun akhirnya tersenyum. Nggak sengaja aku melihat ke Bang Alca dan dia juga sedang melihatku. Jantungku kembali berdetak keras, aku langsung mengalihkan mataku huh... Rasanya pengen lari dari perasaan aneh ini aku merasa nggak nyaman...

“Hei cemilan...” Bang Beno tiba-tiba teriak, kami melihat arah mata Bang Beno. Rupanya Bang Beno memanggil Bang Camilo yang sedang lewat masih dengan buku di tangannya. Bang Camilo menoleh lalu melambai pada Bang Beno... Kemudian asyik lagi dengan bukunya tak menghiraukan Bang Beno.

“Wah...sudah kayak artis aja dia melambai kalau dipanggil fans-nya...” ucap Bang Beno...protes.

“Iyalah...kan kamu salah satu fans-nya...” ucap Bang Aron sambil tertawa.

“Apaa???!!!” ucap Bang Beno tidak rela, kami pun tertawa. Candaan mereka membuat detak jantungku kembali mulai normal huhh.... Sampai kapan jantungku mengalami ketidaknormalan ini...

                                                                                                    *****

       Lara sudah menghilang saja ntah kemana saat keluar kuliah tadi, memang sih minggu depan sudah ujian. Mungkin dia mengejar teman-teman yang katanya dapat kisi-kisi soal huh...dasar itu anak. Aku berjalan di koridor kampus sambil memperhatikan fotocopi bahan kuliah yang diberikan dosen kami tadi.

“Uppsss...” seseorang tepat di depanku, aku berhenti dan melihat ujung sepatunya. Aku langsung tahu siapa orang di depanku. Aku sesaat diam menata hatiku yang mulai bereaksi seperti biasanya bila ketemu dia akhir-akhir ini. Aku menaikkan wajahku tepat di depanku berdiri Bang Alca sambil senyum. Aku berusaha tersenyum biasa.

“Serius amat bacanya sambil jalan lagi.” ucap Bang Alca.

“Iya Bang...” ucapku sambil senyum.

“Bahan ujian minggu depan ya.” ucapnya aku mengangguk dan menjadi pendiam di depannya.

“Iya semua tiba-tiba terkena sindrom fotocopi kalau menjelang ujian.” ucap Bang Alca aku senyum.

“Bang Elang mana?” tanyaku.

“Di jurusan, mengurus tema proposalnya.” ucap Bang Alca.

“Waktu bulan lalu yang Elang kelihatan suntuk banget dan sempat droup itu karena tema proposalnya ditolak. Padahal dia yakin banget kalau tema itu bakalan diterima karena belum banyak yang meneliti tentang itu tapi nggak tahu kenapa jurusan menolak.” ucap Bang Alca lagi.

“O..jadi sekarang dia mengajukan lagi...” ucapku

“Iya...” ucapnya

“Abang gimana sudah mengajukan?” tanyaku.

“Yuk kita duduk disana aja, capek juga ngobrol berdiri begini.” ucap Bang Alca, menunjuk ke bangku di bawah pohon di sisi lapangan kampus yang tak jauh dari kami. Aku mengangguk lalu kami berjalan kesana dan duduk di bangku kayu yang sudah penuh dengan coretan tangan karya anak pertanian ;) Hmmm...memang asyik duduk di sini, adem...

“Hei...” Bang Alca menegurku yang sempat sejenak melamun sambil menatap ke atas pohon. Aku tersadar dan senyum ke Bang Alca.

“Akhir akhir ini kamu sepertinya banyak melamun...” ucap Bang Alca, aku senyum.

“Nggak ah... aku cuma menikmati suasana aja.” elakku.

“Okelah terserah Kamu, itu pun jadilah...” ucapnya aku senyum.

“Jadi Abang gimana tema proposalnya?” mencoba mengalihkan pembicaraan mengenai diriku yang memang akhir-akhir ini sedikit aneh... mmm...sangat aneh deh... Aku mendesah pelan.

“Kalau temaku sudah masuk, dosen pembimbing sudah keluar dan judul juga sudah dapat. Sekarang sedang mengerjakan proposal, sedikit lagi selesai baru diajukan ke dosen pembimbing.” ucapnya aku menatapnya, Bang Alca sedang memandang ke depannya. Kenapa sepertinya sangat menyenangkan menatapnya sambil mendengarnya bercerita tentang target tugas akhirnya. Angin berhembus lembut membelai lembut kulitku dan mempermainkan rambut Bang Alca dengan lembut. Sebuah daun yang sudah tua terjatuh di atas kepala Bang Alca, tanpa sadar aku meraih daun itu yang sudah merusak pemandangan menarik di sisiku. Tepat pada saat Bang Alca menoleh padaku, sesaat mata kami saling beradu. Tanganku berhenti bergerak di atas kepala Bang Alca. Ada perasaan aneh menelusup di hatiku, berdesir halus dan hangat. Sesaat sepertinya waktu berhenti berputar...

“Aww...” sebuah ranting kecil jatuh mengenai pipi Bang Alca. Aku tersadar dan segera menarik tanganku dari atas kepala Bang Alca. Bang Alca mengusap pipinya lalu melihat ke atas pohon.

“Aduh sirik banget pohon nih...nggak senang melihat orang duduk tenang di bawah sini.” ucap Bang Alca, aku memperbaiki posisi dudukku. Aduh...kenapa jadi aneh gini sih, aku merasakan pipiku menghangat. Tubuhku pun jadi hangat aduh aku kenapa jadi begini lalu aku berdiri.

“Aku pergi dulu ya Bang, mmm...mau mencari Lara.” ucapku tanpa melihat Bang Alca.

“O..ya, oke...” ucap Bang Alca. Lalu aku melirik Bang Alca yang sedang melihatku dan langsung pergi meninggalkan Bang Alca yang akhirnya duduk sendiri di bangku itu. Aku percepat langkahku ingin segera menghilang dari pandangannya. Aku berjalan ke belakang ruangan perkuliahan, ku sandarkan tubuhku di dinding. Ku pegang kedua pipiku yang menghangat dengan tanganku.

“Hei ngapain kamu disini?” sebuah suara mengagetkanku, aku menoleh Lara di sisiku menatapku aneh.

“Kok kamu di sini?” tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaan Lara.

“Tadi aku lihat dari jauh kamu jalan terburu-buru ke belakang ruangan, aku pikir ada apa gitu...” ucapnya sambil menatapku.

“Oh...,nggak ada apa-apa cuma...cuma mau menenangkan diri aja...” ucapku gugup.

“Menenangkan diri? Di sini?” ucap Lara sambil menatap sekeliling kami, aku mengangguk.

“Emang kamu kenapa sampai menenangkan diri segala...” ucapnya lagi, aduh Lara banyak tanya banget sih.

“Mmmm...pusing, ya...pusing...” ucapku berusaha menyakinkan Lara. Apa hubungannya pusing dengan menenangkan diri ya...

“Pusing kenapa? kamu sakit?”  ucap Lara sambil memegang keningku khawatir.

“Iya keningmu sedikit hangat...” ucap Lara, hangat? Apa iya. Aku menempelkan punggung tanganku ke keningku, nggak tahu deh rasanya memang tubuhku jadi terasa hangat.

“Ayo kita ke poliklinik kampus berobat...” ucapnya.

“Eh...nggak usah sebentar lagi sembuh kok, ini cuma pusing biasa karena mikirin ujian minggu depan kali...” ucapku. Lara menatapku, aku tersenyum berusaha membuatnya percaya.

“O..ya udah, yuk kita cari Bang Alca?” ucapnya. What??? Cari Bang Alca???

“Mmmm...untuk apa?” tanyaku sedikit meringis.

“Mau nanyak mengenai statistik, ada yang nggak ku mengerti abang itu kan pintar di bidang itu.” ucap Lara, sambil memperhatikan wajahku.

“Kenapa kamu makin pusing ya?” tanyanya.

“Nggak...nggak kok...” ucapku gugup, Lara masih memperhatikanku.

“Udah kamu belajar sama aku aja, ngapain merepotkan Bang Alca.” ucapku lagi, aku tuh menghindari Bang Alca, kok malah di suruh mencari Bang Alca.

“Emang yakin kamu bisa semua...” ucap Lara, kurang yakin dengan diriku.

“Iyalah gini-gini aku dapat nilai 90 saat mid test kemaren...” ucapku sedikit menyombongkan diri. Padahal cuma dapat 90 sedang Bang Alca selalu dapat 100 setiap ujian yang berhubungan dengan matematika, tapi kan itu sudah lumayan juga...

“Okelah kalau gitu sekarang kita belajar ke rumahmu...” ucap Lara.

“Sekarang?” ucapku memastikan kepada Lara.

“Iya sekarang, kapan lagi minggu depan sudah ujian. Banyak nih yang mau aku tanya.” ucap Lara, huh... baiklah tapi kenapa harus sekarang sih Lar...aku lagi ngak bisa konsentrasi nih. Akhirnya kami pulang dan belajar di rumahku dan sukseslah kepalaku benar-benar pusing jadinya...

                                                                                                        *****

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Move On
208      174     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Half Moon
987      531     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
November Night
335      234     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Hujan Bulan Juni
324      217     1     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
Sang Penulis
8495      1930     4     
Mystery
Tak ada yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat menggambarkan sebuah kejadian di masa depan. Tak ada yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat membuat kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Dan tak ada juga yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat merusak kehidupan seseorang. Tapi, yang paling tak disangka-sangka adalah penulis tulisan itu sendiri dan alasan mengapa ia menuliskan tulisan i...
Sweet Sound of Love
476      314     2     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
The War Galaxy
11262      2334     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
Perfect Love INTROVERT
9215      1723     2     
Fan Fiction
Kenangan Masa Muda
5729      1617     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
THE WAY FOR MY LOVE
412      317     2     
Romance