Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jingga
MENU
About Us  

       Katakan padaku langit kalau ini semua semu... katakan... Teriakku dalam hati sambil menatap langit. Aku sedang berdiri di tengah-tengah halaman belakan rumahku. Aku menunjuk langit... Aku rasanya ingin berteriak sekencangnya..

“Katakan kalau semua ini ilusi... Katakan padaku...“ ucapku marah.

“Kamu selalu bawa Bang Dega padaku... katakan kalau semua itu semu... Ayo katakan...” teriakku.

“Kamu yang selalu menyatukan kami...” isakku.

“Kamu yang membuat kami tersenyum...” aku menahan sesak di dadaku.

“Kenapa Bang Dega terasa begitu nyata di hadapanku, aku bisa merasakan sentuhannya... katakan padaku...” ucapku pelan tak mampu berteriak lagi. Kenapa? Kepalaku terasa berat badanku pun lelah. Aku lelah... lelah dengan semua ini. Aku merasakan tubuhku melayang, kudengar suara Bik Onah memanggilku. Aku baik-baik aja Bik, nggak usah kha...wa..tir... Semua memudar.

“Jingga.... Jingga...” suara Bik Onah terasa jauh...

“Jingga...” Banyu... itu suara Banyu. Ah... tidak mungkin ini pasti ilusiku. Aku benar-benar sakit... Dan semua gelap...

Aku merasakan kepalaku sakit, badanku terbaring di tempat yang terasa lembut. Aku memegang kepalaku, aroma yang sangat ku kenal. Aku membuka mataku...aku melihat sekelilingku, ini kamarku. Kenapa aku merasa tubuhku terasa berat, aku bangkit dari tidurku dan duduk di atas tempat tidurku. Jam berapa ini? Aku melihat jam di dinding kamarku.  Jam delapan pagi? Kenapa bibik tidak bangunin aku, aku pasti terlambat. Tapi...tunggu aku melihat ventilasi jendela kamarku, masih gelap? Ini malam bukan pagi. Hah... masih jam delapan malam? Apa tadi aku tidur sore terus bangunnya jam segini? Tapi... tunggu tadi aku... Ah...kepalaku sakit ketika mencoba mengingat kenapa aku bangun masih jam segini. Memangnya aku tadi tidur jam berapa? Aku duduk menarik nafasku pelan dan mencoba mengingat lagi. Eh... bukannya tadi aku ada di halaman belakang? Trus kenapa aku ada di sini? Apa aku tadi pingsan? Aduh... aku selalu merepotkan Bik Onah. Kenapa aku ngak bisa menahan diriku, kenapa aku begitu lemah. Seharusnya aku belajar untuk kuat. Sekarang  tidak ada lagi yang selalu ada untukku, menghiburku. Tapi aku sudah coba untuk melepaskan semua, karena itu aku pindah dari sekolah lamaku supaya aku memulai hari yang baru. Tapi ternyata semua itu percuma saja...bayang itu terus mengikutiku dan aku tidak bisa membedakan hal nyata dan semu. Jingga, ingat Bang Dega sudah tidak ada lagi... Ingat itu... Tadi juga aku berilusi Banyu memanggilku, apakah aku semakin parah. Sampai-sampai Banyu pun seperti nyata di dekatku. Aku jadi semakin sering pingsan, aku mendesah pelan.

Aku bergerak turun dari tempat tidurku, aku mencoba berdiri. Tubuhku sedikit goyah ah... aku harus kuat. Aku berjalan perlahan menuju pintu, Bik Onah mana ya? Aku keluar dari kamarku dan memanggil Bik Onah.

“Bik...” panggilku sambil berjalan, kepalaku masih pusing. Aku berjalan sambil menopang tubuhku dengan memegang dinding. Masih pusing jangan sampai aku terjatuh.

“Bik...” panggilku lagi, aku menundukkan kepalaku yang terasa berat.

“Ya.” suara Bik Onah.

“Aduh Jingga kenapa bangun, istirahat saja.” ucap Bik Onah, ku naikkan wajahku dan tersenyum. Bik Onah ada di hadapanku. Wanita yang sudah berumur ini terlihat begitu khawatir...

“Ngak apa-apa Bik...” ucapku pelan, sepertinya ada sesorang di belakang Bik Onah? Aku menggerakkan kepalaku mencoba melihat siapa yang ada di belakang Bik Onah. Banyu... itu benaran Banyu bukan halusinasiku lagi kan? Banyu mendekatiku.

“Sebaiknya kamu istirahat.” ucap Banyu, ya itu benaran Banyu. Berarti aku bukan berhalusinansi. Banyu merangkul bahuku dan memapahku masuk ke kamar. Banyu beneran ada di sini? Aku kembali tiduran, aku menatap Banyu mencoba memastikan bahwa ini beneran Banyu.

“Kenapa menatapku terus? Masih ingat aku kan? Aku Banyu temanmu.” ucapnya. Teman... Banyu sudah menganggapku temannya. Banyu duduk di sisi tempat tidurku.

“Kamu kok di sini?” tanyaku heran.

“Aku tadi mengantarkan buku dari Karel, katanya tadi kelupaan kembalikan ke kamu karena kamu tadi buru-buru pulang. Aku pikir mungkin kamu butuh karena besok kita kan pelajaran fisika.” ucap Banyu.

“O...” ucapku.

“Dan sesampainya aku di sini, aku dengar suaramu berteriak-teriak.” ucapnya, aku diam. Jadi pada saat itu Banyu sedang ada di rumahku.

“Sekarang kamu makan ya Jingga, biar Bibik buatin.” ucap Bik Onah.

“Tidak usah Bik, aku tidak lapar.” ucapku langsung muak mengingat makanan.

“Kamu harus makan supaya sehat, lihat kamu semakin kurus.” ucap Banyu, aku menggeleng.

“Siapin aja Bik, biar aku yang akan menyuapi Jingga.” ucap Banyu, aku melotot padanya.

“Tidak usah.” ucapku, tapi bibik tetap pergi keluar kamarku. Huh... aku tidak mau makan. Nggak lama kemudian bibik datang dengan sepiring makanan dan segelas minuman. Aku bangkit dari tidurku, Banyu menerima piring dari bibik dan bersiap menyuapi aku.

“Biar aku saja, aku bisa sendiri.” ucapku kesal lalu menarik piring itu dari tangan Banyu. Bibik senyum lalu meletakkan minuman di meja sisi tempat tidurku.

“Bibik keluar dulu ya.” ucap Bik Onah.

“Jangan di sini saja.” ucapku, aku ngak mau berdua saja dengan Banyu di sini. Hari ini dia sangat mengesalkan.

“Bibik masih ada kerjaan belum selesai.” ucap Bibik.

“Bibik di sini saja.” ucapku lagi.

“Sudah Bik, kerjakan saja kerjaan bibik aku yang akan nemani Jingga.” ucap Banyu aku menatap Bik Onah.

“Bik, Bibik tidak mungkin biarkan aku berdua dengan cowok di kamar kan...” ucapku mencoba menahan Bibik tetap di kamarku.

“Kenapa? Kamu takut aku apa-apain?” ucap Banyu protes...

“Yah... bagaimana pun kamu cowok.” ucapku, padahal aku tahu Banyu tidak mungkin seperti itu. Hanya alasanku supaya bibik tetap di sini.

“Tidak selera aku lihat kamu yang kurus begitu.” ucap Banyu, aku melotot pada Banyu.

“Bibik percaya aku kan?” ucap Banyu lagi kepada Bik Onah, Bibik mengangguk sambil senyum.

“Ya udah... Bibik kerjain aja pekerjaan Bibik sekarang.” ucap Banyu, Bibik mengangguk dan berjalan keluar.

“Bik...” panggilku, tapi Bibik tetap pergi. Ihh... Banyu mengesalkan. Aku cemberut

“Sudah ayo makan.” ucapnya aku menatapnya kesal lalu memasukkan makanan sesuap ke mulutku. Banyu mengawasiku, kenapa Banyu jadi menyebalkan begini ya. Aku lagi tidak nafsu makan... Tapi kenapa aku menurut aja apa yang dia katakan...

“Jangan dilihatin aku makan, aku tidak bisa makan dilihatin terus.” ucapku ketus.

“Oke...” ucap Banyu lalu berdiri dari sisi tempat tidurku dan duduk di kursi depan meja belajarku. Dia membelakangiku dan mengambil sebuah buku dari mejaku dan membacanya. Seperti Bang Digo kalau mengawasiku saat sakit dan tidak mau makan. Dia tidak akan beranjak dari kamarku kalau nasi di piringku tidak habis. Biasanya Bang Dega yang membantuku supaya nasiku habis. Bang Dega akan bercerita banyak hal dan menyemangatiku untuk cepat menghabiskan makananku. Lalu kedua abang kembarku itu akan terus mengontrolku bahkan terkadang mereka ikut tiduran di sisiku. Ngak sadar, ternyata makanan di piringku sudah habis. Aku meletakkan piringku di meja sebelah tempat tidurku dan meraih minumanku. Banyu begitu serius membaca buku di tangannya, dia sebenarnya baca buku apa? Aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan perlahan mendekatinya lalu berdiri di belakangnya. Aku lihat buku di depannya, ternyata buku dongeng putri tidur. Di sana banyak coretan-coretan Bang Dega, tulisan-tulisan tangannya untukku. Aku dulu suka sekali membaca buku itu, jadi Bang Dega suka menulisin tulisan-tulisan di buku itu supaya ceritanya ngak monoton katanya. Aku senyum, buku itu jadi buku kesayanganku dan juga tidak lupa Bang Digo menulis juga di akhir cerita “Siapa berani mencium putri tidur kami, awas saja...” tulisnya. Mereka katakan aku putri tidur karena suka baca dongeng itu.

“Bukunya bagus kan.” ucapku, kelihatan Banyu kaget dan menoleh.

“Buku itu buku pavorit-ku.” ucapku lagi.

“Ya lebih seru membaca bukumu ini dibanding buku yang baru.” ucapnya, aku senyum buku ini seru karena tulisan kedua abang kembarku.

“Kamu sudah baikan?” tanya Banyu, aku mengangguk.

“Kamu tidur aja sekarang, supaya besok kamu lebih fit untuk ke sekolah.” ucap Banyu bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi membuatku menaikkan wajahku untuk melihatnya. Aku ingin berada di sini saja di dekat kamu. Aku sudah tidak kesal lagi padanya. Banyu memegang bahuku dan mengarahkanku ke tempat tidur, aku kembali tiduran. Banyu menyelimuti aku dan membelai rambutku lembut.

“Tidurlah... aku pulang ya.” ucapnya aku mengangguk dan menutup mataku. Belaian lembut banyu di rambutku membuatku nyaman dan tenggelam dalam kehangatan yang membuatku akhirnya terbuai dalam mimpi...

 

       Aku dan Karel sedang duduk di kantin, Weny lagi di ruang sekretariat OSIS ngak tau ngapain. Tiba-tiba Banyu muncul dan duduk di sisiku, tanpa bicara dia duduk santai di sisiku. Karel menatapnya heran.

“Minum Banyu.” tawarku pada Banyu, Banyu menggeleng. Deri muncul di kantin bareng Mario dan Miko temannya dan duduk tak jauh dari kami. Deri menatap ke arah kami, aku cuek aja.

“Hai...” Weny muncul.

“Hai...” balas kami, lalu Weny duduk di sisi Karel dan menatap Banyu.

“Tumben muncul di kantin Ban.” ucap Weny, Karel menyikut lengan Weny. Weny protes pada Karel.

“Apaan sih.” ucap Weny.

“Husss...” ucap Karel pelan sambil meletakkan jarinya di depan bibirnya. Weny diam lalu kembali menatap Banyu. Banyu cuek saja dan sibuk memainkan handpone-nya. Saat bel tanda masuk bunyi kami bangkit dari duduk kami dan keluar dari kantin. Banyu berjalan disisiku, masih tanpa suara. Karel dan Weny berjalan di depan kami. Saat berjalan di koridor sekolah tiba-tiba ada yang menyenggolku dari belakang membuatku hampir jatuh. Banyu repleks menarikku mendekat ke tubuhnya, aku menoleh ke orang yang menyenggolku, Deri...

“Eh...maaf, aku tadi asyik ngobrol sambil bercanda tidak sadar deh nabrak kamu.” ucap Deri santai. Di sisinya Miko dan Mario. Banyu menarik tanganku untuk pergi dari hadapan mereka tapi Deri menghalangi jalan kami.

“Aku kan sudah minta maaf kok ngak digubris.” ucapnya yang kelihatan kesal.

“Ya sudah tidak apa-apa.” ucapku, kok jadi dia yang kesal ya.

“Kamu sombong banget ya.” ucapnya padaku, Banyu menariku kebelakangnya. Tubuh Banyu yang tinggi melindungiku dari tatapan Deri. Banyu berdiri di depanku dan berhadapan dengan Deri.

“Jadi kamu mau apa?” ucap Banyu dingin.

“Wow... bisa bicara juga, kirain bisu.” ucap Deri, Mario teman Deri menahan tubuh deri yang hendak mendekati Banyu.

“Sudahlah Der...” ucap Mario.

“Dia ini yang songong...” ucap Deri, mencoba melepaskan diri dari pegangan Mario.

“Sudahlah...” ucap Mario lalu berdiri di depan Banyu.

“Maaf Ban.” ucap Mario sambil senyum lalu menarik Deri pergi. Miko menatap Banyu sejenak lalu mengikuti Deri dan Mario. Mario merangkul bahu Deri sambil menariknya menuju kelas mereka. Banyu mendesah pelan lalu berbalik ke arahku.

“Ayo masuk kelas.” ucapnya aku mengangguk lalu kami berjalan, eh...ternyata Weny dan Karel masih di sini juga. Mereka berdiri tak jauh dari kami, melihat kami berjalan mereka pun kembali berjalan ke kelas. Beberapa teman yang masih di luar melihati kami, aku menunduk. Ku lirik Banyu, dia cuek saja seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi. Banyu aku tidak tahu kenapa kamu selalu melindungiku... Tapi apa pun alasannya T’rima kasih...

 

       Jam istirahat aku tetap di kelas begitu juga Banyu. Karel dan Weny juga, mereka asyik cerita tentang seorang cowok yang tidak ku kenal. Aku melihat Banyu yang asyik mencoret-coret bukunya aku mendekatkan tubuhku ke Banyu. Aku mau lihat dia sedang gambar apa sih, tapi Banyu langsung menutup bukunya. Sepertinya tahu aku sedang berusaha mengintip coret-coretannya.

“Lihat dong Ban...” ucapku, Banyu langsung menyimpan bukunya di dalam tas.

“Ihh... pelit banget.” ucapku sambil kembali memperbaiki posisi dudukku, Banyu cuek aja. Aku lalu menatap ke Karel dan Weny, aku menopang daguku dengan tangan kiriku.

“Tidak baik terus menopang dagu seperti itu.” ucap Banyu sambil menarik tangan kiriku. Aku melihat Banyu, Banyu diam aja. Aku mendekatkan diriku ke Banyu.

“Ban kamu mengambar apa sih.” ucapku penasaran, Banyu menoleh padaku.

“Suatu saat aku akan tunjukin ke kamu tapi tidak sekarang.” ucapnya, aku manyun. Lalu Banyu menatap ke depannya, wajahnya terlihat sedikit kaget. Aku melihat ke arah mata Banyu melihat. Karel dan Weny sedang menatap kami serius, aku memperbaiki dudukku.

“Kalian sudah jadian ya?” tanya Weny.

“Jadian apa?” tanyaku masih belum mengerti maksud Weny.

“Pacaran, kelihatan kalian mesra gitu.” ledek Weny, aku menoleh ke Banyu. Banyu menunduk dan mengeluarkan bukunya dari tas.

“Tidak.” ucapku jadi salah tingkah.

“Ihh...tidak usah disembunyikan dari kami deh. Itu kamu wajahnya memerah.” goda Weny.

“Apaan sih...” ucapku, Banyu hanya diam saja.

“Bagus deh, kalian cocok..” ucap Karel sambil tersenyum.

“Iya... Banyu jadi ada teman ngobrol biasanya diam saja kayak patung.” ucap Weny. Ku lirik Banyu yang tetap diam. Memang akhir-akhir ini Banyu dan aku tidak saling diam lagi, kami sesekali bicara. Pacaran? Dengan Banyu? Aku lirik Banyu. Banyu itu baik dan tampangnya juga keren tapi... pacaran? Ah... nggak aku nggak ingin pacaran. Pacaran akan membuatku sakit, karena dia akan meninggalkanku jika tahu kondisiku. Sama seperti teman-temanku di masa lalu...

“Aku dukung.” ucap Karel.

“Iya.” ucap Weny menimpali.

“Bukan gitu Rel, Wen, kami hanya berteman.” ucapku menjelaskan, Karel dan Weny senyum lalu kembali menghadap ke depan. Ih... mereka nggak percaya lagi... Ku lirik Banyu hah... dia nggak berusaha bantu menejelaskan lagi. Aku mendesah pelan...

 

       Jam olah raga aku dan Banyu duduk di sisi lapangan, teman-teman asyik bermain basket. Aku menunduk menghindari menatap langit.

“Kenapa menunduk dari tadi.” Banyu bersuara, aku diam aja.

“Naikkan wajahmu, ntar lehermu sakit menunduk terus.” ucap Banyu sambil mengelitik telingaku dengan daun di tangannya. Aku noleh padanya sambil menepis daun dari telingaku. Banyu sekarang lebih ramah padaku dan sudah mau mengajakku bercanda begini.

“Ih... geli Ban.” ucapku protes.

“Makanya lihat ke depan.” ucap Banyu tidak peduli dengan protesanku kembali memainkan daun di tangannya ke telingaku.

“Banyu.” ucapku sambil meraih daun di tangan Banyu. Banyu senyum, senyum yang jarang banget ku lihat.

“Apa yang kamu takut kan.” ucap Banyu.

“Tidak ada.” ucapku sambil menunduk lagi.

“Langit.” ucap Banyu, aku kaget dan menoleh pada Banyu. Kenapa Banyu tahu...

“Kalau kamu takut selamanya kamu tidak akan bisa lepas dari itu.” ucap Banyu sok tahu.

“Sok tahu kamu.” ucapku mencoba menyembunyikan keherananku, kenapa Banyu tahu?

“Aku tahu karena itu aku harap kamu berani.” ucapnya, lalu menarik wajahku untuk melihat ke depan.

“Tidak ada yang perlu kamu takutkan, aku akan bantu kamu..” ucap Banyu lembut, dadaku berdesir halus. Banyu...

“Lihat langit begitu indah. Masih langit yang sama. Langit yang juga pernah kita nikmati bersama.” ucap Banyu, aku menoleh pada Banyu. Banyu menatap langit dan aku memilih menatap Banyu dari pada menatap langit. Maksudnya langit yang kami nikmati bersama...

“Masih ingat anak kecil yang jatuh dari sepeda di depan rumahmu.” ucapnya, aku mencoba mengingat...

“Itu 7 tahun lalu, kamu sedang duduk di teras rumahmu sambil melihat ke langit bersama abangmu.” ucapnya sambil masih menatap langit. 7 tahun lalu berarti kami masih SD.

“Anak cowok yang kesakitan karena jatuh lalu kamu membantunya, memberikan obat di lukanya.” ucap Banyu. Obat...

“Kamu memberiku sebuah gelang perak. Kata kamu, kamu punya dua dari abangmu yang baru pulang dari Jogyakarta. Keduanya memberikanmu gelang yang sama jadi kamu katakan kamu akan kasih ke aku asal aku jangan menangis. Saat itu aku memang hampir menangis menahan sakit kakiku.” ucap Banyu sambil melihat padaku... Oh... iya aku ingat... Jadi anak lelaki yang jatuh di depan rumahku itu adalah Banyu.

“Kamu mengajakku singgah ke rumahmu lalu sore itu aku ikut menatap langit senja bersama kamu dan kedua abang kamu.” ucap Banyu. Banyu merogoh kantung celananya. Mengeluarkan sebuah gelang perak. Aku pun masih menyimpan gelang itu.

"Gelang ini selalu ku simpan setiap aku ingin menangis ntah karena apa pun itu. Aku selalu menatap gelang ini dan mengingat kamu.” ucap Banyu. Banyu... padahal aku sudah melupakan kejadian itu.

“Senja di belakang rumah kalian begitu indah.” ucapnya lagi. Ya...waktu itu aku juga mengajak dia menikmati senja di belakang rumahku bersama kedua abangku. Banyu menatap gelang di tangannya lalu memasukkannya kembali ke kantongnya.

“Saat itu kamu memberiku keberanian dan aku pun ingin dapat memberikanmu keberanian saat ini.” ucap Banyu.

“Lihatlah langit... masih sama indahnya.” ucap Banyu lagi aku mengikuti arah mata Banyu. Langit cerah dihiasi awan putih yang bersih. Aku senyum...

“Langit cerah ya.” Bang Dega... Aku menoleh Bang Dega di sisiku sambil menatapku... Tidak... bukan... ini bukan Bang Dega... Aku mengerutkan keningku... Bang Dega sudah tidak ada lagi... Aku menggelengkan kepalaku... Senyum Bang Dega belum hilang...

“Jingga...” suara Banyu dan aku merasakan seseorang menggengam tanganku, aku menoleh. Wajah Bang Dega memudar... berganti Banyu. Banyu mengengam tanganku. Jantungku berdetak keras, aku berusaha mengatur nafasku yang mulai tidak teratur. Tanganku bergetar ku pegang erat tangan Banyu... Aku menunduk menahan sakit karena detakan jantungku yang keras.

“Jingga...” suara Banyu... Aku menoleh dan melihat Banyu dengan jelas. Banyu tersenyum. Banyu... Nafasku mulai teratur tapi kepalaku terasa sakit. Aku memegang kepalaku yang terasa sakit. Banyu memegang wajahku...

“Jingga... tenanglah tidak apa-apa.” ucapnya aku menatap Banyu. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Detak jantungku mulai normal. Banyu senyum padaku. Dia tersenyum lagi...

“Ayo kita ke kelas, kamu istirahat di kelas aja.” ucap Banyu lalu Banyu membawaku ke kelas. Hanya ada beberapa siswa di kelas. Kami berjalan beriringan masuk, teman-teman yang ada di dalam kelas melihat kami kemudian saling berbisik. Aku tidak peduli apa pun yang akan kalian katakan tentang aku dan Banyu. Aku sudah biasa digosipkan bahkan lebih buruk lagi pernah... Aku duduk di bangkuku, Banyu juga duduk di bangkunya. Banyu... kamu sepertinya tahu apa yang kurasakan. Sejak ada Banyu aku bisa kembali merasakan bahwa aku punya seseorang yang ku andalakan. Banyu... aku takut aku akan terlalu tergantung padamu seperti ketika aku bergantung pada Bang Dega dan Bang Digo... Dan saat kamu pergi aku pasti akan sehancur ketika ditinggalkan Bang Dega dan Bang Digo...

*

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dendam
855      557     2     
Mystery
Rian Putra Dinata, seorang pelajar SMU Tunas Muda, memiliki sahabat bernama Sandara. Mereka berdua duduk di bangku yang sama, kelas XI.A. Sandara seorang gadis ceria dan riang, namun berubah menjadi tertutup sejak perceraian kedua orang tuanya. Meskipun Sandara banyak berubah, Rian tetap setia menemani sahabatnya sejak kecil. Mereka berjanji akan terus menjaga persahabatan hingga maut memisahk...
Love Never Ends
11719      2469     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
The Journey is Love
747      503     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
Error of Love
1315      632     2     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.
Puggy Humphry and the Mind Box
86239      10215     295     
Action
Prancis. Suatu negeri dari nafsu pada keunggulan pribadi. Penelusuran benang merah kasus pembunuhan seorang arkeolog muda, menyeret detektif wanita eksentrik, menjadi buronan internasional. Alih-alih melarikan diri setelah membunuh seorang agen DCPJ, Puggy Humphry dan Flora Elshlyn terbang ke London untuk melanjutkan investigasi. Pertemuan tak sengaja Flora dengan McHarnough, dewa judi Ingg...
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1673      782     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
complicated revenge
21326      3286     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Too Sassy For You
1521      689     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
My Twins,My Hero
17017      3322     28     
Romance
Menceritakan kisah unik dari Alessa Samantha dan Andreas Sanjaya yang merupakan saudara kembar.
Sherwin
371      250     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya