"Mau kemana kalian?"
Suara dingin dan memcekam yang keluar dari bibir seorang ibu guru muda itu seketika menghentikan langkah tujuh pemuda yang hendak keluar kelas. Sebut saja mereka cogan squad. Eitss… bukan asal cogan yang maksudnya cowok ganteng, tapi cowok ganjen. Bukan ganjen ke cewek, tapi ke cowok-eh…
"Kami mau pulang, Bu Kirei." jawab seorang pemuda yang paling pendek diantara mereka. Fattah namanya, Fattahilah Aksadina nama lengkapnya. Cowok paling pinter dan sopan diantara komplotannya.
Kirei, ibu guru muda itu tak lantas menjawab. Ia menatap gerombolan itu seolah sedang mencari mangsa. Sedangkan yang ditatap sudah berdiri dengan tegang tak karuan. Pasalnya Kirei itu wali kelas sementara mereka. Kalau ada apa-apa pasti larinya langsung ke Kirei.
"Arseano, Kevin, Yehezkiel, dan Alpha. Kalian belum menuntaskan hukuman yang saya dan Bu Alena beri kemarin."
Merasa namanya terpanggil, keempat pemuda itu menegang di tempatnya. Merapalkan bermacam-macam mantra dan umpatan untuk guru cantiknya itu.
Namanya Kireina Darmawan. Guru mata pelajaran fisika sejak dua tahun lalu. Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, ia sudah menerima tanggung jawab menjadi wali kelas, walau hanya pengganti. Selain itu ia juga anak pertama dari pemilik sekolah Adhi Dharma ini.
"Bimasena, Fattahilah, dan Robin boleh pulang. Sisanya silahkan langsung menuju halaman belakang! Kalau ada yang mencoba pulang sebelum selesai, ingatkan saya untuk menambah hukuman kalian."
Mendengar itu tiga pemuda tersebut tadi langsung keluar dari kelas, sebelumnya juga berpamitan dulu pada Kirei, daripada kena nyinyir pikir mereka.
"Kalian berempat cepat jalan ke halaman belakang. Saya ikuti kalian. Siapa tau kalau saya yang jalan di depan kalian malah menyelinap pulang."
Dengan segala sumpah serapah mereka berjalan lebih dulu menuju halaman belakang. Disana sudah ada seorang guru lagi yang duduk di bangku tepat di bawah pohon yang rindang.
"Ini mereka coba buat ngacir balik lagi ya?" tanya guru itu yang sepertinya hendak marah sambil menunjuk keempat pemuda itu.
"Your language, Miss Alena." Kirei menatap Alena lalu beralih kepada muridnya. "Dan kalian langsung saja cabuti rumput-rumput itu sebelum saya dan Bu Alena mengamuk."
"Kami akan mengawasi kalian dari sini." Alena menimpali.
Tanpa ba-bi-bu mereka langsung melaksanakan tugasnya. Siapa juga yang mau diamuk oleh duo maut itu. Satu sekolah juga sudah tau kalo Kirei bertemu dengan Alena maka neraka di depan mata. Bagaimana tidak? Mereka tidak segan untuk memberi hukuman pada murid yang terlambat, apalagi Kirei. Pasti semua langsung takut.
Bagaimana tidak takut? Jika kalian terlambat kalian akan diberi hukuman untuk lari berkeliling lapangan sesuai waktu keterlambatan. Telat satu menit keliling satu putaran, terlambat lima menit keliling 5 putaran.
Nah, coba bayangkan kalau terlambat sampai 4 jam pelajaran dengan alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit, kalikan saja 45 dengan 4 jam pelajaran dan hasilnya 180, maka sebanyak kalian harus berlari mengelilingi lapangan.
Tapi... Anak manusia mana yang kuat disuruh berputar keliling lapangan sebanyak 180 kali tanpa henti? Kecuali kalian anak malaikat, mungkin dengan karunia Tuhan kalian akan mengelilinginya dalam satu detik, namun ingatlah, bahwa sesungguhnya malaikat tidak berkelamin dan tidak punya anak, sehingga hal itu hanya jadi angan semata.
Selain itu, Kirei juga bermulut pedas, dingin, bertindak semaunya dan tidak suka bila dibantah.
"Namanya anak pemilik sekolah, berlaku semaunya juga nggak masalah. Kalo kena masalah tinggal minta bantuan Ayahnya, dan semua beres."
Begitulah kebanyakan pikiran orang awam. Tapi, bukan itu penyebabnya. Pernah ada seorang murid yang berkata seperti itu dan Kirei mendengarnya. Dengan suaranya yang halus namun dingin ia berkata dihadapan seluruh murid yang melihatnya,
"Memangnya kenapa kalau saya anak pemilik sekolah? Kamu iri? Kamu mau? Kalau iya saya bisa telepon Ayah sekarang dan membuatnya mengangkat kamu jadi anak. Bukannya senang, kamu malah berakhir bertemu dengan orang yang bertindak semaunya seperti saya setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik. Mau coba?"
Dan keesokan harinya semua orang berhenti berpikir bahwa menjadi seorang anak pemilik sekolah itu enak. Boro-boro enak… nyatanya jadi adik dari Kirei itu akan menjadi bencana. Heuuhhh…
----------
Langit sore ini mulai menampakan warna oranye indahnya. Tapi hukuman memcabuti rumput keempat pemuda itu belum selesai juga.
"Kita mau sampe kapan si nyabutin rumpit kayak gini?" tanya Alpha yang sudah lelah.
"Sampek Mang Icing yang jualan somay di depan kawin lagi, Al!" jawab Yezki asal.
"Emang Mang Icing mau kawin lagi ya, Yez?" tanya Kevin yang ada di depan Yezki.
"Ya mana gue tau." jawab Yezki sambil terus mencabuti rumput liar di depannya.
"Sean, kok lo diem aja? Kenawhy?" Alpha menatap Sean yang hanya diam saja.
"Males aja ngladenin percakapan kalian yang unfaedah."
"Dih, songong. Jadi kita selesainya ini kapan?!"
"Sampe tuh duo maut nyuruh kita berhenti." Nah, ini baru jawaban normal dari Sean.
"Iya gue juga tau, Arseano. Maksud gue kapan tuh duo maut bilang selesainya?!"
Teriakan kekesalan Alpha berhasil membuat kedua guru muda mereka berjalan mendekat.
"Kalian kerja dari tadi yang gerak tangan apa mulutnya?"
Duar!
Bagai bom di siang bolong omongan pedas Kirei akhirnya keluar juga.
"Tangan kita lah, Bu." jawab Kevin sekenanya.
"Saya nggak suruh kamu jawab, Kevin Adhi Wardhana."
"Nah, kan Ibu tadi-"
"Nggak usah banyak ngomong. Cepet selesaikan!"
Sungguh malang sekali nasib pemuda itu. Bagai anak tiri bagi Kirei. Sungguh, ingatlah ini lagi, Nak. Kireina Darmawan tidak suka dibantah. Tolong dicatat dengan diperbesar hurufnya, setelah itu dibold lalu diitalic terakhir tanda seru tiga kali.
Seorang KIREI DARMAWAN itu BERMULUT PEDAS, DINGIN, SUKA BERTINDAK SEMAUNYA dan TIDAK SUKA DIBANTAH!!!
Kalau diibaratkan, kena marah Kirei itu bagaikan berdiri ditengah-tengah negara yang berperang. Maju kena, mundur kena, diem ditembak, kalau kabur malah cari mati! Serba salah deh intinya.
"Sudah, Bu Kirei. Lebih baik Ibu pulang lebih dahulu. Saya yang akan mengawasi mereka sampai selesai." Alena menepuk pelan bahu Kirei.
"Tapi-"
"No! I don't accept that. Lebih baik Ibu pulang sekarang. Masih ada tempat yang perlu Ibu kunjungi, kan?"
Kirei hanya menghela napasnya lalu mengangguk.
"Saya titipkan mereka pada Ibu. Saya permisi dulu."
Setelah itu Kirei berlalu dari sana meninggalkan Alena seorang diri untuk mengawasi para siswa bandelnya itu.
"Ya Tuhan. Capek banget tangan gue!" Alpha menghampaskan pantatnya ke tanah sambil membersihkan tangannya.
"Bukan cuma elo yang capek kali, Al! Gue juga!" Kevin ikut bersuara.
"Lo berdua bacot banget! Semua juga capek!" Yezki menimpali dengan kesal.
"Berisik deh ah! Gelut sana! Rusuh banget!" Arseano malah berdiri sambil menunjuk area lapangan yang kosong disekitarnya.
Keributan mereka terus berlanjut tanpa menghiraukan kehadiran Alena yang masih mengawasi mereka. Alena yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Dasar cowok labil!
"Ehem!"
Alena berdehem guna menghentikan kericuhan yang mereka buat. Dasar gatau diri, disini masih ada gurunya juga berani ribut. Begitu pikir Alena.
Merekapun memutar kepalanya dan mendapati Alena diam sambil menatap mereka.
"Berantemnya mau dilanjut atau berhenti?" Tanya Alena sambil melipat tangannya di depan dada.
Mereka hanya diam tak berani menjawab. Sudah cukup dengan kata-kata pedas Kirei, mereka tidak ingin kena gangguan pencernaan karena terlalu banyak menelan omongan pedas lagi.
Alena melirik jam tangannya sekilas.
"Kalian sudah boleh pulang. Besok jangan coba untuk kabur atau hukumannya akan saya tambah."
Mereka hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya lalu berjalan menghampiri Alena, menjabat tangannya dan berpamitan pulang.
----------
Tepat saat langit oranye berubah menjadi gelap, Kevin baru sampai di rumahnya. Tanpa mengetuk pintu ia masuk dengan santainya sambil berteriak, "Kevin pulaaangggg!"
Ia berjalan menuju arah dapur. Biasanya jam segini waktunya sang Mama memasak untuk makan malam.
"Papa sama Mama denger, Vin. Nggak usah teriak." kata Yuna yang duduk manis di meja makan.
"Loh! Kak Yuna! Kenapa pulang?" tanya Kevin menghampiri Mama dan Papanya. Disalaminya tangan mereka lalu menciumnya dan terakhir Yuna, kakaknya.
"Harusnya kamu itu tanya kapan pulang? Gimana kabar kakak? Bukan kenapa kakak pulang. Dasar!" kata Yuna menjitak kepala Kevin.
"Ehehe... Ya gitu maksud Kevin tadi. Ohya, Kakak pulang nggak sama pacar?" Kevin berlalu duduk di sebelah Yuna.
"Dih ngejek Kakak ya kamu, mentang-mentang Kakak jomblo." Yura memasang raut kesalnya.
"Kan, Kevin becanda, Kak. Korea gimana sekarang?"
"Ya tetep kayak dulu, Vin."
Mereka melanjutkan percakapan mereka sambil melepas rindu. Sesekali diselingi dengan jitakan dari Yuna di kepala Kevin.
"Ma, Kevin aper nih. Mama nggak masak?" tanya Kevin menghampiri Mamanya.
"No. Nanti kita makan di rumah Om Darma. Pasti kamu kangen deh sama mereka." jawab Mamanya.
"Hah?"
"Kevin mandi terus ganti baju yang udah Mama siapin. Terus cepet kesini." perintah Papanya lalu beranjak.
Tanpa banyak tanya Kevin segera melaksanakan perintah Papanya.
=====
Keluarga Tuan Wardhana sudah sampai di kediaman Om Darma yang dimaksud oleh Nyonya Wardhana tadi.
Tuan Wardhana memencet bel lalu terbukalah pintu rumah itu dan tampaklah seorang wanita cantik dengan gaun peach yang menawan.
"Loh! Bu Kirei?!"