Read More >>"> Warna Rasa (Biru lebam di pipi kananmu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warna Rasa
MENU
About Us  

Pagi ini Deni berhasil bangun lebih awal. Ia mengemas seluruh perlengkapan untuk sekolah pagi ini. Sore ini adalah jadwal Deni latihan karate. Ia sudah menyiapkan baju latihan beserta bekal makan siangnya. Deni duduk di meja makan seorang diri, ayahnya masih bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Semenjak ibunya meninggal, Mbok Ran yang mengurusi hidup Deni. Memasak, mencuci, mengurus rumah semuanya dilakukan oleh Mbok Ran.

                Deni bangkit dari tempat duduknya ketika ayahnya muncul di ruang makan. Pertengkaran kecil beberapa waktu yang lalu masih belum membuat keduanya nyaman bersama. Deni tidak ingin kepergiannya ke sekolah pagi ini kembali menjadi suram setelah pertengkaran kecil dengan ayahnya. Ia tidak ingin mood nya yang baik dan segar kembali memburuk untuk pagi secerah ini. Sudah lama Deni menantikan hari ini karena hari ini adalah hari pertama latihan karate. Setelah mendapatkan seragam dan Deni minta Mbok Ran mencuci seragam barunya, akhirnya sore nanti Deni akan memakai seragam putih-putih itu.

                “Aku pergi ya Mbok. Aku sudah menghabiskan sarapanku” Deni pergi sambil membawa ransel sekolahnya. Mbok Ran menengok piring Deni memang sudah kosong. Sebetulnya bukan itu alasan Deni. Ia tak ingin banyak berinteraksi dengan ayahnya. Deni harus segera pergi untuk menghindari atmosfer yang tidak diinginkan. Ia juga sengaja bangun dan makan lebih awal agar ia bisa pergi lebih awal ke sekolah.

                Deni rasa pagi ini akan menjadi awal yang baik untuk harinya hari ini. Ia merasa segar ketika udara dingin membungkus pagi menerpa tubuhnya. Jalanan juga masih lengang dan ia bebas menambah kecepatan motornya. Sejauh ini ia merasa senang menjalani hari-harinya di sekolah. SMA 1, sebuah sekolah yang pernah menjadi bayangan yang menakutkan bagi Deni. Bayangan tentang Fajar. Mungkin itu pula yang masih dirasakan ayahnya. Rasa takut yang berlebihan. Pada hari ini dimana usianya selalu bertambah setiap hari, Deni harus banyak belajar mengatur strategi dan emosinya. Hari ini adalah lembaran pertama yang akan ia isi untuk mendapatkan kekuatan itu, latihan karate. Deni tidak sabar menantinya.

                Deni turun dari motor matic dan memarkirkannya di parkiran sekolah. Dari seberang sana, ia melihat sosok yang tidak ingin dilihatnya pada pagi secerah ini. Beberapa hari ini sosok itu yang paling membuat mood Deni berubah drastis di sekolah. Harapan untuk mendapatkan kedaiaman dan ketenangan di lingkungan sekolah pupus seketika sosok itu menghantui Deni beberapa hari ini. Ika yang sama-sama baru datang dan memarkirkan sepeda motornya segera menghampiri Deni. Ika menunggu Deni untuk masuk ke sekolah bersama.

                “Bagaimana kabar Rahma kemarin?” tanya Ika sambil menjajari langkah Deni.

                “Rahma pulang dengan selamat sampai rumahnya” ucap Deni pendek dengan tidak mengalihkan pandangannya, tetap ke depan.

                “Syukurlah kalau begitu. Terima kasih sudah mengantar Rahma kemarin ya Den. Rahma itu teman SMP aku dan ia gadis yang sangat baik” Ucap Ika seraya tersenyum ke arah Deni.

“ Iya sama-sama” ucap Deni dengan tidak mengubah arah matanya. Deni berjalan sedikit agak cepat, ia tak ingin berlama-lama berdampingan dengan Ika dan sengaja membuat Ika tidak nyaman berjalan dengannya padahal Ika berharap Deni memperlambat jalannya agar mereka bisa berlama-lama mengobrol. Apa saja. Ika akan senang mendengar apapun tentang Deni.

“Maaf Ika, aku harus segera ke kelas” Deni melangkahkan kaki ke arah lain, tentu saja posisi kelas mereka memang berbeda. Ika membiarkannya menjauh dan menatap punggung Deni dari belakang. Meskipun begitu Ika tidak begitu kecewa. Ia tetap senang dipertemukan dengan Deni sepagi ini. Ia yakin akan ada takdir baik dilain kesempatan agar ia bisa mengobrol panjang lebar dengan Deni. Sosok itu menjadi semakin misterius dan semakin Ika ingin mengenalnya. Disaat banyak cowok-cowok yang mengejar dan ingin berkenalan dengannya, Deni malah sebaliknya.

                “Den, kamu membawa baju karate mu kan?” Dido menepuk punggung Deni ketika ia sampai di pintu masuk kelas.

                “Aduuuh.... kamu bikin kaget saja Do” Deni mendengus kesal. Ah pupus sudah mood baik yang tadi pagi dimilikinya. Deni segera menghampiri tempat duduk dan meletakkan tas ranselnya yang terisi penuh.

                “Kamu kenapa pagi-pagi sudah kesal begitu?” Dido heran melihat wajah Deni yang terlipat-lipat seperti kertas. “Kamu belum menjawab pertanyaanku, jadi kamu sudah membawa baju karatemu belum?” Dido bertanya sekali lagi dan duduk di samping Deni.

                “Tentu saja”

                Deni dan Dido berteman baik semenjak mereka satu kelas. Bukan karena Deni pintar matematika atau tampangnya yang terlihat seperti orang baik namun pada beberapa sifat mereka memiliki kesamaan. Contohnya mereka sama-sama tidak menyukai kondisi yang begitu ramai, mereka lebih menyukai ketenangan, baca buku, ke toko buku, atau tempat-tempat yang menginspirasi lainnya.

^^^

                Saat yang ditunggu akhirnya tiba juga. Deni sudah terlihat gagah dengan seragam karatenya. Berwarna putih dengan sabuk senada yang melingkar di pinggangnya. Meskipun ia masih tingkat terendah, sabuk putih, Deni berjanji untuk belajar lebih giat dan menguasai tingkatan selanjutnya dengan cepat. Meskipun ada prosedur yang harus ia ikuti yaitu ujian kenaikan tingkat setiap tiga bulan, tapi bagi Deni itu tidak masalah. Ia bisa mengejar pelajaran pada seniornya sedangkan ujian sabuk ia ikuti sesuai prosedur.

                Hal pertama yang harus ia lakukan adalah lari mengelilingi lapangan sebanyak 3 kali putaran. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan peregangan yang dipandu oleh senior dengan tingkatan tertinggi, bersabuk hitam. Deni melakukannya dengan sungguh-sungguh agar ia tidak cidera pada saat melakukan gerakan-gerakan.

                Selanjutnya semua peserta baru (bersabuk putih) diminta berbaris membentuk 4 baris dengan jarak serentangan tangan. Peserta sabuk putih dilatih oleh senior bersabuk hitam sedangkan peserta dengan tingkatan lebih tinggi seperti sabuk kuning, hijau, dan biru langsung dilatih oleh senpai.

                Setelah melakukan pemanasan dan berbaris, barulah senior itu mengajarkan berbagai gerakan serangan beserta nama-namanya. Mereka diminta untuk mengulang berkali-kali gerakan itu dan menghapal dengan betul nama gerakannya karena itu akan muncul pada ujian kenaikan tingkat.

                Latihan dilakukan selama 2 jam. Pada 1 jam pertama setelah semua sudah menerima materi hari ini senpai meminta semua peserta berkumpul membentuk lingkaran di tengah lapangan. Kali ini senpai menunjuk beberapa orang untuk melakukan pertandingan untuk persiapan lomba bulan depan. Yang terpilih adalah peserta dengan sabuk biru dengan kelas berat badan 60 kg. Semua peserta duduk menonton pertandingan latihan. Dua orang yang Deni kenal dan mereka merupakan siswa kelas 11. Dua siswa itu sudah bersiap di tengah lapangan dengan posisi kuda-kuda dan siap melakukan serangan. Deni memperhatikan seluruh gerakan dengan seksama, berbagai gerakan penyerangan dan pertahanan. Gerakan yang cepat dan tangkah, kuat, dan kemampuan membaca arah gerakan lawan menjadi sangat penting sehingga dapat segera memberi gerakan pertahanan.

                Detik-detik yang cukup menegangkan. Meskipun pukulan-pukulan yang dilakukan tidak pukulan yang sebenarnya namun seluruh peserta turut merasakan gemuruh nervous. Pertandingan berlangsung selama 20 menit hingga akhirnya senpai menentukkan pemenang pertandingan. Masih ada sisa waktu 40 menit, seluruh peserta diminta melakukan latihan mandiri dengan materi yang sudah didapatkan tadi.

                Deni mendekati seorang senior yang ia kenal bernama Raya. “Ka, tadi saya melihat pertandingan kakak. Keren sekali” ucap Deni seraya duduk di samping Raya. “Oh iya perkenalkan nama saya Deni kelas 10.7” Deni mengulurkan tangan. Raya masih mengatur napas setelah pertandingan tadi, keringatnya membanjiri seluruh wajahnya.

                “Raya” ucap nya membalas uluran tangan Deni.

                “Kak kalau kakak tidak keberatan aku ingin coaching latihan dengan kakak”

                “Boleh, ayo. Aku juga mau mengulang latihan agar tidak lupa pada saat pertandingan nanti” permintaan Deni disambut baik oleh Raya. Saat itu juga Raya langsung mengajari Deni beberapa gerakan serangan dan pertahanan tingkat lanjut. Deni merupakan pembalajar yang baik. Ia langsung dapat menguasai dan hapal gerakan-gerakan yang diajarkan Raya.

                “Ka, aku ingin mencoba pertandingan seperti kakak tadi”

                “Kamu bisa?” Raya tidak menyangka Deni langsung menantang untuk melakukan duel seperti pertandingan yang baru saja ia lakukan.

                “Aku ingin mencoba ka” Deni merasa penasaran. Ini juga kesempatan baginya untuk mempraktikan ilmu-ilmu ang baru saja diterimanya.

Dalam latihan privat nya, Deni sudah bersiap dengan posisi kuda-kuda. Sorot matanya tajam ke arah lawan. Deni melancarkan pukulannya yang pertama namun lawan berhasil menangkisnya. Berikutnya Deni malah menerima beberapa kali pukulan pada bagian wajah secara tidak sengaja karena jarak mereka terlalu dekat.

“Aww.....” Deni mengaduh  

“Wah kena beneran ya, sorry Den, benar-benar sorry, aku tidak sengaja. Serius. Apa perlu kita ke UKS?” tanya Raya.

“Wah... sakit juga ya kena pukulan seperti ini” ujar Deni pada dirinya sendiri. Kini ia tahu rasa sakit kena tonjok. Bagaimana mungkin ia siap membalas dendamnya pada Gilang dan komplotannya jika kena satu pukulan ini saja ia merasa sakit yang luar biasa. “Tidak apa-apa ka, sepertinya saya harus mulai terbiasa” ucap Deni.

Deni dan Raya akhirnya mengakhir latihan mereka karena waktu latihan karate sudah habis.

                “Sebagai pemula ini bukan hal yang buruk Den”

“Iya ka, jangan bosan-bosan ya...”

“Tidak ko”

Deni segera mengambil botol minum yang ia tero dalam tas di tepi lapangan. Dido yang berdiri di seberang sana segera menghampiri Deni setelah tahu Deni selesai latihan.

                “Den, sakit ga?” Dido menyentuh bagian lebam pada wajah Deni saat tahu pipi kanan Deni terlihat membiru.

                “Yang benar saja, tentu saja sakit. Jangan pegang-pegang!” Deni mengangkis sentuhan tangan Dido. Deni dan Dido meluruskan kakinya dan tiduran di rumput.

                “Hai Deni, hai Dido...” Rahma tiba-tiba hadir di samping mereka.

                “Hai Rahma” ucap Dido..

                “Ini buat kalian” Rahma memberikan 2 botol minuman mineral untuk mereka berdua. Rahma ikut duduk di tepi lapangan bersama mereka. “Kamu tidak apa-apa Den? Wajah kamu lebam” Rahma terlihat khawatir melihat pipi Deni yang membiru.

                “Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil biasa. Dikompres juga sembuh” Deni tersenyum ke arah Rahma. Ia mengeluarkan jam tangan dari tasnya. “Aku pulang duluan ya, aku lelah sekali” ucap Deni. Badannya terasa pegal-pegal dan agak sakit setelah tadi melakukan banyak gerakan yang ia belum terbiasa. Ini masih sangat awal, mungkin Fajar merasakan hal yang lebih lebih dari apa yang ia rasakan saat ini. Deni harus sudah mulai terbiasa.

                “Baiklah. Kamu bawa motor Den?” tanya Dido.

                “Iya. Aku duluan ya” Deni pamit pada kedua temannya.

                “Deni kenapa Do?” tanya Rahma.

                “Mungkin dia kelelahan. Deni habis melakukan pertandingan pertamanya tadi?”

                “Apa? Deni kan masih sabuk putih”

                “Iya, tapi tadi Deni mencoba duel dengan kak Raya”

                “Wah keren ya dia...” Rahma terkagum-kagum mendengar cerita dari Deni.

                Ika tanpa sengaja mendengar percakapan kedua temannya. Ika tersenyum mendengar kabar itu. Deni memang selalu terlihat keren. Apalagi gosip-gosip yang beredar bahwa Deni selalu mendapatkan nilai sempurna pada pelajaran matematika. Pelajaran yang kebanyakan seperti hantu yang menakutkan bagi sebagian siswa lainnya.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kamu, Histeria, & Logika
56334      6043     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Pertualangan Titin dan Opa
3092      1203     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Love and your lies
4777      1180     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
A & B without C
235      206     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
Black Roses
28889      4164     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Love Never Ends
10587      2088     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Error of Love
1134      544     2     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.
Telat Peka
1227      555     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
About love
1117      521     3     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
An Invisible Star
1802      940     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...