Baby! Jigeumiya oh baby~!
Aku terbangun dari tidurku yang sangat pulas. “Ah, sayang sekali. Padahal tadi mimpinya sedang bagus,” sesalku.
“Tapi...,” aku berpikir. “Tapi kenapa ada Tae-Yong di sana?” tanyaku terheran-heran.
“Apa mungkin... ia yang membuatkan mimpiku tadi?! Kayaknya, sih, semua anggota bisa membuat mimpi. Kalau ya....” Senyuman terlukis di wajahku.
“Thanks, Tae-Yong Oppa...!”
“Sama-sama!” Aku terkejut dan melihat ke seliling kamar. Tak ada siapa-siapa selain aku disini!
“Tidak ada siapa-siapa di sini. Tapi kok....” Aku terdiam di tempat. “HIIIY~!” Aku berlari memasuki kamar mandi.
__ __ __
“Musim panas yang cerah~. Menghangatkan hari-hari indahku~.” Aku mengambil kaus tipis berlengan panjang.
“Saatnya bersenang-senang~. Di musim panas yang cerah hari ini, yeaah!” Aku mengambil tas lalu berlari keluar kamar. “Siaaap!” Ketiga sahabatku melihat ke arahku.
“Oke, ayo masuk ke dalam mobilku!” ajak Jae-Min sambil membuka pintu mobilnya. Kami pun berempat pun masuk. Aku duduk bersama Tae-In. “Jalan!”
Aku melirik Tae-In yang memakaikan earphone miliknya ke telinganya. Tumben-tumbennya Tae-In mendengarkan musik? “Hei,” panggilku.
Ia melirik. “Ne?” Ia melepaskan earphone nya.
“Dengar lagu apa?” tanyaku penasaran. Tae-In memperlihatkan layar handphone nya. Mataku melebar. “ASTRONOM1?!”
“HAH? Mana Astronom1?! Mereka lewat?” Shin-Hye mengira kalau aku berteriak karena sehabis melihat Astronom1 di jalan.
“Enggak ada Astronom1 di jalan, Hye,” ujar Jae-Min santai.
“LANTAS? Ehem! Myung-Joo, mengapa kau berteriak tadi?” tanya Shin-Hye agak keras. Kepalanya menghadap ke belakang, tepatnya ke arahku.
“D-dia... mendengarkan lagu Astronom1!”
Shin-Hye tampak bingung. “Coba lihat?” Tae-In menunjukkan layar hp nya kembali. Mata Hye melebar. “Kau... Fantastar?”
Aku bingung. “Fantastar itu apa?”
“Fan-club nya Astronom1,” Shin-Hye menjawab cepat.
“Aku bukan Fantastar. Hanya saja, Ibuku itu penggemar dari drama Gangnam Beauty. Beliau sangat antusias sekali. Saat ku beritahu kalau aku diberi konser Astronom1 secara gratis, Ibuku sangat antusias sekali. Ibuku menyuruhku untuk mendengarkan semua lagunya. Katanya, takut kalau di sana aku hanya bisa melihat kalian melakukan fanchant saja.” Kami semua tertawa.
“Ya sudah. Itu malah lebih baik. Tapi kau tak keberatan, ‘kan?” Jae-Min membuka suaranya.
Jungie menggeleng. “Tidak sama sekali.”
“Nah... kita sudah sampai!” sahut Jae-Min yang telah selesai memarkirkan mobilnya. Kami berempat keluar dari mobilnya.
“Waah..., besar sekali tempatnya, Jae. Ini tempat langgananmu kalau membeli merchandise Kpop?”
“Yup! Tempat ini lengkap sekali.” Ia membuka pintu yang bertuliskan ‘Kpop Store in Seoul’.
Aku menghirup napas dalam-dalam. “Bau Kpop!”
“Hahahahaha,” kami tertawa bersama.
“Eh, ke lantai dua, yuk! Beli lightstick dulu,” ajak Jae-Min yang sudah melangkahkan satu kakinya ke anak tangga pertama. Kami mengangguk. Setelah sampai di atas, kami mencari-cari rak yang berletakkan lightstick Astronom1.
“Ke sana!” seru Shin-Hye sambil menunjuk rak bertuliskan ‘Fantagio’. Maksudnya, itu tempat di mana merchandise idol-idol yang bernaung di Fantagio Entertainment di tempatkan.
“Mana-mana-mana.”
“Ini.” Jae-Min menyodorkan dua kotak lightstick pada kami. Ternyata warna fandom nya adalah biru, terlihat dari warna dan gambar di kotak kardus lightstick nya.
“Untukku mana?” tanya Shin-Hye kecewa.
“Kau kan sudah punya, Hye ya. Mending uangnya di tabung dulu untuk beli merchandise yang lain,” peringatku.
Shin-Hye terdiam. “Kau benar. Makasih sudah meningatkan.” Aku tersenyum. “Lalu, kau Minie? Bukannya koleksi merchandise mu sudah sangat lengkap? Mengapa harus membeli lightstick lagi?”
“Oh, itu benar. Tapi kalau untuk lightstick Astronom1, aku belum punya. Lightstick Astronom1 itu belum lama rilis kan? Dulu aku belum sempat membelinya. Sekarang, karena sempat, aku membelinya. Masa aku pakai lightstick band lain? Kalau aku dikira meledek bagaimana?” Kami mengangguk paham. “Lightsticknya sudah, sekarang hand banner nya!” Jae-Min berjalan menuju rak lagi untuk mengambilkan hand banner untuk kami.
Wah, keren. Jae-Min tahu semua apa yang diperlukan saat ingin konser, kagumku dalam hati.
“Oh, ya.” Jae-Min tak jadi pergi ke raknya. “Bias kalian siapa? Hand banner itu ada nama membernya.”
“Eon-Suk.”
“Eon-Suk.”
“Mmm... Eon-Suk.”
“Kok, Eon-Suk semua?” protes Jae-Min agak sebal.
“Tahu, tuh. Mereka ikut-ikutan!” tuduh Shin-Hye. Aku cemberut.
“Aku memang ikut-aikutan saja, kok,” timpal Tae-In. Jae-Min geleng-geleng kepala. “Kau sendiri?” Jae-Min tersadar.
“Aku? ‘Kan aku sudah bilang kalau aku tak pernah punya bias?”
“Yang menurutmu paling top, deh.”
“Hmm... San-Ha, dong, Park San-Ha! Dia itu yang paling imyuuut~.”
“PFFT...!”
“Ternyata selera Jae-Min rendah ya?” bisikku pada Shin-Hye dan Tae-In. Mereka tampak setuju dengan pernyataanku.
“HEII! Kalian belum tahu San-Ha, ya?!” Oops, Jae-Min marah! “Nih, lihat!” Ia memperlihatkan foto seorang idol Kpop di layar hp nya itu.
“I-itu San-Ha?”
“IYA!” sentak Jae-MIn.
“Kiyeowo~. Kalau begitu, aku ganti bias saja, deh,” bisikku.
“TI-DAK, BO-LEH! San-Ha milikku, hihi.” Aku cemberut.
“Eh, sudah-sudah. Jae-Min, ambil hand banner nya sekarang,” Tae-In menengahi. Jae-Min mengangguk, lalu pergi ke rak untuk mengambil hand banner. Agak lama kami menunggu, sampai akhirnya Jae-Min pun datang.
Ia datang dengan wajah pucat. “Teman-teman! Sepertinya, persediaan hand banner Astronom1 nya sudah habis!” ujarnya panik.
“Mwo?! Mungkin keselip? Coba cari lagi yang betul!” kata Shin-Hye panik.
“Tidak, tidak mungkin. Aku sudah mencarinya betul-betul!” Kami bertiga mulai stress-stress bareng.
“Cuma enggak ada hand banner saja panik sekali. Memangnya hand banner itu penting sekali, ya?” sindir Tae.
“Tepat sekali, benda itu sangat penting! Oooh, padahal ini konser pertama yang akanku kunjungi~,” aku mulai frustasi.
“Masalah hand banner saja. ‘Kan bisa dipesan pada tokonya?”
Kami bertiga diam sejenak. “Ide bagus!” kami bertiga berteriak serentak.
Lalu, Jae-Min berlari menuju lantai bawah. Sepertinya ia akan memesankannya untuk kami.
Sepuluh menit kemudian.
Drap! Drap!
“Hosh... hosh... Myung-Joo, Shin-Hye, Tae-In, aku sudah memesankannya untuk kalian.” Jae-Min datang dengan memperlihatkan wajahnya yang tampak sangat kelelahan.
Shin-Hye menepuk punggung sahabatnya itu. “Waah, sahabatku, terima kasih banyak, ya.”
“I-iya.... Sesama Kpopers... harus saling membantu...,” jawab Jae-Min ngos-ngosan. “Katanya, pesanannya akan datang Hari Selasa.”
“Tapi aku bukan Kpopers,” celetuk Tae-In sambil menunjuk dirinya sendiri.
Jae-Min meliriknya. “Terserah.”
__ __ __
Selanjutnya, kami akan ke toko pakaian khusus Kpop, toko yang juga menjadi toko langganan Jae-Min.
Ckiit!
“Lho, memangnya sudah sampai, Jae? Kok berhenti?” tanyaku bingung. Padahal aku tak melihat bangunan yang berbau Kpop di sekitar sini.
“Aku... mau istirahat dulu sebentar. Capek,” ujarnya. Jae-Min sekarang memang terlihat sangat kelelahan.
“Aku... aku dan Tae-In pergi keluar dulu, ya. Mau beli minuman. Shin-Hye mau ikut?” tawarku.
“Eh, kok aku?” tanya Tae-In terkejut.
“Shin-Hye tidur,” kata Jae-Min.
“Oh, ya sudah. Yuk, Tae-In.” Kami pun keluar dari mobilnya Jae.
“Memangnya di sekitar sini ada mini market?” tanya Tae-In yang tampak malas untuk menemaniku jajan.
“Itu ada.” Aku menunjuk sebuah bangunan mini market yang terletak tidak jauh dari tempat kami berdiri. Aku menarik lengan Tae-In untuk segera masuk.
Aku pergi ke bagian rak minuman, sedangkan Tae-In ke bagian rak snack. Aku sibuk memilih minuman, hingga akhirnya....
“Myung-Joo ya, aku beli ini ya.” Tae-In datang dengan banyak sekali snack di gendongan tangannya.
“Tidak,” jawabku singkat sambil mengambil empat botol minum.
“A~ Kenapa?” tanyanya memelas.
Aku menatapnya. “Jangan memakan makanan dan minuman yang tidak sehat dulu. Kita ‘kan mau nonton konser.” Kami berjalan menuju kasir.
“Kan masih ada dua minggu lagi. Aku kalau sakit tidak sampai dua minggu, kok,” jawab Tae-In asal.
“Takdir siapa yang tahu?” Tae-In berhenti, lalu berbalik badan dan berjalan. Aku mengangkat bahuku. Aku menyodorkan empat botol minuman tadi lalu membayarnya. Tae-In tiba-tiba kembali.
“Kau kemana tadi?” tanyaku.
“Aku tadi mengembalikan snack-snack yang kubawa tadi ke rak nya semula.”
Aku tersenyum dan menatapnya. “Wah, kau anak pintar.”
__ __ __
Kami sampai di parkiran toko dan berjalan menuju pintu masuknya.
Cklek!
“Wuaah..., keren!” seru kami bertiga terkagum-kagum.
“Astronom1 di mana?” tanya Shin-Hye dengan tatapan kosong. Sepertinya ia kagum sekali dengan toko ini.
“Kayaknya ada di lantai 3, deh.” Kami naik ke lantai 3.
“Woaah....”
“Aaaa! Di sana!” jerit Shin-Hye. Lagi-lagi, Shin-Hye bisa menemukan rak bagian Astronom1 dalam hitungan detik. Dan kami bertiga pun langsung menyerbu tempat itu.
“Wah, kaus yang ini keren, nih!”
“Hoodie nya Eon-Suuuk!”
“Aku beli yang ini, atau yang ini, ya?” Kami sibuk dengan pilihan masing-masing, kecuali Tae-In. Dia kan cowok. Jadi mungkin seleranya tidak setinggi kami. Bahkan ia sekarang terlihat bingung.
“Jungie, bagaimana kalau yang ini?” Aku mengusulkan sebuah kaus berlengan pendek berwarna biru pastel lengkap dengan logo Astronom1 berwarna putih mengkilap padanya. Cocok sekali untuknya.
“Itu? Aku?” Tae-In bingung.
“Iya.” Aku menempelkan kaus itu ke tubuhnya. “Cocok!” seruku.
Ia tersenyum. “Fantastar.”
__ __ __
Kami sedang dalam perjalanan pulang, dan suasananya sepi.
“Mmm, makasih, ya,” ucap Tae-In membuka suaranya.
“Makasih untuk apa?”
“Ya... makasih.” Aku tahu apa maksudnya.
“Bilangnya ke Tae-Yong, dong.”
“Kok manggilnya tidak pakai ‘Oppa’, sih?” goda Jae-Min. Mungkin aku terlihat seperti anak yang tidak sopan, ya? Hehe.
“Biarin.” Aku menjulurkan lidahku.
“Jae. Memanya, sudah sejak kapan kau menjadi Kpopers?” tanya Shin-Hye.
“Hmm... sejak kalas 5 SD.”
“Wah, hebat! Berarti... sudah sekitar delapan tahun kau sudah menjadi Kpopers, ya? Enggak pernah berhenti, tuh?”
“Haha. Waktu itu pernah, sih, punya niat mau berhenti. Tapi ternyata tidak jadi-jadi.”
“Lalu, bagaimana caranya kau bisa menjadi Kpopers sejati seperti sekarang?” Kali ini Tae-In yang bertanya. Tumben.
“Itu... jadi begini. Ceritanya, aku dan Mom pergi ke penjual majalah. Dulu, kondisi ekonomi keluargaku tak seperti sekarang. Jadi, aku selalu membeli majalah yang harganya terjangkau. Nah, saat di rumah..., aku terkejut dengan salah satu bagian majalah, yaitu bagian yang menjelaskan perihal suatu boyband Kpop. Aku sempat heran juga, sih. Mengapa di majalah anak ada yang begituan. Lalu, aku bertanya pada Mom tentang boyband. Dan Mom memberitahuku. Sejak itu, aku mulai tertarik dengan dunia Kpop.” Jae-Min menarik napasnya.
“Tapi, sejak aku masuk ke kelas 1 SMP, aku mulai menyukai semua yang berbau entertainment Korea. Nah, sejak itu, aku jadi Kpopers sejati, deh! Dan sejak ekonomi keluargaku mulai membaik, aku mulai mengoleksi barang-barang official nya, seperi poster, album, photocard, lightstick, dan barang official yang lainnnya. Terkadang, aku juga menonton konsernya. Dulu, aku bisa pergi ke konser setahun empat sampai lima kali. Tapi, kalau sudah tahunnya comeback, aku bisa pergi ke konser setahun enam sampai delapan kali, lho! Tapi, itu juga kalau diizinkan, sih. Hehe.
“Perjuanganku dulu sebagai Kpopers juga tidak main-main, susah sekali! Mau jadi fans saja susah. Masalahnya, dulu itu idol Kpop masih terpandang sebelah mata. Orang yang menyukai Kpop itu jarang sekali. Apalagi kalau harus mencari yang se-fandom. Dulu aku juga tak luput dengan yang namanya bullying. Memang pertamanya aku marah dan sedih. Tapi, semakin lama, aku semakin kuat untuk menghadapi para haters.”
“Dulu, konsep Kpop juga tak sebagus sekarang. Dulu, mah, mv nya hitam-putih.”
“Hah? Bukannya zaman-zaman kita kelas 5 SD itu layar nya sudah berwarna, ya?” celetuk Shin-Hye tak percaya.
“Haha! Maksudku bukan begitu. Maksudku, hitam-putih itu warna konsepnya. Dulu, idol-idol Kpop itu sukanya pakai jaket kulit warna hitam, yang dipadu oleh kaus putih lengan pendek. Dan biasanya, mereka pakai celana dan sepatu kulit yang juga berwarna hitam. Terkadang, ditambah juga aksen rantai gitu. Ya... tidak beda jauh, lah, sama anak-anak geng motor. Rata-rata cowoknya juga lebih macho.
“Tapi sekarang, konsep idol-idol Kpop lebih colorfull. Pakaian yang dipakai juga biasanya memakai pakaian santai, dress, atau jas. Idol-idolnya juga jadi kiyodh semua. Jadi tambah suka, deh. Yang jadi Kpopers sekarang juga tambah banyak, kan. Kpopers sekarang saja sudah go international. Ya... jadi bebanku berkurang, deh. Hehe.” Jae-Min mengakhiri cerita panjangnya itu.
Aku pun tersenyum sambil menatap Jae-Min dari belakang. Ternyata, Jae-Min memang cocok untuk menjadi “Seniornya dari para Kpopers”.
__ __ __
Di saat malam yang sepi begini, memang enaknya memandang pemandangan malam yang indah sambil menikmati teh hangat. Dan tentunya sambil ditemani lagu Kpop yang menenangkan hati.
Entahlah, siapa itu Mamahorn, tapi lagunya yang bernama ‘Stray Star’ ini nadanya indah sekali. Biar kutebak, pasti aku akan merindukan suasana ini di Amerika.
Aku menguap. Kulirik jam dinding yang menunjukkan pukul 11.45. Oh, seharusnya aku sudah tidur. Ah, biarkanlah. Aku masih belum mengantuk. Aku masih ingin bersantai. Untuk hari esok, bisa diatur.
“Myung-Joo, tidur. Sudah malam. Besok kan kau akan pergi ke sekolah,” perintah Mama. Aduh, ketahuan deh. Aku segera beranjak tidur sebelum Mama marah.
Saat aku ingin merentangkan selimut, hp ku berdering. Aku buru-buru mengeceknya.
Tae-In: Hai.
Mataku membuka lebar.
Me : BELUM TIDUR, TAE?
Aku menggeleng kepala pelan. Bisa-bisanya ia masih terjaga di tengah malam begini. Eh, aku kan juga belum tidur, ya? Hehe.
Terdengar notif dari hp lagi.
Tae-In: Belum. Tadi habis ngurus seseorang lagi. Tae-Yong Hyung juga masih terjaga, kok.
Me : Ooo. Di mana?
Tae-In: Di Tokyo, Jepang.
Me : O.
Tae-In: Lalu, kau sendiri juga. Mengapa belum juga tidur?
Me : Aku baru saja akan tidur saat kau mengirimiku pesan.
Tae-In: Oh, aku mengangganggumu, ya?
Me : Bisa dibilang begitu.
Tae-In: Ya sudah. Sana tidur.
Me : Y.
Aku mematikan hp lalu menaruhnya di atas meja. “Fyuuh... saatnya tidur.”
Aku merentangkan selimut, berbaring, sampai akhirnya aku masuk ke dalam alam mimpi.
Notif hp berbunyi lagi. Ternyata itu pesan dari Tae-In.
Tae-In: Selamat malam, Myung-Joo ssi.
__ __ __
Paginya aku datang ke sekolah bersama Shin-Hye. Aku bersantai di bangkuku. Sampai akhirnya Shin-Hye memanggilku.
“Ada apa?” tanyaku saat dia memanggilku.
“Aku mau tanya, deh. Jadi..., sejak kapan kau dan Tae-Yong Oppa saling kenal? Bagaimana caranya? Bukannya Tae-Yong Oppa itu tipe orang yang susah didekati, ya? Jadi bagaimana caranya kau bisa berkenalan?” tanyanya.
Aku jadi teringat dengan pertengkaran heboh antara Tae-Yong dan Tae-In tahun lalu. Aku masih mengingatnya.
“Hei. Mengapa melamun?” tanya Shin-Hye mengerutkan alis.
“Hah?” Aku tersadar.
Kriing!
Bel masuk sekolah berdering dengan nyaringnya. Syukurlah.
Akhirnya, Mrs. Lyca datang.
__ __ __
Pulangnya, aku kembali bersama Shin-Hye. Kami sampai di depan rumahku.
“Myung-Joo, daah!” pamit Shin-Hye seraya melambaikan tangannya.
“Daah...!” Aku membalas lambaian tangannya. Aku membuka pintu rumah, lalu berjalan menuju kamar.
Cklek!
Isi kamar tetap sama. Penuh dengan bias ku yang saling bergerombolan. Maksudnya posternya, hehe.
Aku melempar tas perlahan ke sudut kamar. Dan aku melempar tubuhku ke kasur.
“AAA! Lelahnya!” keluhku. Pandanganku beralih ke poster Astronom1 yang tertempel di dinding kamarku. Baru kutempel kemarin.
Aku tersenyum sejenak. “Terima kasih banyak, mood booster ku.”
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu