Alarm pagiku berdering, dan aku membuka kedua mataku dengan perlahan. Oh, benar kata Tae. Aku masih diberikan waktu untuk hidup di sini, gumamku. Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Setelah itu, aku pun melesat ke luar kamar.
Aku bertemu dengan Papa yang baru saja keluar dari kamar. Kami bertemu saat sedang dalam perjalanan menuju tangga yang menghubungkan lantai atas dan lantai bawah.
“Hai, Myung-Joo,” sapa Papa.
“Hai juga, Pa,” balasku. Kami pun berjalan menuju meja makan dengan beriringan.
Tap... Tap...
“Annyeong haseo!” sapa kami kompak.
“Annyeong,” Mama membalas. “Tumben datangnya berdua?”
“Kebetulan aku tadi bertemu dengan Papa yang juga baru saja keluar dari kamar,” ujarku. Papa mengangguk setuju. Kami duduk di bangku.
“Pagi ini kita akan sarapan dengan roti sandwich,” kata Mama. Aku mengangguk. Tanganku meraih roti sandwich yang terletak di tengah meja makan, dan melumurinya dengan saus mayo. Yummy!
Setelah jatah sandwich habis, kami bercakap-cakap tentang beberapa hal, sampai akhirnya....
“POS!” sahut Pak Pos. Aku segera berlari ke depan rumah. “Ada pos untuk... Park Myung-Joo.” Pak Pos menyodorkanku sebuah surat yang terbungkus rapi.
Aku mengangguk, lalu menerima surat itu. “Terima kasih!” Aku melihat nama sang pengirim. Tunggu. Apa aku tak salah lihat? Ra Tae-Yong? Tae-Yong kakak kelas yang itu?! Untuk apa ia mengirimiku surat??? Kakiku sibuk melangkah masuk ke dalam rumah, sedangkan mataku masih tetap terpaku dengan nama si pengirim surat.
“Untukmu, ya? Dari siapa?” tanya Mama penasaran saat aku sudah tiba di ruang makan.
“Eh? Ng... dari kakak kelas,” jawabku ragu.
“Oppa or Unnie?” kali ini, yang bertanya adalah Papa.
“Oppa....” Mama tersenyum, lalu membelai kepalaku.
“Ternyata anak Mama sudah dewasa, ya.” Aku meringis, lalu langsung berlari menuju kamar. Malu. Apalagi yang mengirim kakak kelas.
Bruk!
Aku menjatuhkan diri ke kasur yang empuk. Sebungkus surat kuangkat ke udara. “Untuk apa Tae-Yong mengirimiku surat, ya?” gumamku sambil menatap nama itu lekat-lekat. Benar, kok, namanya Ra Tae-Yong. Jarang ada yang punya marga itu. Apalagi Tae-Yong yang kukenal hanya dia. “Daripada penasaran lagi, lebih baik langsung saja aku buka suratnya, ah.”
Aku mendudukan diri, lalu membuka bungkusan surat itu. Terbuka! Aku menarik surat yang ada di dalam dengan perlahan. Dan bungkusan surat kutaruh di atas meja belajar. Mataku membaca isi surat dengan fokus, dan otakku akan berusaha mencerna apa yang surat ini sampaikan. Selesai.
Aku tersentak. “AAAAA!!!” aku menjerit histeris. Dengan cepat, aku langsung menutup mulutku dengan tanganku sendiri. Anehnya, Mama dan Papa tidak memeriksa kamarku. Mungkin aku dikira sehabis fangirl-an kali, ya. Ah, lupakanlah. Dan apa kalian ingin tahu dengan apa yang tertulis di salam surat ini? Begini isinya.
To Angel as Myung-Joo
Hai. Mungkin kau terkejut saat tahu kalau aku yang mengirimu surat. Haha. Oh, ya. aku ingin mengatakan perihal yang penting ini padamu. Mungkin kau akan sangat terkejut mendengarnya. Jadi, begini....
Aku tahu, maksudku, kami tahu, kalau sebenarnya kau sudah bisa pulang ke tubuhmu lagi, Los Angeles, Amerika. Tapi Tae-In masih memberimu waktu lagi, right? Oke, aku akan langsung ke inti.
Kau ingat saat aku pernah bilang kalau aku itu punya hubungan darah dengan Ra Eon-Suk Artronom1? Ya, itu memang benar. Eon-Suk itu sepupuku. Kami sangat dekat dan akrab. Bahkan, aku selalu menceritakan dunia 2 kehidupan padanya, sama halnya dengan Tae-In yang selalu menceritakannya padamu. Ia sangat bisa dipercaya sama sepertimu. Ia orangnya jujur. Tapi, sejak adanya konflik antara Tae-In, Myung-Joo, dan kau, aku jadi lebih sering menyeritakanmu sejak itu. Otomatis, Eon-Suk Hyung tahu kamu. Tapi yang ia tahu hanya nama dan sifatmu. Hehe. Aku juga bangga padanya karena telah menjadi kakak dan idol yang spesial. Eon-Suk Hyung juga tampan dan pintar. Aku jadi tambah menyayanginya. Aku sudah menganggapnya sebagai kakak kandungku sendiri.
Aku tahu, sebagai Kpopers sejati, kau pasti sudah tahu kalau Astronom1 telah comeback, ‘kan? Ya, sebagai adiknya aku juga pasti tahu, dong. Nah, Hyung juga memberitahukanku kalau Astronom1 akan segera mengadakan konser di tengah kota Seoul. Nah, yang paling mengejeutkan adalah... Eon-Suk Hyung memberikanku 5 tiket konsernya secara gratis! Untukku, kau, Shin-Hye, Jae-Min dan Tae-In. Nah, konser ini mungkin juga bisa dijadikan pesta perpisahanmu? Oh, ya. Tiketnya ada di dalam amplop surat, ya. Jangan sampai hilang!
Sekian dari,
Ra Tae-Yong, kakak kelasmu.
Aku kembali menjatuhkan diriku secara tak sadar. Seketika keadaan menjadi gelap.
__ __ __
Aku bangun dengan kepalaku yang berat. Aku sapu pandanganku ke seluruh ruangan kamar. “Tadi kenapa, ya...?” tanyaku bingung sendiri. Tatapanku tertuju pada amplop yang ada di meja belajarku. Tiket konser!
Aku segera bangun dan mengambil amplop dan mengeluarkan isinya. Apa aku masih mimpi? Oh, tidak. Tadi ‘kan kepalaku terasa pusing. Ini bukan mimpi berarti. Jadi tiket konser Astronom1 yang ada di tanganku sekarang ini asli? ASLI!
“WAAA!” aku menjerit lagi. Segera kututup mulutku kembali. Kuraih handphone.
Sambungannya tersambung.
“Halo, Myung-Joo?”
“Ke rumahku sekarang juga.”
__ __ __
Aku menunggu kedua sahabatku bersama Tae-In di depan rumahku.
Drap! Drap! Drap!
Seorang wanita berambut pendek sebahu menghampiri kami. “Hei, Myung-Joo,” sapa Shin-Hye.
“Hai, Hye,” balas kami berdua. Shin-Hye melirik Tae-In, lalu menyapanya juga.
Zzzm...
Sebuah mobil mewah terparkir di depan rumahku. Dan seorang wanita keluar dari dalamnya. “Hai semua,” sapa Jae-Min. “Apa kalian sudah menunggu lama?”
Aku menggeleng. “Tidak. Bahkan Shin-Hye saja baru datang tadi.”
Jae-Min melirik Tae-In. “Eh, ada Tae-In! Di sini juga?” Tae-In hanya mengangguk cuek. Kelihatan dari raut wajahnya kalau sebenarnya ia tak mau datang.
“Oke, alasanku aku menyuruh kalian semua datang, adalah... karna aku ingin menyampaikan sesuatu ke kalian langsung.”
“Kenapa tidak lewat pesan saja? Kenapa harus langsung? Kalau begini ‘kan ribet. Harus ngumpul dulu di depan rumahmu,” tanya Shin-Hye bertubi-tubi.
“Iya. Masalahnya, kalau lewat pesan tidak seru. Lagian nanti enggak jadi surprise, dong?” godaku.
“Surprise apaan?” tanya Jae-Min penasaran.
“Jadi, tadi itu aku menerima surat dari kakak kelas kita yang aneh itu, Ra Tae-Yong,” ceritaku.
“RA TAE-YONG? KAKAK KELAS KITA YANG SUPER ANEH ITU?!” tanya semua yang kaget nggak karuan. Iyalah kaget. Nerima surat dari kakak kelas yang tidak terlalu dikenal, cowok lagi.
“Iya, kakak kelas kita yang enggak jelas itu. Tapi dia baik, lho, ternyata. Ia menyampaikan kalau... kita berempat dapat tiket konser Astronom1 secara gratis!” seruku.
“MWO?!” teriak mereka bertiga tak percaya.
“Tae-Yong Hyung?” bisik Tae-In pelaan sekali. Hampir tak terdengar. Aku menjawabnya dengan anggukkan.
“Memang itu serius?” tanya Shin-Hye memastikan kalau aku tak berbohong.
“Iya. Ini buktinya.” Aku memperlihatkan empat lembar tiket konser Astronom1 dan isi surat yang tadi dikirim oleh Tae-Yong. Shin-Hye langsung merebut salah satu dari keempat lembar tiket konser.
“WAAAH, ini asli!” pekiknya senang. Shin-Hye mengangkat tiketnya ke udara. Sedangkan, Jae-Min malah lebih memilih membaca suratnya ketimbang ikut bertingkah seperti Shin-Hye. Kebalik nih, ye. Dulu Shin-Hye yang kalem, Jae-Min yang gesrek. Eh, sekarang... Jae-Min yang kalem, Shin-Hye yang gesrek.
“Hmm... dia manggil kamu Angel? Malaikat?” tanya Jae heran sekali. Aku teringat. Ini ‘kan surat rahasia! Dengan buru-buru aku menyembunyikan suratnya dari Jae-Min. “He?” Jae-Min merenyit saat aku bertingkah aneh.
“Oya, aku masih mau kasih tahu kalian satu lagi. Hal yang lebih mengejutkan lagi,” ujarku dengan tatapan serius.
“APA?” tanya mereka yang ikutan serius juga.
“Ternyata, dia itu sedarah sama Ra Eon-Suk Astronom1, biasmu, Hye!”
“SERIUS???”
“Iya, dia bilang sendiri. Buktinya, marga mereka saja sama. Eon-Suk itu katanya sepupunya.” Shin-Hye sebentar lagi pingsan. Tak kuat menerima kenyataan manis. Eaaa!
“Jangan pingsan,” peingat Tae.
“Eh, iya.” Shin-Hye tersadar dan langsung menahannya. “Ng... konsernya masih ada dua minggu ke depan lagi, kan? Jadi, bagaimana kalau kita shopping-shopping saja dulu?” usulnya.
“Ide bagus,” kataku dan Jae-Min setuju.
“Tae?”
“Hm?” Ia menoleh padaku.
“Mau ikut?” Tae-In tersenyum.
__ __ __
Keesokan paginya, kami berencana untuk shopping-shopping ke berbagai tempat untuk membeli keperluan konser.
Hari masih malam. Aku sudah tak sabar lagi! Ah, andai waktu bisa dipercepat. Aku akan mempercepat waktu agar hari esok cepat datang. Untuk mengusir rasa bosan, aku membaca novel sambil mendengarkan lagu ‘Sweet Babby’ dari Astronom1. Mungkin aku sering memngucapkan ini. Tapi, hidup sebagai Myung-Joo memanglah sangat asyik.
“Selamat malam, ya, Myung-Joo yang di sana.”
__ __ __
Tap...
Aku berdiri di tengah kegelapan. Entahlah ini di mana.
JEG!
Lampu sorot menyorotku seorang diri yang tengah dilanda kebingungan. Dan tiba-tiba saja, sekumpulan orang sudah berada di depanku. Eh, tunggu. Apa aku sedang berada di atas panggung?
Wajah orang-orang yang sedang menontonku mulai jelas. Mereka semua biasku! Mereka meneriaki namaku sambil mengayun-ayunkan lightstick mereka yang berbeda-beda, sesuai lightstick fandom mereka masing-masing.
Sepertinya... kami bertukar posisi sekarang. Aku jadi idolnya, mereka jadi fansnya. Aku tak tahu harus melakukan apa. Sebuah lagu mengalun. Dan tiba-tiba saja di wajahku, tepat di pipiku, tertempel sebuah speaker berwarna merah muda.
Tubuhku bergerak sendiri, serasa dirasuki sesuatu. Aku menari dan bernyanyi di depan mereka semua. Di ujung sana, ada Ki-No yang teriakannya paling kencang. Aku tersenyum.
Selesai melakukan perform, aku menyapa para penggemar semua. Tiba-tiba saja, tampak wajah Tae-Yong di pojok aula konser. Dia memperhatikanku sambil tersenyum. Aku balas tersenyum.
“Annyeong, semuaaaaa!” sapaku kepada para fansku yang padahal sebenarnya mereka adalah bias-biasku semua.
“WOOOO!!!”
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu