Setahun sudah kulewati untuk hidup di Korea.
“Shin-Hyeee!” pangilku dari kejauhan.
Ia menoleh. “Oh, Myung-Joo ya!” sapanya. Aku berlari ke arahnya.
“Hosh... hosh.... Jae-Min mana?” tanyaku.
“Jae? Coba kita cari ke halaman belakang, yuk!” usulnya.
“Oke.”
Kami pun mencoba untuk mencari keberadaan Jae-Min di halaman belakang. Nah, ketemu!
“Annyeong, Jae-Min!” sapa kami berdua kompak.
Jae-Min melepas earphone nya. “Hai juga, Myung-Joo, Shin-Hye,” sapa Jae-Min balik. Ia menaruh hp dan earphone nya ke tanah. “Oh, ya. Kalian sudah menonton drama terbaru, belum? Tokoh utamanya biasmu, lho, Hye,” ujar Jae-Min.
“BIASKU? Ra Eon-Suk Astronom1? Dia mainin drama apa?!” tanya Shin-Hye antusias.
Ya, inilah Nam Shin-Hye yang sekarang. Ia ikut menjadi Kpopers. Nah, sekarang kami bertiga kompak, bukan? Dan bias nya adalah Ra Eon-Suk dari boyband Astronom1.
Oh, ya. Aku punya fakta menarik yang baru kuketahui dari Jae-Min, nih. Katanya, dia itu sebenarnya sama sekali tak punya bias, lho! Dia bilang, “Aku tak pernah membeda-bedakan kasih sayang pada orang. Makanya aku tak punya bias satu pun.” Wah, lumayan unik, ya, alasannya.
“Nah, bagaimana kalau kita nobar dramanya di rumahku?” tawar Jae.
“Asiik! Nobar!” seru Shin-Hye.
“Haha. Oya, kalian sudah mendengar lagu baru dari grup ini belum? Ternyata lagunya enak, lho!”
“Serius? Grup apa itu?”
“Grup Twenty girl.”
__ __ __
“Wah... aku benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk melihat bagaimana Eon-Suk Oppa memainkan drama!” Shin-Hye terus menyerukan kalimat itu dari tadi di ambang pintu.
“Iya, sebenar.” Aku merangkul tas ku dan keluar dari ruang kelas. “Yok.”
Kami sampai di depan ruang kelas Jae-Min. Aku mengintip dari balik pintu. “Waah... sudah sepi sekali. Mungkin Jae-Min sudah ke bawah duluan.”
“Kalau begitu, kita harus cepat turun ke bawah.”
Kami pun menuruni tangga, lalu berjalan menuju halaman depan sekolah.
TIIN! TIIN!
“Park Myung-Joo, Nam Shin-Hye, ayo masuk!” panggil Jae-Min dari dalam mobilnya.
“Ya!”
Jae-Min pulang-pergi dengan mengendarai mobil pribadinya ke sekolah bukan untuk gaya-gayaan. Tapi karena jarak antara rumahnya, dan sekolahnya sangat lah jauh. Lagipula, umurnya sudah cukup untuk mengendarai kendaraan.
“Kita beli snack dulu, ya.”
“Okey!”
__ __ __
Shin-Hye melengos. “Kapan dramanya mulai~?” tanyanya lesu.
“Masih agak lama lagi, Hye,” jawab Jae-Min yang sedang membaca komiknya.
“Memang nama dramanya apa?” tanyaku.
“Oh, iya-ya. Aku belum kasih tahu, ya? GB,” jawabnya.
“GB?” tanyaku dan Shin-Hye kompak.
“Iya. Itu singkatan. Nanti juga tahu sendiri, kan?”
PIP!
Ada kiriman pesan dari Tae-In. Ia menyuruhku untuk segera datang ke rumahnya. Aku merenyit bingung.
Tae-In: Ke rumahku sekarang juga.
Me : Tidak bisa.
Tae-In: Mengapa?
Me : Aku sedang berada di rumahnya Jae-Min. Mau nobar drama bareng.
Tae-In: Ini lebih penting daripada itu. Pokoknya kesini cepat!
Me : Tidak bisa. Rumah Jae-Min ke rumahku jauh, lho. Lagipula, aku tak enak dengan yang lain.
Tae-In: Ini penting, Angeel!
Me : Tidak mau, Tae-Iin!
Aku mematikan hp, lalu membantingnya ke sofa dengan kesal. “Huft!” dengusku sebal.
“Kenapa? Tae-In, ya?” tebak Jae-Min.
Oh, ya. Aku belum pernah cerita soal ini, ya? Ya, kedua sahabatku ini memang sudah tahu kalau aku dan Tae-In sudah saling kenal, bahkan sudah dekat.
Memang awalnya mereka terkejut, sih. Tapi, saat mereka kujelaskan kalau Tae-In itu tidak berbahaya, mereka akhirnya percaya. Tapi untuk rahasia yang lainnya, itu tak akan aku beritahukan pada mereka. Dan mereka masih tetap mengawasi jarakku dengan dengannya. Begitulah mereka.
“Iya, nih. Tae-In menyuruhku untuk ke rumahnya sekarang juga. Males banget, deh,” cibirku.
“Untuk apa? Memang Tae-In selalu begitu, ya?”
“Tidak tahu juga, sih. Tapi dia bilang ini penting. Aku agak ragu juga,” jawabku ragu-ragu.
“Yah, jangan pergi sekarang, dong. Nanti saja, sekalian pulang. Paling juga enggak penting-penting amat, kan?” bujuk Shin-Hye.
“Ngg... iya, deh,” jawabku ragu.
“Nah, gitu dong! Ini ‘kan baru Myung-Joo yang kukenal!” Aku meringis. Sebenarnya aku agak ragu juga. Aku takut kalau ini benar-benar penting. Tapi tak apalah. Sahabat lebih penting.
__ __ __
“Nih-nih, mulai!”
Drama pun dimulai.
“Ooh... Gangnam Beauty...,” koorku dan Shin-Hye bersamaan.
“WOAAAH! ITU EON-SUK!!” jerit Shin-Hye histeris.
“Keren, ya. Eon-Suk sekarang mainin drama,” pujiku.
“Hm!”
Kami akhirnya menonton drama dengan serius, apalagi Shin-Hye yang sampai terlihat sekali fokusnya.
Ini bagian Eon-Suk dalam adegan di tengah hujan. Aku teringat oleh sesuatu. Jariku menunjuk ke layar tv. “Jung Tae-In.” Refleks, aku menyebutkan nama itu.
“Bwahahahaha!!” semua tertawa.
“Lho, kenapa?” tanyaku heran.
“Wah, instingmu kuat sekali, ya? Pantas saja, saat melihat Eon-Suk di drama ini, aku jadi teringat pada seseorang. Ternyata itu Tae-In, ya? Ekspresi karakternya juga mirip sekali dengan ekspresi wajah Tae-In di kesehariannya. Sifatnya yang dingin tapi perhatian juga cocok, tuh, dengan kepribadian Tae-In,” jelas Jae-Min panjang.
Aku tersenyum. Iya, di adegan itu, aku jadi teringat saat aku pertama kali bertemu dengannya.
__ __ __
Drap! Drap!
TING! TONG!
“Jung Tae-Iin!” panggilku.
“MASUUK!” teriak Tae-In dari dalam. Aku membuka pagar rumahnya, dan masuk ke dalamnya.
Tae-In menatapku dingin. “Mengapa lama sekali?”
“Maaf.”
Ia menghela napas. “Ya sudah.” Setelah itu, kami saling diam.
“Kau memanggilku untuk apa?” tanyaku.
“Oh. Ng... apa kau rindu dengan Amerika?” tanya Tae-In seraya berjalan menuju kursi taman. Aku mengikutinya.
“Mengapa bertanya itu? Iya, aku rindu. Tapi aku sudah terbiasa disini.”
Tae-In merenyit. “Bukannya dulu kau rindu sekali. Sampai... kau demam?”
“Iya, itu dulu.” Aku menyalakan handphone ku. “To the point. Sebenarnya ada apa?”
“Ng... kau bisa pulang ke Amerika.”
Aku langsung cepat-cepat mematikan hp, lalu menatap Tae-In dengan raut wajah yang senang sekali. “Serius?!”
“Iya.”
“Kau tahu darimana kalau aku bisa kembali lagi ke tubuhku yang asli?”
“Ya, aku tahu. Aku ‘kan ketuanya.”
“Ya, kamu tahu darimana Tae-Iiiin? Dari siapaaa?” tanyaku greget.
“Aku juga tak tahu, aku tahu darimana,” katanya dengan wajah yang polos.
“LAAH... kok bisa?” tanyaku tambah bingung.
“Iya. Memang begitu kalau jadi raja. Kalau ada i-.”
“Iya-iya... jangan dijelasin. Nanti aku bakal enggak ngerti.”
Tae-In mengangguk. “Jadi persiapkan dirimu, ya. Kau mau, kan?” tanya Tae sambil men-scroll hp nya.
Aku memalingkan wajah dengan ragu. “Entahlah.”
Tae-In terkejut. “Apa maksudmu?”
“Aku... tak yakin. Di sisi lain, aku memang harus pulang. Tapi di sisi yang lainnya juga, aku tak sanggup untuk meninggalkan ini semua.” Aku menatap langit.
Tae-In menepuk bahuku. “It’s okay. Pertamanya memang berat, tapi jika sudah terbiasa, kau bisa melupakannya,” hiburnya.
Aku tersenyum sambil menatapnya dengan mata yang sayu. “Aniya. Aku tidak akan melupakan kalian.”
Tae-In membalasnya dengan senyuman. “Kurasa... Myung-Joo yang disana juga akan senang dengan berita ini.”
Aku memejamkan mata untuk menikmati hawa sejuk di sini.
“Myung-Joo.”
“Ne?”
Tae-In menunjukkan senyumannya. “Kau masih bisa hidup lebih lama lagi di sini sebelum kau pergi.”
Aku membalas senyumannya. “Terima kasih.”
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu