“Nah, ini rumahmu, Myung-Joo,” ujar Papa. Aku hanya asal mengangguk tanpa tahu artinya.
Mama mengantarkanku sampai kamarku. “Ini kamarmu. Kalau ada apa-apa, bilang Mama ya?” Aku hanya mengangguk.
Aku tatap cermin di sebelahku. Wajahku agak berbeda dengan wajahku yang dulu. Kulitku lebih cerah, rambutku hitam pekat, dan tubuhku lebih tinggi. “Yahh... setidaknya aku masih bisa hidup.”
Aku menghempaskan diri di atas kasur. “Bagaimana nasibku di sekolah nanti?”
__ __ __
Aku membolak-balikan buku pelajaran Bahasa Korea. Malam ini, aku harus mati-matian belajar Bahasa Korea.
Tok! Tok!
“Masuuk.”
Mama mengintip dari pintu kamar. “Myung-Joo, belum tidur?” tanyanya.
Aku menoleh. “Oh, belum, Ma,” jawabku seraya membaca buku.
Mama mengangguk. “Jangan tidur terlalu malam. Kau ‘kan baru sadar dari koma,” peringat Mama seraya menutup pintu kamar.
“Ye.”
__ __ __
Cip! Cip!
Suara kicauan burung terdengar di pagi hari yang cerah ini.
Aku terbangun. “Hoaahm... harus sekolah lagi, deh.” Dengan malas, aku bangun dari tidur.
Aku diam sejenak sambil berdiri, seakan-akan ingat sesuatu. “OH, IYA! Kan aku tidak sekolah setelah tiba-tiba berganti tubuh. Yes!” seruku girang.
“Joo sarapan!” teriak Mama dari lantai bawah.
“Iya, Ma!” Aku pun turun ke lantai bawah.
“Wah, sudah lama tidak melihat Myung-Joo berlari ke bawah untuk sarapan, ya.” Papa terlihat senang sekali. Ah, aku terlihat seperti pembohong sungguhan sekarang.
“Haha. Iya, Pa. Mama juga rindu. Nah, ayo Myungie sayang, makan yang banyak ya.”
Aku mengangguk. Aku pun duduk di kursi. Dan aku... menatap menu sarapan pagi ini. Alisku bertaut. “Apa ini?”
__ __ __
“Hmph... huahh....” Aku menghirup napas, lalu membuangnya lagi. Lingkungan ini begitu cocok denganku. Sekarang musim semi, musim yang sangat kusukai. Kebetulan sekali.
“Oke, aku akan menjalankan hidup baruku ini bagaimana pun caranya.”
__ __ __
“Ugh... bagaimana ini? Besok sekolah, lho. BESOK, SEKOLAH.” Dari tadi aku terus terbayang-bayang dengan apa yang akan terjadi di sekolah nanti. Uh, sangat mengerikan pokoknya.
“Tapi setidaknya, aku bisa liburan disini. Tapi kan aku tidak sedang liburan, ya?” ocehku.
“Myung-Joo, Mama beli teokbokki, nih!” sahut Mama.
Kepalaku menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. seketika aku berteriak. “Horee, jajanan!”
__ __ __
Hari ini aku harus sekolah. Ya, hari ini memang hari yang sangat mengerikan sekali.
Aku memakai seragam sekolahku. “Waah... cantik sekali.” Kemeja putih yang dipadu dengan rompi berwarna biru muda, dengan rok selutut berwarna biru toska dengan hiasan glitter pink yang menghiasinya. Cantik sekali.
“Myung-Joo, sudah belum?” tanya Mama dari luar kamar.
“Sudah, Ma.”
Mama masuk. “Wah, cantiknya anak Mama,” puji Mama.
“Hehe. Terima kasih,” jawabku malu-malu. Eoh, aku baru sadar. Mengapa aku harus malu? Yang punya muka ‘kan bukan aku? pikirku dengan agak kecewa.
“Nah, sebelum kau memulai sekolahmu, kau harus memakai ini dulu.” Mama memakaikanku sesuatu diatas kepalaku. “Coba kau lihat cermin.”
Aku menatap cermin. “Huaaah... aku jadi kelihatan lebih cantik sekarang!” seruku girang.
Mama merenyitkan dahi nya. “Lho? Kau benar-benar tak ingat sama sekali?” tanya Mama. Aku menggeleng. “Oh. Dulu, kau sangat suka sekali dengan bando ini,” cerita Mama dengan raut wajah sedih.
Aku jadi ikut sedih. Sebenarnya... aku Angel, Ma, bukan Myung-Joo anak Mama, batinku yang ikut sedih.
“Nah sekarang, kau harus memulai pagi cerah ini dengan sekolah!”
Aku menatap Mama. “Di mana sekolahku?”
Mama tertegun. “Baiklah kalau begitu.”
__ __ __
Bagus. Keadaan makin buruk sekarang. Padahal hari ini aku tak mau mendekati siapa pun hari ini. Tapi Mama malah menyuruh entah siapa untuk berangkat sekolah bersama. Katanya, sih teman. Tapi aku tak tahu.
“Myung-Joo ah. Kau kenapa? Kok aneh begitu?” tanyanya khawatir.
“Eoh? Oh, aku tidak apa-apa kok, hehe.”
Dia merenyitkan dahi nya. “Jelas-jelas kau terlihat aneh begitu. Mengapa pakai bahasa formal? Biasanya kau akan memakai bahasa non-formal jika bersamaku. Kau kenapa? Kau masih sakit? Kalau masih, kau istirahat dulu saja. Jangan sekolah dulu,” suruhnya.
“Eh, ng... nggak. Aku....”
Sret!
Aku menjulurkan tangan kananku, tanda ingin memulai perkenalan. “Namamu siapa?” tanyaku ramah. Ia diam sambil menatap tanganku kesal.
“HEI! Kita sudah bersahabat selama satu tahun terakhir sejak kau koma! Hanya gara-gara kau koma, kau dengan mudah bisa melupakan persahabatan kita selama ini? HAAAH....” Ia membentakku dengan nada yang sangat kecewa sekali.
“J-jangan salah paham dulu. Sebenarnya... aku hilang ingatan setelah bangun dari koma. Mungkin itu efek samping dari koma? Jadi, hei, siapa namamu?” jelasku panjang.
Ia diam sejenak, lalu memelukku erat. “Owh... aku minta maaf. Aku tak tahu kalau kau amnesia. Tapi....” Ia melespakan pelukannya dariku, lalu menatapku dari bawah sampai atas. “Tapi... kau masih ingat bagaimana caranya berjalan, makan, dan semacamnya ‘kan?” lanjutnya.
“Hei, aku hanya lupa cerita hidupku, sobat.”
Ia tersenyum manis. “Namaku Shin-Hye, Nam Shin-Hye. Aku sahabatmu sejak kita duduk di bangku SMP kelas 3. Dan aku, masih mengingatmu,” jelasnya.
“Syukurlah kalau aku punya sahabat baik yang bisa dipercaya.”
Ia mengangguk. “Aku akan selalu membantumu.”
Wajahku seketika menjadi cerah. “Gomabda, Shin-Hye.”
__ __ __
Aku meletakkan tasku dan duduk di bangku. “Fuuh... sejauh ini aman-aman saja,” gumamku lega.
“Waah... Myung-Joo sudah bangun dari koma, ya?” tanya seorang siswi.
“Hai,” sapaku. “Maaf, aku lupa namamu. Aku... lupa,” jelasku.
“Namaku Bae-Won, Yeong Bae-Won. Lau lupa?”
"Hng... bukan begitu sih. aku-." Sebelum aku melanjutkan kata-kataku, tiba-tiba saja Shin-Hye datang sambil menarik lenganku menjauh dari Bae-Won.
“Shin, jangan tarik-tarik tangan dong. Sakit, nih,” protesku.
Shin-Hye mendengus sebal. “Jangan bilang rahasiamu ke orang yang tak tepat. Dia bukan orang yang tepat untuk diberitahu. Lain kali, jangan dekati dia!” larang Shin-Hye.
“Lho, kok gitu, sih? Apa berita kalau aku amnesia itu rahasia?" tanyaku bingung.
Shin-Hye menggeleng-gelengkan kepalanya. "Haah..., kau ini. Kau terlalu polos."
"Dia baik, kok.”
Shin-Hye menggeleng. “Luarnya saja baik. Tapi dia selalu punya maksud jahat.” Aku tertegun. “Dulu kau juga baik padanya.”
“Kok bisa?”
“Iya. Soalnya dia itu pintar menipu. Dan kau sendiri gampang sekali di tipu. Coba saja lihat. Iiih! Memikirkannya saja aku sudah jijik. Makanya tuh, dia tidak punya teman. Sudah, lah. Kita pergi saja yuk,” ajaknya. Ia menarik lenganku kembali.
“Mau kemana, sih?”
Kami tiba-tiba berhenti. “Tunggu, deh. Aku masih belum yakin kalau kau amnesia total.” Aku tersenyum miring.
Aku memang tidak hilang ingatan. Tapi rohku yang salah menempati tubuh, batinku sebal.
“Aku tes dulu deh. Itu... siswa itu siapa?” tanyanya sambil menunjuk siswa tampan dan tinggi yang sedang memaikan ponselnya.
“Mmm... temanku?” tebakku dengan ragu.
“Bwahahahaha! Dia itu anak populer di sekolah ini. Hihi. Kelihatan sekali kalau kau ingin berteman dengannya. Dia itu susah didekati.”
Pipi ku merona. “Duh, jadi malu kan. Yuk, ah balik lagi ke kelas.” Kami akhirnya balik lagi ke lantai atas.
Ternyata keadaan kelas lebih ramai daripada tadi. Dan kami pun duduk di bangku.
Bruk!
“Hosh... hosh....” Seorang siswi masuk ke dalam kelas dengan napas yang terengah-engah.
“Hai Jung Jae-Min~,” sapa Shin-Hye yang terlihat menyindir.
“Apaan, sih!” Ia terlihat marah pada Shin-Hye. Lalu ia melirikku.
“Eh?”
“Hyaa! Myung-Joooo, akhirnya kau bangun juga!” Ia memelukku.
Duh Shin, ini siapa lagi sih? rutukku dalam hati.
“Jae, jangan kasar padanya. Dia amnesia total. Jadi dia TIDAK kenal kamu.”
Aku berbisik pada Shin. "Dia orang yang terpercaya?" Shin-Hye pun mengangguk.
“OH, YA?! Duh, kasihan sekali anak mamih. Namaku Jung Jae-Min. Aku dan Shin-Hye adalah sahabatmu.” Shin-Hye mengangguk.
“Jadi... dulu aku punya dua sahabat?” tanyaku memastikan.
Jae-Min mengerutkan dahinya. “Kau benar-benar tak ingat? Kok bisa, sih?” tanya Jae-Min sambil berkacak pinggang.
“Ya, namanya juga amnesia total, Jae.”
Jae-Min mengangguk. “Aku duduk di bangkuku dulu, ya.”
__ __ __
Kriing!
Waktu istirahat tiba.
Aku menjatuhkan kepalaku di atas meja. Pusing sekali rasanya setelah 3 jam belajar. Dan aku hampir tak mengerti dengan apa yang guru tadi jelaskan. Bukan, bukan pelajarannya, tapi bahasanya. Aku belum sepenuhnya mengerti Bahasa Korea. Kalau Hangeul nya sudah lumayan, sih.
“Myung-Joo, kenapa?” tanya Shin-Hye.
“Tak apa. Hanya pusing saja. Pelajarannya tadi sulit,” alasanku.
“Yuhuu!” Jae-Min tiba-tiba sudah berada di depan kami. “Mau kutraktir?” tawarnya.
Aku mengangkat kepala. “Traktir apa.”
“Terserah kau saja, mau apa.”
“Aku tidak?” tanya Shin-Hye menawarkan dirinya untuk ditraktir Jae-Min juga.
“Tidak usah!”
“Tapi, aku tak tahu jajanan Korea. Aku cuma tahu teokbokki,” kataku lesu.
Jae-Min menepuk dahinya. “Jajanan negaranya saja sampai lupa. Ya sudah, nanti ku jelaskan. Yuk!” ajaknya.
Kami pun pergi ke kantin yang tempatnya lumayan luas.
“Jae-Min, kesana saja yuk,” usul Shin-Hye sambil menunjuk ke suatu stan makanan.
“Ide bagus. Ayo!” Kami pun membeli jajanan Korea di stan ini. Dan aku siap untuk mencoba jajanan Korea lagi.
__ __ __
“Jae-Min,” panggil Shin-Hye.
“Ya? Ada apa?”
“Kau... tau anak kelas 2-5 yang aneh itu tidak? Anaknya aneh, dingin, dan... ‘ehem’!” Jae-Min terkikik.
Aku tak mengerti. “Ehem maksudnya apa?” tanyaku tak mengerti.
“Ehem itu maksudnya dia tampan.” Jae-Min kembali terkikik.
Aku tambah bingung. “Katanya aneh, kok tampan?”
“Kau akan tahu dia nanti,” ucap Shin-Hye. “Kimchi ku sudah habis. Ayo kembali ke kelas.”
__ __ __
Aku termenung di depan kelas. Rasanya ada yang aneh dengan pembicaraan Shin-Hye dan Jae-Min tadi. Dan mengapa Shin-Hye bilang aku akan tahu nanti? Mereka ini buat penasaran orang saja. Aargh! Aku spontan mengacak-acak rambutku sampai bandoku terjatuh ke bawah.
“Hei, ada apa? Mengapa kau terlihat frustasi sekali?” tanya Shin-Hye bingung.
“Oh, Shin-Hye.”
Ia mengambil bandoku yang terjatuh. “Ini bandomu,” katanya sambil memberikan bandoku padaku.
“Terima kasih.”
Shin-Hye tiba-tiba menatapku tajam. “Kau mau pulang atau tidak? Cepat berdiri! Atau, kau mau pulang sendiri?” ancamnya.
“Ya... aku akan berdiri.”
Shin-Hye mengantarkanku pulang. Aku meliriknya dengan agak ketakutan. “Shin-Hye ya~ Mengapa kau tiba-tiba dingin padaku?”
Shin-Hye tersentak. “Benar juga. Maaf. Sepertinya... aku agak kasar tadi setelah kami membicarakan dia. Ya?” tanyanya.
Aku mengangguk sebal. “Kenapa, sih?”
“Ah, tidak ada apa-apa, sih. Tapi... aku merasa kalau kau belum saatnya mengetahui dia.”
“‘Dia’ yang kau maksud itu... anak kelas 2-5 yang kau dan Jae-Min bicarakan saat jam istirahat tadi? Memangnya mengapa aku belum boleh mengetahuinya?” protesku.
Shin-Hye memegang pundakku erat. “Dengar, ya. Aku ini sahabatmu. Dan kau baru saja bangun dari tidur panjangmu, alias koma. Aku juga berhak untuk memikirkan keselamatanmu. Dia aneh. Dia berbahaya! Pokoknya, hati-hati dengannya.” Aku mengangkat kedua alisku.
“Rumahmu disitu. Aku mau pulang dulu,” pamitnya.
Aku mengangguk dan hendak memasuki rumah.
“Oya, Joo,” panggilnya.
“Hm?”
“’Dia’ itu... Jung Tae-In.”
Whusssh~!
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu