Kisah cinta Ayah dan Ibu. Tian dan Ratih kisahnya benar-benar telah lengkap. Susunan puzzle-puzzle ini sudah semuanya utuh. Semuanya rampung sudah. Ketika cinta tak berakhir luka,namun mengalun sunyi dibuai harapan-harapan. Ketika anak terakhir kemudian lahir.
"Kau akan menjadi kebanggaan Ayah dan Ibu, nak"
Dengan yakin Ayah mengatakan di telinga bayi tersebut.
+++
Tahun 2025
Aku kembali. Aku masih disini. Dan Aku akan memulai kembali hobiku yang dulu. Sempat terkubur lama. Akhirnya Aku memutuskan untuk kembali.
Dunia internet sudah seperti jiwa ku yang telah lama tidak bangkit. Dan kemudian bangkit lagi dengan segenap semangat baru. Aku pun kemudian langsung membuka laptop dan mencari semua yang masih belum lengkap. Sedikit lagi.
Aku pun berusaha mencari seluruh informasi yang tertinggal selama Aku tidak mengotak-atik selama beberapa tahun belakangan ini.
Tetapi, walaupun tidak banyak yang didapat tetapi sudah cukup untuk melunasi kebosanan dan keinginan yang meluap karena Aku sudah lama tidak berkecimpung dalam dunia internet lagi. Jadi, Aku sekarang agak kaku. Tetapi, tidak masalah. Hanya masalah waktu untuk terbiasa lagi.
+++
Tahun 2029
Ayah telah meninggal. Karena sakit bukan karena dibunuh seperti kakek. Aku merasa lega. Walaupun sedih ini tak kunjung reda. Semoga waktu dan hati ini berbaik hati untuk kembali baik.
Tiga tahun kemudian. Hari ini adalah tahun yang paling membahagiakan bagiku.
Aku menikah dengan gadis yang Aku cintai. Aku banyak tersenyum, memegang erat-erat lengan istriku. Bersemu merah. Gadis itu mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Mempesona. Rambutnya disanggul. Disematkan setangkai bunga mawar putih.
Namanya Indah. Seperti namanya Indah sekali dipandang. Membuat hati ini berdegup kencang setiap memandangnya.
Ketika Aku duduk bersisian dengannya di pelaminan, Aku merasa menjadi lelaki yang sungguh beruntung. Lelaki paling bahagia di dunia. Aduh, istriku cantik sekali.
+++
Pukul sebelas, larut sekali. Aku mengusap wajahku yang tegang. Aku menekan pedal gas lebih kencang. Istriku sedang hamil besar. Aku khawatir sekali terjadi apa-apa dengannya.
Sesampainya Aku di rumah. Aku menggerak-gerakan leherku yang pegal ini.
"Malam istriku.."
"M-hua-lam suamiku.."
"Maaf ya hari ini Aku lagi-lagi pulang telat."
"Kau sudah makan malam?" Istrinya berseru mesra. Aku menggeleng.
Sebenarnya sudah. Tapi, seminggu lalu saat malam-malam pulang, ditanya hal serupa kemudian Aku mengangguk. Dan istriku kemudian menunduk kecewa. Aku amat merasa bersalah. Makanya sejak malam itu, sekenyang apapun Aku saat pulang, Aku memaksakan diri makan malam bersama istri tercinta.
"Aku panaskan dulu ya, Sayang." Dengan nyengir manisnya.
Aku pun tersenyum. Menatap perut buncit istriku.
+++
Celaka. Aku terlambat. Entah apa rencana-Nya. Entah apa semua maksud dari takdir ini. Ketika Aku sampai ke rumah, Aku tidak melihat istriku menyapa di depan pintu.
Mungkin sudah tidur. Kemudian Aku melangkahkan kaki di anak tangga. Aku keliru, ternyata istriku tidak ada di dalam kamar tidur. Aku menelan ludah. Dimana?
Membuka pintu kamar mandi. Kosong. Dan seketika ada sesuatu yang membuatku kaget. Benar-benar membuatku cemas. Ada yang tidak beres. Dimana istriku?
Dan kaki ku lemas seketika. Aku berteriak meminta bantuan. Bagai seekor elang dia melompat. Lihatlah, tubuh istriku tergeletak di kamar mandi lantai bawah. T-e-r-g-e-l-e-t-a-k.
Darah memenuhi lantai. Aku pun panik seketika. Wajah istriku pucat membiru. Aku pun merengkuh istriku dengan bergemetar. Tubuh istriku dingin.
Aku takut. Teramat. Akhirnya Aku membawa istriku ke Rumah Sakit saat itu juga. Aku gemetar sekali. Memikirkan banyak hal. "Bertahanlah, istriku. Aku mohon bertahanlah! "
Entah sejak kapan istriku tergeletak pingsan di kamar mandi. Kalau Aku bisa pulang lebih cepat. Kalau.. kalau Aku.. Mungkin tidak akan separah ini.
Rusuh lima menit kemudian Instalasi Gawat Darurat. Dokter jaga terbirit-birit masuk ruang operasi. Tapi, lebih rusuh lagi pikiranku. Buncah dengan ketakutan-ketakutan.
Enam jam berlalu, semburat merah memenuhi cakrawala. Matahari terbit di ufuk langit. Indah. Ternyata hari itu, Allah masih berbaik hati. Istriku tertolong. Aku tertunduk lamat-lamat menatap istriku yang tertidur
Entahlah bagaimana dia akan menyampaikan berita menyakitkan itu. Aku menggigit bibir. Walau istriku selamat, bayi kita tidak.
+++
Sebulan berlalu kesedihan itu masih menggantung. Ada banyak yang terlanjur disiapkan untuk menyambut anak kami. Akhirnya, kami memutuskan untuk menyimpan segalanya. Dimasukkan kembalu kedalam kardus. Tempat tidur bayi disembunyikan di dalm gudang.
+++
Hari ini kami berencana pergi ke suatu tempat. Untuk menghibur diri. Enam bulan berlalu keceriaan mulai terlihat, muka istriku mulai terlihat riang. Tapi, Aku tahu kesedihan masih menggantung di matanya.
Maka dari itu, Aku memutuskan untuk mengajak istriku ke taman-taman yang indah untuk menghilangkan kesedihan ini.
Tiga jam berlalu. Istriku sudah banyak tertawa dengan senda gurau ku. Mudah-mudahan dengan cara ini dia bisa lebih baik dari ini. Sangat menyenangkan melihatnya tertawa, Aku merengkuh bahu istriku dan berbisik "Anak kita akan jauh lebih cantik, Sayang" Istrinya tersenyum, mengangguk.
+++
Celaka. Ternyata kesenangan tadi pagi mahal sekali. Entah apa rencana langit. Entah apa maksud semua ini. Entahlah.
Malam itu, saat Aku dan istriku duduk di halaman rumah. Menggembirakan memandang hamparan kota yang terpesona. Saat Aku bercanda dengan istriku, saat itu lah, langkah kaki istriku mendadak terhenti. Bagai pasak yang dihujamkan. Istriku mengkerut. Jatuh terduduk. Meringis kesakitan.
"Ada apa? Apanya yang sakit? Jangan bercanda, Sayang"
Darah! Darah berceceran membasahi baju istriku. Gemetar Aku merengkuh istriku.
"S-a-k-i-t" istriku mendesah tertahan.
"Sabar, sayang.. Bertahanlah, Aku mohon"
LAGI? Bukankah dia sudah menyiapkan semuanya. Berhati-hati. Kenapa ini terjadi lagi? Setengah jam berlalu. Aku gemetar menunggu.
"Kami harus mengoperasi bayinya, Dan"
"Apa.. apakah bayinya selamat?" Aku mengendus resah.
"Kami belum tahu, yang pasti kondisi istrimu jauh lebih baik dibandingkan yang lalu. Pendaharannya tidak parah. Kita berharap yang terbaik untuk keduanya. Istrimu masih sadar, Kondisinya sejauh ini baik. Kau mau bicara sebentar? Lima menit. Kami harus menyiapkan operasi. "
Aku tidak menunggu lama, tidak perlu menjawab, Aku langsung bergegas masuk.
Melangkah pelan, mendekat. Istriku menatao sendu, mencoba tersenyum.
"Apa kata dokter?" Istriku bertanya amat pelan.
"B-a-i-k. Semua akan baik-baik saja, Sayang. Mereka sedang menyiapkan operasi. Bayi kita akan selamat."
Seketika Aku teringat kata-kata Ayahku. Seketika Aku semakin sedih, tak ada yang mengatakan itu lagi kalau kalau nanti Aku berperilaku "aneh".
Diam. Senyap. Dan entah kenapa istriku mendadak menangis.
"Aku takut"
"Aku disini, Sayang. Tidak ada yang perlu ditakutkan"
"Aku benar-benar takut."
"Ada aku, Sayang. Tenanglah, Sayang. Semua akan baik-baik saja. Percayalah"
Keliru. Aku benar-benar keliru. Urusan ini tidak pernah sesederhana seperti bayanganku. Terkadang, untuk orang yang akan pergi, pertanda. Dia akan melihat pertanda itu datang. Itulah yang dilihat istriku saat Aku datang menghampirinya.
"Jangan menangis, Istriku. Aku mohon." Aku mengusap air matanya.
Istriku mencoba tenang, dan kemudian tersenyum lemah "Apa aku saat ini terlihat cantik dimatamu?"
Aku menelan ludah. Pertanyaan apa ini? Dalam situasi seperti ini? Akhirnya Aku mencoba mengangguk. "Seperti apa?"
Aduh, bagaimanalah Aku menjawabnya. Aku tersenyum. Cantik sekali. Lihatlah, muka pucat seperti ini saja masih terlihat cantik mempesona.
"S-e-p-e-r-t-i a-p-a?"
Aku mengusap rambut. Kemudian mengangkat jemariku. Sepuluh jari aku acungkan padanya.
Istriku tersenyum lemah. Hening.
"Aku cinta padamu, selalu". Aku berkata sambil menahan tangis. Istriku ternyata sedang bersiap.
+++
Sepuluh menit berlalu. Bayi itu tidak terselamatkan. Dokter menelan ludah. Para perawat menyeka ujung matanya. Operasi itu selesai. Aku tergugu melihat istriku. Menangis tanpa air mata.
"Sebaiknya kau menunggu di luar, Dan" Aku menggeleng. Tidak. Aku tidak akan pergi. Aku tetap menunggu istriku bangun. Aku ingin memeluk istriku, bahwa kita kehilangan permata kita. Lagi. Dokter menghela napas. Membiarkan.
Setelah 6 jam berlalu. Akhirnya istriku mulai mengerjap-ngerjap kan mata. Remang-remang. Mencari Aku. Pelan-pelan terang. Menatapku amat dalam. Redup, tersengal.
"A-n-a-k k-i-t-a?" Bertanya penuh harap. Pelan. Antara terdengar atau tidak.
"Ia baik-baik saja." Aku menggigit bibir.
"L-e-l-a-k-i--p-e-r-e-m-p-u-a-n?" Mencoba berbicara. Bertanya.
"Perempuan. " Aku menghela napas.
"Apakah ia cantik?"
"Cantik sekali, mirip sepertimu"
Senyap.
Tiba-tiba istriku menangis. Entah apa sebabnya.
"Jangan menangis, istriku. Kumohon.. Semua akan baik-baik saja. Kumohon..." Aku menggigit bibir. Bingung.
"Apakah.. Apakah kau ridho padaku?" Istriku bertanya, tersengal. Di sela-sela tangisnya.
Ya Tuhan, Apa maksudnya ini?
"Jangan menangis, Sayang"
"Apakah kau ridho padaku?" Istriku bertanya. Memaksa agar aku segera menjawab.
Aku pun tersadar. Kesadaran yang membuatku tergugu seketika. Ini kalimat terakhir. Aku pun menggenggam jemari istriku.
"Jangan.. Sayang.. Kumohon, jangan pergi.. " Aku seketika menangis sejadi-jadinya. Berseru panik.
"Apakah kau ridho padaku, Suamiku" Suara istriku mulai melemah.
"KUMOHON!! JANGAN PERGI!!"
Ya Allah.. Tolong.. Selamat dia..
"JANGAN PERGI!! Kumohon.."
Aku pun buncah oleh tangisan.
"A-p-a-k-a-h?" Istriku menunggu.
Aku terpana. Menggigit bibir. Mata istrinya menunggu. Akhirnya Aku mencoba mengikhlaskan dan akhirnya m-e-n-g-a-n-g-g-u-k pelan. Sungguh. Ya Allah, Aku sungguh sudah ridho dengan apa yang dia lakukan selama ini.
Dan anggukan itu "mahal" sekali bayarannya. Anggukan itu mengantar semuanya. Mata bulat indah istriku pelan tertutup. Pergi. Selamanya.
+++
3 tahun berlalu.
Setelah kejadian itu. Aku kembali lagi merasakan tubuhku aneh seketika. Dan Aku pun mulai merasakan tubuhku bukan tubuhku seperti biasa. Aku mulai panik. "Kelakuan aneh" itu akan muncul. Muncul di waktu yang tidak tepat.
Jiwaku berteriak kalap "TOLONG!!! SIAPA SAJA TOLONG AKU!!!"
Ketika itu Aku tidak sadarkan diri dan mulai melakukan hal-hal aneh lagi. Seperti menghentak-hentakan lantai. Menjambak-jambak rambut, hingga berteriak parau tidak jelas.
Kesedihan yang mendalam membuatku melakukan kelakuan-kelakuan aneh itu lagi. Saat itu Aku benar-benar tidak sadar. Seperti tidur dan bermimpi teringat masa lalu.
Padahal Aku sedang membenturkan kepalaku ke dindinh. Menghentak-hentakan kaki, jambak-jambak rambut, dan lain sebagainya.
Entah apa rahasia Tuhan kali ini. Kesedihan itu begitu mendalam.
Hingga..
Keajaiban itu datang.
Aku seperti tersadarkan kembali dari "kelakuan aneh" tersebut. Aku merasa Ayah seperti berbisik lagi kepadaku bersama istri dan anak-anakku yang begitu lucu. Sambil berkata "Semua akan baik-baik saja"
Seketika Aku tersungkur dan terjatuh.
Beberapa saat kemudian akhirnya Aku tersadar dari "mimpi" yang sangat panjang ini.
+++
Hari ini, akhirnya Aku kembali ke dunia internet. Dan membobol situs negara terpenting sebisaku. Tadinya, hampir gagal. Tapi, Aku berusaha untuk membobolnya sekuat tenaga yang tersisa.
Berhasil.
Akhirnya Aku berhasil membobol semuanya. Semuanya. Dan dengan berani Aku membocorkan semuanya ke sosial media di website terkenal. Akhirnya viral. Kemudiam Aku mengasingkan diri.
Dan Aku tidak akan pernah di temukan kembali.
-Tamat
@KurniaRamdan39 waahh makasih yaa koreksinyaaa <3
Comment on chapter Episode 1