Handcuffs
Tiga puluh menit kemudian, ruangan kelas yang tadinya hanya ada Jihoon dan Yi Rang, kini terlihat penuh dan sesak. Untung saja Jihoon masih bisa menahan kebisingan yang sekarang ini menyakiti gendang telinganya. Suara yang keluar dari earphonenya tidak bisa membantu sama sekali. Suara itu telah kalah telak. Jihoon pun dengan kasar menarik earphone yang semenjak tadi menemani gendang telinganya. Kemudian, Jihoon berdiri. Yi Rang yang sedari tadi fokus membaca buku, juga berdiri. Benar. Mereka berdiri bersamaan. Jihoon mulai menautkan alisnya. Mau apa dia kali ini?. Begitulah satu pertanyaan berhasil keluar dari otak Jihoon. Tanpa berkata, tiba-tiba Yi Rang berjalan ke sisi kiri Jihoon. Jihoon menoleh. Alisnya terpaut semakin dalam. Apa yang sedang dia lakukan?. Sebenarnya, dia mau apa?. Gila. Itu sudah lebih dari satu pertanyaan. Bagi Jihoon, jika ada satu pertanyaan keluar dari otaknya di saat sedang di ganggu oleh seseorang, itu masih dalam tahap wajar. Tapi yeoja ini, sebenarnya dia siapa?. Dia berhasil membuat Jihoon mengeluarkan pertanyaan lebih dari satu. Wow.
“Kau, mau apa?” Akhirnya Jihoon pun buka suara. Yeoja tersebut membalasnya dengan datar. Tangan kanannya kini terlihat tengah meraih suatu benda yang ada di dalam saku roknya. Setelah meraih sebuah benda yang terlihat berwarna silver, tiba-tiba tangan kiri Yi Rang menarik paksa lengan Jihoon ke bawah. Ia pun mengeluarkan sebuah benda yang tadi dilihat Jihoon dengan samar-samar. Kini, benda itu menahannya. Menahan pergelangan tangannya. Jihoon tidak bisa lepas. Dia tidak bisa kabur. Sebenarnya, dia bisa untuk kabur. Tapi itu akan melelahkan jika ia harus membawa kursi yang kini tidak bisa dipisahkan dengannya. Gagang kursi itu menjadi tempat yang nyaman untuk benda itu menggantung pergelangannya dengan kursinya.
“Ya! Apa yang kamu lakukan?!” Teriak Jihoon. Teriakan itu berhasil memancing perhatian seluruh murid yang ada di kelas tersebut.
“Aku tadi sudah bilang, kan. Aku sudah memperingatkanmu.” Ucap Yi Rang dengan nada sarkatis.
“Memangnya kau siapa berani mengancamku? Aku tidak peduli! Sekarang lepaskan ini!” Teriak Jihoon lebih lantang lagi. Dia geram. Wajah dan telinganya memerah. Dia tidak habis pikir dengan kelancangan yeoja ini padanya.
“Mian, aku tidak membawa kunci borgol itu. Nanti saat akan pulang sekolah, aku akan menelepon oppaku untuk datang dan membebaskanmu.” Kata Yi Rang dengan santainya. Yi Rang pun kembali berjalan ke sisi kanan Jihoon dan menduduki kursinya kembali. Selama Yi Rang berjalan maupun sampai duduk kembali, mata Jihoon menatapnya dengan tajam. Dia menuntut kebebasan yang menjadi haknya. Dia bukan pencuri ataupun pembunuh. Tapi kenapa ia harus diborgol?. Tatapan para murid-murid yang tadinya memperhatikan kedua insan yang menarik perhatian mereka, mengalihkan pandangannya setelah di tatap dengan tatapan dingin Jihoon. Tapi itu tidak berlaku bagi satu orang yang duduk di sebelah bangku Yi Rang dan Jihoon.
“Wow. Banjang, apa kamu selalu keren seperti ini?” Puji siswa tersebut. Jihoon yang mendengarnya semakin geram bukan main.
“Entahlah, mungkin aku memang selalu keren. Terima kasih untuk pujiannya, Kim Hu Bin. ” Jawab Yi Rang dengan santai dan tersenyum. Jihoon yang mendengarnya, merasa ia benar-benar dijadikan mainan oleh yeoja yang ia rasa sepertinya baru ia lihat sekarang ini.
Kemudian, yeoja itu menolehkan wajahnya pada Jihoon dan berkata, “Sebaiknya, kau mengikuti pelajaran yang akan dimulai dengan serius. Oh, tidak. Kau harus serius dari pelajaran pertama sampai pelajaran terakhir hari ini. Aku tidak akan membebaskanmu, bahkan saat jam istirahat sekalipun.” Kalimat itu disampaikannya dengan mudah dan ... kejam. Dia. Gila. Itulah yang disimpulkan Jihoon.
“Aku tidak akan bisa menulis. Jadi bukan masalah bagiku jika tidak menyimak pelajaran hari ini, ban.. jang.” Ucap Jihoon penuh penekanan pada kata ‘banjang’.
“Babo. Yang aku borgol itu tangan kirimu, bukan tangan kananmu.” Tegas Yi Rang sambil tersenyum meremehkan.
Ok. You win, Han Yi Rang. Tapi itu hanya untuk hari ini. Kata Jihoon dalam hati. Untuk hari ini dia akan ikut bermain dalam permainan yang yeoja itu buat, tapi jangan harap dia mau ikut bermain lagi dengannya. Justru Jihoon akan membuat yeoja itu yang masuk dalam permainannya.
*****
Sekarang aku tengah berada di mini market sekolah . Antrian di mini market sekarang cukup panjang. Aku sudah membawa hampir satu keranjang penuh berisi roti ataupun berbagai varian gimbap segitiga, dan tentu saja minuman juga ada. Sebenarnya, aku tidak akan mau melakukan ini kalau aku tidak punya tanggung jawab terhadap satu orang yang ku tahan dan satu orang lagi yang ku jadikan anak buahku untuk menjaga tahananku. Seperti yang kalian tahu, tahananku adalah Park Jihoon. Sedangkan, anak buahku adalah Kim Hu Bin. Kenapa aku mempercayai Hu Bin?. Karena aku sudah berteman dengannya sejak masuk sekolah ini. Salah satu sekolah bergengsi di Seoul, Korea Selatan. SOPA (School of Performing Arts).
Kemarin, aku mendapat tugas dari wali kelasku yang mau tidak mau mengharuskanku menahan Jihoon. Wali kelasku khawatir akan absen Jihoon yang terus menerus membolos. Aku tahu itu. Karena sebelum menjadi teman satu kelasnya di kelas 2-3, aku adalah tetangga kelasnya. Bisa dibilang saat dia melintasi kelasku, aku selalu melihatnya. Aku juga tahu kemana dia pergi pada akhirnya. Karena waktu itu aku tidak sengaja mengikutinya. Itu semua disebabkan karena rasa keingin tahuanku yang sangat mendalam.
Kali ini, aku sudah berada di depan meja kasir. Aku mengeluarkan seluruh isi keranjang belanjaku. Sensor merah yang ada pada benda yang sedang digenggam oleh pekerja kasir itu, mulai mengeluarkan suaranya. Setelah selesai membayar, aku bergegas menuju kelas. Untung saja Hu Bin masih menjaga Jihoon. Aku pun langsung duduk di sebelah Jihoon karena aku memang duduk sebangku dengan Jihoon. Tapi dia tidak pernah menyadarinya. Karena sebelum aku menahannya, dia tidak pernah duduk di sampingku. Benar. Dia bolos. Padahal dia cukup terkenal karena ketampanannya. Aku akui dia memang tampan. Tapi kalau kelakuannya tidak sepadan dengan wajahnya, untuk apa dikagumi.
“Ini. Aku belikan gimbap, roti, dan minuman. Pilih sesukamu.” Tawar dan perintahku pada Jihoon. Jihoon tidak membantah. Dia justru mengambil salah satu gimbap, roti, dan minuman yang ku bawa. Jika kalian bertanya bagaimana Hu Bin, tidak usah ditanya. Dia sudah mengambil banyak roti, gimbap, dan dua minuman yang aku letakkan di atas mejaku sedari tadi. Jihoon tidak membantah mungkin karena dia juga sedang lapar. Aku melihat dia telihat sedikit lemas. Dengan masih mengunyah roti yang ku makan saat ini, aku memperhatikan tangan Jihoon yang sedang berusaha membuka bungkusan roti dengan satu tangan. Dia kesusahan. Aku pun tanpa ijin mengambil roti itu darinya dan membuka bungkusannya. Lalu aku kembalikan roti yang sudah ku buka bungkusannya tadi, pada genggaman Jihoon. Lalu aku pun kembali fokus memakan rotiku.
Uhuk! Uhuk! Jihoon tersedak. Segera aku membukakan tutup botol salah satu minuman dan langsung memberikan minuman itu padanya. Tidak mungkin kan, aku membiarkannya. Aku tidak mau dituduh membunuh. Hanya karena aku menahan tangannya, dia jadi tidak bisa minum setelah makan yang menyebabkan ia mati tersedak. Aku tidak mau namaku terpampang jelas di layar televisi.
Siswa Han telah membunuh siswa Park. Setelah berhasil memborgol tangannya, dia membiarkan siswa Park tersedak dalam waktu lama saat sudah memberikannya makan.
Tidak!. Aku tidak sekejam itu. Mau bagaimanapun, Jihoon tetap manusia. Dia tetap temanku. Ya, meskipun sebenarnya dia tidak akan mengatakan hal yang sama sepertiku. Meski bukan Jihoon sekalipun, aku akan tetap melakukan hal yang sama. Tapi saat ini, karena dia berstatus tahananku, jadi aku punya tanggung jawab penuh terhadapnya sampai sekolah hari ini usai.
*****
“Sejak kapan kalian berteman?” Tanyaku pada Hu Bin yang sedari tadi memperhatikanku. Setidaknya berkat pertanyaanku ini, aku sedikit lega karena dia tidak lagi memandangiku. Aku risih. Aku tidak suka dipandangi terlalu lama.
“Satu tahun. Lebih tepatnya sih, semenjak sekolah di sini. Aku dulu satu kelas dengannya. Kamu itu tetangga kelasku.” Terang Hu Bin padaku dengan santai.
“Tunggu dulu, dia sudah sekolah di sini dari awal?. Maksudku, bukan anak pindahan?.” Tanyaku setelah menyadari sesuatu dari perkataan Hu Bin.
“Iya. Kamu saja yang tidak pernah melihatnya. Dari masuk pertama kali di kelas ini, sebenarnya Yi Rang itu sudah menjadi teman sebangkumu. Di hari pertama masuk kembali ke sekolah, Yi Rang sedikit terlambat. Saat dia datang, hanya ada satu bangku yang kosong yaitu bangku yang sekarang sudah menjadi milik Yi Rang. Waktu itu, dia menanyakan padaku teman sebangkunya siapa?. Aku bilang kalau itu, kamu. Tapi nyatanya kalian nggak pernah ketemu karena kamu terlalu sering membolos, Park Jihoon.” Cerita Hu Bin panjang lebar yang menjelaskan bagaimana Yi Rang dengan beraninya duduk sebangku denganku. Karena ternyata alasannya, dia memang teman sebangkuku.
“Jangan menyusahkan Yi Rang. Dia mungkin terlihat sedikit kasar atau apalah yang kamu pikirkan dengan sikapnya. Tapi sebenarnya jika kamu sudah mengenal dia dengan baik, dia akan menjadi seseorang yang perhatian dan peduli pada teman-temannya.” Sambung Hu Bin yang seakan-akan mencoba meyakinkanku kalau Yi Rang, akan menjadi seseorang yang perhatian dan peduli pada teman-temannya. Ucapan Hu Bin seakan-akan mencoba meyakinkanku kalau Yi Rang, yeoja yang berani memborgol tanganku adalah seseorang yang baik. Jangan bermimpi kalau aku akan percaya. Aku tidak akan terpengaruh.
Sret. Pintu kelas kami terbuka dan aku melihat sosoknya yang datang mendekatiku dan kembali duduk di sampingku. Ia menumpahkan seluruh isi yang ada di satu kantong plastik yang baru saja dia bawa. Ternyata isinya roti, gimbap, dan berbagai jenis minuman. Aku kira dia kemana. Aku kira dia enak-enakkan makan di kantin tanpa menghiraukanku. Kalau Hu Bin, aku tidak terlalu peduli. Kalau dia lapar, dia pasti bisa kapan saja meninggalkanku tanpa harus patuh pada perkataan Yi Rang. Tapi nyatanya, Hu Bin terlalu patuh.
Yi Rang pun menyuruhku memilih makanan yang aku mau. Aku pun memilihnya sesukaku karena dia juga bilang kalau aku boleh memillih makanan sesukaku. Setelah kurasa cukup, aku mencoba membuka bungkusan dari salah satu roti yang aku ambil. Aku kesusahan. Aku melakukan sekuat tenaga dengan tangan kananku. Karena aku benar-benar tidak bisa menggerakkan lengan kiriku meskipun, tangan kiri yang ku punya bisa sedikit ku angkat berkat rantai borgol yang tidak terlalu pendek. Borgol itu mengunci seluruh aktivitas yang bisa dilakukan tangan kiriku. Aku membenci ini. Belum saja aku membuka bungkusnya, roti itu diambil oleh Yi Rang kembali . Dia membuka bungkusannya, lalu kemudian memberikan roti yang sudah terbuka bungkusannya itu pada genggamanku. Aku tidak akan mengatakan terima kasih. Karena itu adalah bagian dari tanggung jawabnya karena telah memborgolku. Aku memakannya dengan cepat karena aku merasa muak dengan situasi ini.
Uhuk! Uhuk!. Sial. Aku tersedak. Belum saja aku meraih botol minuman yang ada di depanku, Yi Rang kembali mengambilnya dan membukakan tutup botol minuman itu lalu memberikannya padaku. Aku mengambilnya dengan kasar. Aku tidak peduli jika dia tidak suka akan sikapku. Yang penting tersedak ini hilang dan aku bisa melanjutkan memakan makananku kembali.
*****
Sekolah telah usai. Sekarang Yi Rang terlihat tengah menatap keluar jendela kelas. Ia meremas-remas kedua telapak tangannya. Kini dia hanya bersama Jihoon di kelas. Hu Bin sudah disuruhnya pulang sejak tadi. Sudah tiga puluh menit berlalu sejak bel sekolah terakhir berbunyi. Namun, oppa Yi Rang masih belum sampai juga. Ia pun membalikkan badannya dan ingin mencoba mengatakan pada Jihoon untuk tidak khawatir. Bukannya berbicara pada Jihoon, mata Yi Rang justru fokus akan ketenangan Jihoon saat ini. Ya, Jihoon tertidur. Kepalanya ada di atas meja. Yi Rang yakin karena dia mungkin kelelahan dengan apa yang terjadi hari ini. Lalu, Yi Rang berjalan kembali ke bangkunya dan kemudian mengambil sisa makanan yang dibelinya tadi ke dalam kantong plastik yang tadi belum ia buang. Kemudian dimasukkannya ke dalam ransel Jihoon secara diam-diam.
Samar-samar Yi Rang mulai mendengar suara mobil mendekat ke gedung sekolahnya. Benar saja. Dia mendapati mobil oppanya terparkir di luar dan melihat sosok oppanya berlari ke dalam gedung dari jendela kelasnya. Tidak sampai lima belas menit, oppa Yi Rang sudah sampai di dalam kelas dan langsung menjitak pelan kening Yi Rang. Itu balasan untuk Yi Rang karena mengambil borgolnya tanpa ijin. Segera oppa Yi Rang mengambil kunci borgol yang ada pada sakunya dan berjalan menuju Jihoon yang tengah tertidur. Yi Rang pun membuntuti dari belakang.
“Bangunkan dia.” Perintah oppa Yi Rang pada Yi Rang. Yi Rang segera melakukan apa yang diperintahkan oleh oppanya. Lalu, Yi Rang menyenggol pelan bahu Jihoon. Beruntung tidak perlu waktu lama, perlahan Jihoon membuka matanya. Setelah matanya terbuka, Jihoon pun melihat sosok seorang namja berbalut jaket kulit berwarna hitam tengah menatapnya dan tepat di belakang namja tersebut, Yi Rang menyembunyikan dirinya.
Setelah merasa Jihoon sudah sadar dari tidurnya, oppa Yi Rang pun angkat bicara. “Maafkan, nae yeodongsaeng. Dia terkadang memang bertindak di luar dugaan.” Ucap oppa Yi Rang dengan tulus. Yi Rang yang mendengarnya memukul pelan pinggang oppanya dari tempat persembunyiannya yaitu di balik punggung oppanya. Jihoon tidak membalas ucapan oppa Yi Rang tersebut. Dia pun mengambil ranselnya dan mulai berjalan keluar.
Tapi tepat sebelum ia mencapai pintu kelas, oppa Yi Rang sedikit berteriak. “Kalau Yi Rang berbuat sesuatu yang buruk lagi, kamu bisa mencariku dan mengatakannya padaku di Kantor Kepolisian Seoul! Namaku, Han Yi Ran."
Kemudian, Jihoon pun pergi meninggalkan kakak beradik itu. Yi Rang yang semula bersembunyi, kini ia sudah keluar dari tempat persembunyiannya dan langsung mendapatkan penguncian di lehernya yang dilakukan oppanya dengan lengannya. Oppanya juga mulai mengacak-ngacak rambut Yi Rang. Akhirnya, mereka berdua pun pergi meninggalkan kelas.
* 3. Mian : Maaf (informal)
4. Oppa : Panggilan perempuan pada laki-laki yang lebih tua
5. Banjang : Ketua kelas
6. Babo : Bodoh
7. Gimbap : jenis makanan Korea yang terdiri dari nasi yang dibungkus dengan rumput laut
8. Nae yeodangsaeng : Adik perempuanku
@aisalsa09 makasih kak^^
Comment on chapter Bus