Jean terkejut ketika Dora menarik tangan Jean dan menyeretnya ke ruang pantry tempat kemarin ia memergoki Jean dan James berpelukan. "Konferensi pers," katanya.
Walaupun posisi Jean diatas Dora, tetapi hanya Dora yang bisa melakukan ini ke Jean, memaksanya berbicara. "Sekali lagi Dora, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah kemudian James menawarkan bahunya padaku dan aku menikmati kenyamanan itu." Jean bersandar ke lemari dapur.
"Sesuatu terjadi sebelumnya bukan? Seorang suster memergoki ruang periksa James, waktu itu ada seorang polisi yang sulit ditangani katanya." Gaya bicara Dora seakan-akan layaknya wartawan.
Jean terkekeh, ia teringat lagi wajah Devlin dan ada rasa hangat yang merayap perlahan di dadanya. "Itu Devlin Roland, Dora. Kau ingat waktu aku cerita mengenai teman alm. suamiku?"
"Oh ... bukankah dia orang yang kau coba hindari? Sampai keluar kota begini?" Dora teringat lagi ketika Jean baru bergabung ke rumah sakit ini--wanita cantik dengan wajah kusut, pikirnya. Suatu waktu, Dora memergoki Jean menangis dan menanyakan alasannya. Jean bercerita mengenai latar belakang dirinya, statusnya dan kehidupannya di Jakarta. Itu awal persahabatan mereka. Nama Devlin tersangkut di cerita itu, Jean pergi dari Jakarta karena ia membenci pria itu dan sekaligus menyayanginya secara bersamaan, dan menurut Jean itu masalah.
"Ya, dia."
"Apakah kau akan pergi menghidari dia lagi, Jean-ku sayang?" Jean terdiam atas pertanyaan Dora, ia tidak tau harus merespon apa. "Maksudku kau sudah lebih dewasa sekarang. Dua tahun waktu yang lama untuk kau berpikir lebih jernih mengenai perasaanmu terhadapnya."
"Ah~ Dora, mengenai Devlin, aku tidak tau apa perasaanku terhadapnya. Semuanya mengenai Devlin itu ... rumit." Jean mengingat lagi kejadian kemarin. "Ketika bertemu dengannya kemarin, aku hilang kata-kata. Aku merindukannya, tapi juga marah dan mungkin benci padanya. Sialnya, kami makan malam bersama."
"Apa? Berdua?"
Jean terkekeh, "berlima Dora, dengan James dan seorang dokter wanita. Kau tau ada dr. baru disini? dr. Cassandra. Entah apakah mungkin aku yang lupa ada informasi itu atau informasi itu tidak sampai padaku." Jean penasaran mengenai Cassandra.
"Sepertinya ada, tetapi mungkin kita sesama wanita tidak terlalu memperhatikan jika yang masuk adalah sesama jenis." Dora tertawa, "ada sesuatu dengannya?"
"Sepertinya dia pacar Devlin. Mereka terlihat akrab." Jean menjawab sambil termenung.
"Bagaimana James, dia tau mengenai Devlin?"
"Tidak, dia tidak tau. Aku menceritakan sedikit--dengan singkat siapa Devlin. Kau tau, Devlin hampir memukulnya karena James mencegahku mengambil darahnya dengan gugup. Bagaimana tidak gugup, lelaki itu ... dia orang terakhir yang paling kuharapkan untuk bertemu. Melihatnya, seperti kembali ke masa lalu waktu sebelum segalanya berubah." Jean menghela nafas berat. Diputarnya tubuhnya menuju ke mesin kopi. "Aku mau membuat hot latte, kau mau sesuatu Dora?" Dora mengangguk.
Mesin kopi mulai berdengung menggiling kopi dan melakukan tugasnya sesaat setelah tombol start di tekan. "Aku memanggil James dengan nama Mike." Jean menutup matanya.
"Apa?!!" Dora bangkit berdiri, kursinya ikut terangkat sangking terkejut. "Ah~ itu kesalahan besar sayangku."
Jean mengangguk-angguk setuju. "Sekarang aku benar-benar berpikir untuk tidak menemui James lagi. Aku tidak tau bagaimana harus bersikap. Aku menyakiti perasaannya." Dalam diam mereka berdua menyesap kopinya perlahan.
Seorang suster muda membuka pintu dengan terburu-buru mencari Jean. "Jean! Kau dibutuhkan di ruangan isolasi." Nafas suster muda itu memburu.
"Mel, ada apa?" Jean dan Dora tersentak bangun dari kursinya.
"Dua orang lelaki ... " Mellisa melihat telapak tangannya, rupanya dia mencatat nama lelaki itu di tangannya, "inspektur Devlin Roland dan Edward Manengke perlu bertemu dengan pasien yang kita rawat di ruang isolasi. Dr. Cassandra juga disana karena dia mendampingi polisi-polisi itu."
Oh~ hanya itu yang keluar dari mulut Jean. Dia, Dora dan Mellisa berjalan cepat menyusuri lorong untuk sampai ke ruang isolasi. Devlin dan Edward berdiri diluar pintu isolasi, begitu pula Cas.
"Selamat siang, Jean." Devlin dan Edward menganggukkan kepalanya memberi salam. "Kami ada keperluan dengan pasien di dalam, kami ingin menanyai mereka mengenai kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu."
""Paling kau hanya dapat menginterogasi Rustam yang luka bakarnya paling ringan, hanya di sekitar bahu dan tangan saja dan luka bakarnya tidak sampai 40%." Jean memberikan keterangan kondisi pasien. "Apakah mungkin pemeriksaan bisa ditangguhkan ke minggu depan? Atau kalian akan kami kabari lagi setelah kondisi mereka membaik."
"Jean, kami memerlukan keterangan mereka sekarang. Hasil lab di lapangan mengenai ledakan kapal kemarin sudah keluar dan hasilnya tidak menggembirakan."
"Apa itu hasilnya Dev?"
Edward dan Devlin berpandangan. "Ikut aku," Devlin mengajak Jean ketempat yang lebih sepi untuk menginformasikan kepada Jean hasil lab polisi dengan tujuan agar Jean mengerti bahwa kerjasamanya dan keterangan dari pihak rumah sakit diperlukan dalam hal ini. "Jean, ledakan kapal kemarin bukan ledakan biasa. Kami menemukan detonator bom di TKP--Tempat Kejadian Perkara. Kemungkinan ada indikasi aktivitas terorisme di Surabaya, tapi mengenai ini kami belum pasti. Oleh karena itu, aku harus mendapatkan informasi apakah korban kapal meledak kemarin itu terlibat atau tidak."
Jean merasa kakinya kebas lalu ia bersandar ke dinding, wajahnya pucat dan matanya menatap kosong. Devlin dapat melihat jelas trauma yang masih melekat di ingatan Jean. Hanya jari manis Mike yang utuh dapat diidentifikasi, kata Bambang--petugas otopsi. Devlin buru-buru lari ke kamar otopsi untuk mendampingi Jean sebelum ia melihat pemandangan menyakitkan itu, tetapi ia terlambat.
"Kau baik-baik saja Jean?" Devlin menyentuh bahu Jean dan Jean menghindar.
"Aku ... aku baik-baik saja." Ketika Jean menatapnya, ada bara kemarahan di mata Jean.
"Biarkan kami bicara, Jean. Kau dan suster lain, dan Cas, menunggu diluar. Pengambilan keterangan ini sifatnya rahasia, kami tidak bisa membaginya dengan orang lain." Terang Devlin.
Jean mengangguk, mereka kembali ke depan ruang isolasi. Jean memberikan perintah kepada Dora dan Mellisa untuk menggiring anggota keluarga pasien yang berjaga agar keluar dari kamar isolasi itu. Devlin dan Edward masuk ke dalam, sekitar satu jam kemudian mereka keluar dan digantikan para suster yang masuk untuk mengecek kondisi pasien secara fisik dan emosional pasca interogasi. Devlin, Edward dan Cas meninggalkan lantai itu.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1