Jean bangun dari tidurnya dengan terkejut siang itu, barulah diingatnya kalau hari ini adalah giliran liburnya dan ia kembali membanting diri ke ranjangnya.
Ditatapnya langit-langit apartment studionya yang sempit sambil mengulang lagi kejadian 3 hari lalu dimana James menciumnya dan ia membalas ciuman James dengan intensitas yang sama. Mereka berciuman lama di ruang janitor yang sempit dan gelap itu. Ia dan James menikmatinya dan tidak--tidak ada yang terjadi setelah itu, namun permintaan James untuk menikahinya terngiang-ngiang terus di kupingnya dan mengganggu tidurnya.
Esoknya tentu saja beredar gosip di seluruh RS bahwa Jean adalah tunangan dr. James. Hal ini membuat Jean menjaga jarak dan menghindar dari James, namun sikap James yang romantis malah menegaskan gosip itu. Walupun gosip itu beredar, Jean sangat berterima kasih pada para suster dan dokter yang tetap menjaga professionalitas mereka dengan tidak membahasnya di rumah sakit. Ataukah mereka segan karena baik Jean maupun James berada di jenjang management tingkat atas.
Jean bertanya-tanya, apakah ia mulai melupakan Mike? Ataukah jauh di dalam dirinya ia menginginkan kembali hari-hari dimana ia dicintai, dimiliki dan diperlakukan sebagai wanita sejati? Ataukah yang diinginkannya hanya penghiburan sementara dari kesibukannya?
"Aaaargh ... Mike." Kesal Jean sambil menggosok-gosok wajahnya. Ia tidak mungkin melupakan Mike, tidak mungkin! Mike yang manis, seorang gentleman. Mike sering berbagi cerita kesehariannya, memasak--Mike pandai memasak ketimbang Jean. Mike yang humoris dan Jean sangat yakin Mike akan menjadi ayah yang hebat karena kesabarannya. Mike juga tau Jean menyukai Devlin, namun Devlin hanya menganggapnya penyelamat hidupnya. Setelah dikenalkan Devlin, Mike selalu ada dimanapun dan kapanpun Jean membutuhkannya. Perlahan hanya Mike yang selalu ada di depannya dan saat itulah Jean mengiyakan ajakan Mike untuk menikah. Jean tersenyum mengingat itu semua.
Ponsel Jean berdering dan menarik dirinya ke masa kini. Dora? Namanya tertera di layar ponsel. "Ya Dora, ada yang darurat?" Tanya Jean setelah telephone diangkat.
"Ada manisku, darurat menikah." Suara tergelak dari ujung sambungan membuat Jean mau tak mau ikut tergelak. "Jadi bagaimana manisku?" Belum sempat Jean berucap Dora sudah memulai lagi komentarnya, "Oops tunggu dulu. Kau liburkan? Kita ketemu di Calibre coffee shop ya."
"Kau libur Dora? Koq bisa?" Jean terkejut mendengar ajakan Dora.
"Ya Jean. Mana mungkin kuajak kau jalan-jalan ketika aku bekerja. Aku bisa kena SP dari dr. James-mu." Dora tergelak lagi dan Jean hanya bisa menutup wajahnya dengan tangan. "Ok, see you manis. Aku bersiap dulu ya."
Jean baru kali ini ke Calibre dan menyukai suasana interiornya yang hangat dan dipenuhi aroma roasted coffee. Jean mengedarkan pandangan sekeliling dan mendapati Dora dalam blus biru mudanya sedang duduk depan meja barista sambil tertawa-tawa dengan seorang waiter ganteng.
Dora adalah orang yang supel dan menyenangkan, Jean berpikir Dora pastilah seorang primadona semasa gadisnya. Jika ada orang yang tidak menyukainya pastinya kesalahan ada pada orang tersebut. Karena anak-anaknya sudah dewasa dan meninggalkan rumah, Dora yang kesepian merasa sedikit terhibur dengan keberadaan Jean yang dianggap sudah seperti anaknya. Ketika Jean baru bergabung di RS Srikana Medika, Dora sibuk mencarikan jodoh untuk Jean dengan memperkenalkan Jean ke dokter-dokter single yang ada.
"Mari Jean, kita duduk di sudut situ biar kau bebas bercerita." Dora melambai dan meninggalkan waiter muda itu sembari menarik tangan Jean ke meja yang ditunjuk. "Ceritakan padaku semuanya ... maksudku, semuanya." Matanya berkilat dan Jean tergelak.
"Sejauh apa yang sudah kau dengar Dora?" Jean bertanya sambil membolak-balik menu dan akhirnya menunjuk hot coffee latte kepada waiter dan Dora mengacungkan dua jarinya tanda ia memesan yang sama dengan Jean.
"Hmm... hanya gosip di ruang makan kalau James melamarmu." Dora menyeringai. "Itu saja manis. Aku tidak punya waktu mengorek-ngorek dari orang lain. Lagi pula aku lebih suka menanyaimu langsung."
"Kami berciuman Dora, apakah itu membuatmu senang?" Jean tertawa melihat wajah Dora yang melongo. "Itu saja, tidak ada kelanjutannya."
"Itu saja? Tidak ada kelanjutannya?" Jean memutar bola matanya karena Dora membeo apa yang baru saja dikatakannya. "Tidak ada uh-uh ah-ah?" Matanya yang besar makin membesar karena pemasaran.
Jane tertawa, "Itu saja."
"Aku selalu tau dia naksir padamu Jean. Aku bahkan sempat berpikir aku salah karena selama ini tidak terjadi apa-apa." Dora mengamit tangan Jean sambil berkata setengah berbisik, "apa rasanya si James?"
Pertanyaan Dora yang terang-terangan membuat wajahnya memerah. "Kau coba sendiri saja Dora."
Dora mendelik, " kalau aku seumurmu, James sudah aku buat berlutut di minggu pertama sejak pertemuan. Jean, James dokter yang baik, pintar dan a gentleman. Aku bahkan tidak pernah melihatnya menggoda wanita lain sebelum kau datang." Dora terdiam membiarkan kata-katanya meresap. "Sudah waktunya kau memulai hidup baru Jean. Jangan biarkan masa lalu membuatmu tidak bahagia," lanjutnya. Waiter datang membawakan pesanan mereka.
"Aku mengerti Dora, aku menghargai perhatianmu. Jujur, dari awal sampai sekarang aku merasa nyaman dengan James. Dia mengingatkanku akan Mike... bahkan sampai ke rasa ciumannya juga seperti Mike. Dan aku takut kalau James hanya akan menjadi bayang-bayang Mike." Jean menghembuskan nafas panjang sambil mengacak foam di latte-nya. Ia sudah lama memutuskan tidak lagi menangis akan Mike, Mike adalah kenangan termanisnya. "James itu single dan kurasa ia layak mendapat seseorang yang pantas untuknya, bukan seorang berstatus janda sepertiku. Benarkan Dora?"
"Jean sayang, kau salah. Kuberitahu kau, aku sudah menikah 4 kali." Gantian Jean yang melongo. Jean tau bahwa Dora menikah lagi, namun tidak menyangka ia menikah lagi sebanyak itu. "Oh, jangan kaget begitu. Rudi, Steward, Anthony, Liam. Hmm ... " mata Dora menerawang.
"Ceritamu mengingatkanku akan suami pertamaku--Rudi, rekan sesama perawat. Ia berselingkuh setelah 5 tahun menikah, kau tau dengan siapa? Kepala suster." Dora terdiam sebentar, "Kami bercerai, anak-anak ikut denganku. Waktu itu adalah hari-hari terpahit dalam hidupku. Lama sebelum aku memutuskan menikah lagi." Dora tersenyum tipis.
"Kemudian aku bertemu Steward. Steward meyakinkanku bahwa aku berhak bahagia. Dia romantis, humoris, dewasa, anak-anakku mencintainya. Dia ... ah~segalanya." Mata Dora berkaca-kaca. "Kau tau, aku juga menolak menikahinya waktu itu karena alasan bahwa aku janda beranak tiga. Steward membela posisiku ketika keluarganya menentang dan tetap menikahiku.
"Waktu aku menanyakan alasannya, Steward berkata bahwa ia hanya akan bisa bahagia bila hidup denganku. Kalau waktu itu baik dia atau aku menyerah, kurasa tidak ada dari kami yang akan menemukan kebahagiaan. Steward menyembuhkan luka hatiku. Ia menguatkanku, mengembalikan kebahagian dan kepercayaan diriku. Begitu pula dengan anak-anakku. Setelah ia meninggal, kehilangan suami yang lain bagiku tidak terlalu berat." Dora mengerjap-ngerjapkan matanya dan buru-buru mereguk latte-nya untuk menyembunyikan kesedihannya.
Gantian Jean mengamit tangan Dora, ia tidak tau harus berkata apa, namun Dora benar. Selama ini ia merasa tidak percaya diri karena status janda yang diembannya seperti corengan hitam di wajah yang dicemooh semua orang.
"Hidup bukan cerita Cinderella, Jeanku sayang. Tapi percayalah, kau berhak hidup dan bahagia--apapun statusmu. Jika menurutmu James hanya akan menjadi bayang-bayang Mike, kurasa itu bukan masalah. Jika mereka adalah pria-pria baik yang mencintaimu, maka biarlah itu terjadi."
Gantian mata Jean yang berkaca-kaca. Ia mengangguk mengerti, "terima kasih Dora, aku akan mempertimbangkannya."
"Maaf ya aku jadi emosional." Dora terkekeh. "Kita pesan makan yuk, aku jadi lapar. Lagipula kita harus siapkan fisik. Besok akan ada pria-pria macho dari kepolisian yang akan melakukan cek fisik dan meramaikan acara donor darah di rumah sakit kita." Dora sudah mulai membalik-balikkan menu makanan.
"Ah~ aku hampir lupa. Besok ya acaranya," kata polisi memberikan arti tersendiri untuknya. Jean menelan ludah.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1