“Ck, mau apalagi mereka denganku..”
Dua orang pengawal membawa Tiara menuju sebuah ruangan besar disisi lain ruangan bawah tanah itu. Tak lama merekapun masuk dan menyeret Tiara kedalam yang ternyata ada Mister dan seorang berjubah hitam lainnya duduk di sebuah singgasana.
“Sungguh sebuah kehormatan dapat bertemu dengan seorang gadis Lemuria di ruangan kecilku ini,”
Tiara mendongak, dilihatnya pria itu. Wajahnya tertutup tudung, membuatnya gelap dan tak terlihat sama sekali. “Siapa kau, sebuah kehormatan apanya? Aku bahkan tidak bisa melihat wajahmu.”
Mister yang sedari tadi diam dan berpura-pura tak mendengar obrolan mereka merasa gerah. Meski ia tak mengerti sedikitpun tentang kata ‘Lemuria’ yang diucapkan atasannya. Ia mencoba maju dan hendak menampar gadis lancang itu, “Lancang sekali kau! Begitukah caramu memberi salam pada presdir?”
Presdir Choi memberi isyarat untuk berhenti dengan tangannya, “Biarkan saja, dia berhak tahu wajahku. Setidaknya beri ia kesempatan, kita tidak tahu kan kapan hidupnya berakhir.”
Ia membuka tudung kepalanya, terlihat wajahnya yang tampan meski sudah termakan usia tersenyum licik kearah Tiara. “Apa kau sudah puas?”
“P-presdir..” Mister mematung, selama ini tidak ada seorangpun yang tahu wajah sang presdir. Bahkan dirinya, yang merupakan kepercayaan nomor satu di instansi ini. Sebenarnya siapa gadis ini?
“Atlantean, sudah kuduga.” Tiara bangkit dan menghormat kepada pria itu. “Salam hormat dariku, seorang Putri Lemuria yang hina ini. Seharusnya kau tidak bertemu denganku dalam keadaan seperti ini. Maafkan aku, tuan.”
“Hahaha, yaampun. Aku senang bertemu dengan seorang Lemurian sejati sepertimu. Bangsa terlemah yang pernah ada..”
“Tentu saja aku juga merasa senang dan sangat terhormat. Tapi maaf, karena keadaanku kita tidak bisa bertarung.”
Presdir Choi menghentikan tawanya sejenak, “Menarik,” katanya. “Sejak kapan kaum lemah seperti kalian berani melawan kami? Bahkan menjaga tanah kalian sendiripun tak bisa. Apa kau yakin dengan ucapanmu?”
“Manusia berevolusi seiring perkembangan waktu dan zaman, lalu mengapa kami tidak bisa melakukan hal yang sama? Apalagi mengetahui bahwa bangsa kalian belum musnah juga setelah kemurkaan tuhan kepada kalian.”
“Cih, beraninya wanita ini.”
Energi hitam keluar dari tubuh pria itu, membuat suasana menjadi sangat dingin. Kemudian energi tersebut berubah menjadi bayangan yang menghujam tubuh Tiara bagai panah dan menelan tubuhnya. Selama beberapa saat, gadis itu tertutup oleh bayangan hitam.
“Sia-sia saja selama ini aku ketakutan dan bersembunyi karena bangsa kalian. Berevolusi apanya hah?”
Bayangan itu sirna, tubuh Tiara mulai terlihat disana. Dan apa yang terjadi?
“Inilah yang kami sebut ‘evolusi’.”
Sebuah tameng berwarna biru berada disekitar Tiara dan melindunginya. Berkat tameng tersebut, tak ada luka sedikitpun terlihat dikulitnya.
“Ya ampun, aku bersemangat!”
Mister yang sedari tadi menahan gejolak untuk maju kini melangkah mendahului presdir yang tengah bersiap untuk bangun. Namun tanpa diduga, ia justru malah diserang oleh energi gelap yang sama seperti kejadian Tiara barusan.
“Maaf,” Presdir Choi melihat dengan sinis kearah Mister yang tersungkur dilantai. “Kau tidak bisa ikut campur masalahku.”
Ia menyunggingkan senyum licik, “Terima kasih untuk pengabdianmu, tapi kau sudah tidak berguna lagi untukku..”
Mata Mister terbelalak, netra hitamnya pun berkilau. Sebuah cahaya keluar dari tubuhnya, ia mencoba melepaskan diri dari bayangan gelap yang mencoba menghabisinya.
“Nak, percuma saja. Kau belum cukup kuat untuk menandingiku, hahaha.”
“Keparat!! Arghhh!!”
Presdir Choi mengalihkan pandangannya pada Tiara yang masih berlindung dibalik tameng, berusaha melindungi dirinya. Sebuah kalung berliontin bulan emas muncul dan menempel dilehernya. Ia sendiri terkejut, karena sebelumnya dirinya yakin kalung itu dimusnahkan oleh orang dihadapannya kini.
“Ouw-ouw-ouw, apa itu?” Presdir menunjuk kalung gadis itu. “Bukankah itu adalah barter kita saat kau meminta merawat anak malangmu?”
“Tentu saja, ia telah kembali pada pemiliknya!” Tiara menyerang Presdir dengan kekuatan angin puting beliung yang dahsyat. Namun, dapat ditampik dengan santai oleh Presdir tersebut.
“Pantas kau kini menjadi sombong, ya. Aku pikir kau orang yang tidak akan ingkar janji, bukankah kalung itu milikku?” Pria itu melangkah perlahan menuju Tiara, ia menuruni tangga disinggasananya.
“Kau saja bisa ingkar janji, lalu kenapa aku tidak?” Tiara memasang kuda-kuda, bersiap jika pria itu memberikan serangannya.
“Mari kita lihat, seberapa lama kesombonganmu itu akan berakhir. Gadis malang,”
Presdir Choi mengeluarkan energi gelapnya kembali, menyerang Tiara dari jarak yang lumayan dekat. Ia terlihat sungguh serius dengan pertarungan itu, bahkan sampai Tiara pun kewalahan.
“Boleh juga kekuatanmu,”
***
“Jangan bergerak!!” Seorang polisi menodongkan pistol kearah Andrew yang sedang berbicara dengan Sina.
“Selamat siang, pak. Ada apa kemari? Apa bapak ingin menjenguk keponakan saya?”
Ghara menepuk keningnya, dan mendesis. Ia membuang muka dan menghampiri Sina yang sedang berusaha mengambil mangkuk bubur dari tangan Andrew.
“Tuan putri masih lapar? Bolehkah saya yang menyuapi?” Ghara mengambil mangkuk bubur dan menyuapi Sina. Bersikap seolah tidak sedang terjadi apapun diruangan itu.
“Enak,” Sina tersenyum dan mengunyah makanannya.
“Hei-hei, kalian tidak takut polisi?” empat orang polisi masuk dan menghampiri Andrew, mereka lalu memborgolnya. “Anda kami tangkap,”
“Saya salah apa pak?”
“Sudah ikut saja,”
Sina yang sedari tadi hanya diam memperhatikan akhirnya ikut bicara, “Maaf, anda punya surat penangkapan? Anda tidak diajarkan tata krama di kepolisian ya?”
Salah seorang polisi menodongkan pistol ke kening Sina, membuat Ghara geram dan menjauhkan mangkuk bubur yang dipegangnya. Dengan cepat ia merebut pistol tersebut dari tangan sang polisi, membuat mereka kalut.
“Tidak sopan! Kalian mencoba menangkap orang tidak bersalah, ya?” Ghara menodongkan pistol yang telah berhasil ia rebut sebelumnya.
“Kalian ini tidak sadar, sedang berhadapan dengan hukum?”
“Lepaskan paman saya. Tolong perlihatkan surat perintah penangkapan anda, pak.”
“Cih, lancang kau bocah tengil!”
Polisi tersebut mencoba mendekat dan merebut pistol ditangan Ghara. Namun dengan sigap, pemuda itu menghadang dan mengunci tangan sang polisi. Ia memukulnya, dan polisi itu pingsan lalu terjatuh di lantai.
“Jika kalian ingin membawa paman itu, lawan aku! Tunjukan bahwa dirimu polisi yang hebat!”
Satu persatu polisi menembakkan pistolnya kearah Ghara. Sementara dengan gerakan kilat, ia menghindarinya. Dalam waktu singkat, dua polisi kalah ditangannya.
“Hei, lepaskan aku!”
Ghara mengalihkan pandangannya. Seorang polisi lainnya, menyandera Sina dan menodongkan pistol didekat kening gadis itu.
“Jangan mendekat! Dengar!” Polisi tersebut hampir menarik pelatuknya, “Biarkan kami membawa pria itu, maka gadis ini akan kubebaskan.”
Andrew yang sedari tadi hanya diam dibalik pintu terus bertanya-tanya. Mungkinkah orang-orang ini suruhan mister? Jika ia, maka dirinya dalam keadaan gawat. Begitu juga mereka berdua.
“Bawa saja a-”
Andrew tercekat, baru saja ia akan menyerahkan diri. Ia tak percaya apa yang dilihatnya kini. Begitu juga dengan Ghara.
“Arghh!!”
Polisi itu tersungkur dalam keadaan kulit tangannya melepuh. Ternyata, Sina lebih kuat dari dugaan. Kekuatan pengendali cahayanya, telah meningkat menjadi penguasa api.
“Aku sudah sembuh, mari kita pergi!”
Sina berjalan melewati para penjaga menuju pintu, diikuti dengan Ghara yang mengekor dibelakangnya.
“Tunggu, Sina!”
“Ada apa paman? Bukankah kau ingin menyelamatkan bibiku?”
Andrew memperlihatkan kedua tangannya yang masih terborgol, “Aku sangat ingin, tapi tanganku takkan berguna kalau begini. Hehe,”
“Ah, baiklah.”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then