“Aku rindu sekali pada kalian,”
Seorang wanita, duduk disebuah kursi tua dengan wajah yang lesu. Tanpa sadar, ia menitikkan air matanya saat melihat sebuah foto dalam album di genggamannya.
“Aku benar-benar sebatang kara sekarang, mengapa hidupku jadi menyedihkan seperti ini?” Tak lama kemudian wanita itu bangkit lalu berjalan mengitari ruang tamu dirumahnya, menatap sendu pada beberapa foto yang terpajang pada dinding ruangan.
“Ah..” gumamnya. Ia terhenti dan melihat sebuah bingkai besar pada dinding ruangan itu. Terlihat dirinya, beserta seorang pria dan wanita yang menggendong bayi. Ia meraba bingkai foto tersebut, kemudian tersenyum. “Kupikir foto ini adalah foto terakhir didalam bingkai keluarga rumahku. Entah berapa kali aku sudah menggantinya, hiks.”
Wanita itu roboh dan menangis tersedu-sedu. Ia memukul-mukul dinding sekuatnya, melepaskan semua perasaan yang mengganjal dihatinya. “Apa mereka sengaja, membuatku hidup sendirian? Kenapa aku tidak dibunuh juga? Kenapa?!?!”
“Aku menawarkan sebuah perjanjian menarik padamu, kau tidak ingin mencobanya?”
“Pentingkah bicara seperti itu saat kau tau dirimu hanya sebatangkara?”
“Karena itulah aku memberimu tawaran, kau akan menemukan harapan terakhirmu dari tawaran ini. Jika kau menjalaninya dengan baik, aku akan berusaha membantumu membawa harapanmu kembali,”
“Harapan apa yang kau maksud?”
“Aku akan memberitahukanmu jika kau bersedia. Jika tidak, kau mungkin akan terus menjadi lebih menyedihkan dari ini,”
“Apa kau serius membantuku?”
“Tentu saja, asal kau juga mematuhi aturannya. Aku janji,”
“Kurasa aku tidak punya pilihan lain,”
“Kalau begitu, deal ya?”
“Ok, deal. Aku harap kau menepati janjimu itu.”
“Aishhhh!!!” Wanita itu mengacak rambutnya sendiri. “Kenapa aku menerima tawarannya? Siapa yang tahu harapan macam apa yang ia janjikan? Harusnya aku tolak dan langsung bunuh diri saja!”
“Menyebalkan!” gerutunya. “Pada saat diujung hidupku pun, aku sangat payah.”
‘Ting-Tong!’
Bel rumah berbunyi. Wanita itu cepat bangkit lalu merapikan pakaian serta rambutnya yang sudah berantakan karena tingkahnya sendiri.
“Siapa sih?”
Wanita itu berjalan menuju pintu dengan malas lalu membukanya perlahan. “Iya, sebentar,” katanya.
“Sia-“ wanita itu terkejut setengah mati melihat siapa yang kini berdiri dihadapannya. Lelaki bertudung hitam, bahkan sampai pakaian dan sepatunya juga berwarna sama. Mirip dengan sesuatu yang ia sering lihat di film.
“M-malaikat maut?” teriaknya heboh. “Ahh, ternyata ini benar ujung hidupku. Selamat tinggal dunia-“ Bruk! Wanita itu seketika pingsan.
“Haha, aku tak perlu melakukan apapun. Mendukung sekali,”
“Bawa dia!”
***
“Tiara, ikutlah denganku. Kumohon.”
“Sudah kukatakan berulang kali, Frank. Ibu dan Ayahku itu tidak suka padamu, mereka tidak akan mengizinkan kita,” Tiara gemetar menggenggam gagang telepon dengan tangan kirinya.
“Lalu, kau akan melupakanku?”
Tiara menjauhkan gagang telepon itu sebentar, lalu menarik napas panjang. “Aku diminta memilih antara kau dan keluargaku. Tentu aku memilih mereka.” Ia menahan tangisnya.
“Bahkan jika mereka diambang kehancuran, apa kau tidak ingin menyelamatkan diri bersamaku?”
Tiara tersentak, “A-apa maksudmu?”
“Ah sudahlah. Aku tidak akan memaksamu. Kini kau memilih mereka. Jangan menyesali keputusanmu, jadilah wanita yang kuat.”
Tiara kini membiarkan air matanya menetes. Mengeluarkan beban perih perpisahan yang amat tidak diinginkannya ini. “Maafkan aku, aku-”
Frank memotong ucapannya dari ujung telepon. “Aku mencintaimu”
Tut.. Tut.. Tut.. Telepon terputus, seperti hubungan keduanya kini.
“Dia tidak mau, a-aku aku harus-” air mata Frank menetes.
“Kau sudah mengusahakan yang terbaik,” seorang pria menepuk pundak Frank dan menguatkannya. “Ini sudah keputusannya, biarkanlah.”
“Tapi, bagaimana jika.. Aku tidak ingin hal buruk itu menimpanya-”
“Tenangkan dirimu..”
Frank tertunduk dan menyeka airmatanya.
“Ini sudah takdirnya-”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then