“Arrgghh!!!!”
“Tahan, sayang. Kamu harus kuat, harus lawan. Kamu tidak boleh dikuasai oleh energi gelap itu!”
“Sina!!”
Sina terkulai lemas diatas ranjang dalam ruangan khusus Hypnoteraphy milik Dr. Firda. Sina, gadis yang sejak umur 5 tahun menderita depresi hebat yang hampir membuatnya selalu ingin mengakhiri hidup dengan cara yang ekstrim. Tak ada satupun orang yang tahan berada didekatnya, karena gadis itu menakutkan. Akhirnya, ia hanya bisa merenung dan menjalani hidup yang suram setiap hari.
“Tiara, kau bilang dia menderita penyakit ini sejak mereka meninggal bukan?” tanya Dr. Firda sambil mengecek riwayat penyakit dan biodata Sina.
“Ya, persis seperti dokumen yang kau baca itu.”
“Lalu, mengapa baru belakangan ini kau memberinya terapi khusus?” Dr. Firda menarik napas panjang. “Sina bilang dia mendapat penanganan dan obat khusus dari dokter. Tetapi ada yang aneh, gadis ini mengalami depresi yang sangat parah. Benarkah kau memberikan pengobatan khusus untuknya?,” jelasnya.
Tiara menenangkan pikirannya, ia sangat tidak suka dicurigai. Tapi ia juga tidak pernah mampu menyembunyikan kebohongan, apalagi Firda ini sahabatnya sejak SMA. Ah, apa boleh buat.
“Apa maksudmu?” hanya itu yang terlintas dikepalanya untuk memulai sandiwara dadakan ini.
“Aku meminta semua dokumen, termasuk riwayat penyakit dan obatnya. Tapi, mengapa kau tidak menunjukkan padaku obat jenis apa itu yang dikatakan Sina?” Dr. Firda meletakkan dokumen yang dipegangnya. Ia melirik pada Sina yang masih tak sadarkan diri. “Kau, coba menyembunyikan sesuatu?”
“Aku memintamu untuk memberikan terapi pada anakku, bukan mencurigaiku.”
“Kau bahkan tidak memberitahukan siapa dirimu yang sebenarnya pada Sina. Dia ini depresi, bukan hilang ingatan. Aku yakin seseorang berusaha memasukan ingatan palsu ke memori otaknya. Bukannya aku mau ikut campur, tapi begitu dia mengatakan kau ibu tirinya aku mulai bertanya beberapa hal padanya. Dan semua ingatan yang dia katakan itu, bagai dimanipulasi. Sungguhkah kau tidak tahu apapun?”
Tiara tersenyum sedikit, “Apa yang ingin kau katakan sebenarnya? Ingatan itu miliknya, sesuai dengan apa yang ia jalani selama ini. Kau berfikir bahwa aku mengubahnya? Kau ini lucu sekali.”
“Hei-hei,” Dr. Firda menyikut lengan Tiara. “Dengarkan. Sina itu bagian dari tanggung jawabku juga. Jika kau benar tidak terlibat, bawa ia padaku beberapa kali lagi. Aku akan mengembalikan semuanya padanya. Bahkan aku akan memberikan seluruh kemampuanku untuk itu.”
***
“Maafkan aku Mommy,” Sina tertunduk lesu, ia juga berjalan dengan malas menyusuri trotoar disiang hari yang panas itu.
“Hahaha! Sejak kapan anak Mommy jadi melow gini!!” Tiara mencubit pipi anak perempuannya itu dengan gemas.
“Uhh,” Sina meraba-raba pipinya yang memerah karena dicubit Mommynya. “Dan, kenapa Mommy memintaku untuk mengurangi obat depresan yang diberikan dokter? Sekarang malah Mommy mengantarkanku ke spikiater.”
Tiara mengernyitkan dahinya, “Anakku sayang,” katanya. “Kau percaya kan, semua yang Mommy lakukan ini untuk kesembuhanmu. Lagipula setelah beberapa kali konsultasi, kau jadi ada kemajuan. Tolong setelah ini jangan minum obat itu lagi ya,”
“Baiklah,”
Sementara itu, tak jauh dibelakang mereka. Seseorang yang mencurigakan terus mengikuti dan menguping pembicaraan mereka. “Hmm, menarik,” gumamnya. Lelaki itu mengambil sebatang rokok dari sakunya, lalu menyalakannya dengan korek yang ia bawa.
“Pria sialan itu menyebalkan sekali. Ia sengaja menyulitkanku dengan dua wanita bodoh ini. Aku tidak berbakat menyamar, aku kan pembunuh hebat!” katanya setengah berteriak. Mengundang pandangan takut dan terkejut dari orang-orang disekitarnya. Begitu menyadari hal tersebut, ia berdehem sebentar. Lalu dengan santainya terus berjalan sambil menundukkan pandangan.
Sayup-sayup terdengar suara bisik beberapa orang yang berjalan di sepanjang trotoar.
‘Apa maksudnya itu?’
‘Dia bilang dia pembunuh.’
‘Apa kita telepon polisi saja?’
‘Aduh, kita pergi yuk. Aku takut nih.’
‘Jangan ikut campur. Jangan,’
Tiara menoleh kebelakang, bola matanya tepat melihat pada lelaki yang sedang dibicarakan para pejalan lainnya. Ia tersentak, kemudian buru-buru menyebrang sambil menyeret Sina untuk cepat pergi dari sana.
“Aish, sial!” lelaki itu setengah bergumam. “Aku kehilangan jejak.”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then